Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
1. Proses Menua
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu waktu tertentu,
tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan proses alamiah, yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua.
Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan
semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional
(Nugroho,2008).
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang
frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan system fisiologis dan meningkatnya
kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, 2009). Penduduk Lansia
atau lanjut usia menurut UU No.43 (2004) adalah penduduk yang telah mencapai usia 60
tahun keatas. Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut
usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-
74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Menurut Depkes RI (2003), batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu
pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini
(prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun,
kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun keatas dan usia lanjut dengan resiko tinggi
yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup
sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat. Di Indonesia,
batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam Undang - Undang
Nomor 43 tahun 2004.
2. Tuberculosis
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
Tuberculosis (dan kadang-kadang oleh M. Bovis dan africanum). Organisme ini disebut
pula sebagai basil tahan asam. Penularan terjadi melalui udara (airborne spreading) dari
“droplet” infeksi. Sumber infeksi adalah penderita TB paru yang membatukkan
dahaknya, dimana pada pemeriksaan hapusan dahak umumnya ditemukan BTA positif.
Batuk akan menghasilkan droplet infeksi (droplet nuclei). Pada sekali batuk dikeluarkan
3000 droplet. Penularan umumnya terjadi dalam ruangan dengan ventilasi kurang. Sinar
matahari dapat membunuh kuman dengan cepat, sedang pada ruangan gelap kuman dapat
hidup. Risiko penularan infeksi akan lebih tinggi pada BTA (+) dibanding BTA (-).
Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menahun, bahkan dapat seumur hidup. Setelah
seseorang terinfeksi kuman tuberkulosis, hampir 90% penderita secara klinis tidak sakit,
hanya didapat test tuberkulin positif, 10% akan sakit. Penderita yang sakit, bila tanpa
pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita TB paru akan mati, 25% sehat dengan
pertahanan tubuh yang baik dan 25% menjadi kronik dan infeksius (Helmia, 2010.h.9).

B. TUJUAN
Untuk mengetahui proses menua pada lansia dan mengetahui dan menerapkan proses
asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. PROSES MENUA
A. Pengertian Lansia
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013).
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang
frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan system fisiologis dan
meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, 2009).
Penduduk Lansia atau lanjut usia menurut UU No.43 (2004) adalah penduduk yang
telah mencapai usia 60 tahun keatas. Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia
berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age)
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan
usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut Depkes RI (2003), batasan lansia
terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu
masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa
antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki
usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun keatas dan
usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau
kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit
berat, atau cacat. Di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas. Hal ini
dipertegas dalam Undang - Undang Nomor 43 tahun 2004.
B. Proses Menua

Proses menua merupakan suatu proses yang wajar, bersifat alami dan pasti akan
dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang (Nugroho, 2000).

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu (Stanley and Patricia, 2006).

C. Teori Proses Menua


Teori proses menua menurut Potter dan Perry (2005) yaitu sebagai berikut :
 Teori Biologis
1. Teori radikal bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme yang dapat
menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya radikal bebas
akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa berhasil lolos dan
berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan
seperti kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet, mengakibatkan
perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas tidak
mengandung DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat menyebabkan
gangguan genetik dan menghasilkan produk-produk limbah yang menumpuk di
dalam inti dan sitoplasma. Ketika radikal bebas menyerang molekul, akan
terjadi kerusakan membran sel; penuaan diperkirakan karena kerusakan sel
akumulatif yang pada akhirnya mengganggu fungsi. Dukungan untuk teori
radikal bebas ditemukan dalam lipofusin, bahan limbah berpigmen yang kaya
lemak dan protein. Peran lipofusin pada penuaan mungkin kemampuannya
untuk mengganggu transportasi sel dan replikasi DNA. Lipofusin, yang
menyebabkan bintik-bintik penuaan, adalah dengan produk oksidasi dan oleh
karena itu tampaknya terkait dengan radikal bebas.
2. Teori cross-link
Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan
elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan
regiditas sel, cross-linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan
senyawa antara melokul-melokul yang normalnya terpisah (Ebersole & Hess,
1994 dalam Potter & Perry, 2005).
3. Teori imunologis
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan. Selama proses
penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran dalam pertahanan
terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga pada lamsia
akan sangat mudah mengalami infeksi dan kanker.perubahan sistem imun ini
diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid sehingga tidak adanya
keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi antibodi dan kekebalan tubuh
menurun. Pada sistem imun akan terbentuk autoimun tubuh. Perubahan yang
terjadi merupakan pengalihan integritas sistem tubuh untuk melawan sistem
imun itu sendiri.

 Teori Psikososial
1. Teori Disengagement (Penarikan Diri)
Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat
dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia apabila kontak sosial
telah berkurang dan tanggungjawab telah diambil oleh generasi yang lebih
muda. Manfaat dari pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat
menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang telah
dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai.
2. Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang sukses
maka ia harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk turut berperan dengan cara
yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah
suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian
menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran lansia secara negatif
mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas mental serta fisik yang
berkesinambungan akan memelihara kesehatan sepanjang kehidupan.
3. Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan kelanjutan
dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia dewasa. Perilaku hidup
yang membahayakan kesehatan dapat berlangsung hingga usia lanjut dan
akan semakin menurunkan kualitas hidup.

D. Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 tugas perkembangan keluarg yaitu:
 Memutuskan dimana dan bagaimana akan menjalani hidup selama sisa
umurnya.
 Memelihara hubungan yang suportif, intim dan memuaskan dengan
pasangan hidupnya, keluarga, dan teman.
 Memelihara lingkungan rumah yang adekuat dan memuaskan terkait dengan
status kesehatan dan ekonomi
 Menyiapkan pendapatan yang memadai
 Memelihara tingkat kesehatan yang maksimal
 Mendapatkan perawatan kesehatan dan gigi yang komprehensif
 Memelihara kebersihan diri
 Menjaga komunikasi dan kontak yang adekuat dengan keluarga dan teman
 Memelihara keterlibatan social, sipil dan politisi
 Memulai hobi baru (selain kegiatan sebelumnya) yang meningkatkan status
 Mengakui dan merasakan bahwa ia dibutuhkan
 Menemukan arti hidup setelah pension dan saat menghadapi penyakit diri
dan pasangan hidup dan kematian pasangan hidup dan orang yang
disayangi; menyesuaikan diri dengan orang yang disayangi
 Membangun filosofi hidup yang bermakna dan menemukan kenyamanan
dalam filosofi atau agama.
E. Batasan Lanjut Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO dalam Psychologymania, 2013 batasan
lanjut usia meliputi :
 Usia pertengahan (middle age) adalah kolompok usia 45-59 tahun.
 Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun.
 Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.
 Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
F. Pathway Proses Menua

Proses Menua

Fase 1 subklinik Fase 2 transisi Fase 3 klinik

Usia 25-35 Penurunan hormon Usia 35-45 Usia 45 produksi hormon


(testosteron, growt hormon, Penurunan hormon 25 sudah berkurang
estrogen) % hingga akhirnya berhenti

Polusi udara, diet yang tak sehat dan stres

Peningkatan radikal
bebas

Kerusakan sel-seDNA
(sel-sel tubuh)

Sistem dalam tubuh mulai


terganggu spti : penglihatan
menurun, rambut beruban,
stamina & enegi berkurang,
wanita (menopause),pria
(andopause).

Penyakit degeneratif
(DM, osteoporosis,
hipertensi, penyakit
jantung koroner)
G. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 yaitu:
1. Perubahan Organik
a) Jumlah jaringan ikat dan kolagen meningkat.
b) Unsur seluler pada sistem saraf, otot, dan organ vital lainnya menghilang.
c) Jumlah sel yang berfungsi normal menurun.
d) Jumlah lemak meningkat.
e) Penggunaan oksigen menurun.
f) Selama istirahat, jumlah darah yang dipompakan menurun.
g) Jumlah udara yang diekspirasi paru lebih sedikit.
h) Ekskresi hormon menurun.
i) Aktivitas sensorik dan persepsi menurun
j) Penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat menurun.
k) Lumen arteri menebal

2. Sistem Persyarafan
Tanda:
a) Penurunan jumlah neuron dan peningkatan ukuran dan jumlah sel neuroglial.
b) Penurunan syaraf dan serabut syaraf.
c) Atrofi otak dan peningkatan ruang mati dalam kranim
d) Penebalan leptomeninges di medulla spinalis.
Gejala:
a) Peningkatan risiko masalah neurologis; cedera serebrovaskuler, parkinsonisme
b) Konduksi serabut saraf melintasi sinaps makin lambat
c) Penurunan ingatan jangka-pendek derajad sedang
d) Gangguan pola gaya berjalan; kaki dilebarkan, langkah pendek, dan menekuk
ke depan
e) Peningkatan risiko hemoragi sebelum muncul gejala
3. Sistem Pendengaran.
Tanda :
a) Hilangnya neuron auditorius
b) Kehilangan pendengaran dari frekuensi tinggi ke frekuensi rendah
c) Peningkatan serumen
d) Angiosklerosis telinga
Gejala
a) Penurunan ketajaman pendengaran dan isolasi social (khususnya, penurunan
kemampuan untuk mendengar konsonan)
b) Sulit mendengar, khususnya bila ada suara latar belakang yang mengganggu,
atau bila percakapan cepat.
c) Impaksi serumen dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
4. Sistem Penglihatan
Tanda :
a) Penurunan fungsi sel batang dan sel kerucut
b) Penumpukan pigmen.
c) Penurunan kecepatan gerakan mata.
d) Atrofi otot silier.
e) Peningkatan ukuran lensa dan penguningan lensa
f) Penurunan sekresi air mata.
Gejala :
a) Penurunan ketajaman penglihatan,lapang penglihatan, dan adaptasi terhadap
terang/gelap
b) Peningkatan kepekaan terhadap cahaya yang menyilaukan
c) Peningkatan insiden glaucoma
d) Gangguan persepsi kedalaman dengan peningkatan kejadian jatuh
e) Kurang dapat membedakan warna biru, hijau,dan violet
f) Peningkatan kekeringandan iritasi mata.
5. Sistem Kardiovaskuler
Tanda :
a) Atrofi serat otot yang melapisi endokardium
b) Aterosklerosis pembuluh darah
c) Peningkatan tekanan darah sistolik.
d) Penurunan komplian ventrikel kiri.
e) Penurunan jumlah sel pacemaker
f) Penurunan kepekaan terhadap baroreseptor.
Gejala:
a) Peningkatan tekanan darah
b) Peningkatan penekanan pada kontraksi atrium dengan S4 terdengar
c) Peningkatan aritmia
d) Peningkatan resiko hipotensi pada perubahan posisi
e) Menuver valsava dapat menyebabkan penurunan tekanan darah
f) Penurunan toleransi
6. Sistem Respirasi
Tanda:
a) Penurunan elastisitas jaringan paru.
b) Kalsifikasi dinding dada.
c) Atrofi silia.
d) Penurunan kekuatan otot pernafasan.
e) Penurunan tekanan parsial oksigen arteri (PaO2).
Gejala:
a) Penurunan efisiensi pertukaran ventilasi
b) Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan atelektasis
c) Peningkatan resiko aspirasi
d) Penurunan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia
e) Peningkatan kepekaan terhadap narkotik
8. Sistem Gastrointestinal
Tanda:
a) Penurunan ukuran hati.
b) Penurunan tonus otot pada usus.
c) Pengosongan esophagus makin lambat
d) Penurunan sekresi asam lambung.
e) Atrofi lapisan mukosa
Gejala:
a) Perubahan asupan akibat penurunan nafsu makan
b) Ketidaknyamanan setelah makan karena jalannya makanan melambat
c) Penurunan penyerapan kalsium dan besi
d) Peningkatan resiko konstipasi, spasme esophagus, dan penyakit divertikuler
9. Sistem Reproduksi
Tanda:
a) Atrofi dan fibrosis dinding serviks dan uterus
b) Penurunan elastisitas vagina dan lubrikasi
c) Penurunan hormone dan oosit.
d) Involusi jaringan kelenjar mamae.
e) Poliferasi jaringan stroma dan glandular
Gejala :
a) Kekeringan vagina dan rasa terbakar dan nyeri saat koitus
b) Penurunan volume cairan semina dan kekuatan ejakulasi
c) Penurunan elevasi testis
d) Hipertrofi prostat
e) Jaringan ikat payudara digantikan dengan jaringan lemak, sehingga pemeriksaan
payudara lebih mudah dilakukan
10. Sistem Perkemihan
Tanda:
a) Penurunan masa ginjal
b) Tidak ada glomerulus
c) Penurunan jumlah nefron yang berfungsi
d) Perubahan dinding pembuluh darah kecil
e) Penurunan tonus otot kandung kemih
Gejala:
a) Penurunan GFR
b) Penurunan kemampuan penghematan natrium
c) Peningkatan BUN
d) Penurunan aliran darah ginjal
e) Penurunan kapasitas kandung kemih dan peningkatan urin residual
f) Peningkatan urgensi
10. Sistem Endokrin
Tanda:
a) Penurunan testosterone, hormone pertumbuhan, insulin, androgen,
aldosteron, hormone tiroid
b) Penurunan termoregulasi
c) Penurunan respons demam
d) Peningkatan nodularitas dan fibrosis pada tiroid
e) Penurunan laju metabolic basal
Gejala:
a) Penurunan kemampuan untuk menoleransi stressor seperti pembedahan
b) Penurunan berkeringat dan menggigil dan pengaturan suhu
c) Penurunan respons insulin, toleransi glukosa
d) Penurunan kepekaan tubulus ginjal terhadap hormone antidiuretik
e) Penambahan berat badan
f) Peningkatan insiden penyakit tiroid
11. Sistem Kulit Integumen
Tanda:
a) Hilangnya ketebalan dermis dan epidermis
b) Pendataran papilla
c) Atrofi kelenjar keringat
d) Penurunan vaskularisasi
e) Cross-link kolagen
f) Tidak adanya lemak sub kutan
g) Penurunan melanosit
h) Penurunan poliferasi dan fibroblas
Gejala:
a) Penipisan kulit dan rentan sekali robek
b) Kekeringan dan pruritus
c) Penurunan keringat dan kemampuan mengatur panas tubuh
d) Peningkatan kerutan dan kelemahan kulit
e) Tidak adanya bantalan lemak yang melindungi tulang dan menyebabkan
timbulnya nyeri
f) Penyembuhan luka makin lama
12. Sistem Muskuloskletal
Tanda:
a) Penurunan massa otot
b) Penurunan aktivitas myosin adenosine tripospat
c) Perburukan dan kekeringan pada kartilago sendi
d) Penurunan massa tulang dan aktivitas osteoblast
Gejala:
a) Penurunan kekuatan otot
b) Penurunan densitas tulang
c) Penurunan tinggi badan
d) Nyeri dan kekakuan pada sendi
e) Peningkatan risiko fraktur
f) Perubahan cara berjalan dan postur
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Stanley dan Patricia, 2011 Pemeriksaan laboatorium rutin yang perlu
diperiksa pada pasien lansia untuk mendeteki dini gangguan kesehatan yang sering
dijumpai pada pasien lansia yang belum diketahui adanya gangguan / penyakit tertentu
(penyakit degeneratif) yaitu :
1. Pemerikasaan hematologi rutin
2. Urin rutin
3. Glukosa
4. Profil lipid
5. Alkalin pospat
6. Fungsi hati
7. Fungsi ginjal
8. Fungsi tiroid
9. Pemeriksaan feses rutin

I. Pengkajian
Perawat mengkaji perubahan pada perkembanga fisiologis, kognitif dan perilaku sosial
pada lansia

a. Perubahan fisiologis
 Perubahan fisik penuaan normal yang perlu dikaji :
Sistem Temuan Normal

Integumen Warna kulit Pigmentasi berbintik/bernoda


diarea yang terpajan sinar
matahari, pucat meskipun tidak
anemia

Kelembaban Kering, kondisi bersisik


Suhu Ekstremitas lebih dingin,
penurunan perspirasi

Tekstur Penurunan elastisitas, kerutan,


kondisi berlipat, kendur

Distribusi Penurunan jumlah lemak pada


lemak ekstremitas, peningkatan jumlah
diabdomen

Rambut Penipisan rambut

Kuku Penurunan laju pertumbuhan

Kepala dan Kepala Tulang nasal, wajah menajam, &


leher angular

Mata Penurunan ketajaman penglihatan,


akomodasi, adaptasi dalam gelap,
sensivitas terhadpa cahaya

telinga Penurunan menbedakan nada,


berkurangnya reflek ringan,
pendengaran kurang

Mulut, Penurunan pengecapan, aropi


faring papilla ujung lateral lidah

leher Kelenjar tiroid nodular

Thoraxs & Peningkatan diameter antero-


paru-paru posterior, peningkatan rigitas
dada, peningkatan RR dengan
penurunan ekspansi paru,
peningkatan resistensi jalan nafas
Sist jantung & Peningkatan sistolik, perubahan
vascular DJJ saat istirahat, nadi perifer
mudah dipalpasi, ekstremitas
bawah dingin

Payudara Berkurangnnya jaringan


payudara, kondisi menggantung
dan mengendur

Sist pencernaan Penurunan sekresi keljar saliva,


peristatik, enzim digestif,
konstppasi

Sist reproduksi wanita Penurunan estrogen, ukuran


uterus, atropi vagina

pria Penurunan testosteron, jumlah


sperma, testis

Sist perkemihan Penurunan filtrasi renal, nokturia,


penurunan kapasitas kandung
kemih, inkontenensia

wanita Inkontenensia urgensi & stress,


penurunan tonus otot perineal

pria Sering berkemih & retensi urine.

Sist Penurunan masa & kekuatan otot,


muskoloskeletal demineralisasi tulang,
pemendekan fosa karena
penyempitan rongga
intravertebral, penurunan
mobilitas sendi, rentang gerak
Sist neorologi Penurunan laju reflek, penurunan
kemampuan berespon terhadap
stimulus ganda, insomia, periode
tidur singkat

 Pengkajian status fungsional :


Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan seseorang untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri.Indeks Katz adalah alat yang
secara luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan
penyakit kronis. Format ini menggambarkan tingkat fungsional klien dan mengukur efek
tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi. Indeks ini merentang kekuatan
pelaksanaan dalam 6 fungsi : mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen dan
makan.
 Tingkat Kemandirian Lansia :
A: kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar mandi, berpakaian
dan mandi
B: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu dari fungsi
tambahan
C: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan
D: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian
dan satu fungsi tambahan
E: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian,
ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian,
ke kamar kecil
G: Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

b. Perubahan Kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul akibat kesalahan
konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi perubahan struktur dan
fisiologi yang terjadi pada otak selama penuaan tidak mempengaruhi kemampuan adaptif
& fungsi secara nyata (ebersole &hess, 1994)
Pengkajian status kognitif
 SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari 10 hal
yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan perawatan diri,
memori jauh dan kemam[uan matematis.
 MMSE (mini mental state exam)
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,perhatian dank kalkulasi,
mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan paliong tinggi adalaha 30, dengan
nialu 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan
penyelidikan leboh lanjut.
 Inventaris Depresi Bec
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejal dan sikap yang behubungan dengan
depresi. Setiap hal direntang dengan menggunakan skala 4 poin untuk menandakan
intensitas gejala
c. Perubahan psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan.
Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi pada
mayoritas lansia.
 Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan untuk
mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument disesuaikan untuk
digunakan pada klien yang mempunyai hubungan social lebih intim dengan teman-
temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan disfungsi keluarga sangat tinggi,
nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve
 Keamanan Rumah
Perawat wajib mengobservasi lingkungan rumah lansia untuk menjamin tidak adanya
bahaya yang akan menempatkan lansia pada resiko cidera. Faktor lingkungan yang harus
diperhatikan :
a) Penerangan adekuat di tangga, jalan masuk & pada malam hari
b) Jalan bersih
c) Pengaturan dapur dan kamar mandi tepat
d) Alas kaki stabil dan anti slip
e) Kain anti licin atau keset
f) Pegangan kokoh pada tangga / kamar mandi

J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Wilkinson, 2011 (Berdasarkan
NANDA 2011)
1. Defisit perawatan diri : berpakaian, makan, eliminasi
2. Gangguan sensori persepsi (tipe penglihatan, pendengaran, taktil, olfaktori)
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbetasan kognitif, salah interpretasi,
kurang minat dalam belajar, kurang dapat mengingat, tidak familier dengan
sumber informasi
5. Resiko cedera
6. Hambatan interaksi sosial
7. Kerusakan memori
II. TUBERCOLOSIS
A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada struktur-struktur
disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis (Saputra, 2010).
Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007), Tuberkulosis (TB) adalah infeksi batang
tahan asam-alkohol (acid-alcoholfast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis
terutama mengenai paru, kelenjar getah bening, dan usus.

B. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycrobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um (Amin dan Asril, 2007).

C. Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006)
dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak).
Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh
darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga
menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan
keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak
teratur.

D. Patofisiologi
Bakteri masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus. Basil ini
langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit bakteri namun tidak
membunuh, sesudah hari-hari pertama leukosit diganti dengan makrofag. Alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi. Makrofag yeng mengadakan infiltrasi bersatu menjadi
sel tuberkel epiteloid. Jaringan mengalami nekrosis keseosa dan jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa dan membentuk jaringan parut kolagenosa, Respon radang lainnya
adalah pelepasan bahan tuberkel ke trakeobronkiale sehingga menyebabkan penumpukan
sekret. Tuberkulosis sekunder muncul bila kuman yang dormant aktif kembali
dikarenakan imunitas yang menurun (Price dan Lorraine, 2007; Amin dan Asril, 2007).

E. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat.
f. (Muttaqin, 2008)

2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen antituberkulosis )
selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah
Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan
Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat,
amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).

F. Komplikasi

Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :

1. Meningitisas

2. Spondilitis

3. Pleuritis

4. Bronkopneumoni

5. Atelektasi

G. Pengkajian
Pengkajian tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena
1. Aktivitas atau istirahat
a. Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek karena
kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat.
b. Tanda : takikardia. takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak
(tahap lanjut).
2. Integritas EGO
a. Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan tidak
berdaya/tidak ada harapan. Populasi budaya/etnik, missal orang Amerika asli atau
imigran dari Asia Tenggara/benua lain.
b. Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas ketakutan, mudah
terangsang.
3. Makanan/cairan
a. Gejala : kehilangan nafsu makan. tidak dapat mencerna penurunan berat badan.
b. Tanda : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak
subkutan.
4. Nyeri atau kenyamanan
a. Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
b. Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
5. Pernafasan
a. Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat tuberculosis
terpajan pada individu terinfeksi.
b. Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim
paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri (effuse pleura) perkusi pekak
dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural bunyi nafas
menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral efusi pleural/pneumotorak)
bunyi nafas tubuler dan bisikan pectoral di atas lesi luas, krekels tercabut di atas
aspek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes posttussic)
karakteristik sputum: hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah deviasi
trakeal (penyebaran bronkogenik).
6. Keamanan
a. Gejala : adanya kondisi penekanan imun. contoh: AIDS, kanker. Tes 111V
positif.
b. Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut.
7. Interaksi sosial
a. Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan bisa
dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir
penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif.
d. Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan
kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacteriu tuberculosis,
g. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis,
h. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
i. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan
penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doengo, 2000).
H. Pathway

Mycobacterium tuberculosis

Airbone / inhalasi droplet

Saluran pernafasan

Saluran pernafasan atas Saluran pernafasan bawah

Bakteri yang besar bertahan di bronkus Paru – paru

Peradangan bronkus Alveolus

Penumpukan secret Alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi Terjadi pendarahan

Gangguan
Efektif tidak efektif pertukaran gas Penyebaran bakteri secara limfa hematogen

cSecret saat batuk Secret sulit dikeluarkan Demam Anoreksia malaese mual muntah

Batuk terus menerus Obstruksi Keletihan

Sesak nafas
Resiko
penyebran Perubahan
Peningkatan
infeksi Pola nafas Bersihan nutrisi
suhu tubuh Intoleransi
tidak jalan nafas kurang dari
aktivitas
efektif tidak kebutuhan

Gangguan efektif
pola tidur

Sumber : Price & Wilson (2005) dan Doengoes (2000)


I. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan
upaya batuk
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru.
Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
6. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi untuk
aktivitas
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan berhubungan
dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif
9. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan primer
adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi, malnutrisi

J. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi
1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan
penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis, ronchi, mengi
menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas
yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan
kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputumberdarah kental/darah
cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).
3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan
Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien
tidak mampu mengeluarkan sekret.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m/hari kecuali kontra indikasi
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret,
membantu untuk mudah dikeluarkan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan
upaya batuk
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali aktif
KH : dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan pernafasan normal
Intervensi
1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris, catat setiap
perubahan
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan kerja
nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen diduga terjadi
sebagai masalah sekunder
3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal upaya batuk
untuk memobilisasi dan membuang sekret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru,
kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
Tujuan : tidak ada tanda-tanda dispnea
KH : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi
dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam rentang normal, bebes dari gejala,
distres pernafasan.
Intervensi dan rasional
1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas, peningkatan
upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis effure pleural untuk
fibrosis luas.
2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna kulit,
termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat mengganggu O2 organ
vital dan jaringan.
4) Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi, khususnya untuk
pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps atau
penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru
dan menghilangkan atau menurunkan nafas pendek.
5) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien sesuai
keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan
pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
6) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian oksigen
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran
sekret.
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal (360 C - 370C)
Intervensi dan rasional :
1) Pantau suhu tubuh
Rasional : Sebagai indikator untk mengetahui status hipertermi
2) Anjurkan untuk mempertahanan masukan cairan adekuat untuk mencegah
dehidrasi
Rasional : Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu
timbulnya dehidrasi
3) Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
Rasional : Menghambat pusat simpatis dan hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas
tubuh melalui penguapan
4) Anjurkan pasin untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
Rasional : Kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan
jamur. Juga akan mngurangi kenyamanan pasien.
5) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Mengurangi panas dengan farmakologis
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan,
anoreksia, ketidakcukupan nutrisi
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)
Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku
atau perubahan pola hidup.
Intervensi dan rasional:
1) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat
kekurangannya berat badan, riwayat mual atau muntah, diare.
Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat
2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan pertimbangan keinginan
individu dapat memperbaiki masukan diet.
3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat,
awasi frekuensi, volume konsistensi feces.
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan
masalah untuk meningkatkan pemasukan atau penggunaan nutrien.
4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan meningkat saat
demam.
5) Berikan perawatan rnulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk
pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.
Rasional : Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau kebutuhan energi
dari makan makanan banyak dari menurunkan iritasi gaster.
7) Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan
metabolik dan diet.
6. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
Tujuan : agar pola tidur terpenuhi.
Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.
Intervensi dan rasional:
1) Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal usia,
tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress.
Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap malam nyatanya tidak
mempunyai fungsi dasar ilmiah individu yang dapat rileks dan istirahat dengan
mudah memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar kembali dengan
bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara umum menurun, khususnya tidur
tahap IV dan waktu tahap meningkat.
2) Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang, berikan
kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan selimut, berikan ritual
waktu tidur yang menyenangkan bila perlu pastikan ventilasi ruangan baik, tutup
pintu ruangan bila klien menginginkan.
Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi, lingkungan rumah
sakit dapat mengganggu relaksasi.
7. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk
aktivitas.
Tujuan : agar aktivitas kembali efektif.
Kriteria hasil : pasien mampu melakukan aktifitas secara mandiri dan tidak kelelahan
setelah beraktivitas.
Intervensi dan rasional:
1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen seperti merokok.
suhu sangat ekstrim, berat badan kelebihan, stress.
Rasional : merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan vasokastriksi yang
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen, berat badan berlebihan,
meningkatkan tahapan perifer yang juga meningkatkan beban kerja jantung.
2) Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi.
Rasional : mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan yang diawasi
memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan.
3) Memberikan dukungan emosional dan semangat
Rasional : rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat peningkatan
aktivitas.
4) Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas.
Rasional : intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi jantung sirkulasi
dan status pernafasan setelah beraktivitas.
8. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan dan
pencegahan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, keterbatasan kognitif,
tidak lengkap informasi yang ada.
Tujuan : pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit tuberculosis paru.
Kriteria hasil : pasien menyatakan mengerti tentang penyakit tuberkulosis paru.
Intervensi dan rasional:
1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar
Rasional : belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
tahapan individu.
2) Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan contoh: jadwal
obat.
Rasional : informasi tertulis menentukan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah
besar informasi pengulangan menguatkan belajar.
3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkandan alasan
pengobatan lama, dikaji potensial interaksi dengan obat atau subtansi lain.
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien..
4) Dorong untuk tidak merokok.
Rasional : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TBC tetapi
meningkatkan disfungsi pernafasan.
5) Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain
Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan atau reaktivitas ulang
juga komperkasi sehubungan dengan reaktivitas.

9. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan proses inflamasi, mal
nutrisi.
Tujuan : tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran.
Kriteria hasil : pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan
resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi dan rasional:
1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi ' melalui droplet udara
selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program
pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang atau komplikasi serta membantu
pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke
orang lain.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga, sahabat karib/teman.
Rasional : orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.
3) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau isolasi pernafasan.
Rasional: dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma
sosial sehubungan dengan penyakit menular.
4) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari
meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat,
dorong untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
5) Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut
sampai 3 bulan.
6) Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makan sering, makanan
kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.
Rasional : adanya anoreksia (mal nutrisi sebelumnya, merendahkan tahapan terhadap
proses infeksi dan mengganggu penyembuhan, makanan kecil dapat meningkatkan
pemasukan semua.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta:
FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Dialih
bahasakan oleh Yasmin Asih. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. www.bppsdmk.depkes.go.id. Tanggal
diakses : 20 Maret 2011.
Doenges, Marilynn E, et al. 2005. Nursing diagnosis manual: Planning, individualizing,
and documenting client care. Philadelphia : F.A. Davis Company.
NANDA International. 2002. Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2009-2011.
Dialih bahasakan oleh Made Sumarwati, dkk. Jakarta : EGC.
Patricia Gonce Morton et.al. (2011). Keperawatan Kritis: pendekatan asuhan holistic ed.8;
Dialih bahasa, Nike Esty wahyuningsih. Jakarta: EGC
Potter dan Perry. (2005). Fundamental keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta:
EGC.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Dialih bahasakan oleh Brahm U Pendit, dkk.
Jakarta : EGC.
Potter, Patricia A dan Perry, Anne G . 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 Volume 1. Dialih Bahasakan Oleh
Yasmin, Asih, dkk. Jakarta : EGC.
Psychologymania. (2012). Pengertian-lansia-lanjut-usia. Diakses pada hari Senin, 01
April, 2013. http://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian-
lansia-lanjut-usia.html
Rubenstein, David, dkk. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Dialih bahasakan oleh
Annisa Rahmalia. Jakarta : Erlangga.
Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Volume 1. Edisi 8. Dialih bahasakan oleh Andry , dkk. Jakarta:
EGC.
Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Jakarta: EGC.
Tierney, Lawrence M, dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam).
Dialih bahasakan oleh Abdul Gofir, dkk. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith. (2011). Buku saku diagnosa keperawatan: diagnose NANDA, intervensi
NIC, Kriteria hasil NOC, ed.9. Alih bahasa, Esty Wahyuningsih; editor
edisi bahasa Indonesia, Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.
Wilkonson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Dialih bahasakan oleh
Widyawati, dkk. Jakarta : EG

_______________________ 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Volume 1. Edisi 8. Dialih bahasakan oleh Andry , dkk. Jakarta:
EGC.

You might also like