Acara 5

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

A.

TUJUAN

Tujuan dari praktikum acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh cara pemasakan, asam dan alkali terhadap


warnna zat warna tanaman
2. Untuk mengetahui pengaruh pemanasan dan larutan curing terhadap zat
warna hewan
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang erasal dari amonia melalui
proses oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari
siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi.
Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan
dengan atom oksigen, nitrat mengikat tiga atom oksigen sedangkan nitrit
mengikat dua atom oksigen. Di alam, nitrat sudah diubah menjadi bentuk
nitrit atau lainnya. Selain itu nitritt sebagai penstabil warna, yaitu nitrit
akan diubah menjadi nitrit oksid yang akan bereaksi dengan miogglobin
membentuk warna merah cerah. Nitrit juga berperan sebagai antioksidan
yang dapat menghambat oksidasi lemak. Namun demikian mekanisme
pencegahan atau penghambatan oksidasi lemak oleh nitrit pada produk
daging curing belum diketahui dengan jelas (Ermawati, 2008).

Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber klorofil


adalah kacang panjang. Tanaman kacang panjang (V. sinensis)
merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi
keluarga. Tanaman ini berumur pendek, tahan terhadap kekeringan,
tumbuh baik pada dataran medium sampai dataran rendah, dapat ditanam
di lahan sawah, tegalan, atau pekarangan pada setiap musim. Usaha tani
kacang panjang dapat diandalkan sebagai usaha agribisnis yang mampu
meningkatkan pendapatan petani (Hendriyani,2010). Diketahui hampir 80%
dari total antioksidan dalam buahh dan sayuran beasal dari flavonoid,
yang dapat berfungsi sebagai penangkap anion superoksida, lipid
peroksida radikal, kuensing oksigen singlet dan pengkeat logam
(Sihombing, 2010).
Wortel (Dauccus carota L.) mengandung senyawa karotenoid
dalam jumlah besar, berkisar antara 6000-54800p/100g. Karotenoid
adalah pigmen berwarna kuning, orange dan orange kemerahan yang
terlarut dalam lipida meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut
karoten dan derivat oksigenasiny xantofil. Dengan kandungan karotenoid
yang tinggi, wortel dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna pangan
alami. Selain itu, karoten pada wortel juga berperan sebagai prekursor
vitamin A sehingga dapat memberi nilai tambah tersendiri pada
penggunaan wortel sebagai bahan pewarna alami. Dalam setiap 100
gram wortel terkandung 12000 SI vitamin A (Ikawati 2005).

Wortel memiliki senyawa bio aktif seperti karotenoid dan serat


yang cukup dibandingkan makanan fungsional lainnya untuk
meningkatkan kesehatan yang signifikan. Karotenoid dapat mengurangi
resiko penyakit jantung. Selain kandungan provitamin A yang tinggi,
wortel juga mengandung vitamin C dan vitamin B serta mengandung
mineral terutama kalsium dan fosfor. α- dan β-karoten adalah pigmen
karotenoid utama yang menyebabkan warna kuning dan jingga. β-karoten
biasanya mencapai sedikitnya 50% dari kandungan total karotenoid.
Perbandingan α- dan β-karoten biasanya sekitar 1:2 (Febrihantana, 2012).
Produk daging olahan seperti ham, bacon, sosis, bologna dan lain-
lain biasanya dengan penambahan natrium/ kalium nitrit atau nitrat,
persyaratan untuk pelabelan alami atau organik tidak mengizinkan
penambahan nitrit atau nitrat. Nitrit, langsung ditambahkan atau berasal
dari nitrat, adalah unik, khas bahan daging yang ada pengganti, proses
akibatnya signifikan dan produk perubahan yang diperlukan untuk
menghasilkan alami atau organik daging olahan yang menyediakan
konsumen dengan sifat diharapkan produk daging tradisional. Perubahan
ini, dikombinasikan dengan persyaratan pelabelan untuk produk ini, telah
menghasilkan kategori daging olahan di AS yang membingungkan
kepada konsumen. Selanjutnya, karena peran penting bahwa nitrit
bermain di kualitas daging dan keamanan. Akibatnya, beberapa
pertimbangan termasuk peraturan, manufaktur, pemasaran, masalah
kualitas dan keamanan perlu ditangani (Sebranek and Bacus, 2007).
Curing pada mulanya dimasukkan sebagai penggaraman daging
dengan tujuan pengawetan. Curing daging merupakan pengolahan dasar
dalam pembuatan berbagai bentuk olahan daging seperti korned, daging
asap dan lainnya. Daging yang di-curing mempunyai warna merah cerah
stabil. Hal ini disebabkan karena terbentuknya pigmen nitosomioglobin.
Pigmen terbentuk dari reaksi antara pigmen mioglobin daging dengan
nitrat oksida (NO). Sebagai sumber NO dapat digunakan nitrat, nitrit atau
campuran keduanya (Muchtadi, 2011).
2. Tinjauan Teori
Pigmen merupakan suatu zat yang dapat menentukan derajat
kematangan atau kesegaran suatu produk, indikator baik atau tidaknya
proses pengolahan mempengaruhi proses terhadap flavor, dan juga
memberikan gizi seperti karatenoid. Pigmen sendiri sangat peka oleh
pengaruh-pengaruh kimia, mekanik sebelum, fisik selama terjadi proses
pengolahan makanan seperti halnya penggunaan suhu tinggi,
penumbukan, penggilingan, pencacahan dan sebagainya yang dapat
mengakibatkan warna bahan makanan berubah, perubahan tersebut
dikarenakan telah terjadi kerusakan pada pgmen bahan makanan. Air
merupakan salah satu dari berbagai komponen yang terdapat daam bahan
makanan. Dimana, bahan makanan segar memiliki kandungan air 70%
atau lebih. Sifat air yang dapat mempengaruhi tekstur bahan makanan
menjadikannya memiliki peran yang penting dalam mempertahankan
mutu dari bahan makanan tersebut, hal ini dikarenakan air adalah zat cair
yang dapat menyebabkan terrjadinya reaksi-reaksi dalam suatu bahan
makanan. Pigmen sayur dan buah dapat mengalami perubahan karena
berbagai perlakuan yang diberikan dalam proses pengolahannya atau
penambahan zat kimia lain. Pada praktikum zat warna pada
tanamandilakukan pengamatan terhadap perubahan pigmen pada
beberapa jenis sayur dan buah sebagai akibat dari berbagai perlakuan,
yakni dengan pemasakan dan dengan perendaman dalam larutan asam,
basa, dan garam (Ares, 2014).
Pigmen atau zat warna yang pling dominan akan memberikan
warna paling kuat pada makanan tertentu. Pigmen merupakan suatu
senyawa fitokimia yang tidak hanya berfungsi untuk memberikan warna,
namun juga mempunyai dampak positif bagi kesehatan. Pigmen banyak
ditemukan di dalam bahan pangan antara lain klorofil atau warna hijau,
karoten atau warna orange, likopen atau warna merh, serta antosianin
atau warna ungu (Handajani, 2010). Pigmen antosianin dapat larut dalam
ethanol karena antosianin merupakan senyawa polar dan ethanol
merupakan pelarut yang bersifat polar juga (Maulid, 2015).

Karotenoid adalah keluarga dari senyawa pigmen yang disintesis


oleh tanaman dan mikroorganisme tetapi tidak hewan. Pada tumbuhan,
karotenoid berkontribusi pada fotosintesis dan melindungi karotenoid
dari kerusakan. Karotenoid adalah penting untuk mereka distribusi yang
luas, keragaman struktural, dan berbagai fungsi. Karotenoid terutama
berlimpah dalam buah-buahan berwarna kuning-oranye dan sayuran dan
hijau gelap, sayuran berdaun. Buah-buahan dan sayuran merupakan
sumber utama karotenoid dalam diet manusia. Karotenoid adalah yang
paling banyak ditemui dan tersebar luas dalam kelas pigmen larut dalam
lemak alami. Karotenoid hadir sebagai komponen mikro dalam buah-
buahan dan sayuran dengan warna kuning, oranye dan merah. Karotenoid
terdiri dari struktur polyisoprenoid, rantai panjang terkonjugasi dari
ikatan ganda dan simetri bilateral dekat sekitar ikatan rangkap pusat
(Sahabi et al., 2012).
Klorofil atau pigmen utama berwarna hijau pada tumbuhan,
memiliki struktur mirip dengan hemoglobin (pigmen pada darah
manusia), dimana atom sentral Fe2+ pada darah diganti dengan Mg2+
pada klorofil. Klorofil merupakan senyawa yang tidak stabil dan sangat
peka terhadap cahaya sehingga sulit sulit untuk menjaga agar molekulnya
tetap utuh dengan warna hijau yang angat menarik. Selain itu, klorofil
juga peka terhadap panas, oksigen dan degradasi kimia. Degradsi klorofil
pada jaringan sayuran dipengaruhi oleh pH. Pada media basa, kondisi
klorofil lebih stabil sehingga dapat menekan reaaksi pembentukan
feofitin yang bewarna hijau kecoklatan. Kondisi basa biasa diterapkan
pada proses blansir sayuran berdaun hijau untuk mencagah degradasi
klorofil menjadi feofitin yang berwarna hijau kecoklatan (Ernaini, 2012).

Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu jenis sayuran
yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia setelah cabai dan
kacang panjang. Sebagai salah satu komoditas sayuran yang secara
ekonomis menguntungkan dan mempunyai prospek pasar yang luas,
bawang merah cukup banyak digemari oleh masyarakat, terutama sebagai
bumbu penyedap masakan, namun dapat pula sebagai bahan obat, seperti
untuk menurunkan kadar kolesterol, sebagai obat terapi, anti oksidan, dan
antimikroba. Bawang merah memiliki karakteristik senyawa kimia, yaitu
senyawa kimia yang dapat merangsang keluarnya air mata jika bawang
merah tersebut disayat pada bagian kulitnya dan senyawa kimia yang
mengeluarkan bau yang khas. Zat kimia yang dapat merangsang keluarnya
air mata disebut lakrimator, sedangkan bau khas dari bawang merah
disebabkan oleh komponen volatil (minyak atsiri) (Wahyu dkk., 2005).
Daging curing didefinisikan sebagai penambahan garam, gula atau
pemanis lainnya, dan nitrit dalam daging untuk mengembangkan warna
khas, rasa, dan sifat tekstur sementara membantu dalam aspek kualitas dan
mikrobiologis produk daging. Hal ini dipahami dan diterima dengan baik
bahwa fungsi lain garam alami menyebabkan penemuan modern dalam
daging curing. Daging curing secara historis telah digunakan untuk
menghasilkan produk daging olahan dengan atribut kualitas dan kemanaan
yang unik dibandingkan dengan produk daging lainnya
(Sindelar et al., 2007).
Asam asetat merupakan salah satu produk industri yang banyak
dibutuhkan di Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang
mengandung etanol, yang dapat diperoleh dari berbagai macam bahan
seperti buah – buahan, kulit nanas, pulp kopi, dan air kelapa. Tersedianya
air kelapa dalam jumlah besar di Indonesia, yaitu lebih dari 900 juta liter
per tahun merupakan potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Saat ini pemanfaatan air kelapa belum optimal. Selain sebagai bahan baku
nata de coco, air kelapa dapat dibuat cuka secara tradisional oleh
masyarakat. Pemanfaatan sebagai substrat produksi asam asetat perlu
dilakukan dan perlu dicari sistem yang efisien sehingga dapat menangani
dalam jumlah limbah yang besar. Pembuatan asam asetat dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu secara sintesis/khemis dan secara mikrobiologis
atau fermentasi, namun demikian cara fermentasi lebih disukai karena
lebih murah, lebih praktis, dan resiko kegagalan relatif lebih kecil
(Nurika dan Hidayat, 2001).
Pada pemeriksaan polifenol deteksi dilakukan dengan menggunakan
pereaksi semprot FeCl3. Pereaksi semprot FeCl₃ digunakan secara luas
untuk mengidentifikasi senyawa fenol, tetapi tidak dapat digunakan untuk
membedakan macam – macam golongannya. Adanya senyawa fenol dapat
ditunjukkan dengan pereaksi FeCl₃ yang memberikan bercak warna biru
kehitaman, hijau, atau biru kehijauan (Wardhani dan Sulistyani, 2012).
Nitrit berfungsi untuk menstabilkan warna merah daging,
membentuk flavor yang khas, menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk dan beracun, serta memperlambat terjadinya ketengikan.
Kemampuan nitrit dalam mempertahankan warna merah daging adalah
dengan cara nitrit terurai menjadi nitrit oksida yang selanjutnya bereaksi
dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobin berwarna merah cerah
yang bersifat stabil (Yuniarti, 2011). Talas yang dipanaskan selama 60
menit dari suhu 30-60○C dapat menurunkan 84,36 % dari kadar awalnya.
Penurunan dengan penambahan NaHCO3 tidak memberikan kadar oksalat
yang cukup besar. Makin besar konsentrasi NaHCO3 maka makin besar
juga kadar kalsium oksalat yang diturunkan. Walaupun penurunan ini
lebih kecil dibanding dengan pemanasan. Penambahan NaHCO3 hanya
dapat menurunkan kalsium oksalat rata-rata sebesar 3,4%
(Maulina dkk., 2012).

C. Metodologi
1. Alat
a. Kompor / alat pemanas Elpiji
b. Panci
c. Timbangan / neraca
d. Termometer
e. Gelas beker
f. Tabung reaksi
g. Pisau
h. Penjepit tabung
i. Rak tabung
j. Batang pengaduk
k. Pipet tetes
l. Pipet Volume
m. pH meter
n. Stopwatch
2. Bahan
a. Wortel
b. Kacang panjang
c. Bawang merah
d. Daging segar
e. Asam cuka 99 %
f. Larutan FeCl3 50 ppm
g. Larutan MgCl2 50 ppm
h. NaHCO3
i. Air ledeng
j. NaNO3
k. NaNO2
l. Vitamin C (asam askorbat)
3. Cara kerja
a. Pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna buah/sayuran

wortel, kacang panjang dan bawang


merah masing-masing 15gr

Pemotongan kecil-kecil dan pemasukkan ke


dalam 6 gelas beaker untuk setiap macam bahan

pengisian dengan

15 ml 15 ml 0,5 g 50 ml 50 ml 2,5ml
ledeng ledeng NaHCO3 FeCl3 50 MgCl2 asam
dengan dengan + 50 ml ppm 50 ppm cuka 99%
pemanasa pemanasa air ledeng (beaker (beaker + 50 ml
n terbuka n tertutup (beaker 4) 5) air ledeng
(beaker 1) (beaker 2) 3) (beaker 6)

Pengukuran pH setiap bahan yang ada pada gelas beaker

pemanasan selama 15 menit

Pengamatan perubahan warna dan pH setelah pemanasan


b. Zat warna pada daging
1. Tanpa curing

5 gram daging sapi

Pengirisan menggunakan pisau menjadi dua bagian

Pengamatan warnanya

pembiaran di pemanasan 15 menit


udara terbuka dengan aquades

Pengamatan perubahan warna setelah 0, 5, 10 dan 15 menit


2. Dengan curing

5 gram daging sapi

Pencacahan sampai halus dengan pisau

Pemasukkan ke dalam 4 tabung reaksi

Pemasukkan larutan curing


kedalamnya sampai daging terendam

0,1 gr NaNO3 0,2 gr 0,2 gr 0,2 gr


+ 0,1 gr NaNO3 + NaNO₂ Vitamin C
NaNO2 + 0,05 (Curing II) (Curing (Curing
gr Vitamin C III) IV)
(Curing I)

Penambahan 2 tetes asam cuka 99% dan


pengadukan

Pemanasan pelan-pelan selama 15 menit

Pengamatan perubahan warna yang


terjadi pada 0, 5, 10 dan 15 menit
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Wortel
Sebelum
Sesudah Pemanasan
Kel Perlakuan Pemanasan
Warna pH Warna pH
Wortel + 50 ml air ledeng Semburat
10 Bening 7,88 7,45
(pemanasan terbuka) kuning
Wortel + 50 ml air ledeng Kuning
10 keruh 7,88 7,38
(pemanasan tertutup) keruh
Wortel + 50 ml air ledeng + 8,27
10 Bening Kuning 8,58
NaHCO3 0,5gr
Semburat
Wortel + FeCl3 50 ppm Semburat
10 5,07 kuning 6,00
50ml kuning
merah
Wortel + MgCl3 50 ppm
10 Bening 6,32 Keruh 6,26
50ml
Wortel + 2,5 ml asam cuka
10 Bening 3,21 Bening 3,14
99% + 50 ml air ledeng
Sumber: Laporan Sementara
Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai
warna hijau, kuning, dan merah. Penggunaan zat warna alam untuk makanan
dan minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, seperti halnya zat
warna sintetik (Winarti dan Firdaus, 2010).
Pigmen karotenoid sangat bervariasi dari warna kuning sampai warna
merah dan diantara karotenoid yang ada yaitu betakaroten dan tokoferol.
Stabilitas karotenoid berkaitan dengan keberadaan ikatan rangkap dan ikatan
tidak jenuh dalam struktur molekul karotenoid yang menyebabkan mudah
terpisah akibat degradasi oksidatif oleh zat kimia, enzim, suhu, oksigen, dan
cahaya. Karotenoid paling tidak stabil dibandingkan dengan golongan pigmen
yang lain. Karotenoid terutama peka terhadap sinar yaitu sinar ultraviolet,
panas oksigen, dan asam. Beberapa karotenoid seperti misalnya astaksantin
dan fukosantin peka terhadap alkali (Satriyanto dkk., 2012).
Karotenoid juga memiliki kekurangan yaitu mudah mengalami
kerusakan terutama akibat adanya asam serta cahaya dan suhu yang tinggi.
Karotenoid sangat mudah teroksidasi oleh adanya oksigen dan oksidator lain.
Hal tersebut sebagai akibat dari ketidakstabilan rantai poliena dalam struktur
molekulnya. Adanya proses pemanasan maupun perebusan pada sayuran dapat
mengakibatkan perubahan kualitas sayuran seperti warna, tekstur, kandungan
pigmen, dan gizi yang terkandung di dalamnya. Selain itu efek pemanasan
juga dapat menurunkan total kandungan karotenoid dan vitamin A dalam
sayuran (Samson dkk., 2013).
Dari Tabel 5.1 dapat dilihat hasil perlakuan pertama menggunakan
sampel wortel ditambahkan air ledeng 50 ml sebelum pemanasan memiliki pH
7,88 dan berwarna bening. Setelah dilakukan pemanasan secara terbuka pH
turun menjadi 7,45 mengalami perubahan warna menjadi semburat kuning.
Pada perlakuan kedua yaitu pada wortel yang ditambahkan air ledeng 50 ml
memiliki pH 7,88 dan berwarna keruh. Setelah dilakukan pemanasan secara
tertutup, pHnya turun menjadi 7,38 dan warnanya berubah menjadi kuning
keruh. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa pada sampel wortel yang
ditambah dengan air ledeng, warna bahan dan pH sebelum dan sesudah
pemanasan tidak berbeda signifikan. Belitz dan Grosch dalam Wulan (2001),
menyatakan bahwa karotenoid relatif stabil terhadap pemanasan. Selain itu
terjadinya sedikit perubahan warna dikarenakan karotenoid mengalami
oksidasi.
Pada perlakuan ketiga menggunakan wortel yang ditambahkan air
ledeng 50 ml dan NaHCO3 0,5 gram, dapat dilihat bahwa pH awalnya adalah
8,27 dan warna awalnya adalah bening. Setelah dilakukan pemanasan, warna
menjadi kuning dan pH naik menjadi 8,58. Hal ini sesuai dengan teori Sahabi
et al., (2012), penambahan basa menyebabkan warna setelah pemanasan
menjadi lebih orange (orange cerah) mendekati kuning.
Pada perlakuan keempat, wortel ditambahkan 50 ml FeCl3 50 ppm
memiliki pH awal 5,07 dan berwarna semburat kuning. Kemudian dilakukan
pemanasan dan didapatkan pH setelah pemanasan mengalami kenaikan
menjadi 6,00 dan warna berubah menjadi semburat kuning merah. Pada
perlakuan kelima, sampel wortel ditambahkan 50 ml MgCl3 50 ppm memiliki
pH awal 6,32 dan berwarna bening. Setelah dilakukan pemanasan, terjadi
perubahan warna menjadi keruh dan pH menjadi 6,26. Pada perlakuan
keenam, sampel wortel ditambahkan 2,5 ml asam cuka 99 % dan 50 ml air
ledeng memiliki pH awal 3,12 dan berwarna bening. Setelah dilakukan
pemanasan, pHnya naik menjadi 3,14 dan warnanya tetap bening. Menurut
Samson dkk. (2013), karotenoid mudah mengalami kerusakan terutama akibat
adanya asam, basa, cahaya dan suhu yang tinggi. FeCl3, MgCl3, dan Asam
cuka merupakan asam sehingga akan mengakibatkan pH larutan naik. Tetapi
hasil perubahan warna menyimpang dari teori Winarno (2008), dimana larutan
asam harusnya menyebabkan pigmen warnanya susut karena karotenoidnya
telah banyak yang teroksidasi oleh katalis asam sehingga warna larutannya
menjadi lebih keruh. Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh larutan yang
ditambahkan tidak sesuai dengan yang seharusnya ditakarkan.
Tabel 5.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Zat Warna Kacang Panjang
Sebelum
Sesudah Pemanasan
Kel Perlakuan Pemanasan
Warna pH Warna pH
Kacang Panjang + 50ml
Bening
19 air ledeng (pemanasan Bening 7,47 6,81
kehijauan
terbuka)
Kacang Panjang + 50 ml
Bening
19 air ledeng (pemanasan Bening 7,47 6,99
kehijauan
tertutup)
Kacang Panjang + 50 ml Bening
19 Bening 8,18 8,24
air ledeng + NaHCO3 kehijauan
Kacang Panjang + 50 ml Bening Bening
19 4,35 7,32
FeCl3 50 ppm kekuningan kekuningan
Kacang Panjang + 50 ml
19 Bening 7,43 Bening 5,55
MgCl2 50 ppm
Kacang Panjang + 2,5 ml Bening,
19 asam cuka 99% + 50 ml ada 2,94 Bening 2,76
air ledeng gelembung
Sumber: Laporan Sementara
Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber klorofil
adalah kacang panjang. Tanaman kacang panjang (V. sinensis) merupakan
komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi keluarga. Tanaman
ini berumur pendek, tahan terhadap kekeringan, tumbuh baik pada dataran
medium sampai dataran rendah, dapat ditanam di lahan sawah, tegalan, atau
pekarangan pada setiap musim. Usaha tani kacang panjang dapat diandalkan
sebagai usaha agribisnis yang mampu meningkatkan pendapatan petani
(Hendriyani,2010). Diketahui hampir 80% dari total antioksidan dalam buahh
dan sayuran beasal dari flavonoid, yang dapat berfungsi sebagai penangkap
anion superoksida, lipid peroksida radikal, kuensing oksigen singlet dan
pengkeat logam (Sihombing, 2010).
Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan di sebagian besar
tanaman. Waktu pemanasan dan suhu mempengaruhi tingkat dekomposisi,
misal, suhu tinggi dalam pressure cooker dan keasaman tidak menurun karena
asam volatil bersifat dapat dipertahankan sehingga perubahan itu cepat.
Penggunaan senyawa alkali seperti air alkali mengurangi keasaman media.
Namun jika digunakan pada jumlah berlebih, klorofil akan bereaksi dengan
basa (Inanc, 2011).
Berdasarkan Tabel 5.2 didapatkan hasil bahwa pada perlakuan
pertama yaitu kacang panjang yang ditambah 50 ml air ledeng memiliki pH
7,47 dan berwarna bening. Setelah dilakukan pemanasan secara terbuka
didapatkan pH 6,81 dan warna berubah menjadi bening kehijauan. Pada
perlakuan kedua kacang panjang ditambah 50 ml air ledeng memiliki pH awal
7,47 dan berwarna bening. Setelah dipanaskan secara tertutup pH turun
menjadi 6,99 dan warna berubah menjadi bening kehijauan. Hasil dari
pemanasan sampel secara tertutup dan terbuka sudah sesuai dengan teori
Winarno (2008), yang menerangkan bahwa klorofil yang berwarna hijau dapat
berubah menjadi coklat akibat substitusi magnesium oleh hidrogen
membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium). Selama
pemasakan sayuran hijau, terbentuk asam-asam organik yang dapat
menurunkan pH. Bila tutup dibuka, asam – asam itu dapat teruapkan keluar
dan warna hijau dapat lebih dipertahankan.
Pada perlakuan ketiga yaitu kacang panjang yang ditambah dengan 50
ml air ledeng dan 0,5 gram NaHCO3 memiliki warna bening dan pH 8,18.
Setelah pemanasan warna berubah menjadi bening kehijauan dan pH
mengalami kenaikan menjadi 8,24. Menurut teori Kurniawan dkk. (2013),
NaHCO3 menjadi donor pensubstitusi hilangnya ion Mg+2 pada klorofil.
NaHCO3 dapat dekomposisi dimana dapat terjadi pada larutan yang
dipanaskan. Dengan terbentuknya feofitin, maka warna larutan akan berubah
dari hijau menjadi coklat dan akan menghasilkan asam yang dapat
menurunkan pH.
Pada perlakuan keempat menggunakan kacang panjang ditambah 50
ml FeCl3 50 ppm memiliki warna awal bening kekuningan dengan pH 4,35
Setelah dipanaskan tidak terjadi perubahan warna dan pH naik menjadi7,32.
Pada perlakuan kelima yaitu kacang panjang yang ditambah 50 ml MgCl2 50
ppm berwarna bening dan memiliki pH 7,43. Setelah dipanaskan warna tetap
beining dan pH turun menjadi 5,55. Perlakuan keenam yaitu kacang panjang
ditambah dengan 2,5 ml asam cuka 99% dan 50 ml air ledeng dengan warna
awal keruh bening, ada gelembung dan pH 2,94. Setelah dipanaskan warna
tetap bening dan pH turun menjadi 2, 76. Terjadi penyimpangan pada saat
penambahan asam karena seharusnya terjadi peningkatan pH dikarenakan ion
Mg2+ yang terdapat dalam klorofil mudah tergantikan oleh ion H+ dari larutan
asam (Muchtadi, 2010). Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh larutan yang
ditambahkan tidak sesuai dengan yang seharusnya ditakarkan.
Tabel 5.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Zat Warna Bawang Merah
Sebelum Sesudah
Kel Perlakuan Pemanasan Pemanasan
Warna pH Warna pH
Bawang merah + air ledeng 50
9 Bening 7,20 Keruh 6,46
ml (pemanasan terbuka)
Bawang merah + air ledeng 50
9 Bening 7,20 Keruh 6,52
ml (pemanasan tertutup)
Kuning
Bawang merah +air ledeng 50 Hijau
9 hijau 8,07 7,86
ml + NaCO3 0,5gr keruh
bening
Bawang merah + FeCl3 50 Kuning Kuning
9 6,15 5,63
ppm 50 ml bening pucat
Bawang merah + MgCl2 50
9 Bening 6,44 Bening 5,84
ppm 50 ml
Merah
Bawang merah + 2,5 ml asam Merah
9 muda 3,22 3,25
cuka 99% + 50 ml air ledeng muda
Bening
Sumber: Laporan Sementara
Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada
umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin berwarna merah, biru,
violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah – buahan, dan sayur – sayuran.
Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester
dengan monosakarida. Sifat kepolaran pelarut berpengaruh pada kadar
antosianin yang terekstrak. Semakin polar pelarut maka kadar antosianin
semakin tinggi. Ekstraksi antosianin menggunakan pelarut air dan pelarut
yang dikombinasi menunjukkan kadar yang lebih tinggi dibandingkan
ekstraksi dengan pelarut etanol, isopropanol, dan kombinasi etanol –
isopropanol. Perubahan warna akibat pengaruh pH terjadi karena adanya
degradasi warna dari antosianin yang disebabkan oleh kation flavilium yang
berwarna merah menjadi basa karbinol dan akhirnya menjadi kalkon yang
tidak berwarna (Winarti dan Firdaus, 2010).
Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki
kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa. Dalam
media asam antosianin berwarna merah dan pada media basa berubah menjadi
ungu dan biru. Antosianin termasuk pigmen larut air yang secara alami
terakumulasi pada sel epidermis buah-buahan, akar, dan daun. Warna
diberikan oleh antosianin berdasarkan susunan ikatan rangkap terkonjugasinya
yang panjang sehingga mampu menyerap cahaya pada rentang cahaya tampak.
Antosianin terdapat pada sejumlah besar buah – buahan seperti anggur,
stroberi, ceri, ubi jalar, serta pada sayuran seperti kol merah dan bayam merah
(Samber dkk., 2014).
Dari Tabel 5.3 dapat dilihat pada perlakuan pertama menggunakan
bawang merah ditambah air ledeng 50 ml memiliki pH awal 7,20 dan
berwarna bening. Setelah dilakukan pemanasan terbuka pH menjadi 6,46 dan
terjadi perubahan warna menjadi keruh. Pada perlakuan kedua yaitu bawang
merah ditambah air ledeng 50 ml memiliki pH awal 7,20 dan berwarna
bening. Setelah dilakukan pemanasan tertutup, pH menjadi 6,52 dan warna
larutan berubah menjadi keruh. Menurut Winarti dan Firdaus (2010),
perubahan warna akibat pengaruh pH terjadi karena adanya degradasi warna
dari antosianin yang disebabkan oleh kation flavilium yang berwarna merah
menjadi basa karbinol dan akhirnya menjadi kalkon yang tidak berwarna.
Pada sampel ketiga yaitu bawang merah yang ditambahkan air ledeng
50 ml dan NaHCO3 0,5 gr , warna awal larutan kuning hijau bening dengan
pH 8,07. Setelah dilakukan pemanasan, warna larutan berubah menjadi hijau
keruh dengan pH menjadi 7,86. Terjadi penyimpangan pada percobaan karena
menurut Samber dkk. (2014), antosianin pada media basa akan berubah
menjadi ungu dan biru. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena
penambahan pH oleh NaHCO3 kurang tinggi untuk merubah warnanya
menjadi violet sehingga warnanya hanya berubah menjadi hijau keruh dan
dapat disebabkan juga oleh larutan yang ditambahkan tidak sesuai dengan
yang seharusnya ditakarkan.
Pada percobaan keempat menggunakan sampel bawang merah yang
ditambahkan 50 ml larutan FeCl3 50 ppm, warna awal larutan kuning bening
dengan pH 6,15. Setelah dilakukan pemanasan warnanya berubah menjadi
kuning pucat dengan pH 5,63. Pada percobaan kelima yaitu sampel bawang
merah yang ditambahkan 50 ml larutan MgCl2 50 ppm, warna awal bening
dengan pH 6,44 dan setelah dilakukan pemanasan warnanya menjadi putih
keruh dan pH menjadi 5,84. Pada percobaan keenam dengan sampel bawang
merah dan penambahan 2,5 ml asam cuka 99% dan 50ml air ledeng memilik
warna awal merah muda bening dan pH 3,22. Setelah dilakukan pemanasan
warna larutan berubah menjadi merah muda dengan pH 3,25. Hasil percobaan
ini menyimpang karena Menurut Samber (2014), antosianin lebih stabil dalam
larutan asam dibandingkan dalam larutan basa dengan warna larutan ungu.
Kenaikan pH disebabkan karena asam-asam organik menguap sehingga
membebaskan atom H. Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh larutan yang
ditambahkan tidak sesuai dengan yang seharusnya ditakarkan.
Menurut Wulan (2001), zat pewarna alami khususnya dari tumbuh –
tumbuhan dapat menjadi alternatif untuk mewarnai produk makanan sehingga
tampilannya menarik namun tetap aman. Beberapa sumber zat pewarna alami
yang telah banyak digunakan sebagai pewarna makanan antara lain kunyit,
sumba keling, cabe, daun pandan, daun suji, dan lain – lain. Kunyit biasanya
digunakan untuk memberi warna kuning pada makanan seperti nasi kuning
karena mengandung curcumin. Daun pandan digunakan untuk memberikan
warna hijau pada makanan seperti pada pembuatan roti, kue, nasi, mie,
minuman. Cabe digunakan untuk memberikan rasa pedas dan warna merah
pada makanan seperti warna merah pada keripik singkong, sayur, dan bumbu
instan.

Tabel 5.4 Pengaruh Beberapa Perlakuan tehadap Zat Warna Hewan


Sebelum Perlakuan Sesudah Pemanasan
Kel Perlakuan
0’ 5’ 10’ 15’ 0’ 5’ 10’ 15’
Mer Me Me Mer
ah rah rah ah
Di udara mud mu mu mud
20 - - - -
terbuka a da da a
sega seg seg sega
r ar ar r
Me
Mer
rah
ah Me Cokl Cok
Pemanasa sed
mud rah at lat Coklat Coklat Coklat
20 n dengan ikit
a puc puca puca pucat pucat pucat
aquadest me
sega at t t
mu
r
dar
Mer Mer Mer
ah Me Me ah ah
Pemanasa Merah Merah Merah
mud rah rah mud mud
20 n dengan muda muda muda
a pu puc a a
curing I pucat pucat pucat
sega cat at puca puca
r t t
Mer
ah Me Co Cokl Cok Coklat
Pemanasa Coklat
mud rah klat at lat Coklat keabu-
20 n dengan muda
a pu puc puca puca pucat auan
curing II pucat
sega cat at t t pucat
r
Mer
ah Me Co Cokl Cok
Pemanasa
mud rah klat at lat Coklat Coklat Coklat
20 n dengan
a pu puc puca puca pucat pucat pucat
Curing III
sega cat at t t
r
Mer
ah Me Co Cokl Cok
Pemanasa Coklat Coklat Coklat
mud rah klat at lat
20 n dengan muda muda muda
a pu puc puca puca
curing IV pucat pucat pucat
sega cat at t t
r
Sumber: Laporan Sementara
Mioglobin adalah pigmen yang berwarna merah keunguan yang dapat
mengalami perubahan bentuk akibat reaksi kimia. Proses pada oksigenasi
mioglobin akan mengakibatkan terbentuknya oksimioglobin yang berwarna
merah cerah. Reaksi oksidasi besi dalam mioglobin atau oksimioglobin akan
mengubah keduanya menjadi metmioglobin yang berwarna coklat
(Muchtadi, 2010).
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pada perlakuan udara
terbuka sebelum pemanasan pada pada menit ke 0 sampai menit ke 15 tidak
mengalami perubahan warna yaitu tetap berwrna merah muda segar.
Perlakuan kedua yaitu pemanasan dengan aquadest sebelum pemanasan
padam menit ke 0 daging berwrna merah muda segar, pada menit ke 5
berwarna merah sedikit memudar, menit ke 10 berwarna merah pucat, pada
menit ke 15 berwarna coklat pucat dan setelah pemanasan selama 15 menit
daging tetap berwarna coklat pucat. Perlakuan ke 3 dengan curing I atau
dengan penambahan 0,1 gram NaNO3 + 0,1 gram NaNO2 + 0,05 gr vitamin C,
menit ke 0 daging berwarna merah muda segar, menit ke 5 berwarna merah
pucat, menit ke 10 berwarna merah pucar, menit ke 15 berwarna merah muda
pucat dan sesudah pemanasan tetap berwarna merah muda pucat. Pada
perlakuan 4 daging yang dipanaskan dengan curing II (0,2 gr NaNO3), warna
daging sebelum dipanaskan pada menit ke 0 daging berwarna merah muda
segar, menit ke 5 berwarna merah pucat, 10 menit berwarna coklat pucat dan
saat 10 menit setelah pemanasan berwarna coklat muda pucat, 15 menit
setelah pemanasat berwarna coklat keabu-abuan pucat. Pada perlakuan ke 5
pemanasan dengan curing III (0,2 gram NaNO2) sebelum pemanasan menit ke
0 daging berwarna merah muda segar, 5 menit berwarna merah pucat, 10
menit berwarna coklat pucat dan setelah pemanasan selama 15 menit tetap
berwarna coklat pucat. Dan pada perlakuan 6 daging yang dipanaskan dengan
curing IV (0,2 gram vitamin C) sebelum dipanasan menit ke 0 daging
berwarna merah muda segar, 5 menit berwarna merah pucat, 10 mnit berwarna
coklat pucat dan setelah pemanasan 5 sampai 15 menit erwarna coklat muda
pucat. Percobaan dengan curing I, II, III, dan IV sudah sesuai dengan
Muchtadi (2010), bahwa nitrit berfungsi sebagai anti mikroba dan nitrat
berfugsi untuk mempertahankan konsentrasi nitrit serta vitamin C berfungsi
sebagai penghambat oksidasi sehingga vitamin C membantu menstabilitaskan
warna pada daging. Teori ini juga mendukung hasil di mana hasil dengan
perlakuan Curing I yang menggunakan nitrat, nitrit, dan vitamin C memiliki
hasil yang paling baik.
Pada perlakuan pemanasan terbuka, warna daging tidak mengalami
perubahan warna yaitu merah muda segar. Hal ini terjadi penyimpangan
karena seharusnya warna daging akan berubah menjadi gelap. Menurut
Deman dalam Ermawati (2008), hal ini disebabkan karena adanya reaksi
oksidasi oleh O2 di udara. Dalam daging segar yang terkena udara bebas
menunjukkan warna merah gelap oksimioglobin pada permukaan. Di bagian
dalam, mioglobin berada dalam keadaan tereduksi dan daging berwarna
lembayung gelap. Selama ada senyawa yang mereduksi dalam daging,
mioglobin akan tetap berada dalam bentuk tereduksi. Jika senyawa yang
mereduksi habis, warna cokelat metmioglobin akan menonjol. Menurut
Chaijan (2008), oksidasi lipid adalah sebuah rantai reaksi yang terdiri dari
inisiasi, propagasi, dan terminasi, dan melibatkan produksi radikal bebas.
Curing merupakan proses dasar dalam pengelolaan daging, yaitu
dengan penambahan senyawa garam. Bahan – bahan yang digunakan adalah
senyawa NaCl, garam nitrit/nitrat dan gula. Dalam proses ini garam NaCl
berfungsi sebagai pemberi citarasa dan pengawet karena sifat ion Cl sebagai
anti bakteri. Pemakaian garam biasanya pada konsentrasi 2-5%. Gula berperan
dalam membantu membentuk citarasa spesifik dengan garam dalam jumlah
pemakaian sedikit (Muchtadi. 2010). Curing merupakan suatu cara
pengolahan dan pengawetan untuk menarik air atau mengurangi kadar air dari
ikan dengan cara penggaraman (pengasinan), pengeringan, pengasapan,
pemindangan (boiling in salt), pengasaman dan fermentasi. Curing juga dapat
diaplikasikan untuk menghambat pertumbuhan mikroba melalui penggunaan
garam NaCl dan pengendalian aktivitas mikroba (Sumbaga, 2006).
Menurut Chaijan (2008), faktor – faktor yang mempengaruhi
perubahan warna daging yaitu konsentrasi prooksidan, endogen besi,
mioglobin, enzim, pH, suhu, kekuatan ion, reaksi konsumsi oksigen, dan
komposisi asam lemak dari daging. Menurut Muchtadi (2010), zat warna
daging mengalami perubahan warna, mekanismenya seperti pada proses
berikut:

Gambar 5.1 Perubahan warna pada zat warna daging

Adapun penerapan pengetahuan tentang zat warna hewan dalam


industri pangan adalah Cochineal adalah zat yang berwarna merah yang
diperoleh oleh hewan Coccus cacti betina yang dikeringkan. Hewan ini hidup
pada sejenis kaktus di kepulauan Canary dan Amerika Serikat. Zat pewarna
yang terdapat di dalamnya adalah asam kariminat. Karmin diperoleh dari
mengekstraksi asam karminat, kemudian dilapisi dengan alumunium, jadi
merupakan lake asam karminat. Zat pewarna karmin ini mahal dan jarang
dipakai. Karmin dipergunakan untuk melapisi bahan berptotein yang diproses
menggunakan retort dan memberikan lapisan merah jambu.
E. KESIMPULAN
Dari praktikum acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan:
1. Pengaruh pemanasan terhadap tanaman pada sampel:
a. Pigmen karotenoid wortel pada pemanasan terbuka mengalami
perubahan warna dari bening menjadi semburat kuning. Sedangkan
pada pemanasan tertutup terjadi perubahan warna dari keruh menjadi
kuning keruh.
b. Pigmen klorofil kacang panjang pada pemanasan terbuka maupun
tertutup mengalami perubahan warna yaitu dari bening menjadi bening
kehijauan.
c. Pigmen antosianin bawang merah pada pemanasan terbuka maupun
tertutup mengalami perubahan warna dari bening menjadi keruh.
2. Pengaruh penambahan NaHCO3 terhadap tanaman pada sampel:
a. Pigmen karotenoid pada wortel mengalami perubahan warna dai
bening menjadi kuning.
b. Pigmen klorofil pada kacang panjang mengalami perubahan warna dari
bening menjadi bening kehijauan.
c. Pigmen antosianin pada bawang merah mengalami perubahan warna
dari kuning hijau bening menjadi hijau keruh.
3. Pegaruh penambahan FeCl3 terhadap tanaman pada sampel:
a. Pigmen karotenoid pada wortel mengalami perubahan warna, dari
semburat kuning menjadi semburat kuning merah.
b. Pigmen klorofil pada kacang panjang tidak mengalami mengalami
perubahan warna yaitu bening kekuningan
c. Pigmen antosianin pada bawang merah mengalami perubahan warna
kuning bening menjadi kuning pucat.
4. Pengaruh penambahan MgCl2 terhadap tanaman pada sampel:
a. Pigmen karotenoid pada wortel mengalami perubahan warna, dari
bening menjadi keruh.
b. Pigmen klorofil pada kacang panjang tidak mengalami perubahan
warna, yaitu bening.
c. Pigmen antosianin pada bawang merah mengalami perubahan warna,
dari bening menjadi putih keruh.
5. Pengaruh penambahan asam cuka terhadap tanamaan pada sampel:
a. Pigmen karotenoid pada wortel tidak mengalami perubahan warna
yaitu bening.
b. Pigmen klorofil pada kacang panjang tidak mengllami perubahan
warna yaitu bening.
c. Pigmen antosianin pada bawang merah mengalami peubahan warna,
dari merah muda bening menjadi merah muda.
6. Pengaruh perlakuan terhadap zat warna hewan pada sampel:
Dari semua perlakuan curing yang diberikan pada daging, kualitas
daging yang paling bagus adalah pada saat perlakuan dengan curing I (0,1
gr NaNO3 + 0,1 gr NaNO2 + 0,05 gr Vitamin C).
DAFTAR PUSTAKA

Ares, M. C. Zurita., et al. 2014. An Easy Method to Estimate the Concentration of


Mineral Pigments in Colored Mortars. Journal Dyes and Pigments
101(2014) 329-337
Chaijan, Manat. 2008. Review: Lipid and Myoglobin Oxidations in Muscle Foods.
Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 30 No. 1: 47-48.
Ermawati, Dyah. 2008. Pengaruh Penggunaan Ekstrak Jeruk Nipis (Citrus
aurantifolia Swingle) Terhadap Residu Nitrit Daging Curing Selama
Proses Curing. Jurnal Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Ernaini, Yaya., Agus Supriadi, Rinto. 2012. Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap
Klorofil dan Senyawa Fitokimia Daun Kiambang (Salvinia Molesta
Mitchell) dari Perairan Rawa. Jurnal Fishtecct. Vol.1 No.1.
Febrihantana, Winedy., Lilik Eka Radiati dan Imam Thohari. 2012. Pengaruh
Penambahan Sari Wortel Sebagai Fortifikasi Produk Yogurt Ditinjau Dari
Nilai pH, Total Asam Tertitrasi, Total Bakteri Asam Laktat, Viskositas
Dan Total Karoten. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 1, No. 1, Hal. 1-7.
Handajani, Sri., Endang Setyorini dan Danar Praseptiangga. 2010. Pengolahan
Hasil Pertanian; Teknologi Tradisional dan Terkini. Surakarta: UNS
Press.
Hendriyani, Ika Susanti., dan Nintya Setiari. 2010. Kandungan Klorofil dan
Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna Sinensis) pada Tingkat Penyediaan
Air yang Berbeda. Artikel Penelitian Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro.
Ikawati, Ratna. 2005. Optimasi Kondisi Ekstraksi Karotenoid Wortel (Daucus
carota L.) Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 1 No. 1: 14.
Inanc, A. Levent. 2011. Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and
Its Occurrence in Virgin Olive Oils. Academic Gida Vol. 9 No. 2: 26-27.
Kurniawan, Markus Prima, Widodo Farid Ma’ruf, dan Tri Winarni Agustini.
2013. Pengaruh Penambahan MgCO3 dan NaHCO3 dengan Perbedaan
Pencahayaan terhadap Stabilitas Pigmen Klotofil-A Mikroalga Chlorella
vulgaris. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol. 2 No.
3: 30.
Maulid, Rendy Rohmatul., Ainun Nikmati Laily. 2015. Kadar Total Pigmen
Klorofil dan Senyawa Antosianin Ekstrak Kastuba (Euphorbia
pulcherrima) Berdasarkan Umur Daun. Seminar Nasional Konversi dan
Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
Maulina, Fitria Dwi Aprilia, Indah Mugi Lestari, dan Diah S. Retnowati. 2012.
Pengurangan Kadar Kalsium Oksalat pada Umbi Talas Menggunakan
NaHCO3 : sebagai Bahan Dasar Tepung. Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri Vol. 1 No. 1: 277.
Muchtadi, Deddy. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung: Alfabeta.
Muchtadi, Tien., Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2011. Ilmu
Pengetahuan Bahan. Bandung: Alfabeta.
Nurika, Irnia, dan Nur Hidayat. 2001. Pembuatan Asam Asetat dari Air Kelapa
secara Fermentasi Kontinyu Menggunakan Kolom Bio-Oksidasi. Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 2 No. 1.
Sahabi, D. M., R. A. Shehu, Y. Saidu, and A.S. Abdullahi. 2012. Screening for
Total Carotenoids and β-Carotene in Some Widely Consumed Vegetables
in Nigeria. Nigerian Journal of Basic and Applied Science Vol. 20 No. 3:
225.
Samber, Loretha Natalia, Haryono Semangun, dan Budhi Prasetyo. 2014.
Karakter Antosianin sebagai Pewarna Alami. Universitas Kristen Satya
Wacana.
Samson, Efraim, Edwin Thomas Apituley, dan Deli Wakano. 2013. Analisa Lama
Waktu Pemanasan Terhadap Stabilitas Pigmen Karotenoid Buah Pisang
Tongka Langit (Musa Troglodytarum) Ukuran Panjang. Prosiding FMIPA
Universitas Pattimura 2013 – ISBN: 978-602-97522-0-5. Hal: 83.
Satriyanto, Budi, Simon B. Widjanarko, dan Yunianta. 2012. Stabilitas Warna
Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus) Terhadap Pemanasan
Sebagai Sumber Potensial Pigmen Alami. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.
13 No. 3: 164.
Sebranek, Joseph G. 2007. Cured Meat Products Without Direct Addition Of
Nitrate Or Nitrite: What Are The Issues?. Meat Science 77 (2007) 136–
147
Sihombing , D.T.H. 1997. Ilmu Terak Lebah Madu. Gajah Mada Press.
Yogyakarta.
Sindelar, J. J., J. C. Cordray, J. G. Sebranek, J. A. Love, and D. U. Ahn. 2007.
Effects of Varying Levels of Vegetables Juice Powder and Incubation Time
on Color, Residual Nitrate and Nitrite, Pigment, pH and Trained Sensory
Attributes of Ready to eat Uncured Ham. Journal of Food Science Vol. 72
No. 6: 388.
Sumbaga, Dadik Satria. 2006. Pengaruh Waktu Curing (Perendaman Dalam
Larutan Bumbu) Terhadap Mutu Dendeng Fillet kan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus). Institut Pertanian Bogor.
Wahyu, Yudiatmoko, Budi Irawan, dan Muctaridi. 2005. Studi Kemotaksonomi
Kultivar Bawang Merah di Jawa Barat. Jurnal Taksonomi dan Kimia
Farmasi UNPAD Vol. 6 No.1.
Wardhani, Lilies Kusuma, dan Nanik Sulistyani. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera Scandens (L.) Moq.)
terhadap Shigella Flexneri Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis.
Jurnal Ilmiah Kefarmasian Vol. 2 No. 1: 5.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarti, Sri, dan Adurrozaq Firdaus. 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak
Bunga Rosela untuk Pewarna Makanan dan Minuman. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 11 No. 2: 87-88.
Wulan, Siti Narsito. 2001. Kemungkinan Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao
(Theobroma Cacao, L) sebagai Sumber Zat Pewarna (β-Karoten). Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 2 No. 2: 22-27.
Yuniarti, Frika. 2011. Pengaruh Penggunaan Ekstrak Rosella Merah (Hibiscus
Sabdariffa Linn) dalam Berbagai Konsentrasi Terhadap Residu Nitrit dan
Pewarnaan Daging Selama Proses Curing. Universitas Sebelas Maret.
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 5.2 Pengamatan Zat Warna Gambar 5.3 Pengamatan Zat Warna
Wortel Daging

Gambar 5.4 Pengamatan Zat Warna Gambar 5.5 Pengamatan Zat Warna
Kacang Panjang Bawang Merah
LAPORAN PRAKTIKUM
ACARA V
“ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN”

Disusun Oleh:
NAMA : SANTY MAHARANI
NIM : H0915077
KELOMPOK : 20

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

You might also like