Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

Learning objective

1. Penjelasan tentang leukemia akut beserta diagnosis banding


2. Bagaiman radiasi pengion merusak organ
3. Klasifikasi limfoid disease
4. Prinsip prinsip pengobatan dan prognosis limfoid disease
5. Macam macam pemeriksaan histopatologi
6. Hubungan limfoid disease dengan anemia

1. Leukemia Akut dan DD

Jenis Etiologi Manifestasi Pemeriksaaan Penatalaksanaan


penyakit klinis
Leukemia Herediter : Asimtomatik Laboratorium : Kemoterapi
Limfoblastik down atau memiliki a. Darah rutin - Induksi remisi
Akut syndrome, gejala yang anemia, (Prednison,
fanconi berupa: hiperleukosit vinkristin,
syndrome, kegagalan osis ( L> daunorubisin,
bloom fungsi sumsum 100.000/mm 3 dan L-
syndrom, tulang : Anemia dan asparginase)
ataksia (Pucat, letargi, trombositope - Terapi
talangiektasi sesak napas, nia). intensifikasi
a sakit kepala, b. Morfologi konsolidasi
Didapat : angina), Infeksi darah tepi : - Profilaksis SSP
Obat (septikemia), anemia (metotreksat
(Klorambusil, Perdarahan normositik
melfalan, gusi, normokromik
siklofosfamid hematuria, , leukosist
), zat kimia ekimosis, limfosist
(Benzen) ptekiae. banyak
Radiasi ditemukan
Virus (EBV trombosit
dan HTLV-1 menurun
Onkogen
Leukemia Virus Asimtomatik Laboratorium : Stadium dini :
limfositik (retrovirus) Darah rutin Klorambusil secara
kronik Onkogen Simtomstik : Leukosit kontinu
Abnormalitas gejala seperti 10.000/L sampai
kromosom limfadenopati 100.000/L Stadium lanjut dengan
(trisomi 12, generalisata, 95 % leukosit di batas tumor luas dan
delesi penurunan BB, perifer adalah gagal sumsum tulang :
kromosom 6, kelelahan, limfosit kecil Kemoterapi tunggal
dan 11) napsu makan yang (klorambusil /
Idiopatik menurun, penampakannya siklofosfamid) dengan
Insidensi demam, normal profilaksis alopurinol.
pada usia 60- keringat Trombositopenia
80 tahun malam, infeksi, -> anemia Kemoterapi kombinasi
splenomegali, (COP/ COP dan
hepatomegali doksurobisin)
ikterus diindikasikan ketika
obstruktif, gagal kemoterapi
disfagia uropati tunggal.
obstruktif,
obstruksi usu Radioterapi
parsial Splenektomi
Transplantasi sumsum
tulang
Leukemia Paparan ~Anemia, Lab : - Kemoterapi
mielogenous Lingkungan : malaise (gagal Hematologi - Terapi induksi
Akut radiasi pembentukan tejadi : - Pengobatan
ionisasi dan di sumsum Peningkatan setelah
benzene tulang ) jumlah sel darah penyembuhan
Gangguan ~Perdarahan : putih dengan sel - Transplantasi
Genetik : trombositopeni blast di perifer stem sel
Downsindro a Anemia, hematopoietik
m, bloom ~Infeksi : trombositopenia,
syndrome, Neutropenia hipo kalemia
anemia ~Demamm, LDH.
fanconi, nyeri tulang, Hiperurikemia,
ataksia Splenomegali hipokalemia,
talangiektasi ringan, infiltrasi LDH,
a, klinefelter jaringan seperti Hiperkalsemia.
syndrome gusi, kulit, Imaging : CT scan
Gangguan meninges oleh (Perdarahan
hematologik sel blast intracranial), MRI
: MDS, PNH, leukemik.
dll Jumlah sel blas
Pengobatan : > 100.0000
Alkilating
agent,
topoisomera
se II
inhibitor,
radioterapi

(Budiansyah T, 2013).

Leukemia Akut
Leukemia Akut dibedakan menjadi dua jenis : Leukemia mieloblastik akut dan
leukemia limfoblasyik akut.

Patofisiologi

Akumulasi sel blas pada leukemia akut secara primer disebabkan oleh gagal
maturasi menjadi sel akhir fungsional dan bukan karena proliferasi cepat sel sel yang
mengalami transformasi.

Sel sel blas leukemik dalam sumsum tulang menekan sel stem hematopoietik
normal dengan mekanisme yang belum dimengerti sepenuhnya, penenkanan ini
mempunyai dua arti penting : terjadi penurunan sel darah merah, sel darah putih
normal, dan trombosit. Pansitopenia bertanggung jawab atas manifestasi klinik yang
muncul.

Gambaran Klinik

- Timbul mendadak, sebagian besar penderita menunjukkan gejala dalam 3 bulan


setelah mulai timbul
- Gejala yang berkaitan dengan depresi fungsi normal sumsum tulang : kelelahan
terutama karena anemia, demam yang mencerminkan infeksi karena tidak adanya
leukosit matang : perdarahan (Ptekiae, ekimosis, epitaksis dan perdarahan gingiva)
disebabkan karena trombositopenia
- Limfadedenopati menyeluruh, splenomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
sel leukemik terlihat lebih sering di LLA
- Terlibatnya sumsum tulang dengan infiltrasi tu;lang subperiosteal menimbulkan
nyeri pada tulang
- Infiltrasi leukemia ke meningen dpat menimbulkan sakit kepala, muntah,
papiledema, kelumpuhan saraf kranial dan manifestasi SSP lainnya.

Prinsip Diagnosis

Anemia hampir selalu ditemukan, jumlah sel darah putih pada sekitar 50 %
penderita kurang dari 10.000 sel per mm3, sementara sekitar 20% meninkat sampai
sekitar 100.000 sel mm3. Sel darah putih imatur termasuk bentuk blas, dijumpai
pada darah tepi dan sumsum tulang, dan merupakan 60-100% dari semua sel, jumlah
trombosit umumnya turun sampai kurang dari 100.000 per mm3

Leukemia Limfoblastik Akut


Merupakan penyakit primer pada anakandan dewasa muda 80 % dari
leukemia akut anak dengan insiden puncak pada umur sekitar 4 tahun.
Morfologi
Pada sediaan wright giemsa inti sel blas leukemik berkomatin kasar dan menggumpal
dan terdapat satu atau dua anak inti. Sebaliknya dengan selblas pada LMA.
Stioplasma sel blas LLA tidak mengandung granula azurofilik tapi mengandung
gumpalan besar materi yang positif dengan PAS.
Prognosis
Dengan kemoterapi lebbih dari 90 % anak anak dengan LLA mengalami remisi
komplit dan lebih dari 60% hidup setelah 5tahun. Sebagian besar agaknya
disembuhkan, LLA sel T ata LLA sel B Sig + pada anak atau dewasa prognosisnya
kurang baik

Leukemia mioblastik Akut


Merupakan kelompok yang sangat heterogen, primer mengenai individu
antara 15-39 tahun.
Morfologi
dengan pulasan Wright Giemsa, mieloblas menunjukkan kromatin inti halus, tiga
sampai lima anak inti dan granula azurofilik halus dalam sitoplasma. Pada beberapa
kasus dapat ditemukan struktur seperti batang dalam sitoplasma yang berwarna
merah jelas. Blas umumnya positif terhadap mieloperoksidase.
Patogenesis dan Klasifikasi
Asal LMA berbeda beda, beberapa timbul dari transformasi stemsel mieloid
multipoten, walaupunn mieloblas mendominasi darah dan sumsum tulang, yang
lainnya prekursor granulosit granulosit terlibat , menimbulkan penyakit
mielomonositik.
Prognosis
60-80% penderita mengalami remisi dengan kemoterapi intensiftetapi kambuh
kembali dalam 12-18 bulan. Bebas penyakit dalam jangka panjang terlihat pada 10-
15% penderita. Pada beberapa penderita transplantasi sumsum tulang
menguntungkan. Secara keseluruhan prognosis nya lebih buruk dari LLA.

( robbins et al, 2012)

2. Radiasi Pengion merusak organ tubuh

Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru dan
lainnya. Setiap organ tubuh tersusun atas jaringan yang merupakan kumpulan sel
yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama. Sel sebagai unit fungsional terkecil
dari tubuh dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan sempurna seperti
pembelahan, pernafasan, pertumbuhan dan lainnya. Sel terdiri dari dua komponen
utama, yaitu sitoplasma dan inti sel (nucleus). Sitoplasma mengandung sejumlah
organel sel yang berfungsi mengatur berbagai fungsi metabolisme penting sel. Inti
sel mengandung struktur biologic yang sangat kompleks yang disebut kromosom
yang mempunyai peranan penting sebagai tempat penyimpanan semua informasi
genetika yang berhubungan dengan keturunan atau karakteristik dasar manusia.
Kromosom manusia yang berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang
merupakan suatu rantai pendek dari DNA (Deooxyribonucleic acid) yang membawa
suatu kode informasi tertentu dan spesifik.

Interaksi antara radiasi dengan sel hidup merupakan proses yang berlangsung
secara bertahap. Proses ini diawali dengan tahap fisik dan diakhiri dengan tahap
biologik. Ada empat tahapan interaksi, yaitu :
1. Tahap Fisik
Tahap Fisik berupa absorbsi energi radiasi pengion yang menyebabkan
terjadinya eksitasi dan ionisasi pada molekul atau atom penyusun bahan biologi.
Proses ini berlangsung sangat singkat dalam orde 10-16 detik. Karena sel
sebagian besar (70%) tersusun atas air, maka ionisasi awal yang terjadi di dalam
sel adalah terurainya molekul air menjadi ion positif H2O+ dan e- sebagai ion
negatif. Proses ionisasi ini dapat ditulis dengan :

H2O + radiasi pengion ----> H2O+ + e-

2. Tahap Fisikokimia
Tahap fisikokimia dimana atom atau molekul yang tereksitasi atau terionisasi
mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak stabil.
Tahap ini berlangsung dalam orde 10-6 detik. Karena sebagian besar tubuh
manusia tersusun atas air, maka peranan air sangat besar dalam menentukan
hasil akhir dalam tahap fisikokimia ini. Efek langsung radiasi pada molekul atau
atom penyusun tubuh selain air hanya memberikan sumbangan yang kecil bagi
akibat biologi akhir dibandingkan dengan efek tak langsungnya melalui media air
tersebut. Ion-ion yang terbentuk pada tahap pertama interaksi akan beraksi
dengan molekul air lainnya sehingga menghasilkan beberapa macam produk ,
diantaranya radikal bebas yang sangat reaktif dan toksik melalui radiolisis air,
yaitu OH- dan H+. Radikal bebas OH- dapat membentuk peroksida (H2O2 ) yang
bersifat oksidator kuat melalui reaksi berikut :
OH- + OH- -----> H2O2

3. Tahap Kimia Dan Biologi


Tahap kimia dan biologi yang berlangsung dalam beberapa detik dan ditandai
dengan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan molekul
organik sel serta inti sel yang terdiri atas kromosom. Reaksi ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekul-molekul dalam
sel. Jenis kerusakannya bergantung pada jenis molekul yang bereaksi. Jika reaksi
itu terjadi dengan molekul protein, ikatan rantai panjang molekul akan putus
sehingga protein rusak. Molekul yang putus ini menjadi terbuka dan dapat
melakukan reaksi lainnya. Radikal bebas dan peroksida juga dapat merusak
struktur biokimia molekul enzim sehingga fungsi enzim terganggu. Kromosom
dan molekul DNA di dalamnya juga dapat dipengaruhi oleh radikal bebas dan
peroksida sehingga terjadi mutasi genetik.
4. Tahap Biologis
Tahap biologis yang ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang
bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal
bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga. Proses ini berlangsung
dalam orde beberapa puluh menit hingga beberapa puluh tahun, bergantung
pada tingkat kerusakan sel yang terjadi. Beberapa akibat dapat muncul karena
kerusakan sel, seperti kematian sel secara langsung, pembelahan sel terhambat
atau tertunda serta terjadinya perubahan permanen pada sel anak setelah sel
induknya membelah. Kerusakan yang terjadi dapat meluas dari skala seluler ke
jaringan, organ dan dapat pula menyebabkan kematian.

(Batan, 2000)
3. Klasifikasi limfoid disease
Non Neoplasia

- Leukopenia
Paling sering terjadi karena kekurangan granulosit yaitu sel darah putih yang
paling banyak pada aliran darah. Limfopenia jauh lebih jarang ; berkaitan
dengan penyakit defisiensi imun yang kongenital, infeksi HIV, yaitu virus
penyebab defisiensi imun pada manusia dan pengobatan dengan
kortikosteroid dosis tinggi.
- Leukositosis reaktif
Peningkatan jumlah sel darah putih pada darah tepi, lazim ditemukan pada
berbagai keadaan inflamasi yang disebabkan oleh rangsangan mikroba dan
non mikroba. Leukositosis relatif tidak spesifik dan dikelompokkan
bergantung pada jenis sel darah putih tertentu yang terlibat.
- Limfadenitis akut non spesifik
Limfadenitis ini dapat bersifat terbatas dalam kelompok kelenjar yang dialiri
limfe dari infeksi lokal atau bersifat menyeluruh seperti dalam keadaan
infeksi sitemik atau inflamasi. Secara histologis berupa sentrum
greminativum besar mengandung banyak mitosis.

- Limfadenitis kronik non spesifik


Bergantung pada penyebabnya, limfadenitis kronik non spesifik dapat
berbentuk satu diantara tiga bentuk yaitu hiperplasia folikel, hiperplasia
parakorteks atau histiositosis sinus.

- Penyakit cat scratch


Ialah limfadenitis yang dapat sembuh sendiri yang disebabkan oleh bakteri
bertonella henselae. Terutama tejadi pada anaka anak, 90 % pasien berumur
kurang dari 18 tahun. Manifestasinya berupa limfadenopato, paling sering
pada ketiak dan leher, perbesarannya 2 minggu setelah tercakar kucing atau
tertusuk duri. Pada sebagian besar pasien , pembesaran kelenjar getah
bening akan hilang setelah 2- 4 bulan.

Neoplasma

- Neolasma limfoid
o Limfoma non hodgkin
o Limfoma hodgkin
Meliputi kelompok neoplasma khusus dengan ciri khas adanya sel
datia tumor yaitu sel reed stenberg. Berbeda denga NHL pada
umumnya, HL terjadi ada satu kelenjar getah bening tunggal atau
rantai kelenjar getah bening dan erkembang ketahap ke kelenjar
kelenjar getah bening yang secara anatomik berhubungan.
o Leukemia limfoblastik akut
Merupakan tumor yang agresif terdiri atas limfosit muda (limfoblas)
teruta,a terjadi pada anak anak dan orang dewasa. Berbagai tumor
limfoblastik secara morfologi tidak dapat dibedakan dan sering
menyebabkan gejala yang sama serta diobati dengan cara yang sama.
o Leukemia limfositik kronik
Leukemia limfositik kronik dan limfoma limfositik kecil pada
hakikatnya sama, hanya berbeda pada keterlibatan sel darah tepi.
Sudah dibuat ketetapan bahwa apabila jumlah limfosit pada darah
tepi melebihi 4000 sel/ul, penderita didiagnosis sevaga CLL dan
apabi;a tidak ditetapkan sebagai SLL.

o Limfoma folikuler
Limfoma jenis ini di AS relatif lazim ditemukan yaitu 40 % dari NHL :
orang dewasa. Umumnya pada uasia lebih 50 tahun, manifestasinya
biasanya limfadenopati umum tanpa nyeri.
o Limfoma sel mantel
Limfoma sel mantel terdiri dari sel yang menyerupai sel b naif yang
ditemukan pada daerah mantel dari folikel limfoid normal.
o Limfoma burkitt
Adalah penyakit endemik di beberapa bagian afrika dan sporadik di
tempat lain termasuk Amerika Serikat. Secara histologis penyakit ini
identik si afrika, walaupun ada perbedaan pada aspek klinis dan
virologik. Timbul pada area luar kelenjar getah bening.
- Neoplasma mieloid
o Leukemia mieloid akut
AML terutama mengenai orang dewasa tua dengan usai rata rata 50
tahun. Leukemia uni sangat heterogen , tanda gejala klinis sangan
memnyerupai tanda dan gejala ALL dan biasanya berhubungan
dengan digantinya unsur sumsum tulang.
- Neoplasma hisstiositik
o Histiositosis sel langerhans
Istilah histiositosis adalah suatu ungkapan ‘payung’ untuk berbagai
kelainan proliferatif dari sel dendritik atau makrofag. Sebagian seperti
limfoma histiositik yang sangat jarang, adalah neoplasma yang sangat
ganas, yang lain, seperi sebgian besar proliferasi histiositik di kelenjar
getah bening adalah sama sekali jinak dan reaktif.

(Kumar et al, 2013).


4. Prinsip terapi
AML

Pengobatan pasien yang baru didiagnosis dengan AML biasanya dibagi


menjadi
dua fase, induksi dan manajemen pasca remisi. tujuan awal adalah untuk cepat
menginduksi CR. Setelah CR diperoleh, terapi lebih lanjut harus digunakan untuk
memperpanjang kelangsungan hidup dan mencapai kesembuhan. Pengobatan
induksi awal dan terapi postremission selanjutnya sering dipilih berdasarkan usia
pasien. Pengaruh terapi dengan kemoterapi tradisional mengintensifkan agen
seperti sitarabin dan anthracyclines pada pasien yang lebih muda (<60 tahun)
tampaknya meningkatkan angka kesembuhan dari AML. Pada pasien yang lebih tua
manfaat terapi intensif kontroversial; terapi baru sedang dikembangkan.
Prognosis. Interval gejala berkepanjangan dengan cytopenia saat diagnosis
sebelumnya atau riwayat gangguan hematologi adalah fitur klinis pretreatment lain
yang terkait dengan laju CR yang lebih rendah, dan waktu kelangsungan hidup yang
lebih pendek. Tingkat CR lebih rendah pada pasien yang telah memiliki anemia,
leukopenia, dan / atau trombositopenia selama> 3 bulan sebelum diagnosis AML bila
dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat seperti itu. Tanggap
terhadap kemoterapi menurun sebagai durasi gangguan antecedent yang
meningkat. AML Sekunder berkembang setelah pengobatan dengan agen sitotoksik
untuk keganasan lainnya dan biasanya sulit
untuk mengobatinya sampai berhasil.

CML

Saat ini, tujuan terapi di CML adalah untuk mencapai kepanjangan usia, bertahan
lama, non neoplastik, hematopoiesis nonclonal, yang mencakup pemberantasan sel-
sel sisa yang mengandung transkrip BCR / ABL. Maka tujuannya adalah
menyelesaikan remisi molekul dan menyembuhkan. Sebuah algoritma pengobatan
imatinib diusulkan
untuk pasien CML baru didiagnosa yakni:

( Fauci et al, 2008).

Limfadenitis

Penatalaksanaan yang spesifik pada Limfadenitis Tidak ada. Limfadenitis


dapat terjadi setelah terjadinya infeksi melalui kulit atau infeksi lainnya yang
disebabkan oleh bakteri seperti streptococcus atau staphylococcus. Terkadang juga
dapat disebabkan oleh infeksi seperti tuberculosis atau cat scratch disease
(Bartonella). Oleh karena itu, untuk mengatasi Limfadenitis adalah dengan
mengeliminasi penyebab utama infeksi yang menyebabkan Limfadenitis.
Limfadenitis biasanya ditangani dengan mengistirahatkan ekstremitas yang
bersangkutan dan pemberitan antibiotic, penderita limdafenitis mungkin mengalami
pernanahan sehingga memerlukan insisi dan penyaliran. Limfadenitis spesifik,
misalnya oleh jamur atau tuberculosis, biasanya memerlukan biopsi atau biakan
untuk menetapkan diagnosis.
Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti pemberian:
- Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri
- Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
- Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
- Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan
- Kompres dingin untuk mengurangi peradangan dan nyeri
- Operasi mungkin diperlukan untuk mengeringkan abses.
Hindari pemberian aspirin pada anak karena dapat meningkatkan risiko
sindrom Reye pada anak. Kasus limfadenitis mesenterika ringan, tanpa komplikasi dan
disebabkan oleh virus biasanya hilang dalam beberapa hari atau minggu.
Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan kepada
penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh
dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apa pun selain dari
observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi
untuk dilaksanakan biopsy kelenjar getah bening. Biopsy dilakukan bila terdapat
tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan, kelenjar getah bening yang
menetap atau bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis
belum dapat ditegakkan.
Secara umum pengobatan Limfadenitis yaitu :
A. Pengobatan dilakukan dengan tuberkulositik.bila terjadi abses,perlu
dilakukan aspirasi dan bila tidak berhasil, sebaiknya dilakukan insisi serta
pengangkatan dinding abses dan kelenjar getah bening yang bersangkutan.
B. Pembesaran kelenjar getah bening biasanya disebabkan oleh virus dan
sembuh sendiri, walaupun pembesaran kelenjar getah bening dapat
berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi kelenjar getah bening oleh
bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10 hari dengan pemantauan
dalam 2 hari pertama flucloxacillin dosis : 25 mg/kgBB 4 kali sehari. Bila ada
reaksi alergi terhadap antibiotic golongan penicillin dapat diberikan
cephalexin dengan dosis : 25 mg/kgBB(dosis maksimal 500 mg) 3 kali sehari
atau erythromycin 15 mg/kgBB (dosis maksimal : 500 mg) 3 kali sehari.
C. Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis maka
diberikan obat anti tuberculosis selama 9-12 bulan. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB kedalam TB di luar paru
dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee
and Compbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan
dalam regimen 2RHE/7RH.

5. Histopatologis test

Histopatologi merupakan cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi


jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Teknik pemeriksaaan histopatologi
berguna untuk mendeteksi adanya komponen patogen yang bersifat infektif melalui
pengamatan secara mikroanatomi. Histopatologi sangat penting dalam kaitan
dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan
diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu.
Oleh karena itu, dengan proses diagnosis yang benar akan dapat ditentukan jenis
penyakitnya sehingga dapat dipilih tindakan preventif dan kuratif.
Pemeriksaan histopatologi dilakukan melalui pemeriksaan terhadap
perubahan-perubahan abnormal pada tingkat jaringan. Histopatologi dapat
dilakukan dengan mengambil sampel jaringan (misalnya seperti dalam penentuan
kanker payudara) atau dengan mengamati jaringan setelah kematian terjadi
Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk memeriksa penyakit berdasarkan pada
reaksi perubahan jaringan. Pemeriksaan ini hendaknya disertai dengan pengetahuan
tentang gambaran histologi normal jaringan sehingga dapat dilakukan perbandingan
antara kondisi jaringan normal terhadap jaringan sampel (abnormal). Dengan
membandingkan kondisi jaringan tersebut maka dapat diketahui apakah suatu
penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak.
Teknik histopatologi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk melihat
perubahan metobolisme dari perubahan jaringan yang terjadi. Aplikasinya diawali
dengan pembuatan preparat dengan menipiskan sel jaringan dari organ-organ
tubuh. Untuk itu jaringan halus dapat ditanam pada parafin dengan pembekuan,
selanjutnya jaringan dipotong. Prasyarat untuk mendapatkan histopatologi dan
histokimia yang tepat dapat diperoleh dengan mengamati preparat dibawah
mikroskop elektron. Preparat dari histopat mempunyai tanda spesifik yang terlihat
dari jaringan sel dan struktur jaringan akibat serangan patogenisita
Adapun tahapan teknik histopatologi adalah sebagai berikut :
o Fiksasi ; bertujuan agar jaringan diusahakan mati secepatnya sehingga tidak
terjadi perubahan pasca mati (autolisis post mortem) sehingga struktur
jaringan sampel dapat dipertahankan seperti saat sampel masih hidup.
o Preparasi organ atau jaringan target dari sampel ; Seluruh organ target
dalam pemeriksaaan dimasukkan dalam embedding cassete.
o Dehidrasi ; Tahap ini merupakan proses menarik air dari jaringan dengan
menggunakan bahan kimia tertentu.
o Clearing ; Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan bahan kimia dehidrasi
sehingga contoh sampel menjadi transparan.
o Infiltrasi ; Teknis histologi ini untuk menyusupkan paraffin ke dalam jaringan
sampel untuk menggantikan xylol yang telah hilang, sehingga sampel tidak
rusak waktu pemotongan dengan mikrotom.
o Teknik embedding ; Sampel yang sudah diiris pada bagian yang mengalami
perubahan dimasukkan kedalam cassete embedding yang sudah diberi label
dengan menggunakan pensil.
o Pemotongan ; Pemotongan dilakukan dengan menggunakan mikrotom
dengan ketebalan irisan 4-6 um.
o Pewarnaan jaringan dan sediaan preparat ; Pewarnaan ini dipergunakan
dengan teknik pewarnaan ganda haematoksilin dengan eosin.
o Pengamatan ; Pengamatan hasil untuk diagnosis dengan metode komparasi
dibawah mikroskop cahaya pada pembesaran 100-1000 x
Imunohistokimia
Imunohistokimia (IHC) dilakukan pada jaringan biopsi untuk menunjukkan adanya
antigen tertentu pada suatu tumot atau massa yang lain. Potongan dari jaringan
tersebut difiksasi pada suatu kaca slide dan kemudian diinkubasi dengan suatu
reagen antibodi berlabel enzim (Seperti peroksidase) dan ditujukan langsung
terhadap antigen target (misal, suatu antigen tumor seperti antigen target. Antibodi
tersebut akan terikat pada tempat dimana terdapat antigen. Antibodi yang tidak
terikat kemudian akan dicuci dan sediaan tersebut kemudian diinkubasi dengan
substrat enzim. Hasil reaksi berupa presipitat terjadi pada tempat terdapatnya
antigen, dan sediaan kemudian diperiksa secara mikroskopis. Sering kali tumor dapat
teridentifikasi dengan cara ini.

(Sacher et al, 2002).


6. Hubungan limfoid disease dengan anemia

Pada beberapa jenis limfoid disease jenis neoplastik terjadi kegagalan


sumsum tulang, misal pada leukemia akut, produksi sel sel blas leukemik dalam
sumsum tulang meningkat cepat, menekan sel stem hematopoietik normal, sehingga
tejadi penurunan sel darah merah dan bahkan trombosit normal yang dapat
menyebabkan anemia. Trombosito penia juga terjadi menyebabkan mudahnya
terjadi perdarahan yang semakin memperparah kehilangan darah yang terjadi,
sehingga dapat berujung pada anemia.

(robbins et al, 2012).

Daftar pustaka

Robbins, et al. 2012. Intisari Patologi. Binarupa Aksara : Tangerang

BATAN, 2000. Materi Diklat Petugas Proteksi Radiasi Bidang Radiodiagnostik : Jakarta

Kumar, et al. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9 . Elsevier Saunders : Singapore

Budiansyah T, 2013. Ask The Master UKDI. Binarupa Aksara : Tangerang

Fauci, et al. 2008. Harrison’s Prinsiple of Internal Medicine. 17th Edition. McGraw Hill : US

Sacher, Ronald A. 2004. Widmann’s Clinical Interpretation of Laboratory Test. EGC : Jakarta

You might also like