Muhammad Syawgie LP

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 15

Pemodelan dan Simulasi

Muhammad Syawgie B 2212161005

Pemodelan Matematika dari Sistem Cairan dan Sistem Termal

4. 2 Liquid Level System (Sistem Level Cairan)


Dalam menganalisis sistem yang melibatkan aliran fluida, kita perlu membagi jumlah aliran ke
dalam aliran laminar dan aliran turbulen, sesuai dengan besarnya bilangan Reynolds. Jika bilangan Reynolds
lebih besar dari 3000 hingga 4000, maka alirannya turbulen. Aliran laminer jika bilangan Reynolds kurang
dari 2000. Dalam kasus laminar, aliran cairan terjadi di garis arus tanpa turbulensi. Sistem yang melibatkan
aliran laminar dapat diwakili oleh persamaan diferensial linear.
Proses di industri sering melibatkan aliran cairan melalui pipa dan tangki penghubung. Aliran dalam
proses seperti itu sering turbulen dan tidak laminer. Sistem yang melibatkan turbulen aliran harus diwakili
oleh persamaan diferensial nonlinier. Jika wilayah operasinya terbatas, persamaan diferensial nonlinear
dapat dilinierisasi.
Resistansi dan Kapasitansi Liquid Level System. Resistansi R untuk aliran cairan seperti pipa atau
pembatasan didefinisikan sebagai perubahan dalam perbedaan tingkat (perbedaan dari tingkat cair dari dua
tangki) yang diperlukan untuk menyebabkan perubahan satuan laju aliran; maka :

perubahan perbedaan level, 𝑚


𝑅=
perubahan laju aliran, 𝑚3 ⁄𝑠𝑒𝑐

Sistem level cairan ditunjukkan pada Gambar 4–1 (a). Dalam sistem ini cairan memancarkan melalui
katup beban di sisi tangki. Jika mengalir melalui pembatasan ini adalah laminer, hubungan antara laju aliran
steady-state dan steady-state head di tingkat pembatasan adalah :
𝑄 = 𝐾𝐻

Gambar (4-1) : (a) Liquid-level system; (b) head versus- flow-rate curve.

Dimana : Q = Laju aliran cairan steady-state, 𝑚3 ⁄𝑠𝑒𝑐


K = Koefisien, 𝑚2 ⁄𝑠𝑒𝑐
H = Steady-state head , 𝑚

Untuk aliran laminar, hambatan 𝑅𝑙 adalah :

1
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
𝑑𝐻 𝐻
𝑅𝑙 = =
𝑑𝑄 𝑄
Ketahanan aliran laminar adalah konstan dan sejalan dengan hambatan listrik. Jika aliran melalui
pembatasan turbulen, laju aliran steady-state diberikan oleh :
𝑄 = 𝐾√𝐻 (4- 1)
Dimana : Q = Laju aliran cairan steady-state, 𝑚3 ⁄𝑠𝑒𝑐
K = Koefisien, 𝑚2.5 ⁄𝑠𝑒𝑐
H = Steady-state head , 𝑚

Untuk aliran turbulen, hambatan 𝑅𝑡 adalah :


𝑑𝐻
𝑅𝑡 =
𝑑𝑄
Dari persamaan (4-1) didapat :
𝐾
𝑑𝑄 = 𝑑𝐻
2√𝐻
Maka :
𝑑𝐻 2√𝐻 2√𝐻 √𝐻 2𝐻
= = =
𝑑𝑄 𝐾 𝑄 𝑄
Sehingga ,
2𝐻
𝑅𝑡 =
𝑄
Linierisasi tersebut berlaku, dengan ketentuan bahwa perubahan dalam head dan laju aliran dari
nilai steady-statenya kecil.
Dalam banyak kasus praktik, nilai koefisien persamaan K in (4–1), yang tergantung pada koefisien
aliran dan area pembatasan, tidak diketahui. Kemudian resistansi dapat ditentukan dengan memplot kurva
head-versus-flow-rate berdasarkan data eksperimen dan mengukur kemiringan kurva pada kondisi operasi.
Contoh plot seperti itu ditunjukkan pada Gambar 4–1 (b) . Pada gambar, titik P adalah titik operasi steady-
state. Garis singgung ke kurva pada titik P memotong ordinat pada titik (0, −𝐻 ̅ ). Maka, kemiringan garis
singgung ini 2𝐻 ̅ ⁄𝑄̅ . Karena resistansi Rt pada titik operasi P diberikan oleh 2𝐻 ̅ ⁄𝑄̅ resistensi 𝑅𝑡 adalah
kemiringan kurva pada titik operasi.
Lihat kondisi operasi di sekitar titik P. Menetapkan deviasi kecil head dari nilai steady-state sebagai
h dan perubahan laju aliran kecil yang sesuai sebagai q. Lalu kemiringan kurva pada titik P adalah :
ℎ 2𝐻̅
Kemiringan kurva pada titik 𝑃= = ̅
= 𝑅𝑡
𝑞 𝑄
Kapasitansi C dari tangki didefinisikan sebagai perubahan kuantitas cairan yang disimpan,
diperlukan untuk membuat perubahan unit potensi (head). (Potensi adalah kuantitasnya yang menunjukkan
tingkat energi sistem).
𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 𝑖𝑛 𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 , 𝑚3
𝐶=
𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 𝑖𝑛 ℎ𝑒𝑎𝑑 , 𝑚
Perlu diingat bahwa kapasitas (𝑚3 ) dan kapasitansi (𝑚2 ) berbeda. kapasitansi tangki sama dengan
luas penampangnya. Jika ini konstan, maka kapasitansi konstan untuk setiap head.
Liquid Level System (Sistem Level Cairan). Lihat sistem yang ditunjukkan pada Gambar 4–1 (a).
Variabel-variabel didefinisikan sebagai berikut:
𝑄̅ = laju aliran steady-state(sebelum perubahan apapun terjadi), 𝑚3 ⁄𝑠𝑒𝑐

2
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
𝑞1 = deviasi kecil tingkat inflow rate dari nilai steady-state-nya , 𝑚3 ⁄𝑠𝑒𝑐
𝑞0 = deviasi kecil tingkat outflow rate dari nilai steady-state-nya, 𝑚3 ⁄𝑠𝑒𝑐
̅ = steady-state head (sebelum perubahan apapun terjadi), 𝑚
𝐻
ℎ = deviasi kecil dari head dari nilai steady-state-nya, 𝑚

Seperti dijelaskan sebelumnya, suatu sistem dapat dianggap linier jika alirannya adalah laminer.
Bahkan jika alirannya turbulen, sistem dapat dilinierisasi jika perubahan dalam variabel disimpan kecil.
Dengan asumsi bahwa sistem tersebut baik linier atau non linier, Persamaan differensial dari sistem ini
dapat diperoleh sebagai berikut:
𝐶ℎ = ( 𝑞1 − 𝑞0 )𝑑𝑡
Dari definisi resistansi, hubungan antara qo dan h adalah :

𝑞0 =
𝑅
Persamaan diferensial untuk sistem ini untuk nilai R konstan menjadi
𝑑ℎ
𝑅𝐶 𝑑𝑡 + ℎ = 𝑅qi (4-2)
Ingat bahwa RC adalah waktu konstan dari sistem. Dengan transformasi Laplace dari keduanya sisi
Persamaan (4–2), dengan asumsi nol kondisi awal, didapat :
( 𝑅𝐶𝑠 + 1 ) 𝐻(𝑠) = 𝑅𝑄𝑖 (𝑠)

Dimana
𝐻(𝑠) = L [h] dan 𝑄𝑖 (𝑠) = L [qi ]

Jika qi dianggap sebagai input dan h output, fungsi transfer dari sistem adalah
𝐻(𝑠) 𝑅
=
𝑄𝑖 (𝑠) 𝑅𝐶𝑠 + 1

Namun, jika qo diambil sebagai output, inputnya sama, lalu fungsi transfer nya adalah :

𝑄𝑜 (𝑠) 𝑅
=
𝑄𝑖 (𝑠) 𝑅𝐶𝑠 + 1
di mana hubungannya adalah :
1
𝑄𝑜 (𝑠) = 𝐻(𝑠)
𝑅

Sistem Tingkat Cair dengan Interaksi. Lihat sistem yang ditunjukkan pada Gambar 4–2. Dalam sistem
ini, kedua tangki berinteraksi. Dengan demikian fungsi transfer dari sistem tidak menghasilkan dari dua
fungsi transfer orde pertama.
Berikut ini, kita akan mengasumsikan variasi kecil dari variabel dari nilai steady-state. Menggunakan
simbol seperti yang didefinisikan pada Gambar 4-2, kita dapat memperoleh persamaan berikut:
ℎ1 − ℎ2
= 𝑞1 (4 − 3)
𝑅1
𝑑ℎ1
𝐶1 = 𝑞 − 𝑞1 (4 − 4)
𝑑𝑡
ℎ2
= 𝑞2 (4 − 5)
𝑅2

3
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
𝑑ℎ2
𝐶2 = 𝑞1 − 𝑞2 (4 − 6)
𝑑𝑡

Jika q dianggap sebagai input dan q2 output, fungsi transfer dari sistem adalah :
𝑄2 (𝑠) 1
= 2
𝑄 (𝑠) 𝑅1 𝐶1 𝑅2 𝐶2 𝑠 + (𝑅1 𝐶1 + 𝑅2 𝐶2 + 𝑅2 𝐶1 ) 𝑠 + 1

Gambar 4-2

Ini adalah untuk mendapatkan Persamaan (4-7), fungsi transfer dari system yang berinteraksi
dengan pengurangan blok diagram. Dari Persamaan (4-3) hingga (4-6), kita memperoleh elemen blok
diagram seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4–3 (a). Dengan menghubungkan sinyal yang benar, kita
dapat membuat blok diagram, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4–3 (b). Blok diagrma ini dapat
disederhanakan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4–3 (c). Penyederhanaan lebih lanjut menghasilkan
Angka 4–3 (d) dan (e). Gambar 4–3 (e) setara dengan Persamaan (4-7).

4
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005

Note Gambar (4-3) :


(a) Elemen system dari blok diagram pada Gambar 4–2
(b) memblokir diagram dari sistem
(c) - (e) pengurangan berturut-turut dari diagram blok

4. 3 PNEUMATIC SYSTEMS (Sistem Pneumatik)

Perbandingan Antara Sistem Pneumatik dan Sistem Hidraulik. Cairan ditemukan dalam sistem
pneumatik adalah udara; dalam sistem hidraulik adalah minyak. Terutama berbeda dari sifat cairan yang
terlibat yang menjadi ciri perbedaan antara dua sistem. Perbedaan nya adalah sebagai berikut:
1. Udara dan gas dapat ditekan, sedangkan minyak tidak dapat ditekan (kecuali pada tekanan tinggi).
2. Udara tidak memiliki sifat pelumas dan selalu mengandung uap air. Minyak berfungsi sebagai cairan
hidrolik serta pelumas.
3. Tekanan operasi normal sistem pneumatik sangat jauh lebih rendah dari sistem hidrolik.
4. Kekuatan output sistem pneumatik jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sistem hidrolik.
5. Akurasi aktuator pneumatik buruk pada kecepatan rendah, sedangkan akurasi aktuator hidrolik
dapat dibuat pada semua kecepatan.
6. Dalam sistem pneumatik, kebocoran eksternal diizinkan hingga batas tertentu, tetapi kebocoran
internal harus dihindari karena perbedaan tekanan efektif yang kecil. Dalam sistem hidraulik,
kebocoran internal diperbolehkan hingga batas tertentu, tetapi kebocoran eksternal harus
dihindari.
7. Tidak ada pipa balik yang diperlukan dalam sistem pneumatik ketika udara digunakan, sedangkan
itu selalu dibutuhkan dalam sistem hidrolik.
8. Suhu operasi normal untuk sistem pneumatik adalah 5 ° hingga 60 ° C (41 ° hingga 140 ° F). Namun,
sistem pneumatik dapat dioperasikan dalam suhu 0 ° hingga 200 ° C (32 ° hingga 392 ° F) . Sistem
pneumatik tidak peka terhadap perubahan suhu, berbeda dengan sistem hidrolik, di mana gesekan
cairan karena viskositas sangat bergantung pada suhu. Suhu operasi normal untuk sistem hidrolik
adalah 20 ° hingga 70 ° C (68 ° hingga 158 ° F).
9. Sistem pneumatik tahan api dan tahan ledakan, sedangkan sistem hidraulik tidak, kecuali
menggunakan cairan yang tidak mudah terbakar.

Sistem tekanan ditunjukkan pada Gambar 4–4 (a). Gas yang mengalir melalui pembatasan adalah
fungsi dari perbedaan tekanan gas pi-po. Seperti sistem tekanan dapat ditandai dengan hal resistensi dan
kapasitansi.
Ketahanan aliran gas R dapat ditentukan sebagai berikut :

5
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 𝑖𝑛 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒 𝑑𝑖𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑐𝑒 , 𝑙𝑏𝑓 / 𝑓𝑡 2
𝐶=
𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 𝑖𝑛 ℎ𝑒𝑎𝑑 , 𝑙𝑏/ 𝑠𝑒𝑐
atau
𝑑 (∆𝑃) (4-8)
𝑅=
𝑑𝑞

Kapastitas bejana tekan dapat ditentukan oleh :


𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 𝑖𝑛 𝑔𝑎𝑠 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 , 𝑙𝑏
𝐶=
𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒 𝑖𝑛 𝑔𝑎𝑠 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒 , 𝑙𝑏𝑓 / 𝑓𝑡 2 𝑐
Atau
𝑑𝑚 𝑑𝑝
𝐶= =𝑉= (4-9)
𝑑𝑝 𝑑𝑝

Note Gambar 4-4 :


(a) Skema diagram dari Sistem Tekanan
(b) Perbedaan tekanan dibandingkan kurva tingkat aliran

Dimana :
 𝐶 = kapasitansi, lb − 𝑓𝑡 2 /𝑙𝑏𝑓  𝑉 = volum bejana, 𝑓𝑡 3
 𝑚 = massa gas dalam bejana, lb  𝜌 = massa jenis, 𝑙𝑏/ 𝑓𝑡 3
 𝑝 = tekanan gas, 𝑙𝑏𝑓 / 𝑓𝑡 2
Kapasitansi sistem tekanan tergantung pada jenis proses ekspansi yang terlibat. Kapasitansi dapat
dihitung dengan menggunakan hukum gas ideal. Jika ekspansi gas proses adalah polytropic dan perubahan
keadaan gas adalah antara isotermal dan adiabatik, maka :
𝑉 𝑛 𝑝
𝑝 (𝑚) = 𝑝𝑛 = konstan = K (4-10)

Dimana n = eksponen polytropic


Untuk gas ideal,
𝑅̅
𝑝𝑣̅ = 𝑅̅ 𝑇 atau 𝑝𝑣 = 𝑇
𝑀

Dimana : 𝑝 = tekanan mutlak, 𝑙𝑏𝑓 / 𝑓𝑡 2


𝑣̅ = volum yang ditempati oleh 1 mol gas, 𝑓𝑡 3 /𝑙𝑏 − mol
𝑅̅ = konstanta gas universal, 𝑓𝑡 − 𝑙𝑏𝑓 /𝑙𝑏 − mol°R
𝑇 = suhu absolut, °R
𝑣 = volum gas tertentu, 𝑓𝑡 3 /𝑙𝑏
𝑀 = berat molekul gas per mol, 𝑙𝑏 /𝑙𝑏 − 𝑚𝑜𝑙

𝑝 𝑅̅
Maka, 𝑝𝑣 = 𝜌 = 𝑀 𝑇 = 𝑅𝑔𝑎𝑠 𝑇 (4-11)

6
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
Dimana 𝑅𝑔𝑎𝑠 = konstanta gas, ft − lb𝑓 / 𝑙𝑏°R
Eksponen polytropic n adalah kesatuan untuk ekspansi isotermal. Untuk ekspansi adiabatik, n
sama dengan rasio spesifik heat 𝑐𝑝 ⁄𝑐𝑣 , di mana 𝑐𝑝 adalah panas spesifik pada tekanan konstan
dan 𝑐𝑣 adalah panas spesifik pada volume konstan. Dalam banyak kasus praktis, nilai dari n kira-kira
konstan, dan dengan demikian kapasitansi dapat dianggap konstan
Nilai 𝑑𝑝 ⁄𝑑𝜌 diperoleh dari Persamaan (4-10) dan (4-11). Dari Persamaan (4–10) maka :
𝑑𝜌 1 𝜌𝑛 𝜌
𝑑𝑝 = 𝐾𝑛𝑝𝑛−1 𝑑𝜌 = 𝐾𝑛𝑝𝑛−1 = 𝑝𝑛𝑝𝑛−1 = 𝑝𝑛
𝑑𝑝
Substitusi persamaan (4-11) ke persamaan terakhir, maka :
𝑑𝜌 1
=
𝑑𝑝 𝑛𝑅𝑔𝑎𝑠 𝑇
Kapasitansi C kemudian diperoleh :
1
𝐶=
𝑛𝑅𝑔𝑎𝑠 𝑇

Kapasitansi dari bejana yang diberikan adalah konstan jika suhu tetap konstan. (Eksponen
polytropic n kira-kira 1.0 ~ 1.2 untuk gas dalam logam yang tidak terinsulasi)
Sistem Tekanan. Lihat sistem yang ditunjukkan pada Gambar 4–4 (a). Jika kita asumsukian hanya
untuk penyimpangan kecil dalam variabel dari masing-masing nilai steady-state-nya, maka ini sistem dapat
dianggap linear.

Maka : 𝑃̅ = tekanan gas bejana pada kondisi 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑑𝑦𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒 (sblm perubahan tekanan terjadi), 𝑙𝑏𝑓 / 𝑓𝑡 2
𝑝𝑖 = perubahan kecil dalam tekanan gas 𝑖𝑛𝑓𝑙𝑜𝑤, 𝑙𝑏𝑓 / 𝑓𝑡2
𝑝𝑜 = perubahan kecil tekanan gas dalam bejana, 𝑙𝑏𝑓 / 𝑓𝑡2
𝑉 = volum bejana, 𝑓𝑡3
𝑚 = massa gas dalam bejana, 𝑙𝑏
𝑞 = laju aliran gas, 𝑙𝑏 / sec
𝜌 = massa jenis gas, 𝑙𝑏/ 𝑓𝑡3

Untuk nilai-nilai 𝑝𝑖 dan 𝑝𝑜 , resistansi R yang diberikan oleh Persamaan (4-8) menjadi konstan adalah :
𝑝𝑖 − 𝑝𝑜
𝑅=
𝑞
Kapasitansi C yang diberikan oleh persamaan (4-9), adalah :
𝑑𝑚
𝐶=
𝑑𝑝
Karena tekanan berubah (𝑑𝑝𝑜 ), kapasitansi C sama dengan gas yang ditambahkan selama detik dt, maka :
𝐶𝑑𝑝𝑜 = 𝑞𝑑𝑡
atau
𝑑𝑝𝑜 𝑝𝑖 −𝑝𝑜 𝑑𝑝𝑜
𝐶 𝑑𝑡
= 𝑅
𝑅𝐶 𝑑𝑡
+ 𝑝𝑜 = 𝑝𝑖

Jika 𝑝𝑖 dan 𝑝𝑜 dianggap sebagai input dan output, maka fungsi transfer dari sistem ini :
𝑃𝑜(𝑠) 1
=
𝑃𝑖(𝑠) 𝑅𝐶𝑠 + 1

7
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
Pneumatic Nozzle – Flapper Amplifiers. Diagram skematik pneumatik penguat nozzle – flapper
ditunjukkan pada Gambar 4–5 (a). Suplai tekanan untuk pengontrol adalah 20 psig (1,4 𝑘𝑔𝑓 /𝑐𝑚2 gage).
Diameter lubang adalah 0,01 inci (0,25 mm) dan n nozzle adalah 0,016 inci (0,4 mm). Diameter nozzle harus
lebih besar dari diameter lubang.
Kurva khas yang berkaitan dengan tekanan balik nozzle Pb ke jarak nozzle-flapper X ditunjukkan
pada Gambar 4–5 (b). Penguat nozzle-flapper mengubah perpindahan menjadi sinyal tekanan. Karena
sistem kontrol proses industri memerlukan daya output yang besar untuk mengoperasikan katup penggerak
pneumatik, amplifikasi daya penguat flapper nozzle biasanya tidak mencukupi. Akibatnya, relai pneumatik
sering diperlukan sebagai penguat daya yang kaitannya dengan penguat flapper nozzle.

Gambar (4-5) :
(a) Skema diagram dari nozzle pneumatik–penguat flapper
(b) Karakteristik kurva terkait tekanan balik nozzle dan jarak nozzle-flapper

Pneumatic Relays. Pada prakteknya, di controller pneumatik, penguat nozzle-flapper bertindak


sebagai penguat tahap pertama dan relai pneumatik sebagai tahap kedua penguat. Relai pneumatik mampu
menangani sejumlah aliran udara yang besar.
Diagram skematik relai pneumatik ditunjukkan pada Gambar 4-6 (a). Relay yang ditunjukkan pada
Gambar 4–6 (a) relay tipe bleed, tipe nonbleed ditunjukkan pada Gambar 4–6 (b).
Pada salah satu tipe relay, suplai udara dikontrol oleh katup, yang pada gilirannya dikendalikan
oleh tekanan balik nozzle. Dengan demikian, tekanan balik nozzle diubah menjadi tekanan kontrol dengan
penguatan daya. Karena tekanan kontrol Pc berubah hampir seketika dengan perubahan pada tekanan
balik nozzle, konstanta waktu pneumatik tidak dapat dibandingkan dengan konstanta waktu pengendali
pneumatik dan pabrik yang lebih besar.

Gambar (4-6) :
(a) Skema diagram dari relay tipe bleed
(b) Skema diagram dari relay tipe nonbleed

Gambar (4-7) : Reverse-acting relay

8
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
Perlu diingat bahwa beberapa relay pneumatik adalah Reverse-acting relay. Misalnya, rela yang
ditunjukkan pada Gambar 4–7 adalah Reverse-acting relay. Di sini, karena tekanan balik nozzle Pb
meningkat, katup bola dipaksa menuju bagian yang lebih rendah, sehingga menurunkan tekanan kontrol Pc.

Pneumatic Proportional Controllers (Force-Distance Type). Dua jenis pengendali pneumatik,


yang disebut tipe force-distance dan tipe force-balance, digunakan secara luas dalam industri.
Gambar 4–8 (a) menunjukkan diagram skematik pengontrol proporsional tersebut. Penguat
nozzle– flapper merupakan penguat tahap pertama, dan tekanan balik nozzle dikontrol oleh jarak nozzle–
flapper.
Pada sebagian besar pengendali pneumatik, beberapa jenis umpan balik pneumatik digunakan.
Umpan balik dari output pneumatik mengurangi jumlah gerakan flapper yang sebenarnya. Sebagai ganti
dari memasang flapper pada titik tetap, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-8 (b), itu sering berputar
pada umpan balik dari bawah, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-8 (c). Jumlah umpan balik dapat
diatur dengan mengenalkan hubungan variabel antara umpan balik bawah dan flapper menghubungkan
point. Flapper kemudian menjadi link yang mengambang. Ini dapat dipindahkan oleh kedua error signal dan
sinyal umpan balik.

Gambar (4-8) :
(a) Skema diagram tipe force-distance
dari pengendali proporisonal
pneumatik
(b) Flapper dipasang pada titik tetap
(c) Flapper dipasang pada umpan
balik dari bawah
(d) Perpindahan x sebagai hasil
penambahan dua perpindahan
kecil
(e) Blok diagram untuk pengontrol
(f) Blok diagram yang
disederhanakan untuk pengontrol

Perpindahan dari bawah sama dengan 𝑌̅ perpindahan dari diafragma sama dengan 𝑍̅ tekanan
balik nozzle sama dengan Pb dan tekanan kontrol sama dengan Pc. Ketika ada sebuah kesalahan penggerak,
jarak nozzle-flapper, perpindahan dari bawah, perpindahan dari diafragma, tekanan balik nozzle, dan
tekanan kontrol menyimpang dari masing-masing nilai ekuilibrium. Ddeviasi menjadi x, y, z, pb, dan pc.

9
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
Dengan asumsi bahwa hubungan antara variasi dalam tekanan balik nozzle dan variasi dalam jarak
nozzle-flapper linear, maka :
𝑃𝑏 = 𝐾1 𝑥 (4-13)
dimana K adalah konstanta positif. Untuk katup diafragma
𝑃𝑏 = 𝐾2 𝑧 (4-14)
dimana K2 merupakan konstanta positif. Posisi katup diafragma menentukan tekanan kontrol. Jika katup
diafragma sedemikian sehingga hubungan antara Pc dan z adalah linear, maka
𝑃𝑏 = 𝐾3 𝑧 (4-15)
dimana K3 merupakan konstanta positif. Dari Persamaan (4–13), (4–14), dan (4–15), diperoleh :
𝐾3 𝐾1 𝐾3 (4-16)
𝑃𝑐 = 𝑃𝑏 = 𝑥 = 𝐾𝑥
𝐾2 𝐾2
di mana 𝐾 = 𝐾1 𝐾3 / 𝐾2 adalah konstanta positif. Untuk flapper, karena ada dua kecil gerakan (e dan y)
dalam arah yang berlawanan, kita dapat melihat gerakan semacam itu secara terpisah dan tambahkan hasil
dari dua gerakan menjadi satu perpindahan 𝑥. Lihat Gambar 4–8 (d). Jadi, untuk gerakan flapper :
𝑏 𝑎 (4-17)
𝑥= 𝑒− 𝑦
𝑎+𝑏 𝑎+𝑏
Dari bawah bertindak seperti pegas, dan persamaan berikut berlaku:
𝐴𝑃𝑐 = 𝐾𝑠 𝑦 (4-18)

di mana A adalah area efektif dari bawah dan 𝐾𝑠 adalah konstanta pegas yang setara— yaitu, kekakuan
karena aksi sisi bergelombang dari bawah. Dengan asumsi bahwa semua variasi dalam variabel berada
dalam rentang linier, kita dapat memperoleh diagram blok untuk sistem ini dari Persamaan (4–16), (4–17),
dan (4–18) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4–8 (e). Dari Gambar 4–8 (e), dapat dilihat dengan jelas
bahwa pengendali pneumatikditunjukkan pada Gambar 4–8 (a) sendiri adalah sistem umpan balik. Fungsi
transfer antara 𝑃𝑐 dan 𝑒 diberikan oleh :
𝑏
𝑃𝑐 (𝑠) 𝐾
𝑎+𝑏
= 𝑎 𝐴 = 𝐾𝑝 (4-19)
𝐸 (𝑠) 1+𝐾
𝑎+𝑏 𝐾𝑠
Blok diagram yang disederhanakan ditunjukkan pada Gambar 4–8 (f). Karena 𝑃𝑐 dan 𝑒 proporsional,
pengendali pneumatik yang ditunjukkan pada Gambar 4–8 (a) adalah pengontrol proporsional pneumatik.
Seperti yang terlihat dari Persamaan (4-19), keuntungan dari kontroler proporsional pneumatik sangat
bervariasi dengan menyesuaikan flapper yang menghubungkan antar hubungan. [Flapper yang
menghubungkan antar hubungan tidak ditunjukkan pada Gambar 4-8 (a).] Dalam kebanyakan pengendali
proporsional komersial yang menyesuaikan tombol atau mekanisme lain disediakan untuk memvariasikan
gain dengan menyesuaikan hubungan ini.
Seperti disebutkan sebelumnya, error signal penggerak memindahkan flapper ke satu arah, dan
umpan balik dari bawah memindahkan flapper ke arah sebaliknya, tetapi ke tingkat yang lebih kecil

10
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
Gambar (4-9) :
(a) Pengontrol pneumatik tanpa mekanisme umpan balik
(b) Kurva 𝑃𝑏 ke 𝑋 dan 𝑃𝑐 ke 𝑋

Pengontrol pneumatik yang tidak memiliki mekanisme umpan balik [yang berarti satu ujung
flapper sudah diperbaiki, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-9 (a)] memiliki sensitivitas tinggi dan
disebut pneumatic two-position controllers or pneumatic on–off controllers. Dalam pengendali seperti itu,
hanya gerakan kecil antara nozzle dan flapper yang diperlukan untuk memberi perubahan lengkap dari
maksimum ke tekanan kontrol minimum. Kurva yang berhubungan dengan 𝑃𝑏 ke 𝑋 dan 𝑃𝑐 ke 𝑋 ditunjukkan
pada Gambar 4-9 (b).

Pneumatic Proportional Controllers (Force-Balance Type). Gambar 4–10 menunjukkan diagram


skematis dari force-balance type pengendali proporsional pneumatik. Kontrol semacam itu disebut stack
controllers. Prinsip dasar operasi tidak berbeda dari force-distance tipe pengontrol. Keuntungan utama dari
kontroler jenis force-balance adalah bahwa ia menghilangkan banyak hubungan mekanis dan pivot join,
sehingga mengurangi efek gesekan.
Dalam hal berikut, kita akan mempertimbangkan prinsip dari kontroler jenis force-balance. Dalam
pengontrol yang ditunjukkan pada Gambar 4–10. Perhatikan bahwa pengontrol pneumatik tipe force-
balance hanya beroperasi pada sinyal tekanan. Oleh karena itu, perlu untuk mengkonversi input referensi
dan output sistem ke sinyal tekanan yang sesuai.

Gambar (4-10) : Skema diagram force-balance type pengendali proporsional pneumatik

Pengoperasian pengendali tipe kekuatan-keseimbangan yang ditunjukkan pada Gambar 4–10


dapat diringkas sebagai berikut: udara 20-psig dari aliran udara mengalir melalui lubang, menyebabkan
penurunan tekanan di ruang bawah. Udara di bagian ini lolos ke atmosfer melalui nozzle. Aliran melalui
nozzle tergantung pada celah dan tekanan jatuh melewatinya. Peningkatan tekanan input referensi Pr,
sedangkan tekanan output Po tetap sama, menyebabkan batang katup bergerak ke bawah, mengurangi
celah antara nozzle dan diafragma flapper. Hal ini menyebabkan tekanan kontrol meningkatkan. Maka :
𝑃𝑒 = 𝑃𝑟 − 𝑃𝑜 (4-20)
Jika 𝑃𝑒 = 0, ada keadaan ekuilibrum dengan jarak nozzle–flapper sama dengan 𝑋̅ dan tekanan control sama
dengan 𝑃̅𝑐 . Pada keadaan ekuilibrum , 𝑃1 = 𝑃̅𝑐 𝑘 (dimana k < 1)

𝑋̅ = 𝛼 (𝑃̅𝑐 𝐴1 − 𝑃̅𝑐 𝑘𝐴1 ) (4-21)


Asumsikan 𝑃𝑒 ≠ 0 dan tetapkan variasi kecil dalam jarak nozzle–flapper dan tekanan control sebagai x & Pc
𝑋̅ + 𝑥 = 𝛼[ (𝑃̅𝑐 + 𝑃𝑐 )𝐴1 − (𝑃̅𝑐 + 𝑃𝑐 )𝑘𝐴1 − 𝑃𝑒 (𝐴2 − 𝐴1 )] (4-22)
Dari persamaan (4-21) dan (4-22), dihasilkan :
(4-23)
11
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
𝑥 = [𝑃𝑐 (1 − 𝑘)𝐴1 − 𝑃𝑒 (𝐴2 − 𝐴1 )]

Pada titik ini, kita harus memeriksa kuantitas x. Dalam desain pengendali pneumatik,jarak nozzle–
flapperdibuat cukup kecil. Mengingat bahwa x / 𝛼 lebih kecil dari 𝑃𝑐 (1 − 𝑘) atau 𝑃𝑒 (𝐴2 − 𝐴1 ), 𝑃𝑒 ≠ 0
𝑥 𝑥
𝛼
≪ 𝑃𝑐 (1 − 𝑘)𝐴1 dan 𝛼
≪ 𝑃𝑒 (𝐴2 − 𝐴1 )

Persamaan (4–23) kemudian dapat ditulis ulang menjadi:


𝑃𝑐 (1 − 𝑘)𝐴1 = 𝑃𝑒 (𝐴2 − 𝐴1 )
dan fungsi transfer antara pc dan pe menjadi:
𝑃𝑐(𝑠) 𝐴2 − 𝐴1 1
= = 𝐾𝑝
𝑃𝑒(𝑠) 𝐴1 1−𝑘

Pneumatic Actuating Valves. Salah satu karakteristik kontrol pneumatik adalah hampir secara
eksklusif menggunakan katup penggerak pneumatik. Sebuah katup penggerak pneumatik dapat
memberikan output daya yang besar. Dalam katup penggerak pneumatik praktis, karakteristik katup
mungkin tidak linier; yaitu, aliran mungkin tidak berbanding lurus dengan katup posisi batang, dan juga
mungkin ada efek nonlinier lainnya, seperti histeresis.
Dalam analisis pada gambar 4-11, akan dipertimbangkan variasi kecil dalam variabel dan ukuran
katup penggerak pneumatik. Perubahan kecil dalam gaya tekanan pneumatik diterapkan pada reposisi
diafragma beban, yang terdiri dari pegas, gesekan viskos, dan massa, persamaan gaya-keseimbangan :
𝐴𝑃𝑐 = 𝑚𝑥̈ + 𝑏𝑥̇ + 𝑘𝑥
Jika gaya karena massa dan gesekan kental sangat kecil, maka persamaan dapat disederhanakan menjadi
𝐴𝑃𝑐 = 𝑘𝑥
Maka fungsi transfer antara x dan Pc , menjadi :
𝑋(𝑠) 𝐴
𝑃𝑐 (𝑠)
= 𝐾 = 𝐾𝑐

Gambar (4-11) :
(a) Skema diagram pneumatik katup penggerak

Prinsip Dasar untuk Memperoleh Derivative Control Action. Prinsip dasar untuk menghasilkan
tindakan kontrol yang diinginkan adalah memasukkan invers dari fungsi transfer yang diinginkan di jalur
umpan balik. Untuk sistem yang ditunjukkan pada Gambar 4-12, fungsi transfer loop tertutup adalah :
𝐶(𝑠) 𝐺(𝑠)
=
𝑅(𝑠) 1 + 𝐺(𝑠) 𝐻(𝑠)
Jika ⃒ 𝐺(𝑠) 𝐻(𝑠)⃒ ≫ 1 , maka C(s) / R(s) , dapat dibuat menjadi :
𝐶(𝑠) 1
=
𝑅(𝑠) 𝐻(𝑠)

12
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
Jadi, jika diinginkan proportional-plus-derivative control action, kita masukkan elemen yang memiliki fungsi
transfer 1 / (Ts + 1) di jalur umpan balik :

Gambar (4-12) : Sistem Kontrol

Gambar (4-13) :
(a) Pneumatic proportional controller
(b) Blok diagram kontroler

Pengendali pneumatik diperlihatkan pada Gambar 4–14 (a). Menghitung perubahan kecil dalam
kesalahan penggerakkan, jarak nozzle-flapper, dan tekanan kontrol, pengoperasian kontroler ini adalah :

Gambar (4-14) :
(a) Pneumatic proportional-
plusderivative
(b) Langkah perubahan pada e
yang sesuai dengan perubahan
dalam x dan pc yang diplot ke t
(c) Blok diagram kontroler

Fungsi transfer antara pc dan e dapat diperoleh dari diagram blok sebagai berikut:

13
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
𝑏
𝑃𝑐 (𝑠) 𝐾
= 𝑎 + 𝑏
𝐸(𝑠) 1 + 𝐾𝑎 𝐴 1
𝑎 + 𝑏 𝑘𝑠 𝑅𝐶𝑠 + 1

Dalam pengontrol seperti itu, gain loop ⃒𝐾𝑎 𝐴/[(𝑎 + 𝑏)𝑘𝑠 (𝑅𝐶𝑠 + 1)]⃒ dibuat jauh lebih besar dari
kesatuan. Dengan demikian fungsi transfer Pc(s) / E(s) dapat disederhanakan menjadi:
𝑃𝑐 (𝑠)
= 𝐾𝑝 (1 + 𝑇𝑑 𝑆)
𝐸(𝑠)
𝑏𝑘
Dimana : 𝐾𝑝 = 𝑎𝐴𝑠 , 𝑇𝑑 = 𝑅𝐶

Memperoleh Pneumatic Proportional-Plus-Integral Control Action. Pengontrol proporsional


ditunjukkan pada Gambar 4-13 (a). Dengan memperhatikan perubahan kecil dalam variabel, kita dapat
menunjukkan bahwa penambahan umpan balik positif yang tertunda akan memodifikasi ini pengontrol
proporsional ke pengontrol proporsional-plus-integral, atau pengontrol PI. Pengendali pneumatik
ditunjukkan pada Gambar 4-15 (a)

Gambar (4-15) :
(a) Pneumatic proportional-plusintegral
controller
(b) Langkah perubahan pada e yang sesuai
dengan perubahan dalam x dan pc yang
diplot ke t
(c) Blok diagram kontroler
(d) Blok diagram yang disederhanakn

Fungsi transfer dari kontroler ini

14
Pemodelan dan Simulasi
Muhammad Syawgie B 2212161005
𝑏
𝑃𝑐 (𝑠) 𝐾
= 𝑎 + 𝑏
𝐸(𝑠) 1 + 𝐾𝑎 𝐴 (1 − 1
)
𝑎 + 𝑏 𝑘𝑠 𝑅𝐶𝑠 + 1

Dimana K = konstan, A adalah area bawah, 𝑘𝑠 adalah konstanta pegas yang setara dari gabungan bawah.
.Jika ⃒𝐾𝑎 𝐴𝑅𝐶𝑠/[(𝑎 + 𝑏)𝑘𝑠 (𝑅𝐶𝑠 + 1)]⃒ ≫ 1. Dengan demikian fungsi transfer dapat disederhanakan
menjadi:
𝑃𝑐 (𝑠) 1
= 𝐾𝑝 (1 + )
𝐸(𝑠) 𝑇𝑖 𝑆

Memperoleh Pneumatic Proportional-Plus-Integral-Plus-Derivative Control Action. Kombinasi


pengendali pneumatik ditunjukkan pada Gambar 4–14 (a) dan 4–15 (a) menghasilkan pengontrol derivatif-
plus-integral-plus-derivatif, atau kontroler PID. Gambar 4–16 (a) menunjukkan diagram skematis dari
kontroler semacam itu. Gambar 4–16 (b) menunjukkan diagram blok pengendali ini dengan asumsi variasi
kecil dalam variabel.

Gambar (4-15) :
(a) Pneumatic proportional-plusintegral Plus
derivative controller
(b) Blok diagram kontroler

Fungsi transfer dari kontroler ini


𝑏𝐾
𝑃𝑐 (𝑠) 𝑎+𝑏
=
𝐸(𝑠) 𝐾𝑎 𝐴 (𝑅𝑖 𝐶 − 𝑅𝑑 𝐶)𝑠
1+
𝑎 + 𝑏 𝑘𝑠 (𝑅𝑑 𝐶𝑠 + 1) (𝑅𝑖 𝐶𝑠 + 1)

Dimana : 𝑇𝑖 = 𝑅𝑖 𝐶 , 𝑇𝑑 = 𝑅𝑑 𝐶

Note dibawah operasi normal ⃒𝐾𝑎 𝐴 (𝑇𝑖 − 𝑇𝑑 )𝑠/[(𝑎 + 𝑏)𝑘𝑠 (𝑇𝑑 𝑠 + 1)( 𝑇𝑖 𝑠 + 1)]⃒ ≫ 1 dan 𝑇𝑖 ≫ 𝑇𝑑

𝑃𝑐 (𝑠) 1
= 𝐾𝑝 (1 + + 𝑇𝑑 𝑆)
𝐸(𝑠) 𝑇𝑖 𝑆

15

You might also like