Professional Documents
Culture Documents
Tinjauan Pustaka Bab 2-1
Tinjauan Pustaka Bab 2-1
TINJAUAN PUSTAKA
Crude-oil berasal dari kata petroleum dalam bahasa Yunani berarti minyak
karang (rock oil). Crude oil atau minyak mentah merupakan campuran kompleks
dari beberapa senyawa organik rantai pendek sampai rantai panjang yang
terdiri dari campuran molekul hidrokarbon mulai dari rantai C1 sampai dengan
C60. Molekul hidrokarbon C1 sampai C4 berupa fasa gas, rantai C5 sampai C19
cair, dan C19 sampai C60 padat. Senyawa lain hidrokarbon yang terdapat dalam
crude oil adalah sulfur, niotrogen, oksigen, trace metal ( Ni, Fe, V, Hg, As, Ag,
Al, Ca, Cd, Cr, Cu, Fe, K, Mg, Mn, Na, Pb, Sn, Zn, dan Si), kaolinite,
montmorillonite, garam, (NaCl, MgCl2, CaCl2, KCl, MgCl2.6H2O). Umumnya
persentase atom di dalam crude oil tersusun atas (83-87)% karbon, (11-15)%
hidrogen, nitrogen (0,1-2)%, oksigen (0,05-1,5)%, dan logam (0,05-6,0)%.
Berdasarkan perbedaan sifat kelarutan dan kepolarannya, senyawaan
hidrokarbon dalam crude oil terbagi atas 4 kelompok yaitu saturates, aromatik,
resin, dan ashphaltene. Kelompok pertama senyawaan dalam minyak mentah
adalah kelompok saturated yang merupakan hidrokarbon parafinik (alkana) yang
dapat berupa alkana rantai lurus atau bercabang dan alkana siklis. Contoh
saturates adalah metana, propana, n-heptana, siklopentana, dan wax. Kelompok
senyawaan kedua adalah kelompok aromatis yaitu senyawa hidrokarbon yang
memiliki cincin aromatis. Contoh senyawaan hidrokarbon aromatis yaitu benzena
dan naftalena. Kelompok senyawaan ketiga adala resin yang merupakan
hidrokarbon kompleks terdiri dari gugus alkil rantai panjang, cincin aromatik
yang rapat dan cincin naftenik. Resin merupakan fraksi minyak mentah yang
mengandung molekul polar heteroatom yang mengandung nitrogen, oksigen, atau
sulfur. Resin merupakan fraksi yang larut dalam alkana rantai pendek seperti
pentana, dan heptana, tetapi tidak larut dalam propana cair.
Kelompok senyawaan kempat adalah asphaltene yang merupakan fraksi
minyak mentah mengandung molekul polar serupa dengan resin tetapi memiliki
berat molekul yang lebih besar biasanya antara 500-1500 g/mol. Asphaltene tidak
larut dalam alkana rantai pendek seperti pentana, heksana, atau heptana, tetapi
larut dalam pelarut aromatis seperti toluena dan benzena. Fraksi asphaltene
mengandung persentase heteroatom lebih besar dibanding resin, dimana
asphaltene mengandung O, S, N dan konstituen organometalik Ni, V, Fe. Molekul
asphaltene dalam minyak mentah membentuk suspensi koloid yang disolvasi oleh
resin. Asphaltene berada dalam bentuk suspensi mikrokoloid dengan ukuran
partikel sekitar 3 nm. Setiap partikel tersebut merupakan monomer asphaltene
yang berisi satu atau lebih klaster aromatik. Apabila molekul resin teradsorbsi
pada monomer asphaltene maka akan terbentuk suspensi koloidal yang stabil
karena resin dapat mensolvasi monomer asphaltene menghasilkan efek stabillitasi
koloid. Asphaltene didalam crude oil dapat bersifat sebagai emulsifier alami
sehingga dapat membentuk emulsi dalam crude oil.
2.2 Emulsi
Pengertian emulsi, yaitu air dalam minyak berada dalam dua bentuk yaitu
free water (air yang langsung memisah dari fluida dalam waktu beberapa menit)
dan emulsion water (air yang teremulsi dan baru terpisah setelah beberapa jam
hingga beberapa minggu).
Emulsi adalah dua cairan yang pada kondisi alamiahnya tidak saling
bercampur namun pada suatu kondisi menyatu menjadi satu fasa. Emulsi juga
didefinisikan sebagai disperse koloid dimana droplet (titik kecil) dari salah
satu fasa terdispersi pada fasa lainnya (Kokal, 2005). Maka dapat didefinisikan
bahwa emulsi merupakan campuran dari macam cairan yang dalam kondisi
normal dapat bercampur, dimana dalam emulsi ini salah satu cairan dihamburkan
dalam cairan yang lain dalam bentuk butiran- butiran yang sangat kecil
(Wahyuni, 2001).
Ada dua jenis emulsi yaitu emulsi air dalam minyak dan emulsi
minyak dalam air. Gambar 2.1 sebelah kiri adalah ilustrasi emulsi air dalam
minyak (fasa yang lebih banyak adalah minyak, air sebagai pengotor) dan gambar
sebelah kanannya adalah emulsi minyak dalam air (air sebagai fasa yang lebih
banyak).
Gambar 1. Ilustrasi emulsi air dalam minyak, W/O emulsion: water in oil
(kiri) dan minyak dalam air, O/W emulsion: oil in water (kanan), (Kokal, 2005).
2.3 Surfaktan
Surfaktan merupakan substansi yang ada dalam sebuah sistem dengan
konsentrasi rendah. Surfaktan teradsorpsi pada antarmuka atau permukaan dan
mengubah derajat energi bebas permukaan atau antarmuka tersebut. Energi bebas
antarmuka adalah energi minimum yang dibutuhkan untuk membentuk antarmuka
(Rosen, 2004). Dalam struktur molekulnya, surfaktan memiliki dua gugus polar
dan non polar. Gugus polar memperlihatkan affinitas (daya ikat) yang kuat
terhadap fasa polar, contohnya air, sehingga sering disebut gugus hidrofilik.
Sedangkan gugus non polar (gugus hidrofobik atau lipofilik) memperlihatkan
affinitas (daya ikat) yang kuat terhadap fasa non polar (Rosen, 2004; Schramm
dan Marangoni, 2010). Surfaktan sering diberi nama sesuai dengan tujuan
penggunaannya yaitu sabun, deterjen, zat pembasah (wetting agent), pendispersi,
pengemulsi, pembusa, bakterisida, inhibitor korosi, dan agen antistatis (Salager,
2002).
Surfaktan yang teradsorpsi pada antarmuka mempengaruhi kestabilan emulsi
dengan menurunkan tegangan antarmuka serta meningkatkan elastisitas dan
viskositas antarmuka. Emulsi yang distabilkan emulsifier berbasis campuran
surfaktan menghasilkan emulsi yang lebih stabil dibandingkan emulsi yang
distabilkan emulsifier berbasis surfaktan tunggal. Hal ini karena emulsifier
berbasis campuran surfaktan dapat membentuk sebuah kompleks agregat yang
rigid pada antarmuka sehingga menghasilkan film antarmuka yang sangat kuat
dan tegangan antarmuka yang rendah (Gerrard, 2010).
Jenis – Jenis Surfaktan
Berdasarkan sifat gugus hidrofiliknya, surfaktan diklasifikasikan ke dalam empat
jenis (Perkins, 1998), yaitu sebagai berikut :
Surfaktan anionik
Surfaktan anionik adalah surfaktan yang gugus hidrofiliknya bermuatan negatif,
misalnya alkil benzen sulfonat (detergen), fatty acid, lauril sulfat (foaming agent),
dialkil sulfosuksinat (wetting agent), lignosulfonat (dispersant).
Surfaktan kationik
Surfaktan kationik adalah surfaktan yang gugus hidrofiliknya bermuatan positif.
Misalnya garam amina rantai panjang dan amonium klorida kuarterner
Surfaktan nonionik
Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang gugus hidrofiliknya tidak bermuatan.
Misalnya asam lemak rantai panjang monogliserida, sorbitan mono-oleat, Tween
80, polyoxyethylenated alkylphenol dan polyoxyethylenated alcohol.
Surfaktan amfoterik/Zwitterionik
Surfaktan amfoterik/Zwitterionik adalah surfaktan yang memilki dua gugus fungsi
positif dan negatif dalam satu struktur, bentuk muatan akhir surfaktan jenis ini
tergantung pada pH medium. Misalnya asam amino rantai panjang dan
sulfobetaine
2.4 Aplikasi Surfaktan dalam Industri Perminyakan
2.5 Demulsifikasi
2. Penggabungan
1. Metode Fisis
2. Metode Kimia
3. Metode listrik.
2.8 Hipotesa
Penambahan demulsifier terhadap crude oil dengan mengoptimalkan dosis
demulsifier serta penyesuaian suhu sesuai lokasi pengeboran, diharapkan
diperoleh minyak mentah dengan %BS&W dibawah 0.5%.