Professional Documents
Culture Documents
Tugas Perkot Nuur Awaliyah 08161061
Tugas Perkot Nuur Awaliyah 08161061
Tugas Perkot Nuur Awaliyah 08161061
1
2018
REVIEW LAPORAN PENDAHULUAN
RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) BWP KECAMATAN NGRAMBE
KABUPATEN NGAWI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010-2030
BAB I
BAB II
1
Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus, 1999), yang mengatakan
bahwa kota yang besar mempunyai kecenderungan berkembang kearah luar disemua
bagian-bagian kota sehingga terlihat struktur kotanya menjadi berlapis.
2. Teori Sektoral (Sector Teory)
Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt, teori ini menyatakan bahwa
pertumbuhan kota lebih mengarah pada sektor-sektor wilayah.
3. Teori Ganda (Multiple Nucleus Teory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Harris dan
Ullman berpendapat pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi suatu
perkembangan wilayah yang lebih kompleks. Hal tersebut disebabkan oleh munculnya
inti-inti baru yang berfungsisebagai kutub pertumbuhan.
4. Teori Konsektoral (Tipe Eropa)
Teori konsektoral tipe eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada tahun 1965
dengan mengambil lokasi penelitian di Inggris. Teori ini mencoba menggabungkan teori
konsentris dan sektoral, namun penekanan konsentris lebih ditonjolkan.
5. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry
Ford pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di wilayah Amerika Latin.
6. Teori Poros
Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada peranan
transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan kota.
7. Teori Historis
Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada kenyataan historis
yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di dalam kota.
B. Teori Kependudukan
Penduduk dapat diartikan sebagai semua orang yang berdomisili di wilayah
geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Adapun pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh
tiga komponen yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Terdapat 3 teori kependudukan
diantaranya kelompok pertama terdiri dari penganut aliran Malthusian. Aliran Malthusian
dipelopori oleh Thomas Robert Malthus yang menyatakan bahwa penduduk (seperti juga
tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, maka perberkembang biakan
dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini, dan
aliran Neo Malthusian dipelopori oleh Garreth Hardin dan Paul Ehrlich berpendapat bahwa
bahwa dunia saat ini sudah tidak mampu menampung jumlah penduduk yang selalu
bertambah.
2
Kelompok kedua terdiri dari penganut aliran Marxist yang dipelopori oleh Karl Marx
dan Friedrich Engels yang menyatakan bahwa tekanan penduduk yang terdapat di suatu
negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk
terhadap kesempatan kerja. Kelompok ketiga terdiri dari pakar-pakar teori kependudukan
mutakhir yang merupakan reformulasi teori-teori kependudukan yang ada
3
F. Standar Kebutuhan Prasarana Permukiman
Standar kebutuhan prasarana permukiman adalah kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Kebutuhan prasarana ini terkait air bersih, energi dan komunikasi, drainase, jalan,
sistem pembuangan air limbah dan sistem pengelolaan sampah.
G. Penataan Bangunan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, Penataan Bangunan adalah kegiatan
pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau
melestarikan bangunan dan lingkungan/ kawasan tertentu sesuai dengan prinsip
pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara optimal
yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung dan lingkungan. Adapun
hal yang harus diperhatikan pada penataan bangunan yaitu koefisien dasar bangunan,
koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar hijau.
4
2.2 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Menurut Permen PU No. 20 tahun 2011, RDTR atau Rencana Detail Tata Ruang
adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi
dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW
kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun
RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan
perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Berdasarkan Pedoman Penyusunan
RDTR, dalam j/enjang perencanaan tata ruang, Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten
merupakan produk rencana untuk rencana operasional arahan pembangunan kawasan
(operasional action plan), rencana pengembangan dan peruntukan kawasan (area
development plan), panduan untuk rencana aksi dan panduan rancang bangun (urban
design guidelines). Berikut ini kedudukan RDTR dalam Penataan Ruang
Menurut Pedoman RDTR Kabupaten, fungsi dari RDTR untuk mengatur dan menata
kegiatan fungsional yang direncanakan oleh perencanaan ruang diatasnya, dalam
mewujudkan ruang yang serasi, seimbang, aman, nyaman dan produktif. Adapun Kegunaan
dari Rencana Detail Tata Ruang Kota adalah sebagai pedoman untuk pelaksanaan program
pembangunan, pengaturan bangunan setempat, penyusunan rencana teknik ruang kawasan
perkotaan atau rencana tata bangunan dan lingkungan serta pemberian advis planning.
5
2.3 Tinjauan Kebijakan Umum Perencanaan Tata Ruang Kabupaten Ngawi
Tujuan dari penataan ruang wilayah Kabupaten Ngawi adalah “Terwujudnya ruang
wilayah Kabupaten Ngawi sebagai lumbung pertanian Jawa – Bali yang didukung oleh
industri dan perdagangan”. Meningkatnya kegiatan industri dan perdagangan dapat
menunjang perkembangan wilayah dari sektor pertanian, dimana Kabupaten Ngawi akan
dijadikan lumbung pertanian Jawa-Bali. Adapun tujuan penetapan struktur ruang wilayah
Kabupaten Ngawi adalah untuk meningkatkan keserasian ruang Kabupaten Ngawi.
Kebijakan dan strategi penetapan struktur ruang ini meliputi strategi terkait dengan sistem
perkotaan, fungsi wilayah, serta sistem jaringan prasarana wilayah di Kabupaten Ngawi.
Rencana struktur wilayah di Kabupaten Ngawi di bagi menjadi 3 bagian yaitu
pengembangan struktur dan fungsi perkotaan yang mendukung agropolitan dan perikanan,
pembentukan pusat kegiatan yang terintegrasi dan berhirarki di Kabupaten Ngawi yang
mendukung agropolitan dan perikanan beserta industri dan perdagangan dan
pengembanagn sistem agropolitan dan perikanan pada kasawan potensial. Adapun rencana
sistem jaringan prasarana di Kanupaten Ngawi terdiri dari jaringan transportasi udara, darat,
air, telekomunikasi, dan energi/listrik. Rencana jaringan prasarana jalan yaitu
mengembangkan jalan penghubung perdesaan dan perkotaan, yang akan dikembangkan
menjadi jalan tol Ruas Ngawi – Kertosono dan Ruas Solo – Mantingan – Ngawi dan untuk
rencana pengembangan transportasi darat yaitu mengembangkan jalur kereta api komuter
rute Paron – Widodaren dan memperbaiki sarana dan prasarana stasiun dan sub stasiun.
Rencana pengembangan prasarana telekomunikasi yaitu peningkatan jangkauan
pelayanana dan kemudahan mendapatkannya, peningkatan jumlah dan mutu
telekomunikasi tiap wilayah. Rencana sistem jaringan sumber daya air yaitu peningkatan
sistem jaringan pengairan dan pengoptimalisasikan fungsi dan pelayanan prasarana
pengairan. Rencana sistem jaringan prasarana energi/listrik yaitu pengoptimalan tingkat
pelayanan, perluasan jangkauan listrik sampai ke pelosok desa, dan peningkatan kapasitas
dan pelayanan melalui sistem koneksi Jawa-Bali.
Pola ruang wilayah Kabupaten Ngawi mencakup kawasan lindung dan budidaya,
dimana kawasana lindung tidak bolah dialih fungsikan untuk kegiatan budidaya, sedangkan
kawasan budidaya akan dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimum. Dalam pola
ruang terdapat kawasan-kawasan strategis dimana kawasan strategis merupakan kawasan
yang didalamnya berlangsung kegiatan yang mempunya pengaruh besar terhadap tata
ruang wilayah di sekitarnya. Adapun kriteria penetapan kawasan strategis di Kabupaten
Ngawi terdiridari kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
6
BAB III
Kawasan starategis dari sudut ekonomi yaitu akan mengembangkan Kabupaten
Ngawi tepatnya di Kecamatan Ngrambe yaitu menjadi kawasan strategis agropolitan dan
pertanian, dengan menetapakan kawasan tersebut menjadi kawasan agropolitan dan
pertanian dapat menIngkatnya perekonomian masyarakat Kabupaten Ngrambe, dengan
meningkatkan pula sarana dan prasarana yang ada di Kabupaten Ngawi guna untuk
menunjang Kecamatan Ngrambe menjadi kawasaan agropolitan dan perikanan. Kawasan
strategis dari sosial yaitu, adanya menentapkan batas pengaruh kawasan di Kabupaten
Ngawi, menetapkan pola pemanfaatan lahan, sesuai dengan fungsi dan peran masing-
masing kawasan, dan meningkatkan kawasan sejarahyang ada di Kabupaten Ngrambe.
Kawasan strategis dan lingkungan yaitu, melindungi ekosistem lingkungan hidup dengan
cara yaitu melarang adanya alihfungsi lahan dan penerapan teknologi tepat guna untuk
pendukung pencegahan bencana alam.
Berdasarkan kebijakan pengembangan wilayah perencanaan, dapat dilakukan
penyusunan RDTR dengan beberapa tujuan yaitu :
1. Tujuan penetapan BWP ( Badan Wilayah Perkotaan ) merupakan nilai dan/atau kualitas
terukur yang akan dicapai sesuai dengan arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan
dalam RTRW dan merupakan alasan disusunnya RDTR tersebut
2. Rencana pola ruang dalam RDTR merupakan rencana distribusi subzona peruntukan
yang antara lain meliputi hutan lindung, zona yang memberikan perlindungan terhadap
zona dibawahnya, zona perlindungan setempat, perumahan, perdagangan dan jasa,
perkantoran, industri, dan RTNH, ke dalam blok-blok. Rencana pola ruang dimuat
dalam peta yang juga berfungsi sebagai zoning map bagi peraturan zonasi.
Adapun langkah-langkah dalam desain survey dalam RDTR BWP Kecamatan Ngarmbe
Kabupaten Ngawi antara lain yaitu menyusun kawasan BWP, menyusun rencana struktur
ruang, menyususn rencana jaringan prasarana, menentukan kawasan sub BWP yang
merupakan prioritas penanganan, menyusun ketentuan pemanfaatan ruang dan menyusun
peraturan zonasi.