Professional Documents
Culture Documents
Lapsus Fentanyl
Lapsus Fentanyl
FENTANYL
Oleh:
Fachrur Rozi M, S.Ked
111 2015 2204
Pembimbing
dr. Fendy Dwimartyono, Sp.An
Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :
PENDAHULUAN
obat satu sampai dua jam yang biasanya diberikan beberapa saat sebelum tindakan
jumlah anestesi, mengurangi rasa mual muntah pasca bedah, menciptakan amnesia,
Pemakaian Fentanil sebagai obat anestesi intravena saat ini makin banyak
keamanan yang lebih lebar karena dapat mencapai efek opioid yang diinginkan
pada Sistem Saraf Pusat tanpa mendatangkan efek samping yang ditengahi oleh
aksi dari beberapa receptor tipe lain, mekanisme yang berbeda, atau dengan efek-
efek itu sendiri pada beberapa tipe jaringan(Nunn, Utting, Brown, 1989).
atau penurunan volume tidal serta hipotensi tetapi tidak terlalu banyak. Pada
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Maddi
Agama : Islam
Umur : 46 tahun
Alamat : Dusun Datte Enrekang
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Makassar
Status : Sudah Menikah
Tgl. Masuk : 07 Mei 2018
Tgl pemeriksaan : 08 Mei 2018
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan di perut.
Anamnesis Terpimpin :
Informasi mengenai keluhan utama
Keluhan dialami pasien sejak 2 bulan yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Benjolan awalnya hanya sebesar telur, lokasi perut kanan bawah,
sekarang sebesar bola speak. Keluhan disertai rasa nyeri, BAB kurang
lancar. BAK baik dan lancar.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium (12 April 2018)
Darah lengkap (12/4/2018) RS. Ibnu Sina
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
VI. ASSESSMENT
- Open fraktur digiti IV manus sinistra
IX. DIAGNOSA
Open fraktur digiti IV Manus Sinistra
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANALGESIK OPIOID
opium. Opium yang berasal dari getah Papaver Somniferum mengandung sekitar
golongan opioid dibagi menjadi: 1. agonis penuh (kuat), 2. agonis parsial (agonis
lemah sampai sedang), 3. campuran agonis dan antagonis, dan 4. antagonis. Opioid
golongan agonis kuat hanya mempunyai efek agonis, sedangkan agonis parsial
Ada 3 jenis utama reseptor opioid yaitu mu, delta, dan kappa. Ketiga jenis
reseptor ini termasuk pada jenis reseptor yang berpasangan dengan protein G, dan
memiliki subunit tipe: mu1, mu2, delta1, delta2, kappa1 dan kappa2 dan kappa3.
Karena suatu opioid dapat berfungsi sebagai suatu agonis, agonis parsial, atau
antagonis pada lebih dari satu jenis reseptor atau subtipe reseptor maka senyawa
efek sedatif (penenang). Penggunaan opioid harus hati-hati pada anak-anak dan
orang tua karena bisa menimbulkan depresi pusat nafas dan akan semakin parah
kelompok.
3. Derivat sintetik
Morfinans : lavorvanol
Propionanilides : metadon
Tramadol
Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal putih, larut sebagian dalam air, larut baik dalam
alkohol. Fentanil berasal dari kelas terapi analgesik narkotik, serta mempunyai
nama dagang Duragesic dan Fentanyl. Fentanil diindikasikan pada nyeri sebelum
operasi,selama dan paska operasi, penanganan nyeri pada kanker, sebagai suplemen
secara ekstensif untuk anestesia dan analgesia, sering dilakukan dalam ruang
75-125 kali lebih baik daripada Morfin atau 750- 1250 lebih kuat daripada petidin.
Fentanil merupakan sintetik piperidin, tidak ada pelepasan histamine, sangat larut
dalam lemak, dan waktu paruh eliminasi 3-4 jam. Fentanil berinteraksi secara
predominan dengan mu-reseptor opioid. Analog dari Fentanil yaitu alfentanil dan
Sufentanil di mana Sufentanil memiliki potensi lebih baik daripada Fentanil yakni
sebesar 5 sampai 10 kali, dan Sufentanil ini biasanya digunakan di dalam operasi
jantung. Secara klinis, efek farmakologi fentanil digunakan dalam sistem saraf
pusat. Yang biasa terjadi adalah analgesik, pengubahan mood, euforia, disphoria,
1) Farmakokinetik
ionisasi obat. Distribusi fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi
singkat setelah injeksi bolus dengan potensi kira-kira 75-125 kali morfin.
darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif. Eliminasi terutama
oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung pada
aliran darah hepar. Remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot
polos esterase.
Ekskresi melalui urin sebagai metabolit tidak aktif dan obat utuh 2-12%. Pada
melalui urin sebagai metabolit tidak aktif dan obat utuh 2-12%. Pada kerusakan
2) Farmakodinamik
secara langsung, serta serangan atau kejang pada grand mal (Nunn , Utting,
Brown, 1989). Fentanil menekan pusat respirasi, menekan reflek batuk, dan
kontraksi pupil, serta penurunan pada laju nadi. Pada dosis terapi, fentanil
perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah.
dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun.
dalam darah relatif stabil. Pemberian dosis terapi Fentanil pada pasien yang
jalan mungkin menderita sinkop disertai penurunan tekanan darah, tetapi gejala
ini cepat hilang jika penderita berbaring. Sinkop timbul pada penyuntikan cepat
Seperti Morfin, Fentanil dapat menaikkan kadar CO2 darah akibat depresi
napas; kadar CO2 yang tinggi ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak
3) Kontraindikasi
direkomendasikan pada nyeri akut atau paska operasi, nyeri kronis ringan atau
intermiten atau pasien yang belum pernah menggunakan opioid dan toleran
4) Efek Samping
Depresi pernapasan.
kejang.
disorientasi, halusinasi
neuromuscular.
kongestif jantung.
6) Pengaruh
menyusui.
c. Terhadap Anak-anak : Keamanan dan efikasi pada anak-anak belum
7) Parameter Monitoring
8) Bentuk Sediaan
9) Mekanisme Aksi
analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi
pada anak-anak (15-20 μg/Kg) dan dewasa (200-800 μg). Pemberian secara
C. ANTAGONIS OPIOID
banyak efek kecuali bila sebelumnya telah ada efek agonis opioid atau bila
opioid endogen sedang aktif misalnya pada keadaan stres atau syok. Obat ini
prototip antagonis opioid yang relatif murni, demikian pula naltrekson yang
dapat diberikan per oral dan memperlihatkan masa kerja yang lebih lama dari
nalokson. Kedua obat ini merupakan antagonis kompetitif pada reseptor ʋ, k dan
σ, tetapi afinitasnya terhadap reseptor u jauh lebih tinggi. Dalam dosis besar
keduanya memperlihatkan beberapa efek agonis, tetapi efek ini tidak berarti
secara klinis.
analgesik, dan depresi napas mirip efek yang ditimbulkan oleh morfin. Obat-
dosis kecil (0,4-0,8 mg) yang diberikan IM atau IV. Frekuensi napas
dengan depresi napas akibat agonis opioid, efek sedatif dan efek terhadap
ketergantungan fisik akut yang timbul 24 jam setelah morfin dosis besar.
obat yang dapat berat. Gejala ini mirip dengan gejala akibat penghentian
Hal yang sama terjadi terhadap orang dengan ketergantungan fisik terhadap
akibat takar lajak opioid, pada bayi yang baru dilahirkan oleh ibu yang
suatu opioid, dalam hal ini nalokson merupakan obat terpilih. Obat ini juga
terhadap opioid