Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 45

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIK

DISUSUN OLEH :
Gabriela Ellenzy
406152052

PEMBIMBING :
dr. Sunaryo, M. Kes, Sp. S

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 30 OKTOBER 2017 – 2 DESEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TARUMANAGARA
JAKARTA
REKAM MEDIS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Parni
Tanggal Lahir : 01 Juli 1948
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karangwotan 6/2 Pucakwangi, Pati, Jawa Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Pendidikan : SMP
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 30 Oktober 2017

II. ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 2 November 2017, pukul 06.00 WIB secara
autoanamnesis di bangsal Gading.

Keluhan Utama
Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati dibawa oleh keluarganya
dengan keluhan penurunan kesadaran setelah sempat terjatuh 2 jam SMRS.
Keluarga pasien juga mengatakan pasien mengeluhkan nyeri kepala dan tampak
kesakitan selama dibawa ke RSUD RAA Soewondo Pati. Keluhan muntah
disangkal oleh keluarga pasien. Satu minggu sebelumnya, keluarga mengakui
pasien sempat terjatuh, tetapi masih sadar dan dapat berkomunikasi seperti biasa.
Saat itu, pasien mengatakan bahwa kepalanya terasa nyeri dan mual kemudian
pasien dibawa ke Puskesmas terdekat dan dirawat inap di Puskesmas selama 3

2
hari dan diperbolehkan pulang keluhan kelemahan anggota gerak maupun
kesulitan bicara saat seminggu yang lalu disangkal oleh keluarga pasien.
Keluhan kejang, demam, dan sesak disangkal. Riwayat trauma pada kepala
disangkal, kebiasaan konsumsi alkohol dan merokok disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat tekanan darah tinggi : (+) 1 tahun, jarang kontrol
 Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
 Riwayat kencing manis : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat keganasan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat mengalami keluhan yang sama : disangkal
 Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
 Riwayat kencing manis : disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat untuk mengatasi hipertensinya. Riwayat
mengkonsumsi obat rutin disangkal. Riwayat alergi obat disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 2 November 2017, pukul 06.30 WIB di bangsal
Gading.

Pemeriksaan Umum
 Keadaan Umum : Tampak sakit berat
 Kesadaran : Stupor
 GCS : E3M5V4 = 12
 Status Gizi : Cukup
 Tekanan Darah : 160/80 mmHg
 Nadi : 72 x/menit

3
 Pernafasan : 18 x/menit
 Suhu : 38,2 °C

Pemeriksaan Sistem
 Kepala : mesosefal, deformitas (-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), THT dbn
 Leher : trakea di tengah, perbesaran tiroid (-), perbesaran KGB (-)
 Paru : Inspeksi : gerak simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan kiri sama kuat
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
 Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga 5
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, reguler,
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Inspeksi : bentuk abdomen datar
Auskultasi : bisung usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-)
splenomegali (-)
Perkusi : timpani di ke-4 kuadran abdomen
 Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis
 Fungsi Luhur
o Orientasi : sulit dinilai
o Gangguan bicara dan bahasa : sulit dinilai
o Daya ingat : sulit dinilai
 Rangsang Meningeal
o Kaku kuduk : (-)
o Brudzinsky I : (-)

4
o Brudzinsky II : (-)
o Brudzinsky III : (-)
o Brudzinsky IV : (-)
o Kernig : sulit dinilai

 Saraf Kranialis
PEMERIKSAAN

Daya penghidu

Visus
Lapang pandang
Funduskopi

Ptosis
Gerak mata ke superior
Gerak mata ke inferior
Gerak mata ke medial
Pupil (bentuk & ukuran)
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya tak langsung
Strabismus divergen

Gerak mata ke lateroinferior


Strabismus konvergen

Sensorik (cabang ophtalmicus, maxillaris, mandibularis)


Motorik (membuka mulut, menggerakan rahang, menggigit)

5
Gerak mata ke lateral
Strabismus konvergen

Kerutan kulit dahi


Mengangkat alis
Sulcus nasolabialis
Menggembungkan pipi
Menyeringai

Test pendengaran
Test penala
Test romberg
Nistagmus

Palatum molle
Arkus faring
Uvula
Disfagia
Disfonia

Arkus faring
Bersuara
Menelan

Menoleh kanan-kiri
Mengangkat bahu

Sikap lidah
Menjulurkan lidah
Disartria

 Pemeriksaan Motorik

6
o Trofi otot : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
o Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
o Kekuatan : sdn lateralisasi ke kiri
sdn lateralisasi ke kiri

 Pemeriksaan Sensorik : sdn sdn


sdn sdn

 Refleks Fisiologis
o Biceps :+/+↑ o Patella :+/+↑
o Triceps :+/+↑ o Achilles :+/+↑

 Refleks Patologis
o Hoffman-Tromner : - / + o Rosolimo :-/-
o Babinski :-/- o Mendel-Bechterew : - / -
o Chaddock :-/- o Gonda :-/-
o Oppenheim :-/- o Stransky :-/-
o Gordon :-/- o Klonus paha :-/-
o Schaefer :-/- o Klonus kaki :-/-
o Bing :-/-

 Pemeriksaan Tambahan
o Tulang belakang : sulit dinilai
o Laseque : sulit dinilai
o Test Patrick : sulit dinilai
o Test Kontra-Patrick : sulit dinilai

7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
N
il
a
30
i
/1
N
Hematologi 0/
o
20
r
17
m
a
l
Hemoglobin (g/dL) 1 12
Hematrokrit (%) 3 ,4
Leukosit (ribu/µL) , 36
Eritrosit (juta/µL) 2 ,0
Trombosit (ribu/µL) - 20
MCV (fl) 1 ,4
MCH (pg/ml) 7 4,
MCHC (g/dl) , 20
3 26
4 3
0 85
- ,7
5 29
2 ,5
3 34
, ,4
8
-
1
0

8
,
6
4
,
7
-
6
,
1
1
5
0
-
4
0
0
8
0
-
1
0
0
2
6
-
3
4
3
2
-
3
6

9
Hitung Jenis Leukosit N
il
a
30
i
/1
N
0/
o
20
r
17
m
a
l
Neutrofil (%) 5
Limfosit (%) 0
Monosit (%) ,
Eosinofil (%) 0
Basofil (%) -
7
0 93
, ,8
0 0
2 3,
5 50
, 2,
0 7
- 0,
4 00
0 0,
, 00
0
2
,
0
-
8

10
,
0
2
-
4
0
-
1
Kimia Klinik N
il
a
30
i
/1
N
0/
o
20
r
17
m
a
l
GDS (mg/dL) 7 17
Ureum (mg/dL) 0 4
Kreatinin (mg/dL) - 40
Natrium (mmol/L) 1 ,1
Kalium (mmol/L) 6 0,
Chlorida (mmol/L) 0 74
1 13
0 6,
- 0
5 3,
0 65
0 10
, 3,
6 5
-

11
1
,
2
1
3
5
-
1
5
5
3
,
6
-
5
,
5
9
5
-
1
0
8
Kimia Klinik N 1/
il 11
a /2
i 01
N 7
o
r
m
a
l

12
GDS (mg/dL) 7 22
GDP (mg/dL) 0 1
Cholesterol Total (mg/dL) - 14
Trigliserida (mg/dL) 1 0
Uric Acid (mg/dL) 6 20
0 1
7 83
0 2,
- 5
1
0
0
<
2
0
0
0
-
1
5
0
2
,
4
-
7
,
0

13
 CT Scan Kepala Tanpa Kontras (1/11/2017)

Kesan :
- Intracerebral hemorrhage pada lobus frontal kanan (vol 17,5 cc) dengan bagian
yang ruptur ke intraventrikel
- Tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

V. RESUME
Seorang perempuan usia 69 tahun datang dibawa keluarganya ke IGD RSUD RAA
Soewondo Pati dengan keluhan penurunan kesadaran setelah sempat terjatuh 2 jam SMRS,
keluhan sakit kepala (+). Satu minggu sebelumnya, keluarga mengakui pasien sempat
terjatuh, sadar (+), bicara (+), nyeri kepala (+), mual (+) dan pasien dibawa ke Puskesmas,
dirawat inap di Puskesmas selama 3 hari. Riwayat hipertensi (+) sejak 1 tahun yang lalu,
jarang kontrol.

14
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran stupor
dengan GCS 12, status gizi cukup. Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 160/80
mmHg, nadi 72x/menit, pernafasan 18 x/menit, suhu 38,2 °C.
Dari pemeriksaan sistem tidak ditemukan adanya kelainan.
Dari pemeriksaan neurologis didapatkan adanya parese N. VII, N. IX, N. X dan N. XII,
kekuatan ekstremitas lateralisasi ke kiri dan ditemukan refleks patologis hoffman-tromner
pada tangan kiri.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan kadar leukosit 20,4 ribu/µL, GDS 221
mg/dL, GDP 140 mg/dL, kolesterol total 201 mg/dL, dan pemeriksaan CT scan kepala tanpa
kontras didapatkan adanya intracerebral hemorrhage pada lobus frontal kanan dengan bagian
yang ruptur ke intraventrikel, dan tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

VI. DIAGNOSIS
 Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran dengan hemiparese sinistra
 Diagnosis Topis : Lobus frontal dextra
Ventrikel lateralis dextra
N. VII sinistra
N. IX sinistra
N. X sinistra
N. XII sinistra
 Diagnosis Etiologis : intracerebral hemorrhage & intraventricle hemorrhage

VII. TATALAKSANA
 Medikamentosa
o Infus asering 20 tpm
o Inj. Piracetam 3 x 3 gr
o Inj. Citicolin 2 x 250 mg
o Inj. Cefoperazone 2 x 1 gr
o Inf. Pamol 3 x 500 mg
o Inj. Ketorlac 3 x 30 mg
o Inj. Asam Traneksamat 3 x 250 mg
o Amlodipine 1 x 5 mg
o Metformin 3 x 500 mg
o Glimepiride 2 mg (1 – 0 – 0)

15
 Non-medikamentosa
o Penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit pasien dan
penanganannya
o Edukasi kepada keluarga pasien untuk tetap memantau keadaan pasien dan
mengenai prognosis penyakit yang diderita oleh pasien

VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam : malam
 Ad sanationam : malam
 Ad functionam : malam

16
STROKE HEMORAGIK

I. DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan fungsional otak
yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung
lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak
didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan
pembungkus otak, piamater dan arachnoidea.

II. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan intraserebral menyumbang 10-15% dari semua stroke pada populasi Barat
dan didefinisikan sebagai non-traumatik, onset mendadak sakit kepala parah, perubahan tingkat
kesadaran, atau defisit neurologis fokal terkait dengan terkumpulnya darah bersifat fokal dalam
parenkim otak pada neuroimaging atau otopsi yang bukan karena trauma atau konversi
hemoragik dari infark serebral.
Insiden ICH didefinisikan sebagai persentase populasi mengalami ICH pertama dalam
jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Ketika meninjau studi kejadian ICH penting untuk
mempertimbangkan kriteria dimanfaatkan, sebagai penyidik dapat menyertakan atau
mengecualikan perdarahan yang berhubungan dengan malformasi vaskular, antikoagulan, agen
trombolitik, atau obat-obatan terlarang. Perbandingan tingkat insiden yang komplikasi lanjut
oleh perbedaan metodologi dalam kasus, tingkat pencitraan, variasi dalam struktur populasi,
dan berbagai usia dilaporkan.
Mengingat keterbatasan, tingkat insiden dari ICH di belahan bumi Barat selama era CT
telah rata-rata berkisar antara 10 sampai 30 kasus per 100 000 orang. tingkat insiden perdarahan
intraserebral lebih tinggi di Asia Timur, di mana ICH secara historis menyumbang persentase
lebih besar dari semua stroke dibandingkan populasi Barat. Keseimbangan ini dapat berubah
karena tingkat penurunan ICH di Timur.
Insiden ICH menurun antara tahun 1950-an dan 1980-an. Studi tren kejadian di tahun-
tahun berikutnya telah menghasilkan hasil yang beragam. Ada kecenderungan penurunan
insiden ICH di Oxfordshire, Inggris antara tahun 1981 dan 2006. Insiden perdarahan
intraserebral juga menurun selama tahun 1990-an di beberapa kota di China. Namun,
penurunan yang serupa belum terlihat di penelitian lain. Stabilisasi kejadian ICH dalam dua

17
dekade terakhir setidaknya sebagian disebabkan deteksi dan klasifikasi yang tepat dari
perdarahan kecil dengan neuroimaging yang modern.
Risiko ICH tampaknya sedikit lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita,
didorong oleh kelebihan perdarahan dalam [11,25,26]. Di kulit hitam Amerika Serikat dan
Hispanik memiliki tingkat signifikan lebih tinggi dari ICH dibandingkan kulit putih [11,27].
Antara orang kulit hitam dan Hispanik, kelebihan risiko ICH yang paling terkenal di muda dan
orang setengah baya (Tabel 1.1).

Lokasi dominan ICH dalam otak bervariasi dalam populasi yang berbeda (Tabel 1.2).
Di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia, dalam otak (berasal perdarahan dalam materi putih
periventrikular, berekor inti, kapsul putamen internal pria puta, globus pallidus, atau thalamus)
ICH adalah yang paling umum, diikuti oleh perdarahan lobar yang berasal dari materi abu-abu
atau materi putih subkortikal. Dalam sebuah studi berbasis populasi yang besar di Jepang,
namun, lobar perdarahan hanya menyumbang 15% dari ICH.

18
Dalam kebanyakan populasi, perdarahan serebelum menyumbang sekitar 10% dari ICH
dan batang otak pendarahan 5-10% dari ICH (Tabel 1.2). Di Amerika Serikat, kelebihan risiko
terbesar dari ICH di kulit hitam dan Hispanik dibandingkan dengan kulit putih terjadi pada
cerebral dan batang otak lokasi dalam (Tabel 1.1).

III. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna. Pembagian daerah otak yang
diperdarahi pembuluh darah serebral :

Anterior circulation (sistem karotis)

Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule

Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and


subjacent white matter, anterior corpus callosum

Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal


cortex and subjacent white matter

Lenticulostriate branches Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Posterior inferior cerebellar basilar Medulla, lower cerebellum

Anterior inferior cerebellar Lower and mid pons, mid cerebellum

Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum

Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and subjacent


white matter, posterior corpus callosum, upper
midbrain

Thalamoperforate branches Thalamus

Thalamogeniculate branches Thalamus

19
Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul
hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran),
vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik
kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan
sistem vertebrobasiler.

20
IV. SISTEM SARAF MOTORIK
Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis :
1. Sistem Piramidalis :
Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4)
ditempat ini terdapat Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan
melalui traktus piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat
pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan konvergen ke kaudal ke
kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke
pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula
spinalis sebagian serabut saraf ±85% berjalan ke kontralateral (disebut traktus
kortikospinal lateral), persilangan ini disebut decussatio pyramidalis,
sedangkan serabut yang lain ±15% tidak menyilang berakhir di kornu anterior
homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

2. Sistem Ekstrapiramidalis
Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari
globus palidus, putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus
subthalamikus, nukleus rubra. Putamen dan nukleus kaudatus disebut striatum.

21
SISTEM SARAF SENSORIS
Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang :
1. Sensibilitas permukaan
Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion
spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini
berganti neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi traktus
spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus serabut saraf
yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral sedangkan badan
bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di gyrus
sentralis posterior.
2. Sensibilitas dalam
Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix
posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk
daerah sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk
bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju nukleus
goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron. Kemudian bersilang
membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti neuron dan
berakhir di di gyrus sentralis posterior.

22
V. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik :
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subaraknoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
c. Stroke in evolution / Progressing Stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler

23
VI. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar
11 – 20 %. Orang yang berusia > 65 tahun memiliki risiko stroke
sebesar 71 %, sedangkat usia 65 – 45 tahun memiliki risiko 25 %, dan
4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki dibanding
perempuan.
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit
putih.
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak
70% dari orang yang terserang stroke mempunyai TD tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya stroke pada
penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.

24
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat
pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner,
kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati
meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1
kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati
dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima
tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke 15%. Obesitas
dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis
yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan
juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi
terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di
dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di
jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl
meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.
g. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali.
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok

25
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme
tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi
berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf
otak dan lain – lain. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko
terkena stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko
lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi)
dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan
kerusakan dinding pembuluh darah otak. Zat narkoba itu sendiri akan
mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke.

VII. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS


Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa :
1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :
a. Pendarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan
intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak
akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim
otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecil – kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1
mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma
ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilah

26
perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak
dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel
atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan
serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali
terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan
penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi
umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering
dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai
penyebab lemahnya dinding pembuluh darah dan pembentukan
mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab
utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa,
diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan
tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia
basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis
sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang
rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system
ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan
intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer
serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan
hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh
fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh
jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga
kecil yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-
kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada
keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila
volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka
timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam
beberapa jam.

27
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens)
pada CT Scan.
b. Pendarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga
subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala
hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini
umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya
akibat rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya
malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya
berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma
pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke
dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala
kronik akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar,
akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat,
muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan
Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross
hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya
darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark
otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang
terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka
kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada
saat pertama kali muncul.

28
Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess :
 Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
 Derajat 1 : Sakit kepala ringan
 Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang
meningeal dan kemungkinan adanya defisit saraf kranial
 Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan defisit fokal
neurologi ringan
 Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal
deserebrasi
 Derajat 5 : Koma dalam, deserebrasi

2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler


a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau
agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

29
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh
tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah,
gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral
(hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak
spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung dari
area otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik
biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan
daripada tipe lain dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia,
disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita
sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya
dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
 Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota
tubuhnya
 Rasa kesemutan di sebagian tubuh
 Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer
dominan
 Kebutaan (amaurosis fugaks)
 Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
 Penglihatan ganda (diplopia)
 Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot
ekstraokular
 Pusing seperti berputar (vertigo)
 Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)

30
 Kesulitan untuk menelan (disfagia)
 Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese
atau tetraparese)
 Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal
(hemianestesia) baik unilateral maupun bilateral

Sistem Karotis Sistem Vertebrobasiler


Gangguan Motorik Ipsilateral terhadap Kontralateral terhadap
gangguan saraf otak gangguan
Kelumpuhan Hemiparese Hemiparese Alternans
kontralateral
Gangguan Mata Amourosis Fugax Amourosis Fugax
Black Out
Diplopia
Keseimbangan Tinnitus
Vertigo
Drop Attack
Gangguan Bahasa Diasrthria Disarthria
Gangguan Sensorik Hemihipertesis Hemihipertesi alternans
kontralateral

Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :

➢ SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X


tekanan darah diastole) - (3 x atheroma) - 12

➢ Scoring :
 Kesadaran :
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
 Muntah :
Tidak = 0; Ya = 1
 Sakit kepala :
Tidak = 0; Ya = 1
 Tanda – tanda atheroma :

31
Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1 (Diabetes
mellitus, angina, claudicatio intermitten).

➢ Interpretasi hasil score :


 > 1 : Stroke hemoragik
 < -1 : Stroke non-hemoragik
 -1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan

Algoritme Gadjah Mada untuk Stroke Akut

32
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian
status neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang
jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan
gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada
mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan
sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan
susunan motorik sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak
b. Penilaian tenaga otot otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
 Refleks Babinsky
 Refleks Oppenheim
 Refleks Gordon
 Refleks Schaefer
 Refleks Gonda
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis,
trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap
Darah (LED)
 Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
 Fungsi hati (SGOT/SGPT)
 Urine Lengkap
 Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
 Asam Urat

33
 Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.
 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum
adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan,
oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstrakranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik.
Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik

34
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang

A. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM

35
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya
dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
 Waktu terbaik masih kontroversial, disarankan 4-96 jam setelah kejadian. Dari
8 trial didapatkan hasil baik bila dioperasi kurang dari 8 jam setelah kejadian.
<4 jam meningkatkan resiko rebleeding.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.

36
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang
adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua
hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah
rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda
dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade
yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain,
operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan
ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist
lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral
perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat

37
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien
yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-
12 g/hari.
6. Antihipertensi
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.

38
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan NaCl
hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak
melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran
yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan
kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100
mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.
Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.
9. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya
kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal
ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan
infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

39
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

X. KOMPLIKASI
Komplikasi neurologik :
• Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yang penting akibat infark maupun karena perdarahan. Pada
kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan extraseluler.

40
1. Herniasi Subfalcine

● Definisi: gyrus cingulai mengalami herniasi ke bawah falks cerebri.

● Etiologi: lesi supratentorial lateral

● Gambaran klinis:
● Biasanya asymptomatic, lakukan observasi ketat secara klinis atau
radiologis.
● Waspadai terjadinya herniasi transtentorial, yang akan beresiko
menekan arteri serebri anterior.
 Herniasi Tentorial Central (Axial)

● Definisi: Pergeseran otak (diencephalon dan mesencephalon) ke


kaudal melalui incisura trans tentorial

● Etiologi: lesi supratentorial midline, pembengkakan cerebral yang


difus, herniasi uncal tahap lanjut.
Gambaran klinis:
● Deteriorasi mulai dari rostral ke caudal ( kegagalan diencephalon
sampai medulla oblongata secara berurutan).
● Penurunan tingkat kesadaran ( penekanan mesencephalon).
● Gangguan pergerakan bola mata à gangguan gerakan ke atas (“sunset
eyes“)

41
● Perdarahan batang otak akibat robekan vasa perforantes arteri
basilaris.
● Diabetes insipidus (akibat penarikan tangkai hipofisis dan
hypothalamus) tanda stadium akhir.
3. Herniasi Tentorial Lateral

● Definisi: uncus lobus temporalis dan hipokampus bergeser ke medial


ke arah tepi tentorial dan batang otak.

● Etiologi: lasi supratentorial lateral (seringkali akibat hematoma post


trauma yang meluas secara cepat).

● Gambaran klinis:
● Dilatasi pupil ipsilateral, refleks negatif (tanda paling awal, dan paling
terpercaya), kelumpuhan gerak bola mata (penekanan pada N III)
● Penurunan tingkat kesadaran (penekanan mesencephalon)
● Hemiplegia kontralateral.
• Beberapa kasus “Kernohan’s notch”: kompresi pedunculus serebri
(mesencephali) kontralateral karena pergeseran otak -> hemiplegia
ipsilateral (bisa mengakibatkan kesalahan menentuan letak lesi).
• Bila berlanjut, gangguan batang otak sebagai disfungsi rostro-kaudal
dari pons dan medulla oblongata seperti pada herniasi sentral.

Koma karena Lesi Supratentorial.


Ada 3 jenis proses lesi :
• Gangguan bilateral difus (kortikal dan substansia alba).
• Lesi destruktive sub-kortikal.
• Lesi destruktive oleh massa pada hemisferium serebri.
Sindrom herniasi sentral dari rostro-kaudal.
Tanda Klinik :
 Fase Diensefalik
 Fase Midbrain-PonsAtas
 Fase Pontin Bagian Bawah-Medulla Atas
 Fase Diensefalik : penurunan kesadaran, pernafasan Cheyne-Stokes, pupil
midriasis dan hemiparese kontralateral.

42
 Fase Midbrain-Pons Atas: pernafasan takipneu, oftalmoplegia intranuklear,
gangguan reflek okulo-vestibuler dan postur deserebrasi.
 Fase Pontin Bgn Bawah-Medulla Atas : pernafasan cepat dan dangkal
(hiperventilasi), oftalmoplegia intranuklear dan tidak ada reflek okulo-
vestibuler.
4. Herniasi Tonsil

● Definisi: tonsil cerebelli herniasi melalui foramen magnum (disebut juga


herniasi foramen magnum)

● Etiologi: lesi infra tentorial, atau terjadi setelah adanya herniasi tentorial
central

● Gambaran klinis:
● Kompresi pusat kardiovaskuler dan respirasi di medulla oblongata (fatal)
● Dapat diakibatkan oleh LP (lumbar punction) pada pasien dengan SOL
(space occupying lesion) (umumnya di fossa posterior basis cranii)
5. Herniasi Upward

● Definisi: heniasi vermis cerebelli melalui incisura tentorii, dan menekan


mesencephalon.

● Etiologi: massa yang besar di fossa posterior basis cranii sehingga


menyebabkan herniasi serebellum ke arah rostral, sering kali setelah VP
(ventriculo-peritoneal) shunting

● Gambaran klinis:
● Kompresi arteri cerebelli superior -> infark cerebelli
● Kompresi aqueductus cerebri (mesencephali) -> hydrocephalus
● Koma karena lesi subtentorial
● Lesi pada fosa posterior (Kompresi batang otak/dekstruksi batang otak)
penyebab koma
● Tekanan langsung pada tegmentum pons dan midbrain menyebabkan
iskemik dan edema pada daerah ARAS.
 Vasospasme (terutama pada PSA)
Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh sejumlah besar
darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat langsung dari darah atau sebagian
produk darah, seperti hematin atau produk keping darah, pada dinding adventitia dari

43
pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung,
disorientasi, ”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena.
Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual
menjadi lebih berat.
 Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam
sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan
memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan
kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Hidrosefalus sub akut dapat
terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan
ini biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.
 Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan osmotik.

Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :


 Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap iskemia
otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi otak membaik kembali.

XI. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup
setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, patologi lesi, ukuran, patologi lesi,
serta usia pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki
prognosis buruk. Pada 30 hari pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik
hanya 10%.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Schuenke M, et al. Atlas of Anatomy Head Neck and Neuroanatomy. Edisi : 2.


Stuttgart. Thieme. 2016. Germany

2. Winn HR, et al. Youmans Neurological Surgery. Edisi : 6. Philadelphia. Elsevier


Saunders. 2011. USA

3. Saleem I. Abdulrauf et al. Principle of Neurological Surgery. Edisi : 3. Philadelphia.


Elsevier Saunders. 2012. USA

4. Allan H. Ropper et al. Adams and Victor’s Principles Of Neurology. Edisi : 10.
Chicago. McGraw Hill. 2014. USA

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidelines Stroke. 2004

6. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP, Clinical Neurology. 8th edition. Lange.
McGraw-Hill; 2012

45

You might also like