Pemba Has An

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 6

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

4.1 Data Kelompok


Untuk mengetahui laju konsumsi oksigen pada ikan lele, benih ikan bandeng dan ikan
nilem dilakukannya kegiatan praktikum yaitu perhitungan DO awal dan DO akhir pada masing-
masing ikan. Hasil dari pengamatan konsumsi oksigen pada kelompok 18 dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Data hasil pengamatan kelompok


Jenis Ikan Bobot Ikan Suhu (oC) DO awal DO akhir Konsumsi
(gram) (Mg/L) (Mg/L) O2
Lele 22 25,6 5,7 5,3 0,4

Bandeng 5 25,1 5.9 5 0.9

Nilem 26 25,5 6 3.8 2.2

Berdasarkan data kelompok, dapat dianalisis bahwa bobot ikan lele pada kelompok 18
sebesar 22 gram, dengan suhu 25,6 oC, DO awal 5,7 mg/L, DO akhir 5,3 mg/L dan konsumsi O2
sebesar 0,4 Mg/L, sedangkan bobot benih ikan bandeng sebesar 5 gram, dengan suhu 25,1oC
DO awal 5,9 mg/L, DO akhir 5 mg/L dan konsumsi O2 sebesar 0,9 mg/L dan bobot ikan nilem
sebesar 26 gram, dengan suhu 25,5oC DO awal 6,0 mg/L, DO akhir 3,8 mg/L dan konsumsi O2
sebesar 2,2 Mg/L. Perbedaan pada setiap ikan berpengaruh dari beberapa faktor, mulai dari ikan
lele yang memiliki konsumsi oksigen lebih sedikit dikarenakan memiliki arborecent, benih ikan
bandeng yang hidup di air yang bersalinitas dan ikan nilem yang merupakan ikan sensitif
terhadap media air. Menurut Zonneveld et al. (1991), konsumsi oksigen meningkat seiring
dengan peningkatan berat tubuh. Kecepatan konsumsi oksigen hewan polikiloterm akan naik dua
kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar 10˚C Kebutuhan konsumsi oksigen ikan mempunyai
spesifitas yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang
bergantung pada kebutuhan dan keadaan metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam
suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktural
molekul darah yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan
derajat kejenuhan dalam sel darah. Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur
banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan
karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk
menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga. Akan tetapi, laju metabolisme
biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen. Beberapa faktor yang
mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan
aktivitas (Tobin 1994).

4.2 Data Angkatan

(A)
2
1.62
Konsumsi Oksigen (mg/L)

1.5
0.91
1 0.74
0.52
0.5

0
15 30 45 60
Waktu Pengamatan (menit)

(B)
1.4 1.2 1.2
Konsumsi Oksigen (mg/L)

1.2 1.1
0.97
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
30 40 50 60
Waktu Pengamatan (menit)
2 1.8
(C)

Konsumsi Okgisgen
1.5 1.4

(mg/L)
1
0.6
0.5

0
20 30 50
Waktu Pengamatan (menit)

Gambar . Grafik konsumsi oksigen pada ikan (a) lele, (b) bandeng, (c) nilem

Ikan dapat hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai
insang. Insang memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air. Oksigen yang terlarut di
dalam air akan berdifusi ke dalam sel-sel insang ke jaringan ke sebelah dalam dari badan
(Wulangi 1993). Menurut Prosser et al. (1961) berat tubuh ikan akan berpengaruh terhadap
konsumsi oksigen, semakin besar ikan, maka semakin besar konsumsi oksigennya.
Menurut Frandson (1992), standar nilai konsumsi oksigen untuk hewan poikiloterm dari ikan air
tawar adalah 0,349 mg/g/jam pada suhu 15OC. Kecepatan konsumsi oksigen hewan poikiloterm
akan naik dua kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar 10oC.
Berdasarkan hasil rata-rata angkatan terdapat nilai laju konsumsi ikan lele, yaitu pada
kelas A sebesar 0,91 mg/l dengan lama di diamkannya selama 15 menit, kelas B sebesar 1,62
mg/l dengan lama di diamkannya selama 30 menit, kelas C sebesar 0,74 mg/l dengan lama di
diamkannya selama 45 menit dan kelautan sebesar 0,52 mg/l dengan lama di diamkannya selama
60 menit. Sedangkan, hasil rata-rata nilai konsumsi oksigen benih ikan bandeng, yaitu pada kelas
B sebesar 1,1 mg/l dengan lama di diamkannya selama 30 menit,kelautan sebesar 1,2 mg/l
dengan lama di diamkannya selama 40 menit, kelas A sebesar 1,2 mg/l dengan lama di
diamkannya selama 50 menit dan kelas C sebesar 0,97 mg/l dengan lama di diamkannya selama
60 menit. Pada ikan nilem hasil rata-rata nilai konsumsi oksigen, yaitu pada kelas B sebesar 0,6
mg/l dengan lama di diamkannya selama 20 menit, kelas A sebesar 1,4 mg/l dengan lama di
diamkannya selama 30 menit, dan kelas C sebesar 1,8 mg/l dengan lama di diamkannya selama
50 menit.
Faktor yang mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan menurut Zonneveld et al. (1991), antara
lain umur,karena semakin tua suatu organisme, laju metabolismenya semakin rendah. Umur ikan
mempenaruhi ukuran ikan, ukuran ikan yang berbeda membutuhkan konsumsi oksigen yang
berbeda. Semakin besar ukuran ikan,jumlah konsumsi O2 per mg berat badan semakin rendah.
Ikan yang aktif membutuhkan O2 lebih banyak dibanding ikan yang pasif. Kondisi perairan
sendiri sangat tergantung pada kelarutan O2 dimana kelarutan O2 dipengaruhi oleh beberapa hal,
antara lain suhu, semakin tinggi suhu maka semakin rendah kelarutannya dalam air. Salinitas,
semakin tinggi salinitas maka semakin rendah pula kelarutannya dalam air. Tekanan, semakin
tinggi tekanan maka semakin tinggi kelarutan dalam air. Melihat dari data diatas bahwa
konsumsi oksigen pada tiap jenis ikan berbeda beda, mulai dari suhu, dan jenis ikan yang
bersalinitas, jenis ikan yang sensitif terhadap tekanan, dan ikan yang memilki alat bantu
pernafasan.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan prakikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa konsumsi
oksigen pada ikan memiliki perbedaan. Setiap ikan berpengaruh dari beberapa faktor, suhu,
ukuran tubuh, aktivitas, dan tekanan. Laju konsumsi oksigen pada ikan nilem lebih besar
dibandingkan ikan bandeng dan ikan lele karena ukuran ikan nilem yang masih benih ditambah
tidak toleran terhadap perubahan suhu, lalu ikan bandeng dengan rata-rata lebih besar
dibandingkan ikan lele karena hidup di air payau, terakhir adalah ikan lele yang mempunyai laju
konsumsi paling sedikit dikarenakan ukuran yang lebih besar juga mempunyai alat bantu
pernapasan yaitu arboresent
5.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan sebagai praktikan adalah agar melakukan praktikum laju
konsumsi oksigen ikan dengan variasi bobot, umur, spesies yang berbeda secara signifikan, agar
dapat mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen ikan.
Daftar Pustaka

Zonneveld, N. Huisman, E. A. Boon, J. H. 1991. Budidaya Ikan. Gramedia : Jakarta.


Tobin, M. 1994. Fisiologi Hewan Mekanisme Fungsi Tubuh. Angkasa. Yogyakarta.
Wulangi S. Kartolo. 1993. Prinsip-prinsip fisiologi hewan. Jurusan biologi ITB. Bandung.
Prosser, C. L. dan F. A. Brown. 1961. Comparative Animal Physiology. W. B. Saunders
Company, Philadelphia and London.
Frandson R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

You might also like