Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lateks Karet Alam


Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari
famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan
sebelum di bawa ke benua lain. Lateks yang berasal dari pohon hevea brasiliensis ini
dalam kimia disebut dengan poliisoprena (Ciesielki, 1999).
Lateks karet alam yang berasal dari lateks Hevea Brasiliensis ini adalah
cairan seperti susu yang diperoleh dari proses penorehan batang pohon karet. Cairan
ini terdiri dari 30-40% partikel hidrokarbon yang terkandung di dalam serum juga
mengandung protein, karbohidrat dan komposisi-komposisi organik serta bukan
organik (De Boer, 1952).
Lateks karet alam mengandung karet dan partikel bukan karet yang terdapat
dalam serum. Agar lateks karet alam tetap dalam bentuk emulsi untuk pembuatan
produk jadi, maka ditambahkan bahan pengemulsi asam lemak berantai panjang.
Kandungan karet dalam lateks segar biasanya ditingkatkan menjadi 60% kandungan
karet kering melalui proses pemekatan sebelum digunakan untuk membuat produk.
Faktor-faktor seperti jenis pohon karet, cara menoreh, keadaan tanah dan juga cuaca
mempengaruhi kandungan karet kering dalam pohon yang ditoreh.
Proses pengawetan dilakukan di kebun untuk sementara waktu, sebelum
proses pemekatan dilakukan (Fluit, C. F). Proses pengawetan dikebun dilakukan
dengan menambahkan amonia 0,2%. Amonia dengan kepekatan tinggi digunakan
untuk pengawetan lateks pekat dalam jangka panjang. Lateks pekat dengan
penambahan amonia minimal 1.6% disebut amonia tinggi (HA lateks) dan lateks
pekat yang mengandung maksimal 0,8% disebut amonia rendah (LA).
Dalam penelitian ini digunakan lateks pekat amonia tinggi (HA). Lateks segar
cenderung mengalami perubahan kimia setelah ditoreh dan setelah proses
penambahan amonia. Lateks karet alam mempunyai densitas antara 0.975-0.980

Universitas Sumatera Utara


μgm-3 dengan pH 6.0-7.0 dan tegangan permukaan 40-45 mJm-2 (Blackley,1997). Tg
bagi lateks karet alam adalah -700C dan mengandung sedikit asam lemak serta bahan
protein yang dapat divulkanisasi dengan sulfur.
Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi dengan kecepatan
18.000 rpm adalah sebagai berikut :
1. Fraksi karet (37%) ; karet (isoprena), protein, lipida dan ion logam.
2. Fraksi Frey Wyssling (1-3%) ; karotinoid, lipida air, karbohidrat dan inositol,
protein dan turunannya.
3. Fraksi serum (48%) ; senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa
organik, ion anorganik dan logam.
4. Fraksi dasar (14%) ; fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid ini
mempunyai dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini (serum B)
mengandung protein, lipida dan logam.
Partikel karet di dalam lateks tidak dapat saling berdekatan, karena masing-
masing partikel mempunyai muatan listrik. Gaya tolak menolak muatan listrik ini
menimbulkan gerak brown ini dapat dilihat di bawah mikroskop. Lateks isoprena di
lapisi dengan lapisan protein, sehingga partikel karet bermuatan listrik. Protein
merupakan gabungan dari asam-asam amino yang bersifat dipolar (dalam keadaan
netral mempunyai dua muatan listrik) dan amphoter (dapat bereaksi dengan asam atau
basa) seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.

H O H O H O
| + | + |
+H +H
R – C–C R – C–C R – C–C
| + | + |
-H -H
-
NH2 O NH3+ O-
NH3+ OH

Protein negatif Protein netral Protein positif


pH > 4,7 pH = 4,7 pH < 4,7
Suasana basa Titik isoelektrik Suasana asam

Gambar 2.1. Protein Dipolar

Universitas Sumatera Utara


Lateks karet alam terdiri dari sistem koloid cis -1,4 poliisoprena yang
tersebar secara stabil dengan jumlah molekul yang tinggi dalam serum. Cis-1,4
poliisoprena ini banyak terdapat di Indonesia yaitu berasal dari pohon hevea
brasiliensis. Struktur umum cis – 1,4 poliisoprena terlihat dalam gambar 2.2. Untuk
jenis gutta percha yaitu tras -1,4 poli isoprena banyak tumbuh di Malaysia dengan
perbedaan konfigurasi dari hevea brasiliensis. Perbedaan dimana untuk trans 1,4
poliisoprena yaitu molekul CH 2 tidak sejajar dengan molekul CH 2 yang lain, tetapi
sejajar dengan molekul CH 3 . Karet gutta percha ini umumnya lebih kuat dan kurang
elastis, digunakan untuk pembungkus kabel listrik dan sebagai bahan baku untuk bola
golf, dapat dilihat pada gambar 2.3.

H3C H

C=C

CH2 CH2

Gambar 2.2. Struktur umum lateks cis 1,4 poliisoprena

H3C CH2

C=C

CH2 H

Gambar 2.3. Struktur umum lateks trans 1,4 poliisoprena (Morton, 1973)

Universitas Sumatera Utara


2.2. Lateks Pekat
Latek kebun (lateks segar) adalah getah yang baru disadap dengan kandungan
karet kering (kkk) sekitar 30%. Lateks kebun ini umumnya sangat encer, jadi perlu
dipekatkan lebih dahulu hingga kadar karet kering (kkk) sekitar 60%. Lateks yang
telah mengalami kepekatan disebut dengan latek pekat.
Berbagai Persyaratan Lateks Pekat :
- Dapat disaring dengan saringan 40 mesh
- Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu
- Tidak bercampur dengan bubur lateks, air atau serum lateks
- Berwarna putih dan berbau karet segar
- Mempunyai kadar karet kering berkisar antara 60-62%
Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami
penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak
terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan lateks yaitu
tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang diinginkan (Muhammad Abi,
2008).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah :
1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum)
2. Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sendiri
Di samping kedua faktor di atas, ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem
koloid partikel-partikel karet tetap stabil (Ompusunggu, 1989), yaitu :
1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak
menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut.
2. Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi
terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut.
3. Energi bebas antara permukaan yang rendah
Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya lapisan pelindung
karet yang terdispersi dalam serum lateks. Rusaknya sistem kestabilan lateks dapat
terjadi dengan sengaja atau tidak sengaja. Beberapa faktor yang sengaja dilakukan

Universitas Sumatera Utara


untuk membuat lateks menjadi tidak stabil adalah dengan menambahkan bahan
penggumpal seperti asam, sari buah, tawas. Sedang faktor ketidaksengajaan misalnya
karena terjadinya penguapan air dalam lateks yang berlebihan dan terkontaminasinya
lateks oleh mikroba. Dengan rusaknya sistem kestabilan lateks, maka mutu lateks
yang dihasilkan menjadi kurang baik. Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka
lateks pekat harus memenuhi persyaratan mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO
2004, ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat

ASTM D.1076 ISO 2004


Parameter
HA LA HA LA
1. Kandungan padatan total (TSC) 61.5 61.5 61.5 61.5
min %
2. Kandungan karet kering (DRC) 60.0 60.0 60.0 60.0
min %
3. Kandungan non karet max 2.0 2.0 2.0 2.0
4. Kadar amoniak min 1.6 min 1.0 Min 1.0 Min 0.8
5. Waktu kemantapan mekanis 650 650 540 540
(MST) min detik
6. Bilangan KOH max % 0.8 0.8 1.0 1.0
7. Asam lemak eteris (ALE = - - 0.2 0.2
VFA) max
8. Tembaga max, ppm 8 8 8 8
9. Mangan max, ppm 8 8 8 8

2.3. Bahan Pengemulsi Lateks Pekat


Bahan pengemulsi adalah merupakan bahan apabila ditambahkan akan
menghambat laju koagulan pada lateks pekat. Penggunaan bahan pengemulsi
bertujuan untuk menjaga kestabilan lateks dan mengendapkan ion-ion yang
dikandung dalam lateks. Apabila ion-ion tersebut tidak diendapkan maka akan ikut
mempercepat laju koagulasi yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan.
Beberapa contoh bahan pengemulsi banyak digunakan dalam perusahaan atau
pengolahan karet adalah :

Universitas Sumatera Utara


1 Natrium karbonat
Natrium karbonat merupakan bahan pengemulsi yang lebih murah dibandingkan
zat antikoagulan lain. Karena natrium karbonat banyak digunakan pada pabrik-
pabrik yang sederhana.
2. Amonia
Amonia merupakan salah satu pengemulsi yang paling banyak digunakan karena :
- Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri
- Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks pekat.
- Mengurangi konsentrasi logam
3. Formaldehid
Pemakaian formaldehid sebagai pengemulsi merepotkan karena :
- Kurang baik bila digunakan musim hujan
- Apabila disimpan zat ini akan menjadi asam semut atau asam format yang
dapat menyebabkan pembekuan apabila di campur pada lateks.
- Apabila digunakan harus diperiksa terlebih dahulu apakah larutan ini dalam
keadaan asam atau basa, karena apabila bereaksi asam maka harus dinetralkan
dengan zat yang bersifat basa.
4. Natrium Sulfat
- Bahan ini tidak tahan lama disimpan
- Apabila ingin digunakan, harus dibuat terlebih dahulu
- Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara mengisi natrium
sulfat, bila teroksidasi maka sifat antikoagulannya menjadi lenyap.

2.4. Pembuatan Kompon Karet


Campuran karet mentah dengan bahan kimia karet disebut kompon karet.
Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan. Bahan
kimia pokok yaitu bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, antioksidan, anti ozon, bahan
pengisi dan pelunak sedangkan bahan kimia tambahan yaitu bahan pewangi dan
bahan pewarna.

Universitas Sumatera Utara


2.4.1. Bahan Vulkanisasi
Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami
reaksi ikatan silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang
membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis
(lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi yang dikenal
dengan proses pematangan (curing) dan molekul karet yang sudah tersambung silang
(crosslinked rubber) di rujuk sebagai vulkanisat karet (Akiba & Hashim, 1997).
Vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan
yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strenght dan modulus.
Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan bahan vulkanisasi, proses itu
tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan
sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk
mengoptimalkan kerjanya akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal
sebagai aktivator. Yang dapat berfungsi sebagai aktivatornya adalah oksida-oksida
logam seperti zinkum oksida (ZnO) (Aziman Ahmad, 2004).
Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu
pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi
effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif
(perbandingan antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung
sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung
pencepat lebih banyak dari pada sulfur. Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah
sulfur dan pencepat sama banyaknya (Ismail dan Hashim, 1998). Ketiga sistem ini
juga dapat dibedakan berdasarkan jenis ikatan sambung silang sulfida yang terbentuk
dan reaksi kimia yang terjadi selepas vulkanisasi.
Pada tahap awal vulkanisasi rangkaian ini mengandung ikatan sambung silang
polisulfida seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4. Model ikatan sambung silang polisulfida

Apabila waktu vulkanisasi ditingkatkan (diperpanjang). Struktur rangkaian


yang terbentuk bergantung pada komposisi kuratif, suhu dan lamanya waktu
vulkanisasi. Struktur rangkaian yang mengandung ikatan sambung silang
monosulfida, ditunjukkan pada gambar 2.5:

Rantai molekul karet

Rantai molekul karet

Peningkatan waktu vulkanisasi

Gambar 2.5. Model rangkaian ikatan sambung silang monosulfida

Atau mengandung semua jenis ikatan sulfida (mono dan di poli) seperti dipaparkan
pada gambar 2.6 di bawah ini :

Universitas Sumatera Utara


Rantai molekul karet

Rantai molekul karet

Gambar 2.6. Struktur rangkaian karet pada vulkanisasi sulfur terakselerasi (Ismail
& Hashim, 1998)

Pada sistem pemvulkanisasi konvensional terbentuk suatu struktur


kompleks, yang mengandung semua jenis ikatan sulfida (mono dan dipoli) dan
cenderung di dominasi oleh ikatan polisulfida (gambar 2.4).
Pada sistem pemvulkanisasi efisiensi cenderung di dominasi oleh struktur
rangkaian yang mengandung ikatan silang mono sulfida (gambar 2.5).
Pada sistem pemvulkanisasi semi efisiensi cenderung membentuk struktur
pertengahan di antara gambar 2.4 dengan gambar 2.5. (Indra Surya, 2006).
Pemvulkanisasian yang tidak menggunakan sulfur antara lain yaitu peroksida
organik. Penggunaan peroksida organik sebagai bahan vulkanisasi (untuk membentuk
ikatan silang) pada karet alam pertama diamati oleh Elliot, 1979. Saat itu peroksida
organik yang sering digunakan adalah dikumil peroksida.
Pada reaksinya, peroksida akan terurai karena pemanasan hingga terbentuk
radikal bebas PO. Radikal bebas itu menarik atom hidrogen pada molekul karet,
sehingga diperoleh molekul karet yang radikal (R˚). Radikal-radikal molekul karet
yang saling berdekatan akan bergabung hingga terbentuk ikatan silang, antara atom C
dari kedua rantai molekul kuat tersebut.
Mekanisme terjadinya ikatan silang (antar atom karbon) adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


tenaga
POOP 2 PO˚
panas

PO˚ + RH  POH + R ˚
R˚ + R˚  R-R

Gambar 2.7. Mekanisme vulkanisasi peroksida (Elliot, 1979 ;


Sultan & Borealis, 1996)

POOP adalah peroksida organik, RH menggambarkan sebagai molekul karet


alam, dan R-R merupakan ikatan silang. Oleh karena ikatan antara carbon sangat
kuat, maka vulkanisat yang dihasilkan mempunyai pampatan tetap yang rendah serta
ketahanan usang yang tinggi apabila digunakan anti oksidan yang tepat. Mekanisme
vulkanisasi dikumil peroksida dengan karet alam ditunjukkan pada gambar 2.8.

1.
CH3 CH3 CH3
| | |
C–O–O–C 2 C–O.
| | |
CH3 CH3 CH3
Dikumil peroksida

CH3 CH3
2.
| |
C–O. + – CH2 – C = CH – CH2 – 
|
CH3 Isoprena

CH3 CH3
| |
C – OH + – CH = C – CH
. – CH2 –
|
CH3

Universitas Sumatera Utara


CH 3 CH 3
| |
3. – CH = C – CH
. – CH 2 – – CH = C – CH – CH 2 –

+ 
.
– CH = C – CH – CH 2 – – CH = C – CH – CH 2 –
| |
CH 3 CH 3
Cross linked NR (no loss of double bond)

CH 3 CH 3
| |
4. – CH 2 – CH = C – CH 2 – – CH 2 – CH – C
. – CH 2 –
+ 
.
– CH = C – CH – CH 2 – – CH = C – CH – CH 2 –
| |
CH 3 CH 3
Cross linked NR (loss of double bond)

Gambar 2.8. Mekanisme vulkanisasi Dikumil Peroksida Terhadap Lateks


(J.L.Koening, 2000)

Dikumil peroksida merupakan jenis inisiator yang paling banyak digunakan.


Dikumil peroksida ini dapat bereaksi pada suhu tinggi 1600C dan memiliki sensitifitas
oksigen yang rendah bila dibandingkan dengan peroksida yang lain serta sensitif
terhadap asam.
Karakteristik dikumil peroksida sebagai berikut (E. Merck, 2008).
Rumus molekul : C 18 H 22 O 2
Rumus kimia : [C 6 H 5 C (CH 3 ) 2 O] 2
Berat molekul : 270.37 g/mol
Densitas : 1.56 g/cm3
Titik Lebur : 38-410C (1 atm)
Titik Didih : 1300C ( 1 atm)
Keadaan Fisik : Bentuk bubuk warna putih
Kelarutan : Larut dalam etanol, ethyl eter dan benzen

Universitas Sumatera Utara


CH3 CH3 CH3
| | |
C–O–O–C 2 C – O.
| | |
CH3 CH3 CH3

Gambar 2.9. Dekomposisi Dikumil Peroksida

2.4.2. Bahan Pencepatan Reaksi


Reaksi vulkanisasi dengan menggunakan sulfur biasanya berlangsung sangat
lambat. Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah waktu produksi
secara tidak langsung juga menambah biaya, dan kekuatan film lateks yang
dihasilkan rendah atau lemah. Kekuatan filem lateks yang dihasilkan dapat
ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan pencepat (ZDBC) dan bahan-bahan
penggiat (ZnO) (Wong & Chen, 1987).
Berdasarkan jenis bahan pencepat reaksi dapat digolongkan sebagai berikut :
- Golongan thiazol contohnya MBT dan MBTS.
- Golongan guanidin contohnya DPG dan DOTG
- Golongan dithiocarbamate contohnya ZDC dan ZDBC
- Golongan thiuram disulfida contohnya TMTM dan TMTD (Rubber stchting,
1983)
Keuntungan lainnya yang dapat dicapai dengan penggunaan bahan pencepat
yaitu:
- Kenaikan produksi oleh karena waktu vulkanisasi lebih pendek
- Perbaikan kualitas, oleh karena daya tahan lebih baik dan kekuatan tarik lebih
tinggi.
Kekuatan filem lateks yang telah di vulkanisasi dengan penambahan bahan
penggiat (ZnO) dan bahan pencepat (ZDBC) dapat ditunjukkan dalam gambar 2.10.
(Wong & Chen, 1987).

Universitas Sumatera Utara


Sulfur, ZnO, ZDBC
Kekuatan Tarik
Sulfur, ZnO
(Mpa)
Sulfur

Waktu Vulkanisasi (menit)


Gambar 2.10. Pengaruh pengaktif dan pencepat terhadap kekuatan tarik film lateks
karet alam dengan vulkanisasi sulfur pada suhu 930C

Dari gambar 2.10 terlihat bahwa pengaruh pengaktif dan pencepat terhadap
kekuatan tarik film lateks karet alam yang di vulkanisasi dengan sulfur pada suhu
930C mengalami perbedaan yang nyata. Apabila agen vulkanisasi tidak ditambahkan
ke dalam formulasi lateks karet alam, kekuatan tariknya rendah dibandingkan dengan
formulasi yang telah ditambahkan pengaktif dan pencepat.

2.4.3. Bahan Antioksidan dan Antiozon


Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh
oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsur-unsur yang terkandung
dalam udara tersebut dapat menurunkan sifat fisik atau bahkan menimbulkan retak-
retak dipermukaan barang jadi karet. Bahan-bahan ini juga dapat melindungi barang
dari karet terhadap ion-ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan atau ion besi,
serta terhadap suhu tinggi, sinar matahari, keretakan dan kelenturan.
Antioksidan dikelompokkan antara lain ke dalam :
- Fenil nafrilamin (seperti PAN dan PBN)
- Kondensat aldehid-amina (seperti agerite resin)
- Kondensat keton-amina (seperti flectol H)
- Turunan difenil-amina (contoh : nonox OD)

Universitas Sumatera Utara


- Fenil sulfida (seperti santowhite crystals)
- Turunan fenol (seperti montaclere dan lonol)
Jenis wax atau lilin bisa juga membantu melindungi karet dalam kondisi statis
terhadap ozon (Krisna S, Bhuana, 1993).

2.4.4. Bahan Pengisi


Bahan pengisi ditambahkan kedalam kompon, untuk menambah berat dan
mengurangi biaya produksi dimana penambahan bahan pengisi tanpa mengurangi
kwalitasnya. Beberapa bahan pengisi digunakan untuk memberikan kekakuan,
kekerasan dan tipe benda mekanik dengan kwalitas yang diinginkan (Polunim, 1962).
Bahan pengisi merupakan bahan penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat
vulkanisasi ke dalam komponen lateks, bahan pengisi ditambahkan dalam jumlah
besar dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan
lateks, dan menurunkan biaya.
Bahan pengisi dibagi atas dua yaitu bahan pengisi aktif dan bahan pengisi tidak aktif.
- Bahan pengisi aktif penambahannya akan meningkatkan kekerasan, modulus,
ketahanan sobek dan ketahanan kikis. Penguatan yang ditimbulkan bahan pengisi
ditentukan oleh ukuran partikel keadaan permukaan dan bentuk butir halusnya.
Untuk memperoleh penguatan yang optimum maka partikel bahan pengisi
tersebut harus tersebar secara merata dalam komponen karet. Semakin kecil
ukuran partikel bahan pengisi maka pada penambahan dengan jumlah berat yang
sama, kekerasan kekuatan tarik barang jadi karet akan bertambah. Perpanjangan
putus serta modulus tidak banyak berpengaruh sedangkan daya pantulnya
berkurang.
- Bahan pengisi tidak aktif hanya akan meningkatkan kekerasan dan kekakuan
barang jadi karet sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang, tetapi
harga bahan pengisi tidak aktif relatif lebih murah sehingga umumnya digunakan
untuk menekan harga produk barang jadi (Ismail, 2000).

Universitas Sumatera Utara


2.4.5. Bahan Pelunak
Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian
bentuk. Penambahan bahan pengisi yang cukup banyak perlu diimbangi dengan
bahan pelunak. Apabila karet harus dicampur dengan banyak bahan pengisi, karet
akan menjadi jenuh (kurang elastis) dan keras. Untuk mempertinggi elastisitas
menurunkan kadar kekerasan ditambahkan bahan pelunak (Rubber Sticting, 1983).
Asam stearat adalah salah satu contoh bahan pelunak. Asam stearat umumnya
diperoleh dari hidrolisa lemak. Asam stearat penting dalam vulkanisasi karet yang
dapat bereaksi dengan seng oksida atau dengan logam oksida lainnya. Selama
vulkanisasi untuk membentuk karet yang dapat larut pada garam, yang mana pada
gilirannya bereaksi dengan bahan pencepat (Akiba & Hashim, 1997).

2.5. Formulasi Lateks Karet Alam


Sebelum mengalami proses vulkanisasi, lateks karet alam dan sejumlah bahan
kompon terlebih dahulu mengalami proses pencampuran (mixing) sehingga
membentuk suatu formulasi lateks. Pencampuran yang melibatkan bahan dasar yaitu :
1. Lateks HA 60%
2. Bahan pemvulkanisasi seperti dispersi sulfur
3. Pengaktif (activator) seperti dispersi ZnO
4. Pencepat reaksi ikatan silang (accelerator) seperti dispersi ZDBC
5. Penahan degradasi sifat-sifat karet (antidegradant) seperti dispersi butylated, p-
cresol dan dicylopentadiene (wingstay).
6. Bahan pengisi (filler) dispersi kalsium karbonat atau dispersi kaolin. Semua bahan
pravulkanisasi ini di stirer selama 2 jam dan dilakukan pemanasan pada suhu
700C maka diperoleh formulasi latex yang siap untuk di vulkanisasi dengan sulfur
pada suhu 1000C dan dikumil peroxida pada suhu 160 0C selama waktu 30 menit.

Universitas Sumatera Utara


2.6. Proses Pencelupan
Proses pencelupan merupakan suatu teknik yang menghasilkan barang dari
lateks yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke
dalam formulasi lateks. Sewaktu pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks,
partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami
hilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang terbentuk
mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang dicelupkan ke
dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan produk lateks akan
didapat. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan
produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan lain-lain. Teknik
pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu :
1. Pencelupan terus (straight dipping)
2. Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping)
3. Pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping) (Blackley, 1966)
Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk
menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2-0,8 mm.
Contoh produk yang mempunyai ketebalan ini adalah sarung tangan. Pencelupan
berkoagulan pada umumnya dapat dibagi atas dua jenis yaitu :
1. Pencelupan berkoagulan basah
2. Pencelupan berkoagulan kering
Pencelupan berkoagulan basah ialah teknik pencelupan dimana pembentuk
dilapisi oleh koagulan dicelupkan ke dalam formulasi lateks sewaktu koagulan itu
masih basah. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan basah
adalah asam asetat.
Pencelupan berkoagulan kering yaitu pembentuk dimasukkan ke dalam
formulasi lateks setelah koagulan yang meliputi pembentukan dikeringkan dahulu.
Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah
kalsium nitrat. Pencelupan berkoagulan kering lebih sering digunakan dari pada
pencelupan berkoagulan basah.

Universitas Sumatera Utara


Keburukan dari koagulan basah adalah bahan koagulan sering menetes ke
dalam tangki lateks menyebabkan hilangnya kestabilan lateks terjadi di dalam tangki
lateks dan partikel kecil karet akan terbentuk. Tangki lateks yang berisi partikel kecil
karet tidak dapat digunakan untuk menghasilkan produk, karena partikel kecil karet
ini akan melekat pada permukaan produk dan mengakibatkan kecacatan (Hamidah
Harahap, et al, 2006).
Ketebalan untuk film yang dihasilkan dengan teknik pencelupan berkoagulan
tergantung pada waktu rendaman (dwell time), kepekatan koagulan dan jumlah
kandungan padatan lateks karet alam yang digunakan. Jumlah kandungan padatan
lateks ini disebut Total Solids Content (TSC). Peningkatan nilai faktor-faktor di atas
akan meningkatkan ketebalan film yang dihasilkan (Baharin, 2000).

2.7. Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofil
dan gugus lipofil sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan
minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh
karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang
suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak
(lipofilik). Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang
panjang, sementara bagian yang non polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil
(Rossen, M.J, 1994).
Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan
pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut
(solubiliting agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan
kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar muka, antara fasa minyak
dan fasa air. Surfaktan digunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun
berbentuk emulsi air dalam minyak. Penambahan surfaktan dalam larutan akan
menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Kemudian setelah mencapai
konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi

Universitas Sumatera Utara


surfaktan ditambahkan. Kalau surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka
surfaktan mengagregasi membentuk misel.
Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration
(CMC). Tegangan permukaan akan menurun bila CMC tercapai. Bila CMC tercapai,
tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi
jenuh dan terbentuk misel (Rossen, M.J. 1994).
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatan dibagi empat golongan yaitu :
1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Contoh :
X- X - = COO- , OSO 3 -

2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Contoh :
|
X + = – N+ –
X+ |
3. Surfaktan non-ionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contoh :
X X = (OCH 2 CH 2 ) n OH
n = 6 – 30
4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan
positif dan negatif.
Contoh :
|
X X = – N+ – CH 2 – COO-
|

Universitas Sumatera Utara


Untuk menentukan kegunaan dari suatu surfaktan, biasanya ditentukan harga
HLB nya (Hidrophile-Lipohile Balance). Harga HLB dapat ditentukan secara teoritis
dan praktek. Penentuan harga HLB secara praktek dilakukan dengan menggunakan
tensiometer cincin Du Nuoy, dimana akan diperoleh harga tegangan permukaan yang
setelah diplotkan dengan logaritma konsentrasi akan diperoleh harga konsentrasi
kritik misel (KKM). Harga HLB ditentukan dengan menggunakan persamaan 1.
HLB = 7 – 0.36 ln (Co/Cw) ………….………………. 1
dimana : C0 = harga CMC
Cw = 100 – C0
Untuk penentuan harga HLB secara teoritis dapat ditentukan dengan persamaan 2.
HLB = 7 + ∑ (gugus hidrofil) - ∑ (gugus lipofil) ……………….. 2

Tabel 2.2. menyajikan harga-harga gugus hidrofil dan lipofil yang dapat
digunakan untuk menghitung harga HLB teoritis.

Tabel 2.2. Harga HLB untuk beberapa gugus fungsi

Gugus Hidrofil Harga HLB


- SO 4 Na+ 38.7
- COONa+ 19.1
N (amina tersier) 9.4
Ester (cincin sorbitol) 6.8
Ester (bebas) 2.4
Hidroksil (bebas) 1.9
Hidroksil (cincin sorbitol) 0.5

Gugus Lipofil
- CH 3 0.475
- CH 2 - 0.475
= CH - 0.475
(Belitz dan Grosch, 1986)

Penentuan harga HLB dapat juga diperoleh berdasarkan harga bilangan


penyabunan dan bilangan asam, yakni dengan menggunakan persamaan 3.

Universitas Sumatera Utara


S
HLB = 20 ( 1 - ) ........................ 3
A
Dimana : S = bilangan penyabunan
A = bilangan asam

2.8. Minyak Kelapa


Minyak kelapa merupakan bagian yang paling berharga dari buah kelapa dan
banyak digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak
kelapa dapat diekstraksi dari daging buah kelapa atau daging buah kelapa yang telah
dikeringkan. Kandungan minyak kelapa kopra umumnya 60-65% sedangkan daging
buah kelapa sekitar 43% (Sudirman, 1999).
Minyak kelapa merupakan minyak komersil yang penting dan mengandung
asam laurat yang tinggi. Asam laurat dari minyak kelapa ini sangat bersesuaian
dengan lemak dan minyak lainnya, memiliki perbedaan temperatur yang rendah dari
keadaan padat ke keadaan cair. Minyak kelapa memiliki lemak tidak jenuh yang
rendah sehingga kestabilan oksidasi tinggi (O’Brain, 1998).
Minyak kelapa merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Pembentukan
trigliserida secara umum menurut reaksi seperti gambar 2.11.

H2C – OH R1 – COOH H2C – O – COR1


| | |
+ + 3H2O
HC – OH R2 – COOH HC – O – COR2
| | |
H2C – OH R3 – COOH H3C – O – COR3

Gliserol Asam lemak trigliserida air


Gambar 2.11 . Reaksi pembentukan trigliserida

Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan ke


dalam asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Komposisi asam lemak minyak kelapa ditunjukkan pada tabel 2.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa (Ketaren, 1986)

Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)


Asam Lemak Jenuh
Asam kaproat C 5 H 11 COOH 0 - 0.8
Asam kaprilat C 7 H 15 COOH 5.5 - 9.5
Asam kaprat C 9 H 19 COOH 4.5 - 9.5
Asam laurat C 11 H 23 COOH 44 – 52
Asam Palmitat C 13 H 27 COOH 7.5 - 10.5
Asam stearat C 17 H 35 COOH 1–3
Asam Arachidat C 19 H 39 COOH 0 – 04
Asam Lemak Tak Jenuh
Asam palmitoleat C 15 H 29 COOH 0 - 1.3
Asam oleat C 17 H 33 COOH 5-8
Asam linoleat C 17 H 31 COOH 1.5 - 2.5

2.9. Sifat fisika dan kimia minyak kelapa.


Pengujian sifat fisika dan kimia digunakan untuk mengidentifikasi mutu
minyak kelapa. Sifat fisika dan kimia minyak kelapa meliputi kandungan air, asam
lemak bebas, warna, bilangan iod, bilangan penyabunan dan bilangan peroksida
(Erliza, 2007). Sifat fisika dan kimia dari minyak kelapa ditunjukkan pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa


Sifat Crude Cochin RBD
Kandungan air dan kotoran 1 0.1 0.03
Kadar asam lemak bebas 3 0.07 0.04
Bilangan penyabunan - 250 – 264 250 – 264
Bilangan iod - 7 – 12 7 – 12
Bilangan peroksida 2.0 0.5 0.5
TTD (0C) - 20 - 280C 20 - 280C
Indeks refraksi (400C) - 1.488 - 1.450 1.488 - 1.450
Berat Jenis - 0.907 - 0.913 0.907 - 0.913
Titik beku (0C) - 22 - 230C 22 - 230C
Sumber : Hui, 1996

Universitas Sumatera Utara


2.10. Metil Ester Asam Lemak
Produk olahan minyak yang merupakan non pangan diantaranya adalah
oleokimia. Salah satu produk turunan oleokimia adalah ester, contohnya metil ester.
Metil ester asam lemak mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil
ester asam lemak digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia
lain yaitu seperti fatty alkohol, alkanolamida, α sulfonat, metil ester, gliserol
monostearat, surfaktan gliserin dan asam lemak lainnya.
Permintaan metil ester dari tahun ke tahun meningkat karena metil ester
merupakan bahan baku yang sangat penting bagi industri kimia. Diperkirakan pada
periode 1991-1993 lebih dari senilai U$ 250 juta negara-negara industri seperti
Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Perancis dan Singapura membutuhkan metil ester.
Salah satu diantaranya adalah perusahaan Lion of Japan yang telah menggunakan
metil ester untuk memproduksi sabun mandi yang berkualitas, selain itu metil ester
saat ini telah digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan alternatif.
Metil ester asam lemak mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
asam lemak bebas (Tri Sakti, 1996) diantaranya yaitu :
1. Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah
dibandingkan dengan asam lemak.
2. Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester
dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah. Oleh karena itu proses pembuatan
metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedang asam
lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat.
3. Metil ester lebih mudah di destilasi sebab titik didihnya lebih rendah dan lebih
stabil terhadap panas.
4. Dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan
kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan
amida dengan kemurnian 60-70%.
5. Metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimia lebih
stabil dan non korosif (Trisakti, 1996).

Universitas Sumatera Utara


Metil ester asam lemak dapat diperoleh dengan melakukan reaksi secara
esterifikasi dan interesterifikasi. Pada reaksi esterifikasi, asam lemak bebas yang
terbentuk dari proses penyabunan dan hidrolisa minyak/lemak direaksikan secara
esterifikasi dengan metanol dan membentuk metil ester asam lemak, seperti
ditunjukkan pada gambar 2.12.

H 2 SO 4
RCOOH + CH 3 OH RCOOCH 3 + H2O
Asam lemak Metanol metil ester asam lemak air

Gambar 2.12 . Reaksi Esterifikasi Metil Ester Asam Lemak

Proses terjadi reaksi esterifikasi dengan katalis asam sangat lambat, sehingga
ditambah sedikit asam sulfat yang berfungsi sebagai katalis agar terjadi reaksi
kesetimbangan membentuk senyawa ester. Untuk lebih meningkatkan hasil reaksi
esterifikasi maka digunakan asam karboksilat atau alkohol yang berlebihan
(Solomon, 1994).
Selain itu metil ester asam lemak juga dapat dibuat secara reaksi
interesterifikasi dari minyak dan lemak baik yang berasal dari hewan maupun dari
tumbuhan. Reeaksi interesterifikasi dapat berlangsung dengan katalis asam atau basa.

2.11. Amida Asam Lemak


Amida merupakan suatu senyawa yang tersusun dari C ; H, O, N terbentuk
dari asam karboksilat dan NH 3 . Dilihat dari strukturnya, amida dapat dianggap
sebagai turunan asam karboksilat dimana gugus OH diganti oleh gugus NH 2 atau
dapat dianggap sebagai turunan dari amoniak dimana satu atom H-nya diganti oleh
gugus alkil.

Universitas Sumatera Utara


Senyawa amida digolongkan tiga jenis (Ismail, 2002) yaitu :
a. Amida primer

O
R – C
NH2

Merupakan turunan dari amoniak dengan dua gugus atom H, misalnya asetamida.
b. Amida sekunder

O
R – C
NH-R

Merupakan turunan dari amoniak dimana satu atom H-nya digantikan dengan dua
gugus alkil, misalnya diasetamida.

c. Amida tersier

O
R – C
N–R
|
R

Merupakan turunan dari amoniak dimana 2 atom H-nya digantikan dengan dua
gugus alkil. Misalnya : triasetamida.
Senyawa amida mengandung nitrogen yang mempunyai sepasang elektron
menyendiri dalam satu orbital terisi, sehingga diharapkan amida dapat bereaksi
dengan asam seperti amina, namun amida tidak dapat bereaksi dengan asam karena
amida merupakan basa sangat lemah dengan pKb bernilai 15-16 (Fessenden, 1999).
Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik didih dan titik cair yang tinggi karena
adanya pembentukan ikatan hidrogen intermolekul selama masih terdapat hidrogen
yang terikat pada nitrogen. Senyawa ini juga sangat istimewa karena nitrogennya
mampu melepaskan elektron dan mampu membentuk ikatan π dengan karbonil.

Universitas Sumatera Utara


Amida asam lemak merupakan suatu senyawa kimia organik yang khas, dimana
merupakan bahan padat yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi.
Senyawa ini pada umumnya memiliki titik lebur yang tinggi, kestabilan yang
baik dan paling menarik adalah memiliki kelarutan yang rendah dalam berbagai jenis
pelarut. Amida asam lemak dapat dibuat secara sintetis pada industri oleo kimia,
dimana berlangsung dalam proses Batch. Pada proses ini, amoniak dan asam lemak
bebas bereaksi pada 2000C dan tekanan 345-690 K Pa selama 10-12 jam.
Dengan proses tersebutlah dibuat amida primer lauramida, miristamida serta
yang lainnya.
RCOOH + NH 3  RCONH 2 + H2O
Selain proses batch, amida primer dapat diperoleh dengan mereaksi dan
amonia dengan metil ester asam lemak.
C 11 H 23 COOCH 3 + NH 3  C 11 H 23 CO NH 2 + CH 3 OH

Senyawa amida dapat disintesis melalui beberapa cara antara lain :


1. Dehidrasi garam amonium melalui pemanasan dan destilasi
CH 3 CO 2 NH 4  CH 3 CONH 2 + H2O
Senyawa asetamida dapat diperoleh dengan destilasi faksinasi amonium asetat.
Asam asetat biasanya ditambahkan sebelum pemanasan untuk menekan hidrolisis
amonium asetat. Asam asetat dan air dapat dihilangkan dengan cara destilasi
lambat.
2. Pemanasan asam dan urea
CH 3 COOH + NH 2 CONH 2  CH 3 CONH 2 + CO 2 + NH 3
Reaksi ini terjadi pada suhu 1200C, asam karbonat yang terbentuk terdekonposisi
menjadi karbondioksida dan amoniak. Garam amonium juga bereaksi dengan urea
pada temperatur diatas 1200C yang menghasilkan amida.
3. Reaksi antara amonia pekat dengan metil ester
Pada proses ini disebut dengan ammonolisis ester. Jika amida yang terbentuk larut
dalam air maka dapat diisolasi secara destilasi. Misalnya :

Universitas Sumatera Utara


CH 3 COOCH 3 + NH 3  CH 3 CONH 2 + CH 3 OH
4. Reaksi asam karboksilat dengan amoniak encer.
Asam karboksilat bereaksi dengan amoniak encer sehingga terbentuk garam
amonium yang kemudian dipanaskan sampai terjadi dehidrasi untuk
menghasilkan amida (Solomon, 1994).
O O O
R – C – OH + NH 3  R – C – ONH 4  R – C – NH 2 + H 2 O

2.12. Amonium Lauril Sulfat


Amonium lauril sulfat [CH 3 (CH 2 ) 11 OSO 3 NH 4 ] adalah termasuk surfaktan
anionik dimana surfaktan ini mengalami ionisasi sehingga gugus hidrofiliknya
membawa muatan negatif. Secara umum struktur amonium lauril sulfat.
O
||
O – S – O- NH 4 +
||
O
Amonium lauril sulfat adalah deterjen yang baik, karena garamnya berasal
dari asam kuat dan larutannya hampir netral.
Karakteristik amonium lauril sulfat (E. Merck, 2008)
Rumus molekul : C 12 H 29 NO 4 S
Berat molekul : 283.43
Titik didih : > 1000C
Densitas : 0.998 g/cm3
Kelarutan : H2O
Titik nyala : > 930C
Kestabilan : Stabil dalam kondisi biasa

Universitas Sumatera Utara


2.13. Karakterisasi Produk Film Lateks
Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa campuran
polimer. Karakterisasi yang dilakukan adalah swelling index, uji tarik, spektroskopy,
FTIR dan Scaning Elektron Microscoft (SEM).

2.13.1. Uji Swelling Index


Uji Swelling (ASTM 3615) adalah dilakukan dengan memotong film latex
sampel karet yang dibentuk secara bulat diameter 38 mm dan ketebalan 0,2 mm
dengan metode perendaman dalam siklohexana pada suhu kamar selama 30 menit
untuk memungkinkan pengembangan guna mencapai kesetimbangan difusi.
Kemudian permukaan sampel yang mengembang dihitung dengan menggunakan
kertas grafik dan rasio pengembangan di definisikan sebagai:
Ws
Swelling Indek =
Wi
Dimana Ws dan Wi adalah berat dari benda uji sebelum mengembang dan
setelah perendaman selama waktu “t”. Rasio ini tentu merupakan ukuran langsung
dari tingkat hubungan silang. Berat sampel benda uji sebelum mengembang 38 mm.
(Maged S, Sob 2003).

2.13.2. Kekuatan Tarik


Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang
terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan
tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks ) yang
digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang
awal (Ao) dapat ditunjukkan pada persamaan 2.1 (Wirjosentono, B. 1995).

Fmaks
σ = …………………………………………………. (2.1)
Ao
Dimana :

Universitas Sumatera Utara


σ = kekuatan tarik (kg. f/mm2)
F maks = beban maximum (kgf)
Ao = luas penampang awal (mm2)
Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan (gaya
persatuan luas), maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva
tegangan terhadap regangan merupakan gambaran karakteristik dan sifat mekanik
suatu bahan. Untuk bahan poli isoprena bentuk kurva tegangan-regangan terlihat
pada gambar 2.13 di bawah ini.

C
 Kekuatan tarik akhir
Tegangan
pada yield
A
 
B
Tegangan (σ)

Kemuluran
pada yield Kemuluran

Regangan (C)

Gambar 2.13. Kurva tegangan-regangan bahan poli-isoprena

Pada kurva di atas ada juga tahapan proses yang terjadi tahap pertama (sampai
titik A), kenaikan regangan bahan polimer berbanding lurus dengan tegangan, bila
tegangan dilepaskan specimen bahan akan kembali pada bentuk semula (bahan
bersifat elastis). Bila regangan diperbesar melampaui beban maksimum (σ 0 ) molekul
bahan akan mengalami orientasi ke arah tarikan dan akan mengalami perubahan
regangan yang besar. Sampai titik B, semua molekul sudah terorientasi secara
teratur dan membentuk struktur kristalin yang lebih kuat. Pertambahan regangan
menjadi lebih kecil dan tegangan akan naik drastis sampai bahan terputus pada titik C
dengan besar tegangan = σ t . Daerah antara titik A dan C disebut daerah plastis, bila
bahan tidak bersifat plastis maka spesimen bahan akan terputus setelah titik A.

Universitas Sumatera Utara


Di samping kekuatan tarik (σ) sifat mekanik bahan yang lain juga dapat
diamati dan sifat kemulurannya (ε) yang didefenisikan sebagai :
lf − lo
ε= x 100% …………………………………………….. (2.2)
lo
dimana :
ε = dalam %
lf, lo = panjang specimen setelah dan sebelum diberi tegangan (mm)
(Wirjosentono, 1995)

2.13.3. Spektroskopi Infra Merah Fourier Transform (FT-IR)


Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi
FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali
dilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk
mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan
penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson
pada akhir abad 19.
Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk
identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa
(misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai
spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita
serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm-1.
Pada molekul biasa molekul organik frekwensi vibrasinya dalam keadaan
tetap. Masing-masing ikatan mempunyai vibrasi regangan (stretching) dan vibrasi
tekuk (bending) yang dapat mengabsorbsi energi radiasi pada frekwensi itu. Yang
dimaksud vibrasi regangan adalah terjadinya terus menerus perubahan jarak antara
dua atom di dalam suatu molekul. Vibrasi ini ada dua macam, yaitu regangan simetris
dan tak simetris. Yang dimaksud vibrasi tekuk adalah terjadinya perubahan sudut

Universitas Sumatera Utara


antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi tekuk, yakni vibrasi tekuk dalam
bidang (inplane bending) yang dapat berupa vibrasi deformasi (scissoring) atau
vibrasi “rocking” dan vibrasi keluar bidang (out of plane bending) yang dapat berupa
“wagning” atau berupa twisting (Gambar 2.14).

Gambar 2.14 . Macam-macam vibrasi pada FT-IR

Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti


pemlastis, pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum
inframerahnya. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif,
panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat
digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan
munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer.
Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus hidoksida
dan karboksilat.
Umumnya pita serapan polimer pada spektrum inframerah adalah adanya
ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm-1 - 2900 cm-1 dan regangan dari gugus
fungsi lain yang mendukung untuk analisa suatu material.
Banyak faktor yang mempengaruhi frekwensi vibrasi suatu ikatan dalam
molekul dan tidak mungkin memisahkan pengaruhnya satu dari yang lain, sebagai
contoh serapan ikatan C = O dalam gugus keton (RCOCH 3 ) lebih rendah dari pada

Universitas Sumatera Utara


dalam RCOCI. Perubahan frekwensi C = O ini karena perbedaan massa di antara CH 3
dan Cl (Silverstein, et.al, 1981).

2.13.4. SEM (Scanning Electron Microscopy)


SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen
secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada
spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa
fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan
absorbsi elektron.
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa
permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari
lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang
diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan.
Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang
dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh
detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas
yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor
dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke
dalam suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan
konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan
perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Yang biasa
digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik
digunakan emas atau campuran emas dan Palladium.

Universitas Sumatera Utara

You might also like