Laporan Pendahuluan Pre Eklamsia Berat Di Ruang Mahmudah Mawardi Rs. Islam Nahdlotul Ulama Demak

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMSIA BERAT


DI RUANG MAHMUDAH MAWARDI RS. ISLAM NAHDLOTUL ULAMA
DEMAK

Di susun oleh :
SUROJI
201703107
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA
KUDUS
2018

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah
masalah besar di negara berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya
menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa produktivitasnya.
Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya
meninggal saat hamil atau bersalin (Saifuddin 2006, h. 3).
Saat ini angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di
seluruh dunia mencapai 515.000 jiwa tiap tahun. Ini berarti seorang ibu
meninggal hampir setiap menit karena komplikasi dalam kehamilan maupun
persalinannya. Angka kematian ibu (AKI) berhasil diturunkan dari 307 per
10.000 kelahiran hidup tahun 2004 menjadi 262 pada tahun 2005, 255 pada
tahun 2006 menjadi 248 pada tahun 2007 (Untoro, 2009). Sedangkan AKI di
propinsi Jawa Tengah tahun 2005 berdasarkan hasil survey kesehatan Daerah
sebesar 252 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Propinsi Jawa Tengah,
2007).
Menurut Manuaba (2001, h. 239) penyebab kematian ibu perinatal
yang tertinggi terutama di negara berkembang adalah perdarahan, infeksi, pre
eklamsi serta eklamsi. Kematian karena eklamsi meningkat tajam
dibandingkan pada tingkat pre eklamsi berat. Oleh karena itu, menegakkan
diagnosa dalam pre eklamsi dan mencegah agar jangan berlanjut menjadi
eklamsi merupakan tujuan pengobatan.
Salah satu penyebab kematian ibu di Indonesia adalah pre eklamsi, pre
eklamsi harus selalu dianggap sebagai kasus yang berbahaya, karena jika
penanganan tidak cepat dan tepat dapat menyebabkan kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasiokordis, edema paru-paru,
sedangkan pada bayi dapat menyebabkan kematian yang terutama disebabkan
oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas (Sarwono 2006, h. 297).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria
tetapi tidak menunjukkan tanda - tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri,
dan edema.
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan.
B. Klasifikasi
Dibagi dalam 2 golongan :
1. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah
terlentang/tidur berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam.
b. Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1
kg atau lebih perminggu.
c. Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+
pada urin kateter atau midstream
2. Pre-eklampsi berat:
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
c. Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
d. Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di
epigastrium
e. Ada edema paru dan sianosis
Perbedaan Preeklamsia ringan dan Berat
EFEK PADA PREEKLAMSI RINGAN PREEKLAMSIA BERAT
IBU
Tekanan Darah Peningkatan TD sistolik 30 Peningkatan menjadi lebih
(TD) mmHg atau lebih, kurang 160/110 mmHg pada
peningkatan TD diastolik dua kali pemeriksaan dengan
sebesar lebih dari sama jarak 6 jam pada ibu hamil
dengan 15 mmHg atau yang beristirahat di tempat
hasil pemeriksaan sebesar tidur.
140/90 mmHg dua kali
dengan jarak 6 jam.
MAP 140/90 = 70 160/110 = 127
Peningkatan Peningkatan BB lebih dari Sama seperti preeklamsia
Berat Badan 0,5 kg/minggu selama ringan.
(BB) trimester ke-2 dan ke-3
atau peningkatan BB yang
tiba-tiba sebesar 2 kg
setiap kali.
Proteinuria Proteinuria sebesar 300 Proteinuria 5 sampai 10 g/L
Dipstik mg/L dalam 24 jam atau dalam 24 jam atau lebih dari
kuantitatif 24 >1 g/ L secara random sama dengan +2 protein
jam dengan memakai contoh dengan dipstik.
urin siang hari yang
dikumpulkan pada 2 waktu
dengan jarak 6 jam karena
kehilangan protein dan
bervariasi; dengan dipstik,
nilai bervariasi dari sedikit
sampai +1.
Edema Edema dependen, bengkak Edema umum, bengkak
di mata, wajah, jari, bunyi semakin jelas di mata, wajah,
paru pulmoner tidak jari, bunyi paru (rales) bisa
terdengar. terdengar.
Refleks Hiperefleksi +3; tidak ada Hiperefleksi +3 atau lebih;
klonus di pergelangan kaki. klonus di pergelangan kaki.
Haluaran urin Keluaran sama dengan Oligouri; lebih dari sama
masukan; lebih dari sama dengan 30 ml/jam atau 120
dengan 30 ml/jam ml/4 jam
Nyeri kepala Sementara Berat
Gangguan Tidak ada Kabur, fotofobia, bintik buta
penglihatan pada funduskopi.
Iritabilitas/afek Sementara Berat
Nyeri ulu hati Tidak ada Ada
Kreatinin serum Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Peningkatan Minimal Jelas
AST
Hematokrit Meningkat Meningkat

EFEK PADA PREEKLAMSI RINGAN PREEKLAMSIA BERAT


JANIN
Perfusi plasenta Menurun Perfusi menurun dinyatakan
sebagai IUGR pada fetus, DJJ:
deselerasi lambat.
Premature Tidak jelas Pada waktu lahir plasenta
placental aging terlihat lebih kecil daripada
plasenta yang normal untuk
usia kehamilan, premature
aging terlihat jelas dengan
berbagai daerah yang
sinsitianya pecah, banyak
terdapat nekrosis iskemik
(infrak putih) dan deposisi
fibrin intervilosa (infrak
merah) bisa terlihat.

C. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui dengan pasti.
Carpenito (1997:1042), menerangkan bahwa faktor-faktor terjadinya pre
eklampsi adalah sebagai berikut:
1. Usia ibu hamil kurang dari 21 tahun
2. Usia ibu hamil lebih dari 35 tahun
3. Mempunyai riwayat penyakit pembuluh ginjal
4. Diabetes melitus
5. Penyakit pembuluh darah
6. Kehamilan kembar
7. Mola hidatidosa
8. Penyakit hipertensi kronik
9. Riwayat keluarga dengan hiperetensi sebagai pengaruh kehamilan
Faktor Risiko terjadinya pre-eklamsia :
1. Kehamilan pertama
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine,
dan tekanan darah tinggi)
6. Kehamilan kembar
D. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif Pada preeklampsia yaitu :
1. Sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
2. Penglihatan kabur
3. Nyeri di daerah epigastrium,
4. Mual atau muntah-muntah.
5. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi,
6. Edema dan proteinuria bertambah meningkat (Trijatmo, 2005).

Tanda dan gejala pre eklamsia ringan :


1. Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160
mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg
2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau
tangan
Tanda gejala pada pre eklamsia berat :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam)
6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
7. Nyeri ulu hati
8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
9. Perdarahan di retina (bagian mata)
10. Edema (penimbunan cairan) pada paru
11. Koma
E. Patofosiologi
Pada pre-eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari
arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua arteriola dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan darah dengan
sendirinya akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui
sebabnya, mungkin disebabkan oleh retensi air dan garam. proteinuri mungkin
disebabkan oleh spasmus Arteriola sehingga terjadi perubahan glomerulus.
Perubahan pada organ-organ:
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam
batas-batas normal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi,
ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang
dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan
pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Perubahanp ada uri dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi
sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan
meningkat maka terjadilah partus prematurus.
3. Perubahan pada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang.
Hal ini menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun,
sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filnasi glomerulus
dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat
terjadi oliguria dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya
disebabkan oleh edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi
kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang
ditemukan abses paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah.
Bila ini dijumpai adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi
dapat terjadi ablasio retinae, disebabkan edema intra-okuler dan hal ini
adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk terminasi
kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari
pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah adanya: skotoma,
diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata
pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak
terjadi ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonasn atrikusd an
pH normal. Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah
naik sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga
cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-
kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi sehingga
natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk
bikarbonas natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih
normal.
F. Sindrom HELLP
Sindrom HELLP ( H=Hemolysis, ELL= Elevated Liver Enzym, P= Low
Platelet Count), suatu keadaan multisistem, merupakan suatu bentuk
preeklamsia-eklamsia berat dimana ibu tersebut mengalami berbagai keluhan
dan menunjukkan adanya bukti laboratorium umum untuk sindrom hemolisis
(H) sel darah merah, peningkatan enzim hati (EL) dan trombosit rendah (LP).
Keluhan berfariasi dari malaise, nyeri ulu hati, mual, dan muntah, sampai
gejala menyerupai virus yang tidak spesifik. Pada waktu berobat, ibu ini
biasanya sudah berada dalam trimester kedua atau awal trimester ketiga dan
awalnya hanya menunjukkan beberapa tanda preeklamsia. Ibu ini biasanya
akan menerimadiagnosa bukan obstetri, sehingga memperlambat pengobatan
dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal (Martin,
dkk, 1991a).
Walaupun mekanisme pasti belum diketahui, sindrom HELLP diduga
terjadi akibat perubahan yang mengiringi preeklamsia. Vasospasme arterial,
kerusakan endometrium dan agregasi trombosit dengan akibat hipoksia
jaringan ialah mekanisme yang mendasarinya uuntuk patofisiologi sindrom
HELLP (Poole, 1988, 1993).
Koagulasi yang terlihat pada sindrom HELLP serupa dengan DIC,
kecuali bahwa pemeriksaan faktor pembekuan, masa protrombin, masa
tromboplastin sebgian (PTT), dan waktu perdarahan biasanya tetap normal
(Guyton, 1992; Leduc, dkk, 1992; Perry, 1992). Dalam mengevaluasi
keparahan koagulopati yang terdapat dalam sindrom HELLP, harus selalu
diingat bahwa trombositopenia adalah temuan yang umum (Perry, 1992)
G. Pemeriksaan penunjang
1. Uji diagnostik dasar
a. Pengukuran tekanan darah
b. Analisi protein dalam urine
c. Pemeriksaan edema
d. Pengukuran tinggi fundus uteri
e. Pemeriksaan funduskopik
2. Uji laboratorium
a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan darah tepi)
b. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat
aminotranferase)
c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
3. Uji untuk meramalkan hipertensi
a. Roll-over test
b. Pemberian infus angiotensin II
H. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia.
Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan
eklampsia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
2. Hipofibrirngenemia
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsi berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlansung
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retin4 hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru. Hal ini disebabkan karena gagal jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia dan eklampsia
8. merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas
untuk eklampsia tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati,
terutama penentuan enzim-enzimnya.
9. Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low
platelet.
10. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal
ginjal.
11. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat
kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intra vascular
coogulation)
12. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra-uterin.
I. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia
berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,
refleks patella setiap jam.
3. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-
125cc/jam) 500 cc.
4. Antasida
5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi
40 mg/im.
8. Antihipertensi diberikan bila :
a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg
atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta.
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan
obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi.
Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press
disesuaikan dengan tekanan darah.
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5
kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama
mulai diberikan secara oral.
9. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat :
a. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1
gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit).
Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 %
dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi
nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung
adrenalin pada suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam
pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6
jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4
1.) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
2.) Refleks patella positif kuat.
3.) Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
4.) Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
d. Magnesium dihentikan bila :
1.) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U
magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15
mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
2.) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
Hentikan pemberian magnesium sulfat :
a.) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
b.) secara IV dalam waktu 3 menit.
c.) Berikan oksigen.
d.) Lakukan pernapasan buatan.
3.) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif)
Pengobatan Obstetrik
Cara Terminasi Kehamilan yang Belum Inpartu
1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau
lebih dan dengan fetal heart monitoring.
2. Seksio sesaria bila :
a. Fetal assesment jelek
b. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)
atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
c. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase
aktif.
d. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria.
Cara Terminasi Kehamilan yang Sudah Inpartu
Kala I
1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio
sesaria.
2. Fase aktif :
a. Amniotomi saja
b. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap
maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan
oksitosin).
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3
menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32
minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali
24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
Perawatan Konservatif
1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada
pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan
intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri
dan 4 gram pada bokong kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
medisinal gagal dan harus diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
4. Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia
ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia
ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre
eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 mi
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah menetap melebihi nilai dasar setelah
20minggu kehamilan. Riwayat hipertensi kronis, nadi mungkin
menurun, dapat mengalami memar spontan, perdarahan lama, atau
epistaksis (trombositopenia).
b. Eliminasi
Fungsi ginjal mungkin menurun (kurang dari 400ml/24jam) atau
tidak ada.
c. Makanan/cairan
Mual, muntah. Penambahan berat badan 2+1b [0,9072kg] atau lebih
dalam 1minggu, 6 1b [2,72kg] atau lebih/bulan (tergantung pada
lamnya gestasi). Malnutrisi (kelebihan atau kurang berat badan 20%
atau lebih besar), masukan protein/kalori kurang. Edema mungkin
ada, dari ringan sampai berat/umum dan dapat meliputi wajah,
ekstrimitas dan sistim organ. Diabetes melitus.
d. Neurosensori
Pusing, sakit kepala frontal. Diplopia, penglihatan kabur.
Hiperefleksia. Kacau mental-tonik, kemudian fase tonik-klonik,
diikuti dengan periode kehilangan kesadaran. Pemeriksaan
funduskopi dapat menunjukkan edema atau spasme vaskuler.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri epigastrik (region kuadran atas kanan).
f. Penapasan
Pernapasan mungkin kurang dari 14x/menit. Krekels mungkin ada.
g. Keamanan
Ketidaksesuaian Rh mungkin ada.
h. Seksualitas
Primmigravida, gestassi multipel, hidramnion, mola hidratidosa,
hidrops fetalis (Antigen-antibodi Rh). Gerakan bayi mungkin
berkurang. Tanda-tanda abrupsi plasenta mungkin ada.
i. Penyuluhan/pembelajaran
Remaja (di bawah usia 15 tahun) dan primigravida lansia (usia 35
tahun atau lebih) berisiko tinggi. Riwayat keluarga hipertensi karena
kehamilan (HKK).
j. Pemeriksaan Diagnostik
1.) Tes presor supine (tes rollever) : dapat digunakan untuk
memeriksa klien-klien berisiko terhadap HKK, antara gestasi
minggu ke 28-32, meskipun keakuratan diragukan; peningkatan
20-30 mmHg pada tekanan sistolik atau 15-20mmHg pada
tekanan diastol menandakan tes positif.
2.) Tekanan arteri rerata (MAP) : 90 mmHg pada trimester ke 2
mmenandakan HKK.
3.) Hematokrit (Ht) : Meningkat pada perpindahan cairan, atau
penurunan pada sindrom HELLP (hemolisis, peningkatana
enzim hepar, hitung trombosit rendah).
4.) Hemoglobin (Hb) : Rendah bila terjadi hemolisis (sindrom
HELLP).
5.) Smear perifer : Distensi sel – sel darah atau skistosit pada
sindrom HELLP atau hemolisis intravaskuler.
6.) Hitung trombosit serum : Kurang dari 100.000/mm3 pada
koagulasi intravaskuler diseminata (KID) atau pada sindrom
HELLP, seperti perekatan trombosit pada kolagen yang
dilepaskan dari pembuluh darah yang rusak.
7.) Kadar kreatinin serum : Meningkat
8.) AST (SGOT), laktat dehidrogenase (LDH), dan kadar bilirubin
serum (terutama yang tidak langsung) : Meningkat pada sindrom
HELLP dengan masalah hepar.
9.) Kadar asam urat : Setinggi 7 mg/100mL, bila masalah ginjal
berat.
10.) Masa protrombin (PT), masa tromboplastin parsial (PTT), masa
pembekuan : Memanjang, penurunan fibrinogen, produk spilt
fibrin (FSP) dan produk degradasi fibrin (FDP) positif bila
terjadi koagulopati.
11.) Berat jenis urin : Meningkat menunjukkan perpindahan
cairan/dehidrasi vaskuler
12.) Proteinuria : Dengan menggunakan dipstik pengukuran 1+ ke 2+
(sedang), 3+ ke 4+ (berat), atau lebih dari 5 gr/ l dalam 24 jam.
13.) Kadar estriol urin/plasma : Menurun menandakan penurunan
fungsi plasenta. (Estriol tidak bermanfaat sebagai prediktor dari
profil biofisik [BPP] karena kesenjangan waktu antara masalah
janin dan hasil tes).
14.) Kadar laktogen plasenta manusia : Kurang dari 4 mEq/ml
menunjukkan fungsi plasenta abnormal (tidak sering dilakukan
pada skrining HKK).
15.) Ultrasonografi : Pada gestasi minggu ke 20 sampai ke 26 dan
diulang 6–10 minggu kemudian, menentukan usia gestasi dan
mendeteksi retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR).
16.) Tes cairan amniotik (rasio lesitin terhadap sfingomielin [L/S],
fosfatidilgliserol [pg], kadar fosfatidilklolin tersaturasi) :
menggambarkan maturitas paru janin.
17.) BPP (biophysical profile), termasuk volume cairan amniotik,
”fetal tone”, pergerakan pernapasan janin (FBM), pergerakan
janin dan denyut jantung janin reaktif/tes nonstres : menentukan
kesejahteraan/risiko janin.
18.) Tes stres kontraksi (CST) : Mengkaji respon janin terhadap stres
kontraksi uterus.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan vasospasme arteri
uterinaria
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi/pengaruh
buruk interpersonal, ancaman kematian.
c. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan
dengan perubahan pada plasenta (gangguan uteroplasenta).
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan vasospasme arteri
uterinaria.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan kesejahteraan janin tercapai.
Kriteria hasil :
1.) Peningkatan kesejahteraan janin
2.) Tidak ada penurunan frekuensi jantung pada CST/OCT
(contraction stress test/oxytocin challenge test)
Intervensi :
1.) Lakukan pemasangan KTG ( Kardio Topografi)
Rasional : mengetahui kesejahteraan janin
2.) Anjurkan ibu untuk berbaring miring ke kiri
Rasional : membantu melancarkan peredarah darah pada janin,
meningkatkan kesejahteraan janin
3.) Berikan oksigen tambahan pada ibu
Rasional : membantu perbaikan sirkulasi pembuluh darah dan
ketersediaan oksigen untuk ambilan janin
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi/pengaruh
buruk interpersonal, ancama kematian.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x30 menit
ansietas klien teratasi.
Kriteria Hasil : klien mau mengungkapkan perasaannya secara
terbuka.
Intervensi :
1.) Kaji sumber dan tingkat ansietas klien/pasangan.
Rasional : Semua klien mengalami persalinan dan kelahiran
dengan derajat tertentu dari ansietas, yang menjadi lebih tinggi
pada situasi berisiko tinggi. Ansietas ini secara langsung
berhubungan denagan rasa takut karena ketidaktahuan karena
perkiraan hasil akhir bagi klin dan janin kurang.
2.) Anjurkan pengungkapan perasaan, berikan dukungan emosi
yang cepat.
Rasional : membantu klien/pasanangan dalam ngidentifikasi
masalah khusus dan membantu menghilangkan ansietas.
3.) Informasikan klien bahwa dokter anak akn datang pada saat
kelahiran, bila mungkin kenalkan klien pada dokter anak
sebelum kelahiran.
Rasional : menjamin klien/pasangan bahwa pada kelahiran, bayi
akan ada dalam penanganan kompeten dan menerima perawatan
yang tepat.
c. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan
perubahan pada plasenta
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x30 menit
tidak terjadi foetal distress pada janin
Kriteria Hasil : DJJ ( + ) : 12-12-12, Hasil NST , Hasil USG ;
Intervensi :
1. Monitor DJJ sesuai indikasi
R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur
dan solusio plasenta
2. Kaji tentang pertumbuhan janin
R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena
hipertensi sehingga timbul IUGR
3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut,
perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu
akibat hipoxia bagi janin
4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi
jantung serta aktifitas janin
5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST
R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin
DAFTAR PUSTAKA

Anik M. & Yulianingsih. 2009. Asuhan kegawatdaruratan dalam Kebidanan.


Jakarta : Trans Info Media.
Doengoes, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi : Pedoman
untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Saifuddin, Abdul B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsi Obstetri. Jakarta : EGC

http://one.indoskripsi.com/node/9081
http://diyoyen.blog.friendster.com/2008/11/preeklampsia-berat/
http://agungnurse.blogspot.com/2009/05/askep-pd-pasien-dgn-perdarahan.html

You might also like