Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE
UNIT PRA RUMAH SAKIT INTALASI GAWAT DARURAT
RSUD Dr SOETOMO

Disusun Oleh:

Ichtiyar Rizki Zerniansyah


Tingkat IV / Semester VIII
P27820714019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STROKE

A. DEFINISI
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Muttaqin, 2008).

B. ETIOLOGI
Berikut ini adalah etiologi/ penyebab stroke menurut Muttaqin (2008).
1. Thrombosis Serebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hiperkoagulasi pada Polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis
Arteritis adalah radang pada arteri.
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat
menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD)
2) Infark Miokard
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong
sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. KLASIFIKASI
1. Menurut Patologi dan Gejala Klinik
a. Stroke Hemorragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya
keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll).
b. Stroke Non Hemorragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut Perjalanan Penyakit atau Stadium
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.

D. PATOFISIOLOGI
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang di suplai oleh pembuluh darah yang tersumbat (Arif
Muttaqin, 2008).
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting
untuk otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turgulensi. Trombus dapat pecah
dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus
mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang di suplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan, dan edema dan kongesti di sekitar area (Arif Muttaqin, 2008).
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan (Arif Muttaqin, 2008).
Karena trombosit biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebri oleh embelus menyebabkan edema dan nekrosis di ikuti trombosis.
Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses
atau ensefalisis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pendarahan serebri,
jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebropaskular, karena perdarahan yang luas terjadi
distruksi masa otak peningkatan tekanan intrakranial yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falks serebri atau foramen magnum.
Kematian disebabkan oleh kompresi batang otak, hemesper otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepergitiga kasus perdarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak,
akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunnya
drainase otak.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik yang
paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan, hemparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek
tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan kognitif dan efek
psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002). Gejala stroke dapat bermacam –
macam, di antaranya adalah:
1. Hemiparesi
2. Kontus/ bingung
3. Delirium/ hilang ingatan
4. Latergi/ mengantuk
5. Stupor/ penurunan kesadaran
6. Disartria/ bicara pelo
7. Gangguan penlihatan/ hemianopia
8. Diplopia/ penglihatan ganda
9. Pusing, mual, muntah, dan nyeri kepala.

G. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas
dan terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus: individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi Serebral
Untuk menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan Laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

I. PENCEGAHAN PRIMER PADA STROKE


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan
pengendalian berbagai factor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat dan kelompok
risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke. (PERDOSSI,2011)
1. Mengatur Pola Makan yang Sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat meningkatkan risiko
terkena serangan stroke, sebaliknya risiko konsumsi makanan rendah lemak dan
kolesterol dapat mencegah terjadinya stroke. Beberapa jenis makan yang di anjurkan
untuk pencegahan primer terhadap stroke adalah:
1) Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol
a. Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur, jagung
dan gandum.
b. Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL,
menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila dimakan dipagi
hari (memperlambat pengosongan usus).
c. Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,
menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak
mempengaruhi kadar kolesterol HDL.
d. Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede menurunkan
kolesterol LDL dan mencegah arterrosklerosis.
Mekanisme kerja: menambah sekresi asam empedu, meningkatkan aktifitas estrogen
dan isoflavon, memperbaiki elastisitas arteri dan meningkatkan aktifitas antioksidan
yang menghalangi oksidasi LDL.
2) Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke
a. Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein seperti
asam folat,vitamin B6, B12, dan riboflavin.
b. Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan B12, mempunyai efek
proteksi terhadap stroke.
c. Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon mengandung omega-3,
eicosapperitenoic acid (EPA) dan docosahexonoic acid (DHA) yang
merupakan pelindung jantung mencegah risiko kematian mendadak,
mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan
kecenderungan adhesi platelet, sebagai precursor prostaglandin, inhibisi
sitokin, antiinflamasi dan stimulasi Nitric oxide (NO) endothelial. Makanan
jenis ini sebaiknya dikonsumsi dua kali seminggu.
d. Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C,E, dan betakaroten)
seperti yang banyak terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-
bijian.
e. Buah-buahan dan sayur-sayuran
 Kebiasaan/membudaya diit kaya buah-buahan dan sayuran bervariasi
minimal 5 porsi setiap hari
 Sayuran hijau dan jeruk yang menurunkan risiko stroke
 Sumber kalium yang merupakan predictor yang kuat untuk mencegah
mortalitas akibat stroke, terutama buah pisang.
 Apel yang mengandung quercetin dan phytonutrient dapat menurunkan
risiko stroke.
f. Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan.

3) Anjuran lain tentang makanan:


a. Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan antrium (<6 gram/hari).
Bahan-bahan yang mengandung natrium seperti monosodium glutamate dan
sodium nitrat, sebaiknya dikurangi. Makanan sebaiknya harus segar. Pada
penderita hipertensi, asupan natrium yang dianjurkan ≤2,3 gram/hari dan
asupan kalium ≥4,7 gram/hari.
b. Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans
fatty acid seperti kue-kue, crackers, telur, makanan yang digoreng, dan
mentega.
c. Mengutamakan makanan yang mengandung polyunsaturated fatty acid,
monounsaturated fatty acid, makanan berserat dan protein nabati.
d. Nutrient harus diperoleh dari makanan bukan suplemen.
e. Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu makanan seimbang
f. Makanan sebaiknya bervariasi dna tidak tunggal.
g. Hindari makanan dengan densitas kalori tinggi dan kualitas nutrisi rendah
h. Sumber lemak sebaiknya berasal dari sayuran, ikan bauh polong dan kacang-
kacangan
i. Utamakan makanan yang mengandung polisakarida seperti roti, nasi, pasta,
sereal dan kentang. Hindari makanan yang mengandung gula (monosakarida
dan disakarida)
2. Penanganan Stress dan Beristirahat yang Cukup
a. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
b. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa sehat
menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan
mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa dan mensyukuri hidup yang ada.
Stress kronis dapat meningkatkan tekanan darah. Penanganan stress
menghasilkan respon relaksasi yang menurunkan denyut jantung dan tekanan
darah.
3. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur dan Taat Anjuran Dokter dalam Hal
Diet dan Obat
a. Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, diabetes
mellitus (DM) harus dipantau secara teratur.
b. Faktor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet dan
gaya hidup sehat
c. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah ,140/90 mmHg.
Jika menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis, target tekanan
darah ,130/80 mmHg.
d. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan target
HbA1C <7%.
e. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet dan obat
penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL <100 mg/Dl penderita yang
bersiko tinggi stroke sebaiknya target kolesterol LDL sebaiknya <70 mg/Dl.
f. Terdapat bukti-bukti tentang factor resiko yang bersifat infeksi/inflamasi
misalnya infeksi gigi. Kesehatan gigi dan mulut sebaiknya diperhatikan secara
teratur.

J. PENANGANAN PRA HOSPITAL


1. Deteksi
Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA. Keluhan
pertama kebanyakan pasien (95%) mulai sejak di luar rumah sakit. Hal ini penting bagi
masyarakat luas (termasuk pasien dan orang terdekat dengan pasien) dan petugas
kesehatan professional (dokter urnum dan resepsionisnya, perawat penerima atau
petugas gawat darurat) untuk mengenal stroke dan perawatan kedaruratan.
Tenaga medis atau dokter yang terlibat di unit gawat darurat atau pada fasilitas
prahospital harus mengerti tentang gejala stroke akut dan penanganan pertama yang
cepat dan benar. Pendidikan berkesinambungan perlu dilakukan terhadap masyarakat
tentang pengenalan atau deteksi dini stroke.
Konsep Time is brain berarti pengobatan stroke merupakan keadaan gawat darurat.
Jadi, keterlambatan pertolongan pada fase prahospital harus dihindari dengan
pengenalan keluhan dan gejala stroke bagi pasien dan orang terdekat. Pada setiap
kesempatan, pengetahuan mengenai keluhan stroke, terutama pada kelompok risiko
tinggi (hipertensi, atrial fibrilasi, kejadian vaskuler lain dan diabetes) perlu
disebarluaskan. Keterlambatan manajemen stroke akut dapat terjadi pada beberapa
tingkat. Pada tingkat populasi, hal ini dapat terjadi karena ketidaktahuan keluhan stroke
dan kontak pelayanan gawat darurat.
Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran
yang kesemuanya terjadi secara rnendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah FAST
(Facial movement, Arm movement Speech, Test all three).

2. Pengiriman pasien
Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil ambulans
gawat darurat. Ambulans gawat darurat sangat berperan penting dalam pengiriman
pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke. Semua tindakan dalam ambulansi
pasien hendaknya berpedoman kepada protokol.
Utamakan transportasi (termasuk transportasi udara) untuk pengiriman pasien ke
rumah sakit yang dituju. Petugas ambulans gawat darurat harus mempunyai kompetensi
dalam penilaian pasien stroke pra rumah sakit. Fasilitas ideal yang harus ada dalam
ambulans sebagai berikut:
a. Personil yang terlatih
b. Mesin EKG
c. Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat
d. Obat-obat neuroprotektan
e. Telemedisin
f. Ambulans yang dilengkapi dengan peralatan gawat darurat, antara lain, pemeriksaan
glukosa (glucometer), kadar saturasi 02 (pulse oximeter)

Personil pada ambulans gawat darurat yang terlatih mampu mengerjakan:

a. Memeriksa dan menilai tanda-tanda vital


b. Tindakan stabilisasi dan resusitasi (Airway Breathing Circulation/ABC). Intubasi
perlu dipertimbangkan pada pasien dengan koma yang dalam, hipoventilasi, dan
aspirasi.
c. Bila kardiopulmuner stabil, pasien diposisikan setengah duduk.
d. Memeriksa dan menilai gejala dan tanda stroke
e. Pemasangan kateter intravena, memantau tanda-tanda vital dan keadaan jantung
f. Berikan oksigen untuk menjamin saturasi > 95%
g. Memeriksa kadar gula darah
h. Menghubungi unit gawat darurat secepatnya (stroke is emergency)
i. Transportasi secepatnya (time is brain)

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas pelayanan ambulans:


a. Jangan terlambat membawa ke rumah sakit yang tepat.
b. Jangan memberikan cairan berlebihan kecuali pada pasien syok dan hipotensi.
c. Hindari pemberian cairan glukosa/dekstrose kecuali pada pasien hipoglikemia.
d. Jangan menurunkan tekanan darah, kecuali pada kondisi khusus (lihat Bab V.A
Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut). Hindari hipotensi,
hipoventilasi, atau anoksia.
e. Catat waktu onset serangan.

Memanfaatkan jaringan pelayanan stroke komprehensif yaitu unit gawat darurat, stroke
unit atau ICU sebagai tempat tujuan penanganan definitif pasien stroke.
(PERDOSSI,2011)

K. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema
serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral.
Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis
atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit
dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
trombus dan embolisasi (Aru W Sudoyo, 2009).
2. Penatalaksanaan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif
Muttaqin, 2008):
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh klien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
3. Penatalaksaan di UGD
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan
mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil yang
lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan
mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini.
Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk menyatabilkan keadaan pasien dengan
konsep gawat darurat yang lain yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W Sudoyo, 2009):
a. Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik
akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya
sendiri.
b. Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas
(akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.
c. Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh
darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan
darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan
penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut.
Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu
(Arif Mansjoer, 2000. hal 17-26):
a. Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin
0,45% karena dapat memperhebat edema otak
b. Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak
c. Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
d. CT scan atau MRI bila alat tersedia.
TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STROKE

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan,
baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat
strokenya sendiri.
b. Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat
napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.
c. Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan
pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau
gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung
seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi
dari stroke tersebut.
2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesa
1) Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
2) Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai
timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda
dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan
pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan
stoke trombosis, Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset
yang pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik
setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari
24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama proses interview/ wawancara
meliputi; level kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan
mendengar, Adanya kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual.
4) Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi,
cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang
olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-
obat adiktif.
5) Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes militus.
6) Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya
untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan:
a) Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol.
b) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
e) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot/nyeri otot,
f) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat
dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamine
j) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara: kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia:
tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi
2) Pemeriksaan integument:
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan leher dan kepala:
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.
B. DIAGNOSA
1. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial,
penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri,
oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan
neuromuskular pada ekstermitas.
4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
5. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer, otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan
secara umum.

C. PERENCANAAN
1. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial,
penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
a. Tujuan: dalam waktu 1x5 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
b. Kriteria hasil: Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan
muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
c. Intervensi
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keaadaan individu/ penyebab
koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
R/: Deteksi dini untuk memprioritasikan intervensi, mengkaji status neurologis/
tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan
pemebedahan.
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan baik
merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri.
Peningkatan tekanan darah, bradikardi, distirmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.
3) Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
R/: Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatan TIK oleh efek rangsangan
kumulatif.
4) Observasi tingkat kesadaran dengan GCS
R/: Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
5) Kolaborasi: Pemberian O2 sesuai indikasi
R/: Mengurangi hipoksemia, di mana dapat meningkatkan vasodalitasi serebri
dan volume darah dan menaikkan TIK.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri,
oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
a. Tujuan: dalam waktu 1x5 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
b. Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS
4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100
x/menit, suhu: 36-36,7 ᵒC, RR:16-20 x/menit).
c. Intervensi
1) Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
R/: Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
2) Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi
pernafasan, serta hati-hati pada hipertensi sistolik.
R/: Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah
sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan
kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan
sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan
suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
3) Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk.
R/: Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intrabdomen.
4) Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di
tempat tidur.
R/: Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat
melindungi diri dari efek valsava.
5) Kolaborasi: Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat.
R/: Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan tekanan intrakranial,
retriksi cairan, dan cairan dapat menurunkan edema serebri.
6) Monitor AGD bila diperlukan pemeberian oksigen.
R/: Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada
tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan
neuromuskular pada ekstermitas.
a. Tujuan: dalam waktu 1x5 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
b. Kreteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur
sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas.
c. Intervensi
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
R/: Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
2) Ubah posisi klien setiap 20 menit.
R/: Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat daerah yang tertekan.
3) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak
sakit.
R/: Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
4) Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.
R/: Deteksi dini adanya gangguan sikulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi
kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilitasi.
5) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
R/: Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

PERDOSSI. 2011. GUIDLINE STROKE TAHUN 2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia

You might also like