Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

Parotitis epidemika adalah infeksi yang bersifat self-limited yang dulunya


biasa tapi sekarang tidak biasa di negara-negara maju karena penggunaan
vaksinasi secara luas.1 Penyakit ini sudah ditemukan pada abad kelima sebelum
masehi yaitu oleh Hippocrates.2 Parotitis epidemika di literatur sekarang ini
disebut dengan Mumps (Gondongan). Hal ini ditandai dengan demam,
pembengkakan kelenjar parotisbilateral atau unilateral dan nyeri pada saat
ditekan, dan sering terjadinya meningoensefalitis dan orkitis. Meski tak lagi
umum di negara-negara dengan program vaksinasi, parotitis epidemika tetap
endemik di negara lainnya.1
Parotitis epidemikamenyebar dari manusia ke manusia melalui kontak
langsung atau melalui airborne droplets. Virus yang menyebabkan parotitis
epidemika adalah virus RNA untai tunggal negative sense yaitu virus
paramyxovirus.3 Virus ini termasuk dalam genus rubulavirus, subfamili
paramyxovirinae dan famili paramyxoviridae.2
Parotitis Epidemika sekarang ini dapat dicegah dengan vaksin MMR
(Measles-Mumps-Rubella). Vaksin MMR mencegah sebagian besar, namun ada
kasus parotitis epidemika dan komplikasi yang disebabkan oleh penyakit. Dua
dosis vaksin yang 88% (rentang: 66-95%) efektif; satu dosis adalah 78% (kisaran:
49% -92%) yang efektif. Vaksin pertama melawan parotitis epidemika ini
dilisensikan di Amerika Serikat pada tahun 1967. Pada tahun 2005, menurun lebih
dari 99% berkat cakupan vaksinasi dua dosis tinggi di antara anak-anak.4
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Parotitis epidemika adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus
dengan predileksi jaringan kelenjar dan saraf. Parotitis epidemika ditandai dengan
demam, pembesaran dan nyeri tekan pada parotis bilateral atau unilateral, dan
kejadian meningoensefalitis dan orkitis yang berulang.2

B. EPIDEMIOLOGI
Parotitis epidemika dapat ditemukan di seluruh dunia dan menyerang kedua
jenis kelamin secara seimbang terutama meyerang anak berumur antara 5-10
tahun. Delapan puluh lima persen ditemukan pada anak-anak yang berumur di
bawah 15 tahun.2
Penyakit ini sudah ada sejak abad lima sebelum masehi dan digambarkan oleh
Hippocrates sebagai penyakit yang ditandai oleh pembengkakan pada telinga,
nyeri dan pembesaran pada satu atau kedua testis. Pada zaman sebelum vaksin
ditemukan, parotitis epidemika banyak terjadi pada anak berusia 5 dan 9 tahun
dan terjadi epidemi setiap 4 tahun. Infeksi parotitis epidemika meningkat pada
musim dingin dan musim semi, namun penyakit ini tetap dapat ditemukan
sepanjang tahun.1,2 Sebelum era vaksinasi di Amerika Serikat, sekitar 50% anak
pernah terinfeksi dan dilaporkan sekitar 1500 kasus setiap tahunnya.2Setelah
pengenalan vaksin pada tahun 1968, 185.691 kasus dilaporkan di Amerika
Serikat.Mengikuti rekomendasi penggunaan rutin vaksin pada tahun 1977, insiden
turun drastis pada anak-anak dan bergeser ke anak lebih tua, remaja dan dewasa
muda. Namun pandemi terus berlanjut terjadi bahkan pada populasi yang
tervaksinasisebagai akibat dari kegagalan vaksin dan juga karena orang yang
rentan yang tidak tervaksinasi.1

2
Sesudah implementasi dari 2 dosis yang direkomendasikan. Untuk measles-
mumps-rubella (MMR) pada tahun 1989, kasus parotitis terus menurun.1Pada
tahun 2001-2005, 231-277 kasus dilaporkan setiap tahun, hasil ini mewakili
penurunan>99% dari jaman sebelum era vaksinasi.3 Pada tahun 2006, terjadi
epidemi parotitis epidemika terbesar dalam 20 tahun terakhir di Amerika Serikat.
Jumlahdari 6.584 kasus terjadi, 85% dari mereka dalam 8 negara barat tengah.
29% dari kasus terjadi pada pasien 18-24 tahun, sebagian besarantaranya adalah
mahasiswa. Beberapa pandemi parotitis epidemika terjadi pada beberapa populasi
yang tervaksinasi di Amerika Serikat utara, di univeritas di barat Amerika serikat,
dan di Guam.1
Dari tahun 2008 sampai 2010, 3502 kasus parotitis epidemika terjadi di
sebuah komunitas Yahudi ortodoks di New York City dan negara terdekat, dan
pada tahun 2011 Departemen Kesehatan Masyarakat California melaporkan 29
kasus parotitis epidemika di sebuah kampus. Dalam epidemi New York, sebagian
besar kasus sebelumnya menerima dua dosis vaksin MMR; dosis ketiga vaksin
MMR menyebabkan penurunan yang cepat dari epidemi, menunjukkan bahwa
memudarnya imunitas dapat diperkuat bahkan pada populasi dengan cakupan dua
dosis MMR.5
Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai insiden terjadinya
parotitis epidemika. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus
parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya,
dengan jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun
setelah tahun 2000. Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis
epidemika.6
Transmisi atau penularan penyakit parotitis dilaporkan melalui kontak
langsung lewat droplet.1,2 Sumber infeksi adalah saliva atau bahan yang tercemar
saliva yang terinfeksi dan masuk ke host yang baru lewat saluran pernapasan.2
Viremia terjadi setelah 12-25 hari (biasanya 16-18 hari) yang berlangsung
selama 3-5 hari.1,2,5 Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kelenjar
ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.2U.S. Centers for Disease

3
Control and Prevention, the American Academy of Pediatrics, the Health
Infection Control Practices Advisory Committeemerekomendasikan periode
isolasi selama 5 hari setelah onset dari pembengkakan kelenjar parotis untuk
pasien dengan penyakit parotitis epidemika di masyarakat dan pelayanan
kesehatan.1Satu serangan parotitis biasanya memberikan kekebalan seumur hidup.
imunitas jangka panjang juga dikaitkan dengan imunisasi.3

C. ETIOLOGI
Virus yang menyebabkan parotitis epidemika adalah virus paramyxovirus,
virus RNA untai tunggal negative sense.Berukuran 100nm-600nm, dengan
panjang 15.000 nukelotida termasuk dalam genus rubulavirus, subfamili
paramyxovirinae dan famili paramyxoviridae. RNA untai tunggal yang terdapat
pada virus ini terdiri dari 7 gen yang mengkode 7 protein yaitu nucleocapsid-
associated protein (NP), phosp (P), membrane (M), fusion (F), small hidrophobic
(SH), haemagglutinin-neuramidase (HN), dan large (L).2Haemagglutinin-
neuramidase(HN) dan fusion (F) berfungsi untuk absorpsi dan penetrasi virus ke
dalam sel tubuh.1
Sekuen nekleotida pada gena SH dapat membedakan strain virus parotitis di
seluruh dunia yang terdiri dari 10 genotipe dan diberikan nama A-J, berguna
untuk penelitian kejadian ikutan pasca vaksinasi serta menentukan vaksin pada
kejadian luar biasa. Strain virus yang berbeda menunjukan virulensi yang
berbeda.Virus bersifat sitopatik, mempunyai hubungan antigenik dengan grup
myxovirus termasuk virus parainfluenza dan virus newcastle. Virus dapat
ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin, darah, jaringan yang terinfeksi
dari pendertia serta dapat dikultur pada jaringan manusia atau kera. Virus dapat
diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 7-9 hari sesudah
munculnya pembengkakan pada kelenjar ludah.2

D. IMUNITAS
Parotitis epidemika menyebabkan peningkatan IgG dan IgM. IgM paling cepat
meningkat pada stadium awal infeksi (hari kedua sakit), mencapai puncaknya

4
dalam minggu pertama dan bertahan selama 5-6 bulan. Imunoglobulin G muncul
pada akhir minggu pertama, mencapai puncaknya 3 minggu kemudian dan
bertahan seumur hidup.2
Penelitian mengemukakan bahwa antibodi neutralisasi penting untuk proteksi,
tetapi batas titer antibodi masih belum dapat disimpulkan. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa limfosit T memori mungkin diperlukan untuk memberikan
perlindungan, tetapi kadarnya cenderung tidak cukup. Dengan beberapa
pengukuran, respon imun terhadap virus parotitis (baik wild type dan vaksin)
tampaknya inheren lemah. Virus parotitis pada titer pengurangan plak netralisasi
rendah secara in vitro (biasanya ≤1: 256) bahkan setelah infeksi wild type.8
Selain itu, respon antibodi dominan tampaknya diarahkan ke nukleoprotein,
yang merupakan target non-netralisasi. Akhirnya, beberapa laporan menunjukkan
bahwa limfosit B memori yang spesifik terhadap parotitis epidemika sangat
rendah. Hal ini bisa disebabkan kadar antigen yang rendah dan rendahnya kadar
protein virus selama infeksi atau mungkin karena respon sel T yang tidak
memadai.8

Pemeriksaan serologis untuk mendeteksi imunitas terhadap Paramyxovirusdapat


dengan: 2, 9
 Complement Fixation Test (CF)
 Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
 Hemagglutination Inhibition Assay
Complement-fixing antibodies terhadap protein NP (antigen S) muncul dengan
cepat; kadang-kadang mereka hadir pada awal gejala penyakit. Titer antibodi
terhadap protein HN (antigen V) meningkat lebih lambat dan puncaknya pada
sekitar 2 sampai 4 minggu setelah awal penyakit. Titer antibodi anti-NP menurun
dengan cepat selama periode beberapa bulan ke tingkat tidak terdeteksi,
sedangkan titer antibodi anti-HN turun lebih lambat dan bertahan selama
bertahun-tahun. Pola respon memberikan kemungkinan diagnosis serologi
parotitis dari spesimen serum tunggal. Sebuah serum fase akut menunjukkan titer
anti-NP tinggi dan titer anti-HN rendah atau titer anti-NP tinggi dan titeranti-HN

5
tinggi dapat diartikan sebagai bukti infeksi saat ini atau baru-baru ini. Kehadiran
dalam serum hanya antibodi anti-HN akan menunjukkan infeksi parotitis yang
lama.5
Antibodi netralisasi muncul selama masa pemulihan. Mereka diarahkan
terhadap HN dan protein F, dan titer terdeteksi bertahan selama bertahun-tahun.
Meskipun tes untuk antibodi ini merupakan tes yang paling dapat diandalkan
untuk menentukan apakah seseorang kebal terhadap parotitis epidemika, tes
seperti yang rumit dan tidak rutin dilakukan. Tes untuk HAI antibodies, yang juga
berkembang setelah timbulnya parotitis, adalah pemeriksaan serologi paling
sederhana, tetapi hasilnya tidak dapat diandalkan karena potensi reaksi silang
dengan paramyxovirus lainnya. ELISA untuk antibodi gondongan telah
dikembangkan dan tersedia secara luas.5
Hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen mumps pada tes kulit
intradermal berkembang antara 3 minggu dan 3 bulan setelah parotitis. Tes kulit
secara luas digunakan sebagai ukuran kekebalan terhadap parotitis epidemika dan
kompetensi hipersensitivitas tipe lambat. Pemeriksaan ini telah ditinggalkan
karena variabilitas banyak antigen tes kulit dan terjadinya hasil positif palsu dan
negatif palsu.5

E. PATOGENESIS
Virus ditularkan melalui kontak langsung, droplet nuclei, atau barang yang
terkontaminasi dengan saliva dan masuk melalui hidung atau mulut.5Virus
bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe
lokal dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari yang berlangsung selama 3-5
hari.2 Selanjutnya virus akan menuju kelenjar parotis, sistem saraf pusat,
pankreas, testis, dan lebih jarang ke ovarium, tiroid, ginjal, jantung, hepar, dan
sendi.1 Kelenjar saliva dari pasien yang terinfeksi dengan parotitis epidemika
jarang dilakukan pemeriksaan patologi karena gejala yang benign pada
kebanyakan kasus. Edema interstitial difusa dan eksudat serofibrinous yang terdiri
dari leukosit mononuklear ditemukan pada kelenjar parotis. Neutrofil dan debris
nekrotik menumpuk dalam lumen duktus, dan epitel duktus menunjukkan

6
perubahan degeneratif. Sel-sel kelenjar tidak terlibat tetapi mungkin juga terlibat
dengan edema dan reaksi inflamasi dari jaringan interstitial.5
Ketika pankreas atau testis yang terlibat, gambaran mikroskopis mirip dengan
yang terlihat di kelenjar saliva, kecuali perdarahan interstitial dan leukosit
polimorfonuklear lebih sering terdapat pada orkitis. Infark lokal dapat terjadi
karena pembuluh darah yang terganggu dengan peningkatan tekanan yang
disebabkan oleh edema dalam suatu tunika albuginea yang inelastis. Ketika sudah
sangat parah, atrofi epitel germinal dapat terjadi, disertai hialinisasi, dan fibrosis.5
Keterlibatan otak pada parotitis epidemika yang paling sering terjadi adalah
post-infeksi ensefalitis yang ditandai dengan demielinasi perivenous, infiltrasi sel
mononuklearperivaskular, dan peningkatan sel mikroglia, dengan neuron tidak
terlibat. Namun, deskripsi yang tampak sebagaiprimary mumps encephalitisyang
menunjukkan neuronolisis luas tetapi tidak ada bukti demielinasi telah
dilaporkan.5

F. GEJALA KLINIS
Masa prodromal (1-2 hari) ditandai demam, perassaan lesu, nyeri pada otot
terutama daerah leher, sakit kepala, nafsu makan menurun diikuti pembesaran
cepat satu/dua kelenjar parotis (70% kasus) serta kelenjar ludah yang lain seperti
submaksilaris dan submandibularis dan sublingual.1
Gejala klasik adalah anak akan mengeluh sakit telinga dan diperberat jika
menguyah makanan. Pada anak yang lebih besar mengeluh pembengkakan dan
nyeri rahang pada stadium awal penyakit, terutama saat makan makanan asam
seperti jus lemon atau cuka. Dalam beberapa hari kelenjar parotis dapat terlihat
dan membesar dengan cepat serta mencapai ukuran maksimum dalam 1-3 hari
sehingga aurikula akan terangkat dan terdorong ke lateral serta lunak pada
pembesaran parotis dan sudut rahang menjadi tidak jelas. Selama pembesaran
kelenjar, rasa nyeri dan nyeri tekan sangat hebat. Keluhan akan berkurang saat
kelenjar telah membengkak maksimum.2

7
Gambar 1 dan 2. Skema terjadinya parotitis pada parotitis epidemika (gambar 1).
Penderita parotitis pada anak-anak.1

Dapat juga terjadi edema laring dan palatum mole sehingga mendorong tonsil
ke tengah. Kadang ditemukan edema di atas manubrium sterni serta dinding dada
bagian atas yang terjadi akibat pembendungan aliran limfe. Demam akan turun
dalam 1-6 hari, sedangkan pembengkakan kelenjar akan menghilang dalam 3-7
hari. Pembengkakan kelenjar submandibula juga dapat terjadi, membutuhkan
waktu lebih lama untuk menghilang. Nyeri pada pembengkakan lebih ringan
daripada nyeri pada kelenjar parotis. Pembengkakan menumpuh 2 pola:2
1. Berbentuk lonjong yang meluas ke arah depan dan bawah mulai dari sudut
tulang rahang bawah
2. Berbentuk setengah lonjong yang meluas ke arah bawah
Pembesaran kelenjar sublingual sering bilateral dan dimulai dari pembengkakan
kelenjar di regio submental dan dasar mulut.2
Gejala klinis kedua tersering setelah pembengkakan kelenjar ludah adalah
epididimiorkitis, yang biasanya muncul pada minggu pertama. Orkitis dapat
muncul pada penderita parotitis yang telah pubertas, sedangkan pada anak laki-
laki yang belum pubertas dan berumur di bawah 10 tahun jarang terjadi. Orkitis
lebih sering terjadi bersamaan dengan parotitis.Namun, dapat terjadi tanpa
parotitis.Orkitis yang terjadi lebih sering unilateral (20-30%) daripada bilateral

8
(2%).Orkitis didahului oleh demam, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, nyeri
perut bagian bawah.Suhu tubuh dapat normal sampai 400C dan lamanya jarang
melebihi 1 minggu. Dengan munculnya demam testis akan membengkak dengan
cepat mencapai 4 kali ukuran normal. Testis yang membengkak akan terasa nyeri,
kulit sekitarnya edemaserta berwarna merah. Orkitis dapat meninggalkan gejala
sisa (sekuele) berupa impotensi, strerilitas, namun ini sangat jarang dijumpai.2
Meningoensefalitis adalah manifestasi klinik yang dapat terjadi pada parotitis
dengan insiden sekitar 10% dari seluruh kasus parotitis dan 10% dari kasus
tersebut terjadi pada usia diatas 20 tahun. Laki-laki kemungkinan 3-5 kali lebih
banyak terserang daripada perempuan. Meningoensefalitis mengikuti parotitis
dalam waktu 3-10 hari, kadang tanpa parotits. Gejala yang timbul adalah sakit
kepala, demam, kaku kuduk, mual, muntah, gangguan kesadaran, screaming
attack dan kejang. Kadang dapat disertai tanda neurologis fokal berupa afasia,
hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak.2
Pada pemeriksaan CSF ditemukan pleositosis dengan predominan limfosit
peningkatan protein dengan kadar glukosa normal pada orang yang tanpa gejala
meningitis. Patogenesis meningoenseflaitis karena parotitis epidemika dapat
disebabkan infeksi primer pada neuron atau ensefalitis setelah infeksi parotitis.
Pada infeksi primer gejala ensefalitis timbul saat bersamaan dengan onset dari
parotitis. Pada ensefalitis yang timbul setelah infeksi virus parotitis, gejala akan
timbul 190 hari setelah parotitis.2
Virus yang masuk ke sistem saraf pusat akan melalui pleksus koroideus lewat
infeksi pada sel mononuklear. Virus bereplikasi pada koroid dan sel ependim pada
permukaan epitel ventrikel dan sel ini akan mengalami deskuamasi ke cairan
serebrospinal dan menyebabkan meningitis. Dapat terjadi demielinisasi
periventrikuler juga terjadi infiltrasi perivaskuler oleh sel mononuklear dan
proliferasi dari mikrogial rod-cell sehingga menyebabkan ensefalitis.2
Pankreatitis dapat terjadi pada penderita parotitis, kadang tidak ada parotitis.
Gejala ditandai dengan nyeri perut mendadak, demam, kelemahan hebat, mual,
dan muntah. Dapat terjadi hiperglikemia transient dan cepat membaik. Gejala
akan membaik dalam 3-7 hari dan sembuh sempurna2

9
Oovoritis dipertimbangkan pada anak perempuan dengan parotitis epidemika
yang mengeluh nyeri perut bagian bawah. Isiden oovoritis adalah 5% perempuan
yang telah menstruasi dan 7% perempuan prapubertas. Oovortisi pada umumnya
tidak menyebabkan sterilitas.2
Nefritis dapat dilihat dari abnormalitas fungsi ginjal yang ringan, namun
sangat jarang terjadi dan terjadi 10-14 hari setelah parotitis. Perubahan gambaran
EKG pada miokarditis ditemukan 3-5% kasus. Kelenjar lain yang dapat terinfeksi
adalah tiroid, mammae, dan bartolin, namun sangat jarang.2

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus klasik, pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, pada keadaan
tanpa parotitis diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan yang dapat
dikerjakan adalah:2
1. Pemeriksaan laboratorium rutin dengan hasil yang tidak spesifik dan
sering menunjukan adanya leukopenia dengan limfositosis relatif atau
kadang normal
2. Dapat terjadi peningkatan c-reavtive protein (CRP)
3. Tes serologi dimana didapatkan kenaikan antibodi spesifik terhadap
parotitis. Kenaikan titer antibodi dalam serum 4 kali atau lebih tinggi
adalah bukti terjadi infeksi. IgM dapat membantu diagnosis pada kasus
yang sulit dideteksi pada minggu pertama sakit.
4. Isolasi virus penyebab dari saliva dan urin selama masa akut dan dari CSF
saat dini dari meningoensefalitis. Virus masih dapat ditemukan dari urin 2
minggu setelah onset penyakit
5. Uji kulit kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan uji serologi untuk
menentukan infeksi yang telah lewat. Reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terjadi kira-kira 3-4 minggu setelah onset penyakit.
6. Peningkatan amilase serum pada parotitis dan pankreatitis mencapai
puncaknya pada minggu pertama dan munurun pada minggu kedua dan
ketiga

10
7. Reverse transcription-PCR, yang didapat dari hapusan nasofaring atau dari
cairan serebrospinal. RT-PCR lebih sensistif daripada ELISA.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis parotitis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, namun jika
gejala klinik yang kurang lazim ditemukan, maka diagnosis sulit ditegakkan.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis adalah:2
1. Riwayat kontak dengan penderita parotitis epidemika 2-3 minggu sebelum
onset penyakit
2. Adanya parotitis dan keterlibatan kelenjar yang lain
3. Tanda meningitis aseptic
Konfirmasi adanya parotitis epidemika dapat dengan demonstrasi nilai serum
amilase tinggi. Leukopenia dengan limfositosis relatif adalah temuan umum.
Padapasien dengan parotitis berlangsung lebih dari 2 hari dan tidak diketahui
penyebabnya, diagnosis spesifik parotitis epidemika harus dikonfirmasi atau
dikesampingkan dengan cara virologi dan serologi. Langkah ini dapat dilakukan
dengan isolasi virus dalam kultur sel, deteksi antigen virus dengan
imunofluoresensi langsung, atauidentifikasi asam nukleat dengan reverse
transcriptase polymerase chain reaction. Virus dapat diisolasi dari sekresi saluran
pernapasan bagian atas,CSF, atau urin selama penyakit akut.1
Peningkatan yang signifikan serum imunoglobulin G antibodi antara fase akut
dan konvalesen seperti yang dideteksi oleh complement fixation, neutralization
hemagglutination, atau enzyme immunoassaydapat menegakkan
diagnosis.Imunoglobulin antibodi G parotitis epidemika dapat cross react dengan
antibodi terhadap virus parainfluenza dalam uji serologi. Enzyme
immunoassayuntuk antibodi imunoglobulin M parotitis epidemika digunakan
untuk mengidentifikasi infeksi baru.1

I. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding parotitis epidemika adalah:2

11
1. Parotitis supuratifa, infeksi bakteri pada kelenjar parotis dan paling sering
disebekan Staphylococcus aureus. Nanah dpaat dilihat keluar dari duktus
stensen jika dilakukan penekanan pada kelenjar dan ditemukan
peningkatan leukosit PMN pada pemeriksaan darah rutin.
2. Parotitis berulang, berupa peradangan pada kelenjar parotis yang sering
tidak diketahui penyebabnya. Pada beberapa kasus yang dilakukan
pencitraan pada duktus stensen menunjukan adanya sialeectasia.
Pembengkakan kelenjar sublingual dan submaksila tidak terjadi pada
keadaan ini.
3. Obstruksi duktus stensen oleh karena kalkulus, yang menyebabkan
pembengkakan kelenjar parotis yang hilang timbul
4. Infeksi HIV pada anak. Ditandai dengan parotitis yang membengkak
secara bilateral dan kronik. Berlangsung dalam beberapa bulan atau tahun.
5. Lesi pada ramus mandibula karena osteomielitis. Pembengkakan yang
terjadi biasanya menetap
6. Pembesaran kelenjar limfe pada bagian proksimal dari kelenjar parotis,
biasanya disertai konjungtivitis
7. Sindrom mikulicz’s adalah pembesaran kelenjar parotis dan kelenjar
lakrimalis kronik bilateral sehingga mulut dan mata kering
8. Meningoensefalitis yang diakibatkan virus parotitis sangat sulit dibedakan
dengan ensefalitis oleh virus lain, jika tanpa disertai pembengkakan
kelenjar parotis. Isolasi virus atau pemeriksaan antibodi yang spesifik
dapat membantu menegakan diagnosis.

J. PENATALAKSANAAN
Parotitis adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri, terapi konservatif
diberiksan berupa hidrasi yang adekuat dan nutrisi yang cukup untuk membantu
penyembuhan. Paracetamol dapat digunakan untu mengurangi nyeri karena
pembengkakan kelenjar.Kompres hangat dapat membantu penyembuhan. Terapi
cairan IV untuk penderita yang muntah-muntah dan meningoensefalitis.2

12
K. PENCEGAHAN
Imunisasi pasif dengan imunoglobulin tidak efektif mencegah infeksi setelah
terpapat oleh virus. Antibodi yang didapat dari ibu melalui plasenta dapat
melindungi bayi dari virus parotits sampai 1 tahun. Imunisasi aktif dengan virus
parotitis hidup tersedia dalam bentuk vaksin monovalen atau kombinasi dengan
vaksin campak dan rubella yang disebut MMR (Mumps, Measles, Rubella).
Faktor-faktor yang mempengaruhi serokonversi dari vaksinasi adalah umur saat
vaksinasi.2
Antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan
setelah infeksi parotitis alamiah, namun anak yang tervaksinasi tidak menderita
parotitis selama 12 tahun follow up daripada anak yang tidak mendapat vaksinasi.
Anak yang tervaksinasi juga membentuk titer antibodi yang lebih rendah namun
penurunan titer setelah 12 tahun tidak sebesar anak dengan infeksi alamiah.2

Siapa yang perlu mendapat vaksinasi MMR dan kapan diberikan?10


1. Anak-anak harus mendapatkan vaksinasi MMR 2 dosis
2. Dosis pertama: usia 12-15 bulan
3. Dosis kedua: usia 4-6 tahun (dapat diberikan lebih cepat, dengan interval
dosis pertama dan kedua berjarak paling sedikit 28 hari)
Vaksinasi MMR dapat diberikan bersama-sama vaksin lain.
Efek samping dari vaksin MMR adalah:10
1. Demam (kurang dari 1 diantara 6 kasus)
2. Ruam di kulit yang ringan
3. Pembengkakan kelenjar pipi atau leher (1 diantara 75 kasus) pada umumnya
6-14 hari setelah vaksinasi. Setelah suntikan kedua lebih jarang terjadi efek
samping
4. Kejang klonik atau bengong yang disebabkan demam (1 diantara 300 dosis)
5. Sakit dan kaku sendi yang sementara terutama pada remaja atau wanita
dewasa (1 diantara 4 kasus)
6. Jumlah trombosit menurun sementara, yang dapat menimbulkan perdarahan
(1 diantara 30.000 dosis)

13
7. Reaksi alergi yang berat (kurang dari 1 diantara 1 juta dosis)

L. KOMPLIKASI
Infeksi pada ibu dengan parotitis selama trimester 1 kehamilan meningkatkan
keguguran. Tidak ada malformasi janin yang dihubungkan dengan infeksi
parotitis intrauterin. Namun, penyakit parotitis perinatal telah dilaporkan pada
bayi yang lahir dari ibu yang diperoleh gondongan di akhir kehamilan.1
Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan2:
1. Ketulian yang disebabkan karena neuritis pada saraf pendengaran.
Keluhan dimulai dari tinitus, ataksia, dan muntah-muntah, yang diikuti
dengan ketulian permanen.
2. Mielitis dan neuritis sarah fasialis. Komplikasi yang terjadi pasca
ensefalitis sangat fatal seperti epilepsi, gangguan mototrik, retardasi
mental, iritabel, emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi aneuresis, anak
jadi perusak, tindakan asosial yang lain, stenosis aquaductus dan
hidrosefalus
3. Diabetes melitus sebagai komplikasi parotitis. Secara in vitro, virus
parotitis dapat merusak sel beta pankreas. Namun patogenesis terjadinya
diabetes sampai saat ini masih belum jelas.
4. Miokarditis namun kejadiannya sangat jarang. Perubahan EKG yang
terjadi adalah depresi segmen ST, perubahan gelombang T, dan
pemanjangan interval PR. Gejala yang timbul adalah bradikardia,
kelelahan yang sering didapatkan pada dewasa
5. Trombositopenia dan anemia hemolitik namun sangat jarang
6. Hepatitis masih diragukan sebagai komplikasi parotitis epidemika, karena
sangat sulit dibedakan apakah hepatitis ini disebabkan parotitis epidemika
atau infeksi virus hepatitis pada saat bersamaan
7. Artritis sangat jarang pada anak-anak. Kejadian ini lebih banyak
ditemukan pada dewasa. Lutut, pergelangan kaki dan tangan serta bahu
adalah sendi yang paling sering dikeluhkan nyeri. Gejala akan menghilang
dalam beberapa hari sampai 3 bulan

14
8. Tiroiditis timbul setelah 1 minggu setelah onset parotitis. Tiroiditis sangat
jarang terjadi pada anak-anak.Ditandai dengan pembengkakan kelnjar
tiroid dan peningkatan antibodi antitiroid

M. PROGNOSIS
Secara umum prognosis parotitis baik, kecuali pada keadaan tertentu yang
menyebabkan ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele dari
meningoensefalitis.2

15
BAB III
KESIMPULAN

Parotitis epidemika merupakan penyakit yang sering menyerang anak usia 5 -


9 tahun sebelum vaksin ditemukan.1,2 Parotitis epidemika merupakan penyakit
yang menular dari satu individu ke individu lainnya sebelum dan setelah
timbulnya pembengkakan kelenjar parotis.1,2,5
Untuk membantu pemeriksaan secara cepat dapat dilakukanpemeriksaan
serologi dari antibodi yang didapat dari darah tepi.Tetapi tanpa pemeriksaan
penunjang, diagnosis parotitis epidemika dapat ditegakkan dari gejala klinis pada
infeksi parotitis.2Sedangkan untuk pengobatannya dapat diberikan terapi
konservatif berupa hidrasi yang adekuat dan nutrisi yang cukup. Diberikan terapi
medikamentosa berupa paracetamol untuk mengurangi nyeri karena
pembengkakan kelenjar, dan kompres hangat untuk membantu penyembuhan.2
Penanganan yang tepat dapat mencegah timbulnya komplikasi yang berat pada
anak-anak. Pemberian imunisasi pasif maupun aktif pada anak-anak dapat
mencegah dan mengurangi gejala penyakit yang timbul.1

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Mason WH. Mumps. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson
textbook of pediatrics 20th ed. Philadelphia: Elsevier/Saunders 2011: 1552-4.
2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Parotitis epidemika.
Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar
infeksi & Pediatri tropis. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2010
3. Longo DL, Fauci, AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.
Mumps. Dalam: Harrison’s Manual of Medicine. Edisi ke-18. New York:
McGraw Hill Companies; 2013
4. Anonymous. Mumps.(Last Update: 2015 May 29; Accessed2016 February
29).Availablefrom: http://www.cdc.gov/mumps/vaccination.html
5. Litman N, Baum SG. Mumps virus. In: Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ.
Mandell, Douglas, and Bennett’s principle and practice of infectious diseases
8th ed. Philadelphia: Elsevier/Saunders 2015: 1942-7
6. Ikatan Dokter Anak indonesia. Orkitis pada infeksi parotitis epidemika:
laporan kasus. Sari Pediatri 2009 Juni;11(1):47-51
7. Anonymous. Mumps.(Last Update: 2015 August 05; Accessed2016 February
29).Availablefrom:
http://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/vpd/survei
llance_type/passive/mumps/en/
8. Latner DR, Hickman CJ. Remembering Mumps. PLoS Pathog, 2015; 11(5):
e1004791. doi:10.1371/journal.ppat.1004791
9. Defendi GL, Stelle RW. Mumps. (Last Update: 2014 April 20; 2016
Accessed: February 29). Available from:
http://reference.medscape.com/article/966678-overview
10. Ikatan Dokter Anak indonesia. Informasi vaksin untuk orangtua. Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2014

17

You might also like