Professional Documents
Culture Documents
Bab Ii Tinjauan Pustaka: 2.1. Fermentasi
Bab Ii Tinjauan Pustaka: 2.1. Fermentasi
Bab Ii Tinjauan Pustaka: 2.1. Fermentasi
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fermentasi
Fermentasi adalah proses biologis yang menghasilkan komponen komponen
dan jasa sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikrobia.
Pengertian fermentasi ini mencakup baik fermentasi aerob maupun anaerob.
Fermentasi merupakan proses penguraian unsur-unsur organik kompleks terutama
karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaaan aerob dan diiringi dengan
pembebasan gas.
Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe aerobik dan anaerobik.
Untuk hidup semua organisme membutuhkan sumber energi, energy diperoleh dari
metabolisme bahan pangan dimana berada di dalamnya. Bahan baku yang paling
banyak digunakan diantara mikroorganisme adalah glukosa. Dengan adanya oksigen
beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air, karbon dioksida
dan sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh (Yudiar, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain :
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu
cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasillkan
panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu, apabila digunakan
kantong plastic sebagai bahan pembungkusnya, maka sebaiknya pada kantong
tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan yang lainnya
sekitar 2 cm.
2. Uap Air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai aw (water activity) optimum untuk
pertumbuhannya, yaitu < 0,95-0,99.
3. Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan ke dalam mikroba yang bersifat mesofilik,
yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang 25-27 oC. Oleh karena itu pada waktu
pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4. Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya.
Karena itu pada pembuatan tempe sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama
disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.
5. Nilai pH (derajat keasaman)
Derajat keasaman dalam pembuatan tempe itu perlu diperhatikan. Kapang
tempe pada umumnya tumbuh dalam suasana asam, oleh karena itu dalam
perendaman kacang kedelai dengan larutan asam asetat atau asam laktat dengan pH
4,3-4,5. Dengan terdapatnya asam yang tinggi, maka pertumbuhan bakteri lain dapat
dicegah.
(Andhora, 2012)
2.2. Tempe
Tempe merupakan produk pangan yang sangat populer di Indonesia, dihasilkan
dari proses fermentasi polong-polongan (terutama kedelai) oleh kapang rhizopus, sp.
Bentuknya berupa padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih. Selama
proses fermentasi, kapang tumbuh pada kedelai dan menghasikan miselium yang
berwarna putih dan menghubungkan bulir-bulir kedelai sehingga terbentuk tekstur
yang kompak.
Tempe sebagai makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji
kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang
Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh stolonifer (kapang roti),
atau Rh arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi
tempe”. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B, dan zat besi. Berbagai
macam kandungan dalam tempe juga mempunyai nilai obat, seperti antibiotika
untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif (Utami,
2013).
Berikut adalah Syarat Mutu Tempe menurut SNI 01-3144-2009
Tabel 2.1. Syarat Mutu Tempe menurut SNI 01-3144-2009
Parameter Syarat Mutu
Bau, warna, rasa Normal (khas tempe)
Kadar air , b/b Maks. 65 %
Kadar abu, b/b Maks. 1,5 %
Kadar protein (N x 6.25), b/b Min. 16 %
Kadar lemak, b/b Min. 10 %
Serat kasar, b/b Maks. 2,5 %
Cemaran mikroba :
Escherichia coli Maksimum 10 %
Salmonella Maks. Negatif (per 25)
Cemaran logam :
Cadmium Maks. 0,2 mg/kg
Timbal (Pb) Maks. 2 mg/kg
Timah (Sn) Maks. 40 mg/kg
Merkuri (Hg) Maks. 0.03 mg/kg
Cemaran Arsen Maks. 0,25 mg/kg
2.5 Aplikasi Fermentasi Tempe “Daya Terima dan Kandungan Zat Gizi
Formula Tepung Tempe dengan Penambahan Semi Refined Carrageenan (SRC)
dan Bubuk Kakao”
Tempe merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang berasal dari
kedelai. Tempe memiliki nilai gizi dan daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kedelai. Produk turunan tempe masih sangat kurang, karena selama ini tempe
langsung dikonsumsi dalam bentuk gorengan atau direbus. Penelitian ini dilakukan
untuk membuat produk turunan tempe yaitu formula tepung tempe kemudian melihat
daya terima meliputi rasa, aroma dan tekstur serta kandungan gizi dari produk yang
dihasilkan.
Penelitian ini terbagi atas dua tahap. Tahap pertama untuk menentukan berapa
persen penambahan SRC untuk meningkatkan kestabilan larutan tepung tempe pada
air seduhan. Terdapat lima perlakuan penambahan SRC yaitu 0%, 1%, 2%, 3%, 4%
dan 5% (w/w) dari berat formula tepung tempe 25 gr. Nilai kestabilan larutan diuji
menggunakan One Way Anova. Tahap kedua akan dilakukan penambahan bubuk
kakao (BK) untuk meningkatkan cita rasa dari produk formula tepung tempe (TT).
Masing-masing perlakuan diberikan tambahan sukrosa 46% dari total sampel 25 gr.
Hasil penelitian menunjukkan penambahan SRC 4% (b/b) atau 1 g dari berat
formula tepung tempe 25 g merupakan penambahan SRC terbaik dengan tingkat
kestablian larutan sebesar 71%. Penambahan bubuk kakao terbaik yaitu dengan
penambahan 9% (w/w). Produk formula tepung tempe ini memiliki kandungan gizi
protein 21,7%, lemak 13,66%, serat 5,18%, air 3,02%, abu 6,44% dan karbohidrat
55,18% (Bastian, dkk., 2013).
2.5.1 Flowchart Aplikasi “Daya Terima dan Kandungan Zat Gizi Formula
Tepung Tempe dengan Penambahan Semi Refined Carrageenan (SRC) dan
Bubuk Kakao”
Mulai
Ditiris dan dikeringkan dengan oven pada suhu 70oC selama 7 jam
Dicampur dengan bahan campuran yaitu gula pasir, SRC dan bubuk kakao
Selesai
Gambar 2.2 Flowchart Daya Terima dan Kandungan Zat Gizi Formula Tepung
Tempe dengan Penambahan Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Bubuk Kakao”
(Bastian, dkk., 2013)