Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki berbagai
suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas yang berbeda, terutama
dibidang makanan. Makanan tradisional merupakan makanan yang dikonsumsi
oleh suatu masyarakat tertentu dengan cita rasa yang khas. Propinsi Aceh
merupakan salah satu Propinsi dengan beragam suku bangsa, setiap sukunya
memiliki makanan khas yang berbeda juga. Kue khas biasanya disajikan ketika
ada acara penyambutan dan hari-hari besar. Seiring pekembangan zaman, kue
khas tidak hanya dibuat pada hari-hari tertentu saja, akan tetapi sekarang sudah
dijual di toko-toko kue dan toko sovenir Menurut (Maflalah 2012).
Kue khas Aceh saat ini telah diproduksi oleh beberapa industri rumah
tangga di Aceh. Industri berskala rumahan ini umumnya memproduksi berbagai
macam kue khas dengan target pasar wisatawan yang berkunjung ke Kota Banda
Aceh dan masyarakat Aceh pada khususnya. Pemasaran kue khas Aceh umumnya
di toko oleh-oleh khas Aceh dan melalui pemesanan. Namun demikian,
pengetahuan tentang standar mutu, proses pengolahan yang tepat dan tingkat
kesukaan konsumen terhadap kue khas Aceh pada saat ini belum banyak
diketahui. Pengetahuan tentang dasar-dasar pengolahan pangan sangat penting.
Hal ini diperlukan untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang terjamin,
contoh kue khas Aceh adalah kue timphan, kue bhoi, kue kekarah, kue boeh
husen, kue mesekat, kue nyap, dan sebagainya (Sungkar, M. 2015).
ie merupakan makanan yang paling populer di Asia, sekitar 40% dari
konsumen tepung terigu di Asia digunakan untuk pembuatan mie. Di Indonesia
pada tahun 1996, penggunaan tepung terigu untuk pembuatan mie mencapai 60-
70% (Kruger dan Matsuo, 1996). Hal ini menunjukkan bahwa mie merupakan
makanan yang paling populer di Asia khususnya di Indonesia hingga saat ini. Mie
pertamakali dibuat dengan bahan baku beras dan tepung kacang-kacangan.
Menurut Chambani (2005) mie basah memeiliki ketahanan masa simpan selama
36 jam.

1
Menurut Ruku dkk. (2009) pengolahan pangan adalah rangkaian suatu
kegiatan terhadap bahan mentah untuk diubah bentuknya atau kompisisinya guna
memberikan nilai tambah, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
pengujian kadar air dan kadar abu terhadap Kue dodol, halwa dan bolu yang
dihasilkan pada industri rumah tangga di Kota Banda Aceh.
Penetapan kadar air dan kadar abu pada kue khas Aceh dan Mie Basah ini
ditetapkan syarat mutu SNI Biskuit adalah 2987-2015 dengan kadar air maksimal
65b/b dan kadar abu maksimum 0,05% b/bdan sedangkan syarat mutu kadar air
dan kadar abu pada mie basah menurut SNI adalah dengan kadar air maksimal
65% b/b dan2987-2015 kadar abu maksimum 0,05% b/b.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah kandungan kadar air dan kadar abu padalontongparis, badaretek,
dan mie basah yang dijual disekitaranKota Banda Acehdan Aceh Besar apakah
sudah sesuai dengan ketentuan SNI ?

1.3 Tujuan Praktek Kerja Lapangan


1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan tujuan umum dilakukan Praktek KerjaLapangan adalah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan menerapkan disiplin ilmu pengetahuan mahasiswa
yang telah diperoleh pada perkuliahan dalam ruang lingkup masyarakat
sesuai profesinya.
2. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan ilmu
yang telah diperoleh kedalam semua kegiatan secara nyata.
3. Melatih dan mempersiapkan mahasiswa sebagai calon analis farmasi dan
makanan yang memiliki pengetehuan, keterampilan, inisiatif dan
memiliki etos kerja yang tinggi serta bertanggung jawab.
4. Supaya mahasiswa memperoleh pengetahuan yang belum pernah
didapatkan selama perkuliahan.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan tujuan khusus dilakukan Praktek Kerja Lapangan adalah
untuk mengetahui kadar air dan kadar abu dalam kue lontong paris, bada retek,
dan mie basah.

1.4 Manfaat Praktek Kerja Lapangan


Adapun manfaat dilakukan praktek kerja lapangan adalah:
1. Membina hubungan kerja samayang baikantara pihak AKAFARMA
dengan perusahaan atau lembaga instansi lainnya
2. Mendapat pengalaman dan ilmu pengetahuan yang belum diketahui
sebelumnya.
3. Mengenal dunia kerja bagi mahasiswa yang melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan.
4. Mengenal tempat kerja yang sesuai bagi mahasiswa dengan jurusan yang
dipelajarinya.

1.5 Manfaat Uji Kadar Air Dan Kadar Abu


Adapun manfaat dilakukan pengujian kadar air dan kadar abu pada kue
khas Aceh adalah:
1. Dapat mengetahui kadar air dan kadar abu yang terdapat dalam kue
lontong paris, bada retek, dan mie basah serta dapat mengetahui efek
samping dari tingginya kadar air dan kadar abu dalam kue khas aceh ini.
2. Lebih memahami cara memilih bahan pangan yang bagus dan aman
dikonsumsi.
3. Mengetahui cara pembuatan makanan yang tahan lama dan aman
dikonsumsi.

3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Profil Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika


(LPPOM) Aceh

Gambar 2.1 Gedung LPPOM MPU Aceh


Pembentukan LPPOM MUI didasarkan atas mandate dari Pemerintah atau
negara agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan aktif dalam meredakan
kasus lemak babi di Indonesia pada tahun 1988. LPPOM MUI berdiri pada
tanggal 6 Januari 1989 untuk melakukan pemeriksaan dan sertifikasi halal.
Keberadaan LPPOM MUI Pusat ini di ikuti oleh pembentukan LPPOM MUI
Provinsi Lain yang hingga saat ini telah berjumlah 33 Provinsi seIndonesia.
Untuk memperkuat posisi LPPOM MUI menjalankan fungsi sertifikasi
halal, maka pada tahun 1996 ditanda tangani Nota Kesepakatan Kerja sama antara
Departemen Agama, Departemen kesehatan dan MUI. Nota kesepakatan tersebut
kemudian di susul dengan penerbitan keputusan Menteri Agama (KMA ) 518
Tahun 2012 dan KMA 519 Tahun 2001, yang menguatkan MUI sebagai lembaga
sertifikasi hall serta melakukan pemeriksaan/ audit, penetapan fatwa, dan
menerbitkan sertifikat halal.
Untuk provinsi Aceh, LPPOM MUI Aceh mempunyai nama LPPOM
MPU Aceh sesuai denganQanun Aceh Nomor 2 tahun 2009 Tentang Majelis
Permusyawaratan Ulama Aceh. LPPOM MPU Aceh merupakan Badan Otonom
yang dibentuk olehPimpinan MPU Aceh untuk melaksanakan masalah-masalah
tertentu. Badan Otonom tersebut adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-

4
Obatan dan Kosmetika (LPPOM) dan Badan Kajian Hukum dan Perundang-
Undangan (BKH). Hal ini Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) dan (2) Qanun No. 2
Tahun 2009.

Selain itu, Badan Sertifikasi Halal juga di perkuatoleh Undang-Undang


Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. LPPOM MPU Aceh juga
diperkuat dengan Lahirnya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pokok –
Pokok Pelaksanaan Syariat Islam Pasal 23. Kemudian LPPOM MPU Aceh juga
diperkuat dengan disahkannya Qanun Aceh Nomor 08 Tahun 2016 Tentang
Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Qanun tersebut mengatur Penataan dan
Pengawasan Produk Halal, Proses sertifikasi Halal sertahal-hal lain yang
mengatur tentang Sertifikasi Halal di ProvinsiAceh.

Sejak tahun 2014 sampai tahun 2018, LPPOM MPU Aceh telah
mengeluarkan 323 Sertifikat halal untuk berbagai pelaku usaha di Provinsi Aceh.
Sampai saat ini, LPPOM MPU Aceh terus berbenah memperbaiki Standar
Operasional Prosedur (SOP). Hal ini diharapkan agar Pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dalam proses sertifikasi halal. Dalam proses dan pelaksanaan
sertifikasi halal, LPPOM MPU Aceh bekerjasama dengan beberapa Instansi
terkait diantaranya DinasPariwisata danKebudayaan Aceh, Dinas Koperasi dan
UKM Aceh, Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, dan
dinas-dinasterkait lainnya serta beberapa lembaga pendidikan seperti THP
Unsyiah, FKH Unsyiah, Akafarma Harapan Bangsa Banda Aceh,
FakultasPertanian USM, dan Kampus-kampus Lainya.
Susunan Kepengurusan LPPOM MPU Aceh adalah sebagai berikut:
Ketua : drh. Fakhrurrazi,M.P
Wakil ketua : Munardi, S.H.M.H
Sekretaris dan Kepala Laboratorium : Deni Candra,S.T.MT
Kabid Program & Perencanaan : Drs.Ahmad Ridwan,M.Si
Kabid Audit & Sistem Jaminan Halal : Nadia Rizka, S.T. M.M
Kabid Informasi dan Sosialisasi : Syamsuddin, SH
Analisa Laboratorium & staf Administrasi : 1. Mahlizar, S.T.
2. Subhan,S.Si

5
1.1.1 Visi dan Misi

a. Visi
Menjadi lembaga penjamin produk halal terpercaya dalam ruang
lingkup nasional dan internasional sehingga dapat memberikan
ketentraman bagi umat Islam serta menjadi pusat informasi halal dunia
sehingga mampu memberikan solusi yang diakui secara nasional dan
internasional
b. Misi
1. Membuat dan mengembangkan prosedur standar sistem
pemeriksaan halal.
2. Melakukan sertifikasi untuk semua produk halal yang diproduksi
dan atau yang beredar di masyarakat.
3. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya
mengkonsumsi produk halal.
4. Memberikan Pelayanan informasi yang lengkap dan akurat
mengenai kehalalan produk.

1.1.2 Tugas pokok dan fungsi LPPOM MPU Aceh


a. LPPOM MPU Aceh berwenang mengeluarkan sertifikat Halal kepada
pelaku usaha dan atau badan usaha uang telah dinyatakan lulus
sertfikasi
b. LPPOM MPU Aceh melakukan pelatihan dan pengembangan dalam
penyelenggaraan system jaminan halal
c. LPPOM MPU Aceh melakukan sosialisasi pentingnya produk halal
kepada masyarakat dan pelaku usaha
d. LPPOM MPU Aceh melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
masyarakat dan pelaku usaha terhadap penyelenggaraan produk halal.
e. LPPOM MPU Aceh mendorong Lembaga atau institusi terkait untuk
melakukan sosialisasi produk halal
f. LPPOM MPU Aceh melaukan pelatihan dan auditor Halal.

6
Manajemen LPPOM MPU Aceh adalah melaksanakan audit halal terhadap
prusahaan yang bermohon untuk di audit kepada LPPOM MPU Aceh. Berkas
berkas yang wajib dilampirkan diantaranya :
1. permohonan sertifikasi
permohonan harus mengisi format permohonan resmi yang telah disediakan
oleh LPPOM MPU Aceh
2. Manual sistem Jaminan Halal( SJH )
SJH adalah suatu system manajemen yang disusun, diterapkan dipelihara oleh
perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses
produksi halal sesuai dengan kententuan LPPOM MPU Aceh. SJH ini diisi
oleh perusahaan pemohon dan harus di implimentasikan pada setiap alur dan
pacsa proses produksi sebagai bukti komitmen perusahaan.
3. Daftar Bahan Baku yang digunakan pemohon wajib mengisi format daftar
bahan baku dari Produk yang akan disertifikasi tanpa ada satu bahan pun
yang ditutup tutupi dan auditor LPPOM MPU wajib merahasiakan daftar ini
sesuai dengan kode etik yang berlaku.
4. Matriks Bahan Baku untuk setiap jenis produk
Pemohon wajib mengisi format matriks bahan baku setiap jenis produk yang
akan disertifikasi tanpa ada satu bahan pun yang ditutup tutupi dan auditor
LPPOM MPU wajib merahasiakan daftar ini sesuai dengan kode etik yang
berlaku.
5. Alur Proses Produksi
Pemohon wajib menginformasikan alur proses produksi yang digunakan
dalam menghasilkan produk yang akan disertifikasi.
6. Surat pernyataan fasilitas produksi bebas dari unsur Haram
Pemohon wajib mengisi surat pernyaatn ini sebagai bukti komitmen untuk
tidak menggunakan bahan-bahan dan semua fasilitas produksi yang terkait
dengan aktifitas.
7. Surat pengangkatan Auditor Internal Pemohon wajib mengisi surat
pernyataan akan mengangkat auditor sebagai bukti komitmen untuk tidak
menjamin aktifitas produksi yang halal.

7
2.2 Kue Khas Aceh dan Mie Basah
Kue khas Aceh dan Mie Basah merupakan makanan yang dikonsumsi
oleh masyarakat Aceh dengan cita rasa yang khas. Propinsi Aceh merupakan salah
satu propinsi dengan beragam suku bangsa. Di Propinsi Aceh ada beberapa kue
tradisional yang sudah menjadi kue khas. Adapun kue yang sudah menjadi khas
Aceh diantaranya Lontong Paris, Bada Retek, dan Mie Aceh (mie basah). Kue ini
umumnya terbuat dari adonan tepung ketandan beras ketan. Kue khas ini selalu
disajikan pada acara-acara kemasyarakatan di Aceh (Sungkar, M. 2015).

2.2.1 Lontong Paris


Lontong Paris merupakan jajanan khas Indonesia dan di Aceh, lontong
paris sebagai jajanan atau oleh-oleh dari Banda Aceh umumnya dijual di Desa
Lampisang Aceh Besar. Dodol biasanya dibawa sebagai oleh-oleh atau sudah
menjadi kue adat Aceh sebagai bawaan dari pihak pengantin pria (tueng linto)
atau bawaan dari pengantin wanita (tueng dara baro), (Ari dkk. 1989).

2.2.2 Bada retek


Bada retek sama halnya dengan kue Bhoi, Bada retek juga merupakan kue
tradisional yang bahan utamanya terbuat dari tepung beras dan kacang hijau.
Namun adabeberapa daerah bahan utamanya berbeda, ada yang menggunakan
tepung terigu dan kelapa.Bada retek merupakan makanan kecil yang biasa di
santap dengan secangkir kopi atau teh untuk mengisiwaktu senja, (Boby dkk,
1989).

2.2.3 Mie Basah


Mie basah di Indonesia makanan yang banyak di gunakan sebagai
pengganti nasi. Produk produk mie ini berbahan tepung terigu yang berasal dari
tanaman gandum. Menurut Irviani dan Nisa (2014), pada tahun 2012 inpor
gandumtelah menembus angka 6.3 juta ton. Upaya pelaksanaan diverifikasi
pangan agar tidak tergantung pada tepung terigu. Menurut SNI 01-2987-1996, mie
basah adalah produk pangan yang terbuat dari teriguatau tanpa penambahan bahan
panagan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie
yang tidak di keringkan, (Rusli dkk. 1989).

8
Pembuatan kue dan mie aceh seperti lontong paris, bada retek, dab mie
basah perlu dijaga keamanan dan kualitasnya. Kue khas Aceh dan mie basah ini
umumnya dijual di pasaran dan pinggir jalan. Supaya kue dan mie tahan lama dan
bebas dari abu anorganik, konsumen harus memastikan pangan yang dijualnya
aman dari kadar air dan kadar abu dengan menuruti peraturan SNI 1992. Untuk
menentukan kadar air dan kadar abu biasanya menggunakan analisa kuantitatif
dengan menggunakan metode gravimetric. Fungsi digunakan metode gravimetric
yaitu untuk mengetahui mutu dari kue khas aceh ini.

2.3 Analisa Kuantitatif


Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk
mengetahui kadar suatu zat. Analisa kuantitatif berkaitan dengan penetapan
beberapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang
ditetapkan tersebut, yang sering kali dinyatakan sebagai konstituen atau analit,
menyusun sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang di analisis (Day dan
Underwood, 2002).Pengertian lain dari analisa kuantitatif adalah analisa yang
bertujuan untuk mengetahui jumlah kadar senyawa kimia dalam suatu bahan atau
campuran bahan (Sumardjo, 1997).

2.4 Macam-Macam Analisa Kuantitatif

Secara garis besar metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif


dibagi menjadi dua macam yaitu kimia analisis kuantitatif instrumental, yaitu
metode analisis bahan-bahan kimia menggunakan alat-alat instrumen, dan analisa
kimia konvensional. Metode dalam analisa kuantitatif dibedakan menjadi 2
bagian, yaitu metode Volumetri dan metode Gravimetrik.

2.4.1 Metode Volumetri

Metode volumetri adalah analisa kuantitatif yang dilakukan dengan cara


menambahkan sejumlah larutan baru yang lebih diketahui kadarnya. Dengan
mengetahui jumlah larutan baru yang ditambahkan dan reaksinya berjalan secara

9
kuantitatif sehingga senyawa yang dianalisis dapat dihitung jumlahnya (Sumardjo,
1997).

2.4.2 Metode Gravimetrik


Metode gravimetrik yaitu penetapan kadar suatu unsur atau senyawa
berdasarkan berat, tetapnya dengan cara penimbangan. Cara dilakukan dengan
unsur atau senyawa yang diselidiki dan bahan yang menyusunnya. Bagian
terbesar yang dilakukan metode gravimetri adalah perubahan unsur berat tetapnya.
Berat senyawa selanjutnya dapat dianalisa berdasarkan jenis senyawa
(Khoppar,1990).

Metode yang digunakan dalam menentukan kadar air dan kadar abu pada
percobaan ini adalah metode gravimetric. Zat-zat yang diendapkan dan bentuk
yang pada akhirnya ditimbang, dituliskan dalam daftar. Sebagai tambahan dari
zat-zat anorganik, senyawa-senyawa organic telah dianalisa dengan teknik
gravimetric. (Underwood, 1980).
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi agar metode gravimetrik
berhasil, yaitu :
1. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit
yang tak terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg
atau kurang, dalam menetapkan penyusunan utama dari suatu makro).

2. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan


hendaknya murni, atau sangat hampir murni (Underwood, 2001).

Dalam berbagai prosedur gravimetrik yang melibatkan


pengendapan,seorang analis akhirnya harus mengubah zat yang dipisahkan
menjadi suatu bentuk yang cocok untuk penimbangan. Zat yang ditimbang
tersebut harus murni, stabil, dan berkomposisi tertentu agar hasil analisisnya
akurat (Underwood, 2001).
Untuk menentukan kandungan mineral seperti timbal (Pb), merkuri (Hg),
arsenik (As), kadmium (Cd), dan aluminium (Al)bahan makanan harus
dihancurkan/didestruksikan dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan
kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wetdigestion). Pemilihan cara tersebut
tergantung pada sifat zat anorganik yang ada dalam bahan. Mineral yang ada
dalam bahan akan dianalisa serta sensitifitas cara yang digunakan. Pengabuan

10
kering membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu menganalisa bahan lebih
banyak daripada pengabuan basah. Pengabuan kering dapat dapat dilakukan untuk
menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe, akan tetapi kehilangan K dapat terjadi
apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi (Anton dkk, 1989).
Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, abu organik biasa
disebut mineral (logam) dibagi menjadi dua golongan, yaitu mineral logam
esensial dan nonesensial. Logam esensial diperlukan dalam proses fisiologis
manusia dan hewan, sehingga logam golongan ini merupakan unsur nutrisi
penting yang jika kekurangan dapat menyebabkan kelainan proses fisiologis atau
disebut penyakit defisiensi mineral. Mineral ini biasanya terikat dengan protein,
termasuk enzim untuk proses metabolisme tubuh, yaitu kalsium (Ca), fosforus
(P), kalium (K), natrium (Na), klorin (Cl), sulfur (S), magnesium (Mg), besi (Fe),
tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), kobalt (Co), iodin (I), dan selenium (Se).
Logam nonesensial adalah golongan logam yang tidak berguna, atau belum
diketahui kegunaannya dalam tubuh manusia dan hewan, sehingga hadirnya unsur
tersebut lebih dari normal dapat menyebabkan keracunan. Logam tersebut bahkan
sangat berbahaya bagi makhluk hidup, seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik
(As), kadmium (Cd), dan aluminium (Al). Kadar abu anorganik yang berbahaya
ini biasanya akibat pencemaran udara, asap kendaraan, dan tempat pengolahan.
Kemasan yang terbuka juga bisa mengakibatkan mudahnya masuk abu anorganik.

11
BAB III
METODOLOGI PENGUJIAN

3.1 Metode Pengujian


Pengujian ini dilakukan untuk menguji kadar air dan kadar abu dalam
Lontong Paris, Bada Retek, dan Mie Basah. Dengan menggunakanmetode
gravimetri.

3.2 Waktu dan Tempat


PengujianPelaksanaan PKL dilakukan padatanggal 19 Februari 2018,
bertempat di Aceh Halal Center di laboratorium. Komplek Gedung Sekretariat
MPU Aceh. Jl Soekarno Hatta. Lampeuneurut. Aceh Besar. Provinsi Aceh.

3.3 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah cawan krus, cawan
porselen, neraca analitik, spatula, tang krus, oven, furnes.stopwath, beaker gelas,
oven, tanur, desikator, serbet, tissu dan peralatan gelas lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan dalm pengujian ini adalah lontong paris,
bada retek, mie peniti, mie blang padang, mie lhong raya, mie barata, dan mie
lamdingin.

3.4 Prosedur Kerja


3.4.1 Penetapan Kadar Air
Sampel dihaluskan sebanyak 5 gram. Panaskan cawan porselen di dalam
oven temperature 110 0C terjadinya penguapan air selama 15 menit dan dinginkan
dalam desikator selama 15 menit. Timbang berat kosong cawan porselen.
Timbang sebanyak 5 gram sampel kedalam cawan porselen. Dipanaskan cawan
porselen yang sudah berisi sampel selama 6 jam pada temperature 1100C.
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan catat hasilnya. (SNI, 1992).

12
3.4.2 Penetapan Kadar Abu
Sampel dihaluskan sebanyak 5gram, Panaskan krus porselen di dalam
oven temperature 1100C selama 15menit dan dinginkan dalam desikator selama
15 menit. Timbang berat kosong krus porselen dan sampel. Masukkan kedalam
tanur sampai menjadi abu dengan suhu 500 0C-600 0C dan dinginkan dalam
desikator selama 15 menit. Timbang berat cawan dan yang telah di furnes
menggunakan neraca digital untuk mengetahui berat abu pada sampel (SNI,
1992).
Keterangan: Cara kerja di atas juga dilakukan terhadap sampel lontong paris,bada
retek dan mie aceh.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan

Berdasarkan hasil pengujian, maka kadar air pada kue khas Aceh dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1.1 Data Kadar Air
Ketentuan
NO Bahan Kadar Air % Keterangan
SNI %
1 Lontong Paris Maks 5 3% Memenuhi Syarat
2 Lontong Paris Maks 5 3% Memenuhi Syarat
3 Bada Retek Maks 5 5% Memenuhi Syarat
4 Bada Retek Maks 5 5% Memenuhi Syarat
5 Mie Peniti Maks 35 56% Memenuhi Syarat
6 Mie Peniti Maks 35 56% Memenuhi Syarat
7 Mie BP Maks 35 51% Memenuhi Syarat
8 Mie BP Maks 35 51% Memenuhi Syarat
9 Mie LH Maks 35 55% Memenuhi Syarat
10 Mie LH Maks 35 55% Memenuhi Syarat
11 Mie Barata Maks 35 50% Memenuhi Syarat
12 Mie Barata Maks 35 51% Memenuhi Syarat
13 Mie Lamdingin Maks 35 54% Memenuhi Syarat
14 Mie lamdingin Maks 35 54% Memenuhi Syarat
Sumber LAB LPPOM Banda Aceh, 2018

14
Berdasarkan hasil pengujian, maka kadar abu pada kue khas Aceh dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1.2 Data Kadar Abu
Ketentua
No Bahan Kadar Abu % Keterangan
n SNI %
1 Lontong Paris Maks 1,6 1,0 Tidak Memenuhi Syarat
2 Lontong Paris Maks 1,6 1,0 Tidak Memenuhi Syarat
3 Bada Retek Maks 1,6 0,1 Memenuhi Syarat
4 Bada Retek Maks 1,6 1,1 Tidak Memenuhi Syarat
5 Mie Peniti Maks 3 0,8 Tidak Memenuhi Syarat
6 Mie Peniti Maks 3 0,8 Tidak Memenuhi Syarat
7 MieBlang Padang Maks 3 1,6 Tidak Memenuhi Syarat
8 Mie Blang Padang Maks 3 1,5 Tidak Memenuhi Syarat
9 Mie Lhong Raya Maks 3 0,8 Tidak Memenuhi Syarat
10 Mie Lhong Raya Maks 3 0,8 Tidak Memenuhi Syarat
11 Mie Barata Maks 3 0,5 Memenuhi Syarat
12 Mie Barata Maks 3 0,6 Tidak Memenuhi Syarat
13 Mie Lamdingin Maks 3 0,8 Tidak Memenuhi Syarat
14 Mie lamdingin Maks 3 0,9 Tidak Memenuhi Syarat
Sumber LAB LPPOM Banda Aceh, 2018
`
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kadar Air
Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukankesegaran dan daya awet
bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri,
kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada
bahan pangan (sandjaja, 2009).
Pada pengujian ini sampel yang diuji kadar air dan kadar abu adalah
lontong paris, bada retek, dan mie basah. Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) tahun 2015, lontong paris dan bada retek memiliki parameter kadar air
maksimum adalah 65% dan kadar abu 0,05%, sedangkan SNI 2987-2015 untuk
mie basah memiliki parameter kadar air adalah65% dan kadar abu minimal
0,05%.
Daripengujiandidapatkan kadar air pada Lontong Paris3%, Bada Retek
5%, Mie Peniti 56%, Mie Blang Padang 51%, Mie Lhong Raya 55%, Mie Barata
50%, dan Mie Lamdingin 54%. Data ini menunjukkan bahwa kadar air dalam

15
lontong paris, bada retek dan mie basahmemenuhi syarat, menurut SNImemenuhi
syarat yaitu 65%.
Pengujian didapatkan kadar abu pada Lontong Paris 1,00%, Bada Retek
0,16%, Mie Peniti 0,81%, Mie Blang Padang 1,66%, Mie Lhong Raya 0,89%,
Mie Barata 0,52%, dan Mie Lamdingin 0,89%. Data ini menunjukkan bahwa
kadar abu, bada retek dan mie barata memenuhi syarat, yaitu tidak
melebihiketentuan SNI yang telah ditentukan,0,05%, SNI 2987-2015 ,mie basah
abu minimal 0,05%.
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa lontong paris dan bada retek
mempunyai kadar air sesuai dengan standar SNI sedangkan mie basah tidak sesuai
dengan ketentuan SNISNI 2987-2015 dan kadar abu semua sampel sesuai dengan
SNI 2987-2015. Kadar air yang tinggi tentu akan mempengarugi mutu produk.
Produk dengan kadar air yang tinggi akan mudah bagi bakteri untuk berkembang
didalamnya, kadar air dan kadar abu dalam kue khas aceh yang sudahdiuji sesuai
dengan syarat mutu menurut SNI yang menunjukkan bahwa kue khas Aceh ini
layak konsumsi. Kadar air pada mie basah tidak sesuai dengan ketentuan SNI
2987-2015, sedangkan kadar abu yang lebih tinggi pada bada retek uji 2
dikarenakan ada kesalahan teknis ketika penimbangan atau penyimpanan dalam
desikator. Desikator sulit dibuka, karena sampel yang dimasukkan terlalu panas.
Sulitnya tutup desikator dibuka, maka penguji membuka secara paksa, sehingga
kadar abu sedikit tumpah. Kadar abu merupakan zat sisa hasil pembakaran bahan
organik. Abu organik merupakan abu yang habis diserap tubuh, sedangkan abu
anorganik adalah abu yang tidak habis diserap oleh tubuh.

16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil uji kadar air dan kadar abu pada kue khas Aceh dapat
disimpulkan bahwa;
1. Kadar air yang dihasilkan dalam pengujian ini pada semua sampel
Memenuhi Syarat sedangkan pada.
2. Kadar abu yang dihasilkan dalam pengujian ini pada Bada Retek, mie
barata memenuhi, syarat sedangkan lontong paris dan mie basah lain nya
tidak memenuhi syarats.

5.2 Saran
Berdasarkan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang telah dilakukan di
LPPOM Aceh, ada beberapa sarandiantaranya:
1. Diharapkan adanya jalinan komunikasi yang baik dan kesinambungan
antara pihak instansi dan mahasiswa AKAFARMA.
2. Setelah melakukan Praktek Kerja Lapangan(PKL) mahasiswa harus
menjaga nama baik almamater dan instansi tempat pelaksanaanya
Praktek Kerja Lapangan.
3. Diharapkan kepada semua instansi yang terkait untuk selalu menjaga
mutu produk hasil sertifikasi terjamin aman dan halal.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anton dkk. 1989. Analisis Pangan. Departemen pendidikan dan kebudayaan


direktorat jendral pendidikan tinggi pusat antar universitas pangan dan
gizi: IPB.
Ari dkk. 1989. Analisis Pangan UI Press: Jakarta).

Boby dkk, 1989. Analisis Pangan. UI Press: Jakarta)


Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengelolaan Pangan. PT Bumi
Aksara: Jakarta.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta.

Fakultas Teknologi Ilmu Pertanian (FTIP) Universitas Padjadjaran. 2007. jurnal


FITP001665/021. Analisa Bahan Pangan.Diakses dari http://media.
unpad.ac.id/ thesis/ 240210/ 2007/ 240210070047_2_7242. Pdfpada
tanggal 15 Maret 2017

Maflalah, I. 2012. Disain Kemasan Makanan Tradisional Madura dalam Rangka


Pengembangan IKM. Jurnal Agrointek, Vol 6.

Muchtadi, Pulpi dan Astawan. 1992. Metode Kimia Biokimia Dan Biologi Dalam
Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Universitas Pangan Dan Gizi Institut Pangan: Bogor.

Pancawati, Sutarmi. 2006.Pengaruh bahan dan konsentrasi limbah padat sari


apel terhadap kualita biskuit, [pdf].(http://www. researchgate. net/
publication/ 50812912 Pengaruh Bahan Dan_Konsentrasi Limbah Padat
Sari Apel Terhadap Kualitas Biskuit. Diakses pada tanggal 15 Maret
2017).

Ruku, Subaedah, Idris Haddade dan RD Teguh Wijanarko. 2009. Teknologi


Pengolahan Tanaman Pangan. Bultein Teknologi dan Informasi
Pertanian, BPTP Sulawesi Tenggara.

Rusli dkk. 1989. Analisi Pangan. UI Press: Jakarta).


Sudiaoetama. 1999. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dalam Profesi. Jilid II. Penerbit
Dian Rakyat: Jakarta.

Underwood, A.L. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Underwood dan R.A. Day. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif.Erlangg: Jakarta.

18
LAMPIRAN

Lampiran I Cara kerja Penetapan Kadar Air

Sampel
» Panaskan cawan dalam oven (1100 C) selama 15 menit.
» Cawan didinginkan dalam desikatos selama 15 menit.
» Timbang berat kosong cawan.
» Timbang bahan sebanyak 5 gram.
» Panaskan cawan dan bahan dalam oven 1100C selama 6 jam.
» Dinginkan dalam desikator selama 15 menit.
» Timbang berat cawan + bahan dan timbang

Hasil

Keterangan: Skema kerja di atas juga dilakukan terhadap sampel lontong paris,
bada retek dan mie basah.

Lampiran II perhitungan Kadar Air

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟


Kadar Air = 𝑥100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙

19
Lampiran III Cara kerja Penetapan Kadar Abu

Sampel
» Sampel dihaluskan sebanyak 5gram, Panaskan krus porselen di dalam
oven temperature 1100C selama 5menit dan dinginkan dalam desikator
selama 15 menit
» Timbang berat kosong Lontong Paris dan Bada Retek sebanyak 5
gram
» Masukkan kedalam furnes selama 20 menit dengan suhu 500 0C
-600 0C dan dinginkan dalam desikator selama 15 menit.
» Timbang berat cawan yang telah di furnes menggunakan neraca
digital untuk mengetahui berat abu pada sampel
Hasil

Keterangan: Skema kerja di atas juga dilakukan terhadap sampel Lontong Paris,
Bada Retek, dan Mie Basah.

Lampiran IV perhitungan Kadar Abu

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟+𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙


Kadar Air = x100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

20
Lampiran V Gambar Kerja

Gambar 5.1Penimbangan sampel

Gambar 5.2 sampes yang sudah ditimbang

21

You might also like