Professional Documents
Culture Documents
Referat Thanatologi
Referat Thanatologi
Referat Thanatologi
DISUSUN OLEH :
Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala limpahan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul : “Kematian dan Penentuan Waktu Kematian” yang dilakukan di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang pada periode 20 Mei 2016 sampai dengan 12 Juni
2016. Penulisan referat ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dorongan, dan
petunjuk dari berbagai pihak yang telah senantiasa membantu, oleh sebab itu, penulis
1. Dr. Raden Panji Uva Utomo, Sp.KF, selaku dosen penguji kepaniteraaan klinik
yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah membantu penulisan
referat ini.
referat ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir
kata, Penulis berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca, di kalangan
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar Isi..................................................................................................................
2.1.1.3 Tanda Tidak Pasti Kematian pada Sistem Saraf Pusat ...............................
PENDAHULUAN
adalah penentuan kematian dan waktu kematian terjadi. Waktu kematian terjadi dapat
Penentuan kematian dan waktu kematian memiliki aspek klinis maupun medikolegal
kematian adalah thanatologi, yang berasal dari suku kata thanatos, yakni hal yang
berhubungan dengan mayat, dan logos, yakni pengetahuan atau ilmu. Secara
bahasan, yakni (1) Penentuan Kematian, dan (2) perubahan yang terjadi setelah
kematian. Kedua hal tersebut memiliki aspek klinis dan medikolegal, dan seringkali
penyidikan, penulis mengajukan referat dengan judul “Kematian dan Penentuan Waktu
Kematian”.
1.2 Rumusan Masalah
3. Apa saja metode yang digunakan dan bagaimana cara memperkirakan waktu
kematian?
Tujuan Umum :
menentukan meninggal dari sisi klinis dan medikolegal, serta perkiraan waktu
Tujuan Khusus :
1. Bagi Mahasiswa
kematian
3. Bagi Pengadilan
TINJAUAN PUSTAKA
individu dan sebagai kumpulan sel-sel yang menyusun sistem dan organisme. Oleh
sebab itu kematian manusia juga dapat dilihat dari kedua dimensi tadi, dengan catatan
bahwa kematian sel (cellular death) akibat ketiadaan oksigen baru aan terjadi seletalh
1. Kematian somatik
yang mendatar (tidak ada aktivitas elektrik otak), nadi tidak teraba, jantung
tidak berdetak, tidak ada suara nafas dan gerakan nafas. Kematian somatic
dapat dikacaukan dengan mati Suri, yaitu suatu penurunan fungsi organ vital
sampai taraf minimal yang reversible. Diketahui ternyata hidup lagi setelah
dinyatakan mati. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
Kematian seluler adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatik. Kerusakan terjadi pada semua organela
sel terakhir pada mitokondria. Daya tahan hidup masing-masing organ atau
3. Mati serebral
Mati serebral adalah kerusakan dua hemisfer otak yang irreversibel namun
4. Mati otak
Mati otak adalah kerusakan seluruh isi saraf intrakranial otak yang irreversibel
termasuk kerusakan batang otak dan serebelum. Pada kematian otak, seseorang
Untuk menentukan paru-paru sudah berhenti dapat dilakukan 4 macam tes yaitu :
1. Auskultasi
Meletakan gelas berisi air di atas perut atau dada. Bila permukaan air bergoyang
3. Tes cermin
Meletakan kaca cermin di depan mulut dan hidung. Bila basah karena uap air
yang berasal dari hembusan napas berarti seorang tersebut masih bernapas.
Meletakan bulu burung di depan hidung. Bila bergetar berarti masih bernapas.
1. Auskultasi
2. Tes Magnus
Mengikat jari tangan sedemikian rupa sehingga hanya aliran darah vena yang
terhenti. Bila terjadi bendungan bewarna sianotik/ berarti masih ada sirkulasi
3. Tes Icard
Bila terpakasa dapat dilakukan pengrisan pada arteri radialis. Bila keluar darah
Untuk menetukan fungsi Saraf, dinilai dari fungsi saraf kranial yaitu:
4. Nervus IX : tidak ada reflex menelan atau batuk ketika ETT didorang ke dalam
6. Tidak ada napas spontan ketika repiraotor dilepas walaupun PCO2 sudah
Tanda-tanda kematian pasti yang ditemukan pada mayat antara lain (1) Livor
mortis / lebam mayat, (2) Rigor mortis / kaku mayat, (3) Algor mortis, dan (4)
Pembusukan.
2.1.2.1 Livor Mortis
Livor Mortis atau lebam mayat merupakan perubahan warna kulit berupa warna
dipengaruhi oleh gaya gravitasi mengisi vena dan venula. Lokasi lebam mayat terletak
di tempat terbawah dari tubuh kecuali bagian tubuh yang tertekan. Mula-mula warna
lebam mayat hanya berupa bercak setempat-setempat yang kemudiam berubah menjadi
lebar dan merata pada bagia tubuh yang rendah. Kadang cabang dari vena pecah
Darah tetap cair karema adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel
pembuluh darah. Lebam mayat biasa mulai tampak 20-30 menit setelah kematian1,
namun ada sumber lain juga yang menyebutkan bahwa lebam mayat mulai tampak
setelah 1 sampai 2 jam post mortem2 Kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan
butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah
akan keluar dari kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga
menyebabkan warna lebam mayat pada daerah tersebut akan menetap serta tidak hilang
jika ditekan maupun posisi mayat dibalik. Selain itu, kekakuan otot-otot dinding
Memucatnya lebam mayat akan lebih cepat dan sempurna apabila penekanan
atau perubahan posisi tubuh dilakukan 6 jam pertama setelah mati klinis. Lebam mayat
akan menetap setelah 8-12 jam dan sukar hilang pada penekanan. Meskipun demikian,
setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat
mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah baru, membentuk lebam
mayat paradoksal (lebam mayat yang ditemukan berlawanan posisi) yang tetap dapat
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian dan memperkirakan
sebab kematian. Pada keracunan CO atau CN lebam mayat berwarna merah terang,
pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal, lebam mayat berwarna kecoklatan.
Pembedaan lebam mayat dan memar juga perlu diperhatikan dalam membuat
kedua hal tersebut. Perbedaan lebam mayat dan memar dipaparkan dalam tabel 2.1.2.1
dibawah. Secara pasti, lebam mayat dan memar dapat dibedakan melalui pemeriksaan
masih hidup
penampang tubuh
2.1.2.2 Rigor Mortis
Kaku mayat yang sering disebut rigor mortis atau post mortum rigidity terjadi
akibat proses biokimiawi, yaitu pemecahan ATP menjadi ADP. Selama masih terdapat
ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur oleh karena hal tersebut, kelenturan
otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler yang
masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan ATP.
Jika persediaan glikogen otot habis maka pembentukan ATP baru tidak terjadi disertai
penumpukan ADP dan asam laktat (metabolisme anaerob) pada otot yang
Fase pertama
Fase pertama terjadi setelah terjadi kematian somatik. Otot masih dalam bentuk
yang normal. Tubuh yang mati akan mampu menggunakan ATP yang sudah
kaku mayat yang cepat adalah saat dimana cadangan glikogen dihabiskan oleh
latihan yang kuat sebelum mati, seperti mati saat terjadi serangan epilepsi atau
Fase kedua
Fase kedua terjadi saat ATP dalam otot berada dibawah ambang normal, kaku
akan dibentuk saat konsentrasi ATP turun menjadi 85%, dan kaku mayat akan
Pada fase ketiga, kekakuan otot menjadi lengkap dan dipertahankan 12-18 jam
kemudian.
Fase keempat
Disebut juga fase resolusi. Saat dimana kekakuan hilang dan otot menjadi lemas
kembali. Fase ini juga dikenal sebagai relaksasi sekunder, yang disinyalir
terjadi karena proses denaturasi dari enzim pada otot dan pembusukan.
Berdasarkan fisiologi tersebut maka kaku mayat akan terjadi lebih awal pada
otot – otot kecil, karena pada otot-otot yang kecil persediaan glikogen sedikit. Otot–
otot kecil ke besar antara lain: otot palpebra, otot rahang, leher, anggota atas, dada,
perut dan terakhir anggota gerak bawah. Berdasarkan ukuran tersebut, kaku mayat
mata, rahang bawah, buku-buku jari, persendian anggota gerak atas dan persendian
anggota gerak bawah. Terdapat beberapa sumber yang merujuk pada durasi waktu yang
berbeda megenai kapan munculnya kaku mayat tersebut. Namun waktu dan durasi
kaku mayat dipengaruhi oleh faktor – faktor yang dapat mempengaruhi antara lain:
Faktor internal
maka kaku mayat akan timbul lebih lambat. Pada mayat dengan gizi yang
Umur : Pada anak – anak kaku mayat akan lebih cepat timbul dibanding orang
dewasa.
Faktor eksternal
Suhu udara disekitarnya : Jika mayat terpapar dengan suhu yang tinggi, maka
kaku mayat akan berlangsung lebih cepat dan singkat, sedangkan jika mayat
terpapar pada suhu rendah, kekakuan akan terjadi lebih lambat dan berlangsung
lebih lama.
munculnya kaku mayat dan durasi kaku mayat sendiri. Secara umum, kaku mayat
secara umum mulai terlihat lebih kurang 2 jam setelah kematian dan menjadi lengkap
seluruh tubuh yang dipertahankan sampai dengan 12 jam setelahnya. Kaku mayat
mulai tampak kira – kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot–
otot kecil) ke arah dalam (sentripetal). Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi
lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang
sama. kaku mayat secara umum digunakan beriringan dengan penurunan suhu tubuh
Kekakuan pada mayat juga dapat disebabkan oleh hal lain yang dapat
menyebabkan kaku yang menyerupai kaku mayat akibat proses lainnya sehingga perlu
dibedakan dalam menentukan adanya kaku mayat. Hal yang dapat menyerupai kaku
Cadaveric spasm merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat
cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat kematian karena
kelelahan dan / atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric
spasm merupakan proses intra vital, tidak dapat direkayasa dan akan hilang
primer
terlibat
Heat stiffening
Heat stiffening adalah kekakuan otot yang disebabkan oleh karena proses
koagulasi protein otot oleh panas. Keadaan tersebut seringkali dijumpai pada
korban mati terbakar. Pada heat stiffening ditemukan otot–otot akan berwarna
merah muda, kaku tetapi rapuh (mudah robek), serta adanya pemendekan
serabut otot yang memendek sehingga meimbulkan fleksi leher, siku, paha dan
lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Sikap tersebut didapatkan
akibat lebih besarnya otot fleksor di dalam tubuh dibandingka otot ekstensor
sehingga tarikan otot yang lebih kuat akan menarik kearah otot yang lebih
besar.
Freezing
cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, serta jaringan
kesan dingin saat perabaan dan terdengarnya suara pecahan es jika ekstremitas
dapat melepaskan tulang tengkorak akibat adanya anomali air (memuai pada
suhu dingin 1-4 derajat Celsius) sehingga cairan dalam rongga kepala akan
membentuk es yang memberi tekanan dari dalam rongga kepala. Pada mayat
yang mengalami freezing, pelemasan otot dapat kembali muncul jika mayat
dihangatkan.
Pada saat sesudah mati, adanya proses pemindahan panas daru badan ke benda-
benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporas dan konveksi.
Penurunan suhu ini dipengaruhi oleh suhu udara, pakaian, aliran udara dan
kelembapan, keadaan tubuh korban, aktifitas, serta sebab kematian. Terdapat beberapa
1. Suhu udara
Semakin besar perbedaan suhu udara dengan suhu tubuh jenazah, semakin
2. Pakaian
lebih cepat.
penurunan suhu jenazah akan semakin lambat. Jika tubuh korban berotot yang
menghasilkan tubuh jenazah relatif lebih besar, maka penurunan suhu tubuh
5. Aktifitas
Bila sesaat sebelum meninggal korban melakukan aktifitas hebat, suhu tubuh
6. Sebab kematian
Rectal Temperarure (RT). Saat kematian dapat dihitung rumus Post Mortem Interval
(PMI)2
Rumus untuk suhu dalam °Celsius Rumus untuk suhu dalam °Fahrenheit
Selain perhitungan tersebut, perkiraan waktu kematian menurut suhu tubuh mayat
memperhitungkan suhu lingkungan, suhu rektal, berat badan jenazah, dan faktor
Sumber : http://www.forensicmed.co.uk/pathology/post-mortem-interval/
2.1.2.4 Pembusukan
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan
kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril.
Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel paska mati dan
masuk ke dalam jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk
tumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium
welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S, dan HCN, serta
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam paska mati berupa warna kehijauan
pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan
bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh
menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh
darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman.
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
Pembentukkan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan
hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan
seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic
attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat
tembem, bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan
seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali
oleh keluarga.
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam paska mati,
terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukkan gas pembusukkan nyata, yaitu
kira-kira 36-48 jam paska mati. Kumpulan terlur lalat telah dapat ditemukan beberapa
jam paska mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat
tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan
identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva
tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi
bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan
berbeda. Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus,
dan intima pembluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari
melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek.
Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ
Pembusukkan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat Celcius
hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri
pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat
mayat terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat
membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah.
Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara
adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya
memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada
Adiposera atau lilin mayat. Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna
keputihan, lunak, atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak
tubuh paska mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih
disukai karena menunjukkan sifat-sifat di antara lemak dan lilin. Adiposera terutama
terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan
mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh paska mati yang
tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi (Mant
dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial (Evans, 1962).
Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning,
tetapi lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk
bercak, dapat terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas.
Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera. Adiposera akan membuat
yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang
cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang
hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan paska mati juga
adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar
hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu
paska mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih.
Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan berwarna putih
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
pembusukkan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput
dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang
kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang
baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang
1. Perubahan eksternal :
o Lebam mayat
o Kaku mayat
o Penurunan suhu
o Pembusukan
2. Perubahan internal :
antara lain :
o Pengosongan lambung
Penurunan suhu - -
Pembusukan
Waktu mulai tampak 24 jam 48 jam
pembusukan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
penulis mengambil kesimpulan bahwa definisi kematian dan perkiraan waktu kematian
sangatlah penting dipandang dari sisi kedokteran forensik, kedokteran umum, maupun
yang didapat dari hasil pemeriksaan dan kesimpulan kematian yang paling sahih dapat
diperoleh melalui temuan tanda-tanda pasti kematian pada tubuh seseorang seperti
lebam mayat, kaku mayat, penurunan suhu, dan pembusukan. Tanda-tanda yang
3.2 Saran
dalam ilmu kedokteran forensik dan medis karena dapat membantu meluruskan
peradilan. Dikarenakan sampai saat ini masih belum ada penelitian lanjutan mengenai
alat yang dapat digunakan dalam penentuan waktu kematian di iklim tropis dan
terutama dalam bahasa Indonesia, tentunya penulis berharap bahwa tulisan ini dapat
35.