Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 23

Case Report Session

ABSES HEPAR

Oleh :

Fitri Ramadewi 1310311022

Preseptor : dr. Anbiar Manjas, Sp. B-KBD

KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2017

i
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR

Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu :

1. Facies diaphragmatika
2. Facies visceralis (inferior)

1. Facies diaphragmatika

Facies diaphragmatika adalah sisi hepar yang menempel di permukaan bawah


diaphragma, facies ini berbentuk konveks. Facies diaphragmatika dibagi menjadi
facies anterior, superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak
jelas, kecuali di mana margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hati dapat
menyebar ke sistem pulmonum melalui facies diapharagma ini secara
perkontinuitatum. Abses menembus diaphragma dan akan timbul efusi pleura,
empiema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan
biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses hati.

2
2. Facies viseralis

Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke inferior, berupa


struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak
porta hepatis (hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika
fellea. Sebelah kiri porta hepatis terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum
venosum dan ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yang
berbentuk segitiga dengan vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh
ligamen koronarius bagian atas dan bawah.

Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis, omentum
minus yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan
glandula supra renal, bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea,
lobus kuadratus, fissura ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini
banyak bersinggungan dengan organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-
organ intestinal tersebut dapat menjalar ke hepar.

Pendarahan

 Perdarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi kiri
dan kanan dalam porta hepatis (berbentuk Y). Cabang kanan melintas di
posterior duktus hepatis dan di hepar menjadi segmen anterior dan posterior.
Cabang kiri menjadi medial dan lateral. Arteri hepatika merupakan cabang dari
truncus coeliacus (berasal dari aorta abdminalis) dan memberikan pasokan darah
sebanyak 20 % darah ke hepar.
 Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh
vena porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang
berisi produk-produk digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini
berjalan diantara lobulus dan berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan hepar
melalui vena sentralis dari setiap lobulus yang mengalir melalui vena hepatika.

3
Fileplebitis atau radang pada vena porta dapat menyebabkan abses pada hepar
dikarenakan aliran vena porta ke hepar.

Persarafan

 nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah


pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis
 nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri
kurvatura minor gaster dalam omentum.

Drainase limfatik

Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus
hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari
vesika fellea. Dari nodus hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke
nodus retropylorikus dan nodus seliakus.

Struktur

Hati terbagi menjadi 8


segmen berdasarkan percabangan
arteri hepatis, vena porta dan duktus
pankreatikus sesuai dengan segi
praktisnya terutama untuk
keperluan reseksi bagian pada
pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi menjadi divisi medialis dekstra (segmentum
anterior medialis dekstra dan segmentum posterior medialis dekstra) dan divisi
lateralis dekstra (segmentum anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior
lateralis dekstra). Pars hepatis sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus
kaudatus, divisio lateralis sinistra (segmantum posterior lateralis sinistra dan
4
segmantum anterior lateralis sinistra) dan divisio medialis sinistra (segmentum
medialis sinistra).

Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli.


Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang
tersusun radial mengellilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati terdapat
kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika.
Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffler) yang merupakan sistem
retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing dalam
tubuh, jadi hati merupakan organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri
dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang
mengelilingi lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler
empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan antara lembaran sel hati.

Hati terdiri atas bermacam-macam


sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati, sisanya
adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan
sel-sel non parenkim yang termasuk di
dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel
stellata yang berbentuk seperti bintang.
Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena hepatika dan duktus
hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang
mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang
membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi
empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan
desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan lapisan
endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang
perisinusoidal).

5
Fisiologi Hati

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati
adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak
1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan
komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam
lemak dan garam empedu. Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi
percernaan terutama untuk menetralisir racun terutama obat-obatan dan bahan
bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme dan
walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting sebagai indikator
penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada
jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.

Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan
asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal
metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida
dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari
pasokan glikogen ini diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis)
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan
untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan
dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona
hepatosit yang oksigenasinya lebih baik, kemampuan glukoneogenesis dan sintesis
glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme
protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen,
dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah
menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.

Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang merupakan
15% massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat
penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan
mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit.

6
2. DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
Abses hepar adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu rongga
patologi yang dapat bersifat soliter atau multipel pada jaringan hepar. Kelainan
tersebut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, maupun jamur yang
bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi
di dalam parenkim hepar. Penyakit ini sering timbul sebagai komplikasi dari
peradangan akut saluran empedu. Secara umum terdapat dua jenis abses hepar
berdasarkan jenis penyebabnya, yaitu: Abses hepar piogenik dan abses hepar
amoeba.
Abses hepar banyak ditemukan di negara berkembang, terutama yang tinggal
di daerah tropis dan subtropis. Angka mortalitas abses hepar masih tinggi yaitu
berkisar antara 10-40%. Insiden abses hepar jarang, berkisar antara 15-20 kasus per
100.000 populasi dan tiga per empat kasus abses hepar di negara maju adalah abses
hepar piogenik (AHP), sedangkan di negara yang sedang berkembang lebih banyak
ditemukan abses hepar amoeba (AHA). AHP disebabkan oleh Enterobacteriaceae,
streptokokus mikroaerofili, streptokokus anaerobik, klebsiella pneumonia, salmonlea
thypi, dan sebagainya. AHA disebabkan oleh Entamoeba histolytica.

3. ABSES HEPAR PIOGENIK (AHP)


A. ETIOPATOGENESIS
Abses hepar piogenik pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob gram
negatif dan anaerob, yang tersering adalah bakteri yang berasal dari flora normal usus
seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Bacteriodes, enterokokus,
streptokokus anaerob, dan streptokokus mikroaerofilik.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam hepar melalui sirkulasi portal,
sirkulasi sistemik dan stasis empedu akibat obstruksi duktus bilier. Sumber tersering
penyebab terjadinya abses hepar piogenik adalah penyakit pada sistem saluran bilier
yaitu sebanyak 42,8%. Kolangitis akibat batu atau striktur merupakan penyebab yang
paling sering, diikuti oleh divertikulitis atau apendisitis. Penurunan daya tahan tubuh
memegang peran penting terjadinya abses hepar. Kejadian yang paling sering adalah
7
bakteremia vena portal dari proses infeksi intra abdomen seperti abses apendiks dan
abses akibat tertelan benda asing.
Penetrasi langsung pada trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi langsung
bakteri pada parenkim hati dan dapat mencetuskan AHP. Sedangkan pada trauma
tumpul akan terjadi nekrosis hati, perdarahan intrahepatic, dan kebocoran saluran
empedu sehingga terjadi kerusakan kanalikuli. Kerusakan tersebut menyebabkan
masuknya bakteri ke hati dan menjadi tempat tumbuhnya bakteri dan proses supurasi
hingga terbentuknya pus berlanjut. Biasanya abses yang terbentuk soliter.
Pada 15-50% kasus abses piogenik tidak ditemukan fokus infeksi yang jelas
yang disebut dengan abses kriptogenik. Abses pada lobus kanan hepar lebih sering
bersifat kriptogenik, sedangkan abses pada lobus kiri hepar lebih sering berhubungan
dengan hepatolitiasis. Lobus hepar kanan dua kali lebih sering terkena AHP
dibandingkan lobus kiri. Hal tersebut disebabkan struktur anatomi dimana lobus
kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal, sedangkan
lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.

B. MANIFESTASI KLINIS
Pada awal perjalanan penyakit, gejala klinis seringkali tidak spesifik.
Gambaran klasik abses hati piogenik adalah nyeri perut terutama kuadran kanan atas
(92%), demam yang naik turun disertai menggigil (69%), penurunan berat badan
(42%), muntah (43%), ikterus (21%) dan nyeri dada saat batuk (51%). Gejala lain
dapat berupa batuk (jika abses berdekatan dengan diafragma dapat menyebabkan
iritasi diafragmasehingga memicu batuk), BAB pucat, urin berwarna gelap, anoreksia,
dan malaise. Pada 63% kasus, gejala klinis muncul selama kurang dari dua minggu.
Awitan abses soliter cenderung bertahap dan seringkali kriptogenik. Abses
multipel berhubungan dengan gambaran sistemik akut dan penyebabnya lebih bisa
diidentifikasi. Hepar teraba membesar dan nyeri bila ditekan pada 24% kasus.
Adanya hepatomegali disertai nyeri pada palpasi merupakan tanda klinis yang paling
dapat dipercaya. Beberapa pasien tidak mengeluh nyeri perut kanan atas atau

8
hepatomegali dan hanya terdapat demam tanpa diketahui sebabnya. Ikterus hanya
terjadi pada stadium akhir kecuali jika terdapat kolangitis supuratif.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan penunjang , leukositosis ditemukan pada 66% pasien,
sering disertai dengan anemia akibat infeksi kronis dan peningkatan laju endap darah.
Kadar alkali fosfatase biasanya meningkat, hipoalbuminemia dan kadar enzim
transaminase yang sedikit meningkat.
Foto polos dada dan abdomen memperlihatkan pembesaran hati, kadangkala
tampak air fluid level di dalam rongga abses dan diafragma kanan biasanya terangkat.
Hampir semua kasus abses hati dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan
ultrasonografi dan CT scan. Kedua teknik pencitraan ini dapat menentukanlokasi
abses yang berukuran minimal 1 cm di parenkim hepar.
Ultrasonografi adalah metode pencitraan yang direkomendasikan karena
cepat, noninvasif, cost effective, dan dapat juga digunakan sebagai pemandu aspirasi
abses untuk diagnostik dan terapi. Ultrasonografi dan CT scan juga dapat digunakan
untuk memantau keberhasilan terapi. Pemantauan abses secara serial dengan
ultrasonografi atau CT scan hanya dilakukan jika pasien tidak memberi respons yang
baik secara klinis.
Pada pemeriksaan USG tampak gambaran lesi dengan ukuran yang
bervariasi , dapat multiple maupun soliter. Biasanya bentuk bulat atau oval, tepi
regular kadang irregular, dinding tipis / tebal. Ekogenesitas abses piogenik dapat
pula bervariasi , berupa lesi anekoik (50 %), hiperekoik (25%), hipoekoik (25 %) ,
dapat dijumpai adanya fluid level atau debris, internal septa dan posterior acoustic
enhancement. Terbentuknya gas pada lesi memberikan gambaran berupa lesi
hiperekoik dengan posterior artefak. Pada pemeriksaan color Doppler tampak
peningkatan vaskuler terutama pada dinding abses . Parenkim hepar yang berbatasan
dengan abses, dijumpai peningkatan vaskularisasi karena adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan biakan abses dapat menemukan bakteri patogen pada 86% kasus, hasil
biakan steril ditemukan pada 14% kasus. Bakteri aerob gram negatif ditemukan
9
tumbuh pada 70% kasus dan yang paling sering adalah Escherichia coli. Pemeriksaan
biakan darah memberikan hasil positif pada 57% kasus.

D. TATALAKSANA
Standar tatalaksana abses hepar adalah drainase perkutaneus atau aspirasi
dengan bantuan USG abdomen atau CT-scan. Jika terdapat obstruksi saluran bilier
lakukan dekompresi secara transhepatik atau dengan endoskopi. Antibiotik tetap
diberikan setelaj dilakukan drainase.
 Antibiotik
Berikan antibiotic empiris spektrum luas perenteral atau antibiotik sesuai
dengan hasil kultur. Durasi pemberian antibiotic adalah sekitar 2-3 minggu
dan dilanjutkan dengan regimen antibiotic yang berbeda 2-4 minggu setelah
terjadi resolusi komplit secara kllinis, laboratoris, dan radiologis. Pada abses
berukuran kecil (<3cm) dapat diberikan antibiotik tanpa aspirasi abses.
Regimen antibiotik yang dapat diberikan : - Penisilin dan ampisilin atau
aminoglikosida. – Sefalosporin generasi 3 dan kindamisin atau metronidazole.
– Regimen sesuai hasil uji sensitivitas bakteri
 Bedah
Intervensi bedah dilakukan sesuai indikasi dan sebaiknya tidak dilakukan
pada pasien dengan keadaan umum buruk (syok, gagal organ).
Indikasi intervensi bedah antara lain :
- Tidak ada respon klinis setelah drainase via kateter selama 4-7 hari
- Abses multiple, besar, dan terlokulasi
- Abses berdinding tebal dengan pus kental
- Drainase perkutan gagal
- Terdapat proses intraabdomen (peritonitis)

E. KOMPLIKASI
Dapat terjadi septisemia atau bakteremia dengan mortalitas hingga 85%,
ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan
10
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, empyema, rupture ke
dalam pericardium atau retroperitoneum.

4. ABSES HEPAR AMOEBIK (AHA)


A. ETIOPATOGENESIS

Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen


Entamoeba hystolitica yang tinggi. Sebagai host
definitif, individu-individu yang asimptomatis
mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran
mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum
air atau memakan makanan yang terkontaminasi
kotoran yang mengandung tropozoit atau kista
tersebut. Dinding kista akan dicerna oleh usus
halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa
tinggal di usus besar terutama sekum. Strain
Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi
dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop
tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga
berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.

Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan


pembentukan fistula. Ulkus pada epitel kolon merupakan jalur amuba masuk ke
dalam sistem vena portal dan menyebabkan penyebaran ekstraintestinal
keperitoneum, hati dan jaringan lain. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi
sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui
intraperitoneal. Amuba bermultiplikasi dan menutup cabang-cabang kecil vena portal
intrahepatik menyebabkan nekrosis dan lisis jaringan hati. Diameter daerah nekrotik
bervariasi dari beberapa milimeter sampai 10 cm. Abses hepar amuba biasanya soliter
dan 80% kasus terletak di lobus kanan. Abses mengandung pus steril dan jaringan

11
nekrotik hepar yang encer berwarna coklat kemerahan (anchovy paste). Amuba pada
umumnya terdapat pada daerah perifer abses.

Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum
tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dari abses adalah lapisan
dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan ini sering
memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul
jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik,
leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.

B. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dapat merasakan gejala sejak beberapa hari hingga beberapa minggu
sebelumnya. Nyeri perut kanan atas merupakan keluhan yang menonjol, pasien
tampak sakit berat, dan demam. Gejala abses hepar amuba secara umum bersifat
nonspesifik, 72% pasien mengeluh demam dan nyeri di perut kanan atas. Selain itu
anoreksia ditemukan pada 39% kasus dan penurunan berat badan pada 29% kasus.
Pada pemeriksaan fisik, 83% kasus dilaporkan demam dan 69% dengan hepatomegali
yang disertai nyeri tekan. Ikterik jarang terjadi.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan jumlah sel
polimorfonuklear sekitar 70-80%, peningkatan laju endah darah, anemia ringan,
peningkatan alkali fosfatase dan kadar bilirubin. Uji fungsi hati pada umumnya
normal. Feses dapat mengandung kista, pada disentri ditemukan trofozoit
hematofagus. Kista positif pada feses hanya ditemukan pada 10-40% kasus.
Foto dada menunjukkan hemidiafragma kanan terangkat dengan atelektasis
atau pleural efusi. Pada pemeriksaan USG, biasanya dijumpai lesi soliter, hipoekoik
homogen dengan fine internal echo,bentuk bulat atau oval, batas tegas, dengan lokasi
lebih sering di perifer (subcapsuler). Tak tampak adanya pembentukan gas. Kadang
ditemukan adanya septa, tetapi tak tampak adanya peningkatan vaskularisasi baik

12
pada dinding ataupun septa. Dapat pula ditemukan gambaran hallo yang hipoekoik
maupun posterior enhancement yang mild.
Uji serologis dapat membantu menegakkan diagnosis abses hati amuba, antara
lain IHA (indirect hemagglutination antibody), EIA (enzyme immunoassay),IFA
(indirect immunolfuoresent antibotic), LA (latex agglutination), AGD (agar gel
diffusion), dan CIE (counter immunoelectrophoresis). Antibodi hemaglutinasi
indirek terhadap Entamoeba histolytica telah banyak digunakan dan meningkat pada
90% pasien. Sensitivitas IHA pada keadaan akut 70-80%, sedangkan pada masa
konvalesen > 90%. Kekurangan IHA selain hasil tes diperoleh terlalu lama, hasilnya
juga tetap positif selama 20 tahun sehingga dapat memberi gambaran penyakit infeksi
sebelumnya dan bukan infeksi yang akut. Saat ini IHA telah digantikan oleh EIA
yang dapat mendeteksiantibodi E.histolytica baik IgG maupun imunoglobulin total.
Uji serologis ini relatif lebihsederhana, mudah dilakukan, cepat, stabil dan murah
harganya serta memiliki sensitivitas 99% dan spesifisitas > 90%. Titer positif dapat
bertahan beberapa bulan hingga tahunan setelah sembuh sehingga di daerah endemik
nilai diagnostiknya berkurang.
Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :
1. Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.
2. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.
3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.
4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
5. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.
6. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
7. "Amoeba Hemaglutination" test positif

D. TATALAKSANA
Meliputi kombinasi obat anti amuba dan aspirasi abses.
- Metronidazole 3x500 – 750mg selama 7-10 hari memberikan
angka kesembuhan hingga lebih dari 90%. Metronidazole
diabsorbsi dengan baik melalui saluran cerna

13
- Alternatif lainnya menggunakan 600mg Kloroquin selama 2 hari
pertama, dilanjutkan dengan Kloroquin 300mg selama 2-3 minggu
- Berikan amebesidal luminal setelah abses hepar diterapi dengan
amebesida jaringan (metronidazole, klorokuin). Hal tersebut
bertujuan untuk membunuh koloni amoeba dalam usus sehingga
mencegah terjadinya relaps. Dapat diberikan paramomycin 25-35
mg/kgBB dibagi dalam tiga dosis, diberikan selama 5-10 hari.
Masih terdapat kontroversi tentang dilakukan aspirasi dilanjutkan dengan
drainase atau cukup obat antiamuba saja. Saat ini, terapi aspirasi dapat dilakukan
pada keadaan ketika: (1) serologi amuba tidak menentukan dan diagnosis banding
utama adalah abses hati piogenik, (2) pemberian antiamuba dianggap kurang tepat,
seperti pada kehamilan, (3) diduga terjadi infeksi sekunder pada 15% kasus, (4)
demam dan nyeri tetap dirasa 305 hari pascaterapi, dan (5) bila dinyatakan terdapat
bahaya pecah dan abses besar (>5cm). Bila diperlukan, dapat dipasang drain perkutan
dengan drainase tertutup.
Penyaliran melalui laparatomi atau penyaliran terbuka dilakukan bila
pengobatan gagal dengan terapi konservatif, termasuk aspirasi berulang. Indikasi lain
adalah abses hati lobus kiri yang terancam pecah ke rongga peritoneum dan ke organ
lain termasuk dindig perut, dan infeksi sekunder yang tidak terkendali. Angka
kematian dengan cara ini lebih tinggi.

E. KOMPLIKASI
Umumnya berupa perforasi abses ke berbagai rongga tubuh dank e kulit.
Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard. Akan terjadi efusi pleura
yang besar dan luas yang meperlihatkan cairan coklat pada aspirasi. Perforasi dapat
berlanjut ke paru sampai bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas
coklat. Penderita akan mengeluhkan sputumnya terasa seperti rasa hati selain didapati
hemoptysis.

14
Perforasi ke perikard menyebabkan efusi perikard dan tamponade jantung.
Bila infeksi dapat diatasi, akan terjadi inflamasi kronik dan pada fase selanjutnya
terjadi penyempitan jantung.
Perforasi ke kaudal terjadi ke rongga peritoneum. Perforasi akut akan
menyebabkan peritonitis umum. Meskipun jarang, dapat juga terjadi emboli ke otak
yang menyebabkan abses amuba otak.

5. DIAGNOSA BANDING
1. Kista Hepar
Ditemukan pada hepar yang sehat dengan angka prevalensi sekitar 2- 7 %. Sering
ditemukan pada wanita kira – kira 40 % kasus dapat dijumpai pada pasien dengan
autosomal dominant polycystic disease disertai multiple kista hepar . Patognomonik
pada kista hepar lesi yang terlokalisir atau multipel kavitas disertai fluid level
didalamnya dengan ukuran yang bervariasi yang berbatas tegas dengan parenkim.
Pada pemeriksaan USG tampak gambaran anekoik, bentuk bulat yang ditandai
dengan peningkatan acoustic enhancement
2. Metastasis Hepar
Kebanyakan tumor hepar berasal dari hematogen. Tumor gastrointestinal
bermetastasis ke hepar melalui vena porta dan tumor dari tempat lain melalui arteri
hepatika. Pada pemeriksaan USG dapat ditemukan lesi dengan berbagai tipe dapat
berupa lesi dengan gambaran hiperekoik, hipoechoik dan isoechoik. Metastasis pada
hepar cenderung solid, batas tidak tegas. Kadang dapat dijumpai lesi besar dengan
nekrotik area didalamnya disertai cairan. Dapat pula ditemukan adanya kalsifikasi
didalamnya, biasanya pada kasus-kasus metastasis setelah terapi kemoraterapi.
3. Kista Echinococcus
Kista Echinococcus (Hydatid disease) disebabkan oleh parasite, Echinococcus
,yang sering ditemukan pada daerah endemik seperti Timur Tengah. Cacing hidup di
saluran cerna anjing yang terinfeksi yang mengeluarkan telur cacing . Selain anjing,
sapi atau domba dapat terinfeksi oleh cacing ini , dan kemudian siklus ini sampai ke
manusia parasite menyebar melalui aliran darah menuju ke hepar yang menyebabkan
15
reaksi peradangan. Kista tumbuh biasanya sangat lambat dan asimptomatik . Pada
USG, kista ini biasanya memiliki dua lapisan dinding berupa kapsul dengan dinding
yang tebal, yang mungkin terpisah. Adanya gambaran Daughter cysts yang berasal
dari kapsul bagian dalam atau membentuk gambaran honey comb atau cartwheel
appearance. Dapat ditemukan kalsifikasi pada dinding kista, yang menunjukkan
bahwa kista tersebut sudah tidak aktif.

16
BAB 2
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. E Usia : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang Masuk RS : 7 Oktober 2017
Alamat : Malalak, Sumatera Barat

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

- Nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah


Sakit. Perut bagian kanan membesar dan terasa menyesak ke dada.
- Mual ada, muntah ada
- Demam ada, sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit
- Sesak nafas ada, sejak 5 hari yang lalu
- BAB encer
- BAK biasa
- Pasien sedang mengkonsumsi OAT sejak 8 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien di diagnosa TB 8 bulan yang lalu


- Riwayat DM dan hipertensi tidak ada
- Riwayat penyakit ginjal dan hati tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat DM dan hipertensi tidak ada dalam keluarga

17
- Riwayat penyakit ginjal, paru, hati tidak ada dalam keluarga

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis kooperatif

Vital Sign
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respiration Rate : 24 x/menit
Temperatur : 36,9’C

Status Generalis
Kepala : Normochepal, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik, reflek cahaya
(+/+), pupil isokor
Telinga : Nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik daun telinga (-), sekret
(-), perdarahan (-)
Hidung : Deformitas (-), secret (-), perdarahan (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada pembesaran KGB

Thorax :
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan (statis dan dinamis)
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas bronkhovesikuler, rh+/+ wh-/-

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
18
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial linea midclavicula
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Lihat Status lokalis
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi : perut tampak membuncit, distensi (+), venektasi (-),


sikatrik (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar teraba 3 jari di bawah
arcus costarum, lien tidak teraba
Perkusi : timpani

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi

Hb : 12,9 g/dl (13-16)

19
Ht : 37,4 % (40-48)

Leukosit : 5.590/mm3 (5000-10.000)

Trombosit : 147.000/mm3 (150.000-440.000)

Bilirubin direct : 0,33 mg/dl (<0,20)

Bilirubin indirect : 1,02 mg/dl (<0,60)

Ureum : 23 mg/dl (10,0 – 50,0)

Kreatinin : 0,56 mg/dl (0,6 – 1,1)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG

Kesan : Tampak massa hipoekohik berbatas tegas dengan butir gema interna
bergerak pada daerah kanan dengan ukuran 13x10x12mm, tampak
menempel pada hepar, susp. Abses hepar

DIAGNOSA KERJA
Hepatomegali et causa abses hepar
20
PENATALAKSANAAN
Rawat inap
IVFD RL
Sucralfat syr
Ceftriaxon 2x1

Rencana tindakan : Laparaskopi evakuasi abses hepar

21
BAB 3

PEMBAHASAN

Seorang wanita usia 43 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak satu minggu sebelum masuk RS. Perut bagian kanan membesar dan terasa
menyesak ke dada. Sesak nafas juga dirasakan sejak 5 hari yang lalu, demam sejak 1
hari yang lalu, tidak tinggi dan tidak menggigil. Pasien juga mengeluhkan mual dan
muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hepar membesar, 3 jari di bawah arcus
costarum. Hasil laboratorium darah didapatkan bilirubin direct dan indirect yang
meningkat.

Pasien didiagnosa menderita TB paru 8 bulan yang lalu, dan sedang


mengkonsumsi OAT. Untuk menegakkan diagnosis apakah gejala yang dirasakan
pasien sekarang akibat sedang mengkonsumsi OAT, dilakukan USG abdomen, dan
didapatkan kesan abses hepar.

Abses hepar dapat disebabkan oleh bakteri (AHP) dan amoeba (AHA). Gejala
yang timbul pada abses hepar dapat berupa nyeri pada abdomen atas, demam, ikterik,
mual muntah, batuk, dan pembesaran hepar. Pada laboratorium bisa ditemukan
leukositosis, peningkatan bilirubin, dan peningkatan LED, tetapi pada pasien ini tidak
ditemukan leukositosis.

Pada pasien diberikan ceftriaxone sebagai antibiotik. Pada abses hepar


tatalaksana pertama yang dapat diberikan adalah antibiotik spektrum luas untuk AHP
dan antiamuba untuk AHA. Selain pemberian obat-obatan, tindakan lain yang dapat
dilakukan adalah drainase abses yang dapat dilakukan secara perkutaneus maupun
dengan pembedahan. Pada pasien ini rencana akan dilakukan tindakan laparaskopi
evakuasi abses hepar.

22
DAFTAR PUSTAKA

[1] Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah
Digestif”, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima.
Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

[2] Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Saluran Empedu dan Hati”, dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.663-745.

[3] Adha HE. 2013. Gambaran ultrasonografi pada pasien abses hepar. Laporan
kasus. Bagian radiologi Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta, hlm:1-33.

[4] Perdani PP. 2009. Abses Hepar. Referat. Bagian bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti, hlm: 1-17.

[5] Jurnalis YD, Delfican, Sayoeti Y. 2012. Abses hati piogenik. Majalah Kedokteran
Andalas. Vol. 36(1), hlm: 106-111.

23

You might also like