Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus respiratorius,
dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Sudoyo, 2012). Bayi dan anak kecil lebih rentan
terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum
berkembang dengan baik (Price, 2012).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang
sangat serius dan merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang
saluran pernafasan bagian bawah yang paling banyak menyebabkan
kematian pada balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada
anak balita di dunia dan ini merupakan 30% dari seluruh kematian. Di
negara berkembang, pneumonia merupakan kematian utama (Bryce et al,
2005).
Infeksi saluran napas bawah merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara berkembang maupun negara maju. Menurut data
SEAMIC Health Satistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. Hasil SKRT Depkes tahun 2001,
penyakit infeksi saluran nafas bawah menempati urutan ke-2 sebagai
penyebab kematian di Indonesia dan angka kematian balita akibat penyakit
sistem pernafasan sebesar 4,9/1000 balita. Ini berarti sekitar 5 dari 1000
balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia atau rata-rata 1 anak balita
Indonesia yang meninggal akibat pneumonia setiap 5 menit (Dinkes, 2012).
Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang
lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapital rendah
dan menengah. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190
pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231 pasien, dengan jumlah terbanyak

1
2

pada anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun 2005, anak berumur
kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus (Asih, 2006).
Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan
Streptococcus pneumonia di banyak negara merupakan penyebab paling
umum pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh
bakteri. Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA
adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Sementara itu, ancaman
ISPA akibat organisme baru yang dapat menimbulkan epidemi atau pandemi
memerlukan tindakan pencegahan dan kesiapan khusus (WHO, 2007).
Status gizi penting untuk mencegah terjadinya infeksi saluran
pernafasan akut. Hasil penelitian menyatakan pneumonia khususnya
pneumonia komunitas pada anak banyak terdapat pada anak laki-laki 55,6%,
terutama pada kelompok usia 2-<12 bulan 60% dengan status gizi anak yang
kurang 62% dan status imunisasi masih belum lengkap 34,8% (Monita, Yani
dan Lestari, 2015).
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit
dan kematian karena pneumonia salah satunya adalah status gizi. Asupan
gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dan kematian balita
dengan infeksi saluran pernapasan. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI
ekslusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan penyakit
pada anak (Kartasasmita, 2010).
Gizi buruk sebagai salah satu faktor tingginya angka mortalitas dan
morbiditas pada pneumonia hubungannya adalah akibat daya tahan tubuh
balita yang rendah. Peningkatan status gizi harus dimulai sejak dini,
terutama masa balita. Masa balita adalah masa dimana tumbuh kembang
anak dalam masa penting atau disebut golden periode. Jika pada masa ini
balita kekurangan gizi maka akan berakibat buruk pada pertumbuhan dan
kehidupan selanjutnya yang sulit diperbaiki (Depkes, 2005).
Berdasarkan latar belakang di atas, mengingat kejadian pneumonia
menjadi salah satu penyakit ISPA yang paling banyak menyebabkan
kematian pada balita. Dan mengingat bahwa status gizi merupakan faktor
3

risiko terjadinya pneumonia pada balita. Maka peneliti tertarik untuk


menganalisis gambaran status gizi pasien pneumonia pada balita yang di
rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun 2013-2014.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran status gizi pasien pneumonia pada balita yang di
rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun 2013-2014?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran status gizi pasien pneumonia pada balita
yang di rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun 2013-
2014.

1.3.2 Tujuan Khusus


Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui angka kejadian pneumonia pada balita yang di rawat inap
di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun 2013-2014
2. Mengetahui distribusi pasien pneumonia berdasarkan jenis kelamin,
golongan umur, dan status gizi pada balita yang menderita pneumonia
dan di rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun
2013-2014

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian secara teoritis adalah :
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman
penulisan mengenai status gizi pada balita dan penyakit
pneumonia, serta sebagai sarana bagi penulis untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa
perkuliahan.
4

2. Dapat dijadikan referensi pada peneliti selanjutnya serta


menambah bahan kepustakaan.

1.4.2 Manfaat Praktis


Sebagai masukan dalam menentukan tindakan promotif dan
preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah meningkatnya
angka kejadian pneumonia. Dan tindakan pencegahan untuk
mengurangi peningkatan status gizi buruk di masyarakat.

1.5 Keaslian Penelitian


Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya tentang status gizi dan ISPA
Nama Judul Penelitian Desain Hasil
Penelitian
Turiman, Hubungan Status Penelitian Hasil penelitian
Saryono, Gizi dengan dengan studi status gizi baik
Sarwono kejadian cross sectional, sebesar 42 orang
pneumonia pada dan dijelaskan (56%) dan status gizi
balita di wilayah menggunakan kurang sebesar 33
kerja puskesmas analisis orang (44%). Angka
Jatilawang deskriptif kejadian infeksi
Kabupaten saluran pernafasan
Banyumas akut pneumonia dan
bukan pneumonia
yaitu sebesar 21
orang (28%)
pneumonia dan
bukan pneumonia 64
orang (72%).
Terdapat hubungan
antara status gizi
dengan pneumonia,
5

dan dapat dibuktikan


kemaknaannya
secara statistic
Suman Yus Hubungan status Metode Dari uji chi-square
Mei gizi terhadap observasional diperoleh p value
Hadiana terjadinya infeksi analitik dengan sebesar 0,000
saluran pendekatan dengan taraf
pernafasan Akut cross-sectional signifikan (a) 0,05
(ISPA) pada dan pemilihan maka dinyatakan Ho
balita di sample dengan ditolak dan H1
Puskesmas teknik diterima. Jadi
Pajang Surakarta purposive penelitian ini
sampling menunjukkan adanya
hubungan yang
signifikan antara
status gizi terhadap
terjadinya ISPA pada
balita, didapat RP
(ratio prevalensi) =
27,5 dengan interval
kepercayaan 95%,
8,372-90,328),
artinya bahwa anak
yang mengalami gizi
kurang berisiko 27,5
kali untuk
mengalami ISPA
disbanding balita
yang mempunyai
gizi baik.
6

N. Novi Hubungan Status Jenis penelitian Hasil penelitian


Kemala Sari Gizi menurut adalah diperoleh jumlah
berat badan deskriptif balita pneumonia
terhadap umur analitik dengan lebih banyak pada
dengan kejadian menggunakan balita berjenis
Pneumonia pada desain cross- kelamin laki-laki
Balita di wilayah sectional dan (57, 4%), kelompok
Puskesmas menggunakan umur 2-24 bulan
Kenten uji (51,6%), dan status
Palembang Kolmogorov- gizi baik (56,8%).
periode Januari- Smirnov. Teknik Tidak ada hubungan
Desember 2012 pengambbilan status gizi menurut
sampel secara berat badan terhadap
simple random umur (p value
sampling. 1,000 ; a=0,05)
dengan kejadian
pneumonia pada
balita di Puskesmas
Kenten Palembang.
Athanasia Hubungan Status Desain Status gizi balita di
Budi Astuti, Gizi Balita penelitian Sobokerto Ngemplak
Sunarssih dengan kejadian adalah Boyolali didapatkan
Rahayu, ISPA pada Anak deskriptif status gizi sebesar
Asrining Balita korelasional 17,0%, normal
Surasmi. dengan 43,2%, kurang
pendekatan cros 20,5%, dan buruk
sectional. Untuk 19,3%. Kejadian
mengetahui ISPA didapatkan
hubungan antar ringan/ bukan
variable pneumonia 45,5%,
digunakan uji ISPA
7

statistic Rank sedang/pneumonia


Spearman’s 25 balita, dan ISPA
berat/pneumonia
berat 23 balita
(26,1%). Ada
hubungan yang
signifikan antara
status gizi balita
dengan kejadian
ISPA.
Mei Elyana, Hubungan Penelitian ini Dari hasil, diperoleh
Aryu Frekuensi ISPA merupakan 4 anak memiliki
Chandra dengan Status penelitian status gizi buruk
Gizi Balita yang onservasional (2,2%), 31 anak
berkunjung ke dengan desain memiliki status gizi
Klinik Masjid cross sectional. kurang (17,2%), 144
Agung Jawa Sample diambil anak status gizi baik
Tengah tahun dengan teknik (80%), dan 1 anak
2008-2009 random status gizi lebih
sampling, (0,6%). Dari hasil
kemudian analisis disimpilkan
dikelompokkan bahwa status gizi
menjadi status berhubungan dengan
gizi buruk, frekuensi ISPA
kurang baik. (p<0,05).
Variable lain yang
diukur yaitu jenis
kelamin dan umur,
dan disimpulkan
tidak berhubungan
dengan frekuensi
8

ISPA (p>0,05)
(Sumber : Turiman, 2008 ; Suman Yus, 2013 ; Sari Novi, 2014, Astuti, 2012 ;
Elyana, 2010)

Persamaan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan


sebelumnya meliputi pokok pembahasan mengenai pneumonia dan status
gizi. Perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu subjek,
metode penelitian, waktu, dan tempat penelitian.

You might also like