Professional Documents
Culture Documents
Evaluasi Program Way Kandis
Evaluasi Program Way Kandis
Disusun Oleh :
Elang Muhammad Firdaus
Larena Dwi Rahma
M. Hadi
Athaya Hafizhah
Bella Septiani Br. Turnip
Borni Isnandini
Pembimbing :
dr. Rita Agustina, M.Kes
Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah evaluasi program
yang berjudul : “Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Periode Januari-Desember 2017”.
Salah satu kegiatan kepaniteraan mahasiswa di bagian Ilmu Kedokteran
Komunitas adalah menilai suatu program di Puskesmas dengan menggunakan
pendekatan sistem. Dengan demikian mahasiswa dapat memahami konsep tentang
pendekatan sistem, menilai serta menggunakannya untuk menyelesaikan suatu
program dari Puskesmas.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
3.2.2. Pengolahan Data……………………....……………..…........... 24
3.2.3. Penyajian Data ……………………………...…………..... ...... 24
3.2.4. Lokasi ……………………….………………………….... ....... 24
3.2.5. Waktu................................................................................ ......... 24
3.3. Cara Analisis......................................................................................... 24
3.3.1. Menetapkan Masalah......................................................... ........ 24
3.3.2. Menetapkan Prioritas Masalah........................................... ........ 24
3.3.3. Penentuan Penyebab Masalah............................................ ........ 25
3.3.4. Kerangka Konsep............................................................... ........ 25
3.3.5. Identifikasi Penyebab Masalah........................................... ....... 26
3.3.6. Alternatif Pemecahan Masalah dan Prioritas............................. 28
3.3.6.1. Alternatif Pemecahan Masalah…………………... ..... 28
3.3.6.2. Prioritas Cara Pemecahan Masalah ……………... ..... 28
BAB IV. PENYAJIAN DATA…..………………………………………........ 30
4.1. Gambaran Umum Wilayah Puskesmas Rawat Inap Way Kandis ........ 30
4.1.1. Kondisi Geografi................................................................ ........ 30
4.1.2. Kondisi Demografi ……………………….…………….. ......... 31
4.2. Gambaran Umum Puskesmas Rawat Inap Way Kandis .................... .. 33
4.2.1. Struktur Organisasi dan Tata Kerja...................................... ....... 33
4.2.1.1. Struktur Organisasi................................................. ...... 35
4.2.1.2. Tata Kerja............................................................... ...... 35
4.2.2. Sumber Daya Kesehatan..................................................... ........ 36
4.2.2.1. Sumber Daya Manusia (Ketenagaan)............................. 36
4.2.2.2. Sarana Kesehatan dan Prasarana Penunjang........... ....... 37
4.3. Data Khusus ......................................................................................... 42
BAB V. HASIL EVALUASI ........................................................................... 44
5.1. Penetapan Masalah .............................................................................. 44
5.2. Pemilihan Prioritas Masalah ................................................................. 45
5.3 Kerangka Konsep ................................................................................. 49
5.4. Identifikasi Penyebab Masalah...................................................... ....... 50
5.5. Penetapan Prioritas Penyebab Masalah ................................................ 55
5.6. Alternatif Pemecahan Masalah ............................................................. 56
5.7. Penentuan Prioritas Jalan Keluar .......................................................... 57
5.8. Rancangan Pemecahan Masalah / Plan of Action ................................ 59
BAB VI. PENUTUP .......................................................................................... 62
6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 62
6.2. Saran ..................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 63
LAMPIRAN ...................................................................................................... 64
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
Berdasarkan data kasus DBD dalam beberapa tahun terakhir di Provinsi
Lampung, Angka Kesakitan selama tahun 2004 – 2014 cenderung berfluktuasi.
Angka kesakitan DBD di Provinsi Lampung tahun 2014 sebesar 16,8 per 100.000
penduduk dengan Angka Bebas Jentik kurang dari 95%. Distribusi angka kesakitan
DBD di Kabupaten/Kota tertinggi ada di Kota Metro dan Kota Bandar Lampung
dan terendah ada di Kabupaten Tanggamus (Dinkes Lampung, 2014).
Untuk mengatasi masalah DBD di Indonesia, sejak tahun 2004 Departemen
Kesehatan telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan program nasional penanggulangan
demam berdarah. Program tersebut meliputi surveilans epidemiologi/sistem
kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB, penyuluhan, pemberantasan jentik
berkala, larvasidasi dan survei vektor. Selain itu juga dilakukan kerjasama lintas
program melalui Pokjanal DBD dan bulan bakti gerakan 3M, pengobatan/tata
laksana kasus termasuk pelatihan dokter serta pengadaan sarana untuk buffer stock
KLB DBD (Depkes, 2005).
Studi kualitatif yang dilakukan Tri Krianto di Depok (2007) memberikan
hasil bahwa a) pengetahuan masyarakat tentang penyebab DBD dan mekanisme
penularan virus dengue masih rendah, b) belum semua anggota masyarakat
menganggap bahwa DBD adalah penyakit yang serius, c) PSN 3M bukan tindakan
utama masyarakat dalam mencegah DBD, d) upaya pendidikan pencegahan dan
penanggulangan DBD belum optimal, e) kepedulian masyarakat terhadap
lingkungannya masih rendah.
Berdasarkan hal tersebut, saya mengambil Program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah untuk dilakukan evaluasi agar program
ini dapat berjalan lebih baik lagi di tahun yang akan datang.
1.2. Masalah
Apakah Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular di
Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Periode Januari-Desember 2017 masih belum
dapat diketahui?
5
1.3.Tujuan
1.3.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Menular di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Periode Januari-
Desember 2017
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui masalah yang ada dalam pelaksanaan Program
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Rawat
Inap Way Kandis Periode Januari-Desember 2017.
2. Untuk mengetahui persentase Angka Rumah Bebas Jentik di Puskesmas
Rawat Inap Way Kandis Periode Januari-Desember 2017.
3. Untuk mengetahui prioritas masalah pada Program pencegahan dan
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Rawat Inap Way
Kandis.
4. Untuk mengetahui kemungkinan penyebab masalah yang ada dalam
pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
Dengue di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Periode Januari-
Desember 2017.
5. Untuk mengetahui alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan
Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di
Puskesmas Rawat Inap Way Kandis Periode Januari-Desember 2017.
1.4.Manfaat
1.4.1. Bagi Puskesmas
1. Mendapat masukan mengenai masalah yang terdapat pada pelaksanaan
program Puskesmas, khususnya program pencegahan dan
pemberantasan penyakit demam berdarah.
2. Mendapat masukan mengenai alternatif penyelesaian masalah
pelaksanaan program Puskesmas untuk perbaikan program sehingga
penularan penyakit demam berdarah dapat dicegah dan dikurangi.
6
1. Dapat menerapkan ilmu dan pengalaman belajar yang dimiliki untuk
melakukan eveluasi program di puskesmas.
2. Dapat mengetahui masalah yang terjadi pada pelaksanaan program di
Puskesmas dan membuat alternatif penyelesaiannya.
3. Dapat menentukan prioritas terhadap masalah yang ditemukan dalam
melakukan evaluasi program.
4. Dapat memberikan saran-saran untuk perbaikan program Puskesmas.
1.4.4 Bagi Universitas
Merealisasikan tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan
tugasknya sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
(KLB) setiap tahun, dimana jumlah penderita meningkat lebih dari dua kali pada
periode yang sama (Depkes, 2005).
KLB DBD terbesar terjadi tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19
per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) = 2%. Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung
meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan
23,87 (tahun 2003). Sejak Januari sampai 5 Maret tahun 2004 total kasus
DBD di seluruh propinsi di Indonesia mencapai 26.015, dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang.(CFR=1,53%), sehingga pada 16 Februari 2004 demam
berdarah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa nasional (Depkes RI, 2004).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk (PSN), terdapatnya vektor hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya
tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Depkes, 2005).
2.1.4.Vektor
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti/Aedes
albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya yang
berasal dari penderita demam berdarah yang lain. Virus dalam tubuh nyamuk juga
dapat diturunkan secara transovarial yaitu jika induk nyamuk telah terinfeksi virus
maka generasi selanjutnya akan membawa virus pula (Ditjen P2M & PL Depkes
RI, 2004).
Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dalam air yang jernih dan tenang di
lingkungan perumahan, pabrik maupun industri. Tempat bertelur dapat ditemukan
di dalam rumah (bak mandi, tempat penyimpanan air, bak cuci kaki, tempat minum
burung, vas bunga dan lain-lain) maupun di luar rumah (ban bekas, botol/gelas
minuman dan lain-lain yang dapat menampung air di musim hujan). Habitat jentik
yang alami sering ditemukan di lubang pohon, bekas potongan bambu, ketiak daun
dan tempurung kelapa. Keadaan ini menyebabkan populasi nyamuk meningkat
pada musim hujan (Ditjen P2M & PL Depkes RI, 2004).
Telur diletakkan satu persatu pada permukaan lembab tepat diatas batas air.
Setelah perkembangan embrio sempurna dalam 24 jam, telur menetas saat
9
tergenang air. Namun tidak semua telur menetas pada saat yang bersamaan. Telur
mampu bertahan dalam keadaan kering dalam waktu yang lama (lebih dari satu
tahun) dan akan menetas saat tergenang air. Kemampuan telur ini membantu
kemampuan spesies selama kondisi iklim yang tidak menguntungkan (Ditjen P2M
& PL Depkes RI, 2004).
Jarak terbang Aedes Aegypti yang mencapai 40 - 100 meter, memungkinkan
penularan antar rumah yang jaraknya berdekatan. Disamping itu sifat Aedes Aegypti
betina yang mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu
menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat semakin
memudahkan proses penularan (Suhendro, 2006).
2.1.5. Faktor Risiko
Secara garis besar kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor individu (host),
virus (agent) yang dibawa oleh nyamuk dan epidemiologi. Faktor individu meliputi
umur, jenis kelamin, ras, status gizi, adanya infeksi lain dan respon penderita
terhadap virus. Dari aspek epidemiologi DBD dipengaruhi oleh banyaknya orang
yang rentan terhadap DBD, kepadatan vektor, sirkulasi virus dan endemisitas
wilayah. Sedang faktor agen meliputi keganasan (virulence) dan jenis virus
(serotype) (Widia, 2009).
2.1.6. Tanda dan Gejala Demam Berdarah Dengue (DBD)
a. Demam
Penyakit DBD ditandai dengan demam tinggi secara mendadak
disertai facialflushing dan sakit kepala. Demam ini berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari kemudian turun secara cepat. Kadang-kadang
suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat dijumpai kejang demam.
Pasien kehilangan nafsu makan, muntah, nyeri epigastrium, nyeri perut
di daerah lengkung iga sebelah kanan. Akhir fase demam merupakan fase
kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal
penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok.
10
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah
vaskulopati, trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta koasulasi
intravasculer yang menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah
perdarahan bawah kulit seperti retekia, purpura, ekimosis dan perdarahan
conjuctiva. Retekia merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan.
Muncul pada hari pertama demam tetepai dapat pula dijumpai pada hari
ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena
dan hematemesis.
c. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada awal penyakit, bervariasi
dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah
lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan
perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan
pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah
hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya
perdarahan.
d. Syok
Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit
ke-3 sampai 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan
lembap terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut,
pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba.
Walaupun pada beberapa pasien tampak sangat lemah, pada saat akan
terjadi syok, pasien sangat gelisah. Sesaat sebelum syok sering kali
pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), jadi
untuk menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan diastolik,
misalnya 100/90 mmHg berarti tekanan nadi 10 mmHg atau hipotensi
(tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), kulit dingin
dan lembab. Syok harus bisa segera ditangani, apabila tidak, akan terjadi
11
asidosis metabolik, perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain,
yang berprognosis buruk.
e. Trombositopeni
Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000/mm3 atau < 1-2
trombosit / lapangan pandang dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan
pada 10 lpb, pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada
peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah
htrombosit < 100.000/mm3 biasanya ditemukan antara hari sakit ke-3
sampai hari sakit ke-7. Pemeriksaan trombosit perlu di ulang sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.
Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila
normal maka diulang pada hari sakit ke-3 tetapi bila perlu diulang setiap
hari sampai suhu turun.
f. Hemokonsentrasi / kadar hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit (Ht) atau hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya
perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pememeriksaan Ht secara
berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan
Ht. Hemokonsentrasi dengan peningkatan Ht 20% atau lebih (misalnya
dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan perembesan plasma. Nilai Ht dipengaruhi oleh penggantian
cairan atau perdarahan (WHO, 2009).
2.1.6. Kriteria Diagnosis DBD
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis
menurut WHO terdiri dari kriteria klinis dan laboratories. Kriteria klinis antara lain
:
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus-menerus selama
2 sampai 7 hari,
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena,
c. Pembesaran hati,
12
d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembap dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratoris adalah :
a. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang);
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih
menurut standar umur dan jenis kelamin;
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi
cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. WHO juga memberikan pedoman
untuk membantu menegakkan derajat beratnya penyakit, yaitu :
1. Derajat I : demam dengan uji bendung atau Rumpel leede (+);
2. Derajat II : derajat I ditambah perdarahan spontan;
3. Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg hipotensi, akral
dingin;
4. Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur
(WHO, 2009)
2.1.7. Pengobatan
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara:
a. Penggantian cairan tubuh.
b. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter –2 liter dalam 24 jam (air teh dan
gula sirup atau susu).
c. Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau
perlu 1 sendok makan setiap 3-5 menit.
d. Dilakukan dengan pengobatan terhadap tingkat gejala yang timbul, sehingga
dapat dikurangi, sebab masih belum adanya vaksin yang dapat menyembuhkan
demam berdarah secara langsung (WHO, 2009).
13
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap masysarakat agar terhindar dari peyakit DBD melalui terciptanya
masysarakat yang hidup dari perilaku dan lingkungan yang sehat dan terbebas
dari penyakit DBD serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu dan merata.
2. Tujuan Khusus
a. Menurunkan angka insiden kasus DBD menjadi 20/100.000 penduduk di
daerah endemis dan 5/100.000 penduduk secara nasional sampai tahun
2010.
b. Tercapainya angka bebas jentik (ABJ) > 95%
c. Menurunkan angka kematian DBD < 1%
d. Daerah KLB < 5%
2.2.2. Kegiatan
Kegiatan program pemberantasan penyakit DBD meliputi:
1. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah satu elemen yang sangat penting dalam
sistem penanggulangan DBD yang telah dilaksanakan. Kegiatan ini bertujuan
untuk mencatat, menilai dan melaporkan hasil kegiatan penanggulangan DBD
yang telah dicapai. Pencatatan dan pelaporan dibakukan berdasarkan klasifikasi
dan tipe penderita. Semua unit pelaksana harus melakukan sistem dan pencatatan
yang baku. Pencatatan dan pelaporan dilakukan berjenjang dalam kurun waktu
secara harian, bulanan, triwulan, semester dan tahunan.
2. Penyelidikan epidemiologi (PE)
Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita panas
atau yang 1 minggu yang lalu menderita panas dan pemeriksaan jentik di rumah
kasus DBD dan rumah sekitarnya dalam radius 100 m atau lebih kurang 20
rumah, serta di sekolah jika kasus DBD adalah anak sekolah. Hasil
penyelidikan epidemiologi ada 2 yaitu PE (+) atau PE (-) digunakan untuk
menentukan penanggulangan kasus.
Penyelidikan epidemiologi positif yaitu ditemukan 3 atau lebih kasus
demam tanpa sebab yang jelas dan atau ditemukan 1 kasus yang meninggal
karena sakit DBD dalam radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah di sekitarnya,
14
sedangkan PE negatif adalah kecuali tersebut pada PE positif. Tujuan
penyelidikan epidemiologi adalah untuk mengetahui ada/tidaknya kasus DBD
tambahan dan luasnya penyebaran serta mengetahui kemungkinan terjadinya
penyebarluasan penyebaran penyakit DBD lebih lanjut di lokasi tersebut.
Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh petugas Puskesmas yang telah
dilatih meliputi pencarian kasus tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik
Aedes Aegypti. Kegiatan ini segera dilaksanakan setelah menerima laporan kasus
dalam waktu maksimal 3x24 jam. Hasilnya kemudian dicatat pada form PE
untuk digunakan sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus.
Langkah-langkah pelaksanaan PE adalah sebagai berikut:
1) Setelah menerima laporan adanya kasus/tersangka DBD, petugas
Puskesmas/ koordinator DBD segera mencatat dalam buku catatan harian
penderita penyakit DBD dan menyiapkan peralatan survei (tensimeter,
senter dan formulir PE) serta menyiapkan surat tugas;
2) Petugas Puskesmas melapor kepada lurah dan ketua RT/RW setempat
bahwa di wilayahnya terdapat penderita/tersangka penderita DBD dan akan
dilaksanakan PE. Lurah/kader akan memerintahkan ketua RW agar
pelaksanaan PE dapat didampingi oleh ketua RT, kader atau tenaga
masyarakat lainnya. Keluarga penderita/tersangka penderita DBD serta
keluarga lainnya juga membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan PE;
3) Petugas Puskesmas melakukan wawancara dengan keluarga untuk
mengetahui ada/tidaknya penderita panas saat itu dan dalam kurun waktu 1
minggu sebelumnya. Bila terdapat penderita panas tanpa sebab yang jelas,
saat itu akan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya tanda perdarahan di
kulit dan uji tourniquet. Selanjutnya petugas melakukan pemeriksaan jentik
pada tempat penampungan air dan benda-benda lain yang dapat menjadi
tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti, baik di dalam maupun
di luar rumah. Hasil seluruh pemeriksaan tersebut dicatat dalam formulir
PE;
4) Hasil PE dilaporkan kepada kepala Puskesmas dan selanjutnya kepala
Puskesmas akan melaporkan hasil PE dan rencana penanggulangan
15
seperlunya kepada lurah melalui camat. Berdasarkan hasil PE ini dilakukan
pelaksanaan penanggulangan seperlunya.
3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-
prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan dapat bebas dari penyakit DBD dengan cara
memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan praktek mengenai
pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD. Penyuluhan dapat diberikan oleh
dokter, paramedis, atau kader terlatih mengenai penyakit DBD. Materinya
meliputi pemberantasan sarang nyamuk, abatisasi selektif, tanda dan gejala
penyakit DBD serta penanggulangan penyakit DBD di rumah.
Walaupun 3-M adalah cara yang mudah dan bisa kita lakukan karena tidak
memerlukan biaya, pada kenyataannya cara ini tidak terlaksana dengan baik. Ini
sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih dan kesadaran
masyarakat terhadap bahaya demam berdarah dengue ini. Kurangnya kesadaran
masyarakat mungkin disebabkan beberapa hal, di antaranya adalah faktor
ekonomi. Susahnya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi membuat
masyarakat hanya memikirkan 'makan' tanpa peduli terhadap kebersihan dan
sanitasi. Selain itu, budanya hidup bersih, sedikit banyaknya juga berpengaruh
terhadap pelaksanaan 3-M ini.Lebih dari itu, penyuluhan dari pemerintah sangat
memengaruhi pelaksanaan 3-M ini. Pelaksanaan 3-M sangat dipengaruhi oleh
kesadaran masyarakat akan bahaya deman berdarah dengue itu sendiri. Artinya,
tidak terlaksananya 3-M juga berarti bahwa penyuluhan pemerintah kepada
masyarakat tentang demam berdarah dengue ini masih kurang. Karena itu,
pemerintah harus lebih aktif lagi memberikan pengertian dan penyuluhan kepada
masyarakat dengan menggunakan berbagai media seperti surat kabar dan
televisi. Jika tidak, kasus dengue tidak akan pernah teratasi, bahkan akan
bertambah parah.
16
4. Kemitraan
Kemitraan adalah suatu proses kerjasama yang melibatkan berbagai pihak
dan sektor dalam masyarakat termasuk kalangan swasta, organisasi profesi dan
organisasi sosial kemasyarakatan serta lembaga swadaya masyarakat dalam
penanggulangan penyakit DBD dalam rangka sosialisasi dan advokasi program
untuk memperoleh dukungan dalam rangka penanggulangan DBD. Pemerintah
dan masyarakat menunjukkan kepedulian terhadap penanggulangan DBD di
bawah koordinasi Pokja/Pokjanal DBD.
5. Fogging fokus dan fogging masal
Merupakan serangkaian kegiatan dalam pemberantasan nyamuk Aedes
Aegypti dewasa untuk memutus rantai penularan. Fogging dilakukan pada kasus-
kasus dengan PE positif, 2 penderita positif atau lebih, ditemukan 3 penderita
demam dalam radius 100 m dari tempat tinggal penderita DBD positif atau ada
1 penderita DBD meninggal. Fogging fokus dilaksanakan 2 siklus dengan radius
200 m dalam selang waktu 1 minggu, sedangkan fogging masal dilakukan 2
siklus di seluruh wilayah tersangka KLB dengan selang waktu 1 bulan. Obat
yang dipakai adalah Malathion 96 EC atau Fendona 30 EC.
6. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue disebabkan
oleh nyamuk Aedes Aegypti, terutama nyamuk betina. Nyamuk ini sangat pintar
menyembunyikan suaranya dengan membuat gerakan sayap yang halus sehingga
nyaris tak terdengar. Nyamuk betina ini menghisap darah manusia sebagai bahan
untuk mematangkan telurnya. Hingga kini belum diketahui mengapa hanya
darah manusia yang dikonsumsi nyamuk ini, tidak darah makhluk hidup
lainnya.Bila nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskannya pada sarangnya,
Aedes Aegypti betina melakukannya di atas permukaan air. Karena dengan
demikianlah, telur-telurnya itu berpotensi menetas dan hidup. Telur menjadi
larva yang kemudian mencari makan dengan memangsa bakteri yang ada di air
tersebut. Karena itu tidak heran bila nyamuk penyebab demam berdarah ini
berkembang biak pada genangan air, terutama yang kotor.
Penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk Aedes
aegypti yang dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air yang kotor.
17
Pemberantasan sarang nyamuk merupakan serangkaian kegiatan untuk
meningkatkan peran serta dan swadaya masyarakat dalam rangka memberantas
nyamuk Aedes aegypty. Tujuan kegiatan PSN adalah memberantas nyamuk
Aedes aegypti dengan menghilangkan tempat-tempat perindukan/sarang nyamuk
sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi. Pelaksana PSN-
DBD adalah individu, keluarga atau masyarakat. Kegiatan dilakukan secara
berkesinambungan dan bisa secara massal/serentak.
Pertama adalah membunuh nyamuk, baik dengan pestisida maupun
dengan ovitrap, yakni dengan bak perangkap yang ditutup kasa. Penggunaan
pestisida, selain memerlukan biaya dan berbahaya pada manusia, juga akan
memicu munculnya nyamuk yang resistan, sehingga cara ini bukanlah cara yang
efektif untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek, cara ini masih bisa
digunakan. Cara kedua adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak
terinfeksi oleh virus dengue. Jika nyamuk tidak bisa diinfeksi oleh virus dengue,
otomatis manusia tidak akan pernah terinfeksi oleh virus dengue. Cara ini
digunakan oleh beberapa peneliti untuk mengatasi masalah malaria. Namun,
pengembangan cara ini masih memerlukan puluhan tahun untuk bisa
diaplikasikan. Cara yang ketiga adalah pemberantasan sarang nyamuk yang
efektif dan efisien melalui kegiatan 3-M, yaitu menguras, menutup/menabur
abate di tempat penampungan air, dan mengubur/menyingkirkan barang-barang
bekas yang memungkinkan dijadikan tempat perindukan dan perkembangbiakan
jentik nyamuk Aedes Aegypti. Cara inilah yang efektif yang bisa kita lakukan
dengan kondisi kita saat ini.
Sasaran PSN-DBD adalah semua tempat yang dapat menjadi sarang
nyamuk, alami ataupun buatan, baik di dalam maupun di luar rumah, serta
tempat-tempat umum (termasuk bangunan kosong dan lahan tidur).
Pada dasarnya PSN-DBD adalah kegiatan dari, oleh, dan untuk
masyarakat, sehingga jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan merupakan
kesepakatan masyarakat setempat yang diorganisasikan oleh kelompok kerja
pemberantasan dan pencegahan DBD (POKJA DBD) dalam wadah LKMD.
Penggerakan masyarakat dalam kegiatan PSN-DBD dilakukan dengan
kerja sama lintas sektoral yang dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah
18
setempat melalui wadah Pokjanal/Pokja DBD. Kegiatan ini dilakukan selama 1
bulan, pada saat sebelum perkiraan peningkatan jumlah kasus yang ditentukan
berdasarkan data kasus bulanan DBD dalam 3-5 tahun terakhir.
Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan seminggu sekali, alasannya
daur hidup nyamuk Aedes aegypti adalah 8-10 hari. Jika PSN dilakukan
seminggu sekali maka rantai pertumbuhan dari mulai telur menjadi jentik atau
dari jentik menjadi kepompong dan dari kepompong menjadi dewasa atau dari
dewasa kembali bertelur akan terputus sebelu nyamuk dapat menyelesaikan daur
hidupnya.Sasaran penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan adalah semua
rumah keluarga, sehingga dilaksanakan PSN-DBD di rumah secara terus-
menerus. Kegiatan rutin penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan meliputi :
Pokok-Pokok Kegiatan Penggerakan PSN-DBD adalah:
1. Penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan;
a) Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat
antara lain di Posyandu, tempat ibadah dan dalam pertemuan warga
masyarakat,
b) Kerja bakti PSN-DBD secara serentak dan berkala untuk membersihkan
lingkungan termasuk tempat-tempat penampungan air untuk keperluan
sehari-hari,
c) Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya setiap 3 bulan (untuk
penyuluhan dan pemeriksaan jentik) oleh tenaga yang telah dibimbing
dan dilatih. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengingatkan keluarga
agar selalu melaksanakan PSN-DBD.
2. Penggerakan PSN-DBD di sekolah dan tempat umum lainnya;
Pembinaan kegiatan PSN-DBD di sekolah diintegrasikan dalam
proses belajar-mengajar, baik melalui intra maupun ekstra kurikuler
termasuk program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan penggerakan
PSN-DBD di sekolah dilaksanakan sesuai petunjuk teknis pelaksanaan
PSN-DBD di sekolah melalui UKS yang telah diedarkan Dirjen Dikdasmen
Depdikbud melalui surat edaran No. 81/TPUKS 00/X/1993 tanggal 14
Oktober 1993.
19
Pembinaan kegiatan PSN-DBD di tempat umum lainnya dipadukan
dalam program pemeliharaan kesehatan lingkungan antara lain melalui
pemeriksaan sanitasi tempat umum.
3. Penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat luas
Penyuluhan kepada masyarakat luas dilaksanakan melalui media
massa seperti televisi, radio, bioskop, poster, surat kabar, majalah dan
sebagainya.Motivasi tentang PSN-DBD dilakukan antara lain melalui
berbagai lomba, misalnya lomba PSN desa, lomba sekolah atau tempat
umum.Penggerakan PSN-DBD di tempat umum lainnya dipadukan dalam
program pemeliharaan kesehatan lingkungan.
Pemantauan gerakan PSN-DBD dilakukan secara berkala minimal
setiap 3 bulan. Pemantauan dilaksanakan antara lain dengan pemeriksaan
jentik berkala (PJB) pada sejumlah sampel rumah, sekolah dan tempat
umum lainnya. Indikator keberhasilan PSN-DBD adalah angka bebas jentik
(ABJ), yaitu persentase rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
sebesar 95%.
Mengenai kegiatan PSN tersebut. Hasil pemeriksaan jentik dicatat
dalam formulir PJB-1. Kemudian minta tandatangan kepala
keluarga/anggota keluarga pada formulir tersebut. Formulir PJB-1 yang
telah diisi disampaikan kepada pihak puskesmas setiap hari. Dibuat
rekapitulasi untuk memperoleh angka bebas jentik (ABJ) tiap kelurahan.
Untuk evaluasi/penilaian kualitas kegiatan pemeriksaan jentik berkala
digunakan format penilaian kualitas kegiatan PJB.
7. Peningkatan profesionalisme SDM
Dilakukan dengan pelatihan tatalaksana kasus, petugas
laboratorium, penanggung jawab program, supervisor, dan penyemprot.
Selain itu juga dilakukan survey vektor dan PSP (sosial budaya).
2.3 Analisa Sistem
Dalam melakukan evaluasi Program Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Puskesmas, digunakan pendekatan sistem. Dengan memandang
organisasi sebagai suatu sistem, tercipta suatu cara dalam memahami permasalahan
manajemen organisasi yang dikenal sebagai pendekatan sistem.
20
2.3.1. Pengertian Sistem
Apabila kita menyebut perkataan sistem kesehatan, ada dua pengertian yang
akan kita dapat. Pertama pengertian sistem, kedua pengertian kesehatan. Sistem itu
sendiri adalah suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain dan
mempunyai tujuan yang jelas (Widjono, 2004; Azwar, 1996).
2.3.2Ciri-ciri Sistem
1. Terdapat bagian yang satu sama lain saling berhubungan dan
mempengaruhi yang kesemuanya membentuk satu kesatuan.
2. Fungsi masing-masing bagian tersebut adalah dalam rangka mengubah
masukan menjadi keluaran yang direncanakan.
3. Dalam melaksanakan fungsi, semuanya bekerja sama secara bebas namun
terkait.
4. Tidak tertutup terhadap lingkungan.
Menurut sumber lain ciri-ciri sistem yang lengkap adalah:
1. Mempunyai elemen/komponen;
2. Mempunyai batas;
3. Mempunyai lingkungan;
4. Masukan;
5. Proses;
6. Keluaran;
7. Tujuan.
2.3.3Unsur Sistem
Bagian dari unsur tersebut memiliki banyak macamnya yang jika
disederhanakan dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut :
1. Masukan (input);
Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan dari bagian atau
unsur yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat
berfungsinya sistem tersebut. Yang termasuk dalam elemen masukan
adalah yang biasa dikenal dengan 6M yaitu : Manusia (Man), uang
(Money), sarana (Material), metode(Method), pasar (Market), serta mesin
(Machinery).
21
2. Proses
Proses adalah kumpulan bagian atau unsur yang terdapat dalam sistem dan
yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan.
3. Keluaran (output);
Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau unsur yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
4. Umpan balik (feedback);
Umpan balik (Feedback) adalah kumpulan bagian atau unsur yang
merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi
sistem.
5. Dampak (impact);
Dampak (impact)adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.
6. Lingkungan (environment);
Lingkungan (enviroment)adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola
oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
(Muninjaya, 2004; Azwar, 1996).
Keenam unsur sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi yang
secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Lingkungan
Masukan
Masukan Proses
Proses Keluaran
Keluaran Dampak
Dampak
Umpan Balik
22
dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan
membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai
tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada
waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara
kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach).
Pada saat ini batasan tentang pendekatan sistem banyak macamnya,
beberapa yang terpenting adalah:
1) Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan
rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan
sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (L.James Harvey, 2003).
2) Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metode
analisis, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien;
3) Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis
dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah
atau keadaan yang dihadapi.
Dengan dilakukannya pendekatan sistem kita akan dapat memperhitungkan
berbagai kemungkinan yang tersedia sehingga dengan demikian nantinya tidak ada
sesuatu yang sebenarnya amat penting sampai luput dari perhatian. Dari batasan
tentang pendekatan sistem ini, dengan mudah dipahamibahwa prinsip pokok
pendekatan sistem dalam pekerjaan administrasi dapat dimanfaatkan dua tujuan.
Pertama, untuk membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan administrasi.
Kedua, untuk menguraikan sesuatu, sebagai hasil dari administrasi.untuk tujuan
terakhir ini, biasanya dikaitkan dengan kehendak untuk menemukan masalah yang
dihadapi.Utuk kemudian diupayakan mencari jalan keluar yang sesuai. Sedangkan
kelemahan yang dipandang penting ialah dapat terjebak ke dalam perhitungan yang
terlalu rinci sehingga menyulitkan pengambilan keputusan dan dengan demikian
masalah yang dihadapi tidak akan dapat diselesaikan.
23
2.4 Penilaian/Evaluasi
Batasan penilaian banyak macamnya. Pengertian penilaian/evaluasi yang
cukup penting antara lain:
1) Penilaian adalah pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dari
dilaksanakannya suatu program dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Ricken);
2) Penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam
membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang
telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan serta
penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari
pelaksanaan program (The International Clearing House on Adolescent
Fertility Control for Population Options);
3) Penilaian adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yang
dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan, dan perencanaan
suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan
yang tersedia guna penerapan selanjutnya (WHO);
4) Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah
keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (The American Public Health Association).
Penilaian / evaluasi secara umum dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
a) Penilaian pada tahap awal program;
Penilaian dilakukan saat merencanakan suatu program (formative
evaluation). Ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan
disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, dalam
arti dapat menyelesaikan masalah tersebut.
b) Penilaian pada tahap pelaksanaan program;
Penilaian dilakukan saat program sedang dilaksanakan (promotive
evaluation), Tujuannya ialah untuk mengukur apakah program yang
sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak.
Umumnya ada dua bentuk penilaian yaitu pemantauan (monitoring) dan
penilaian berkala (periodic evaluation).
c) Penilaian pada tahap akhir program.
24
Penilaian dilakukan saat program telah selesai dilaksanakan (summative
evaluation). Tujuan mengukur keluaran dan mengukur dampak yang
dihasilkan. Penilaian dampak lebih sulit dilakukan karena membutuhkan
waktu yang lebih lama.
Ruang lingkup penilaian secara sederhana dapat dibedakan atas empat
kelompok yaitu penilaian terhadap masukan, proses, keluaran dan dampak.
Langkah-langkah yang ditempuh pada waktu melaksanakan penilaian
meliputi:
1) Pemahaman terhadap program yang akan dinilai;
2) Penentuan macam dan ruang lingkup penilaian yang akan dilakukan;
3) Penyusunan rencana penilaian;
4) Pelaksanaan penilaian;
5) Penarikan kesimpulan;
6) Penyusunan saran-saran.
25
BAB III
BAHAN DAN METODE EVALUASI
26
6. Angka Bebas Jml rumah bebas jentik x100% >95%
Jentik Jml rumah diperiksa
27
2. Membandingkan keluaran pada pencapaian program dengan tolok ukur
untuk mencari adanya kesenjangan. Tujuan pembandingan keluaran pada
program dengan tolok ukur adalah agar suatu masalah dapat diidentifikasi
apabila terdapat kesenjangan antara keluaran pada program dengan keluaran
pada tolok ukur;
3. Menetapkan prioritas masalah.
Penentuan prioritas masalah harus dilakukan jika terdapat lebih dari satu
masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan dan sumber daya,
serta kemungkinan adanya masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan
yang lainnya. Masalah yang dianggap paling besar, mudah diintervensi, dan
paling penting, akan menjadi prioritas. Penentuan prioritas masalah
dilakukan menggunakan teknik kriteria matriks yang terdiri dari 3
komponen:
1) Pentingnya masalah (I), yang terdiri dari:
a. Besarnya masalah (P)
b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (S)
c. Kenaikan besarnya masalah (RI)
d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (DU)
e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (SB)
f. Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (PB)
g. Suasana politik (PC)
2) Kelayakan teknologi (T)
Makin layaknya teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk
mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
3) Sumber daya yang tersedia (R)
Terdiri dari man, money, material, makin tersedia sumber daya
yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan
masalah tersebut.
Selanjutnya beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5
(sangat penting) pada tiap kotak dalam matriks sesuai dengan jenis
masalah masing-masing. Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah
yang memiliki nilai I x T x R tertinggi.
28
4. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan.
Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan
tersebut, maka dibuat kerangka konsep masalah. Hal ini bertujuan untuk
menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang telah diprioritaskan
tersebut diatas yang berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu
komponen input, proses, lingkungan, dan umpan balik. Dengan
menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah
dapat diketahui dan di identifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.
5. Identifikasi penyebab masalah
Membandingkan masukan, proses, lingkungan, umpan balik dan
dampak pada pencapaian program dengan tolok ukur untuk mencari adanya
kesenjangan yang kemudian ditetapkan sebagai penyebab masalah.
Beberapa penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep
selanjutnya diidentifikasi.
Tolok ukur pada komponen masukan proses, lingkungan dan umpan balik
tercantum di Tabel 3.2, Tabel 3.3, Tabel 3.4.
Tabel 3.2. Tolok Ukur pada Komponen Masukan
No Variabel Tolok Ukur
1 Tenaga Dokter : 1 orang
Perawat : 1 orang
Kader : 1 orang
Analis : 1 orang
2 Dana Adanya dana yang diperlukan untuk mendukung program yang berasal dari :
a. APBN menyediakan seluruh Buffer Stock
b. APBD Menyediakan anggaran dan pelatihan, supervisi dan monitoring,
jaminan mutu laboratorium,kegiatan pemecahan masalah serta
pengembangan SDM, Swadana puskesmas Menyediakan anggaran
operasional,reagen, pemeliharaan, Pelaksanaan pencegahan dan
penanggulangan DBD
c. Swadaya masyarakat
3 Sarana Tersedianya sarana:
1. Bubuk Abate
2. Formulir pemeriksaan jentik berkala
3. Formulir penyelidikan epidemiologi
4. Tersedianya bahan penyuluhan (Leaflet, buku, dll)
5. Daftar Kepala keluarga per RT dan RW
6. Tersedianya alat semprot minimal 4 buah
7. Tersedianya insektisida sesuai kebutuhan
8. Tersedianya alat komunikasi minimal 1 buah faksimili dan telepon/PKC
4 Metode Medis
29
1. Pendataan, anamnesa, pemeriksaan fisik
2. Ditekankan pada upaya penemuan kasus DBD
Non medis
Pelaksanaan strategi penyuluhan dan penjaringan suspek secara pasif
Tabel 3.3. Tolok ukur pada komponen proses
No Variabel Tolok Ukur
1 Perencanaan Terdapat rencana kerja yang tertulis dan jadwal sesuai dengan
program kerja puskesmas.
2 Pengorganisasian 1. Terkait dalam penanggulangan demam berdarah.
2. Adanya tugas dan wewenang.
3. Adanya struktur organisasi dan staffing pelaksana program.
4. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
a. Dokter umum sebagai pemeriksa di puskesmas
b. Perawat sebagai perawat dan wasor program Demam
Berdarah di puskesmas
c. Kader sebagai panutan dan penggerak masyarakat dalam
pelaksanaan penanggulangan DBD
5. Analis sebagai pemeriksa laboratorium Demam Berdarah
3 Pelaksanaan 1. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dilaksanakan dengan
memeriksa seluruh rumah di seluruh RT
2. Penyelidikan Epidemiologi segera dilaksanakan setelah menerima
laporan kasus dalam waktu maksimal 3 x 24 jam.
3. Fogging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m selang
waktu 1 minggu.
4. Fogging masal dilakukan 2 siklus di seluruh wilayah suspek KLB
dengan selang waktu 1 bulan.
5. Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter, paramedis atau kader
terlatih mengenai penyakit demam berdarah dengue.
6. Para pemimpin pemerintah, tokoh masyarakat baik formal
maupun informal mengkomunikasikan dan memotivasi
masyarakat umum untuk melaksanakan penanggulangan demam
berdarah dengue dalam pertemuan yang dilaksanakan secara rutin.
7. Gerakan PSN di seluruh RT.
8. Pertemuan lintas sektoral tingkat kelurahan minimal per 3 bulan.
4 Pencatatan dan Adanya catatan, penilaian dan pelaporan hasil kegiatan
pelaporan penanggulangan demam berdarah dengue yang telah dicapai
5 Pengawasan Adanya pengawasan eksternal maupun internal
30
6. Mencari jalan keluar atau alternatif penyelesaian masalah.
Setelah penyebab masalah diketahui, langkah selanjutnya adalah
membuat beberapa alternatif pemecahan masalah. Pemilihan alternatif
pemecahan masalah harus disesuaika dengan kemampuan serta situasi dan
kondisi puskesmas. Alternatif pemecahan masalah dibuat secara rinci,
meliputi tujuan, sasaran, target, metode, jadwal kegiatan, serta rincian
dananya.
7. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah
Dari berbagai alternatif pemecahan masalah yang telah dibuat, maka
dipilih satu cara penyelesaian masalah yang dianggap paling baik dan
memungkinkan. Pemilihan/penentuan prioritas cara penyelesaian masalah
ini dengan memakai teknik kriteria matriks. Dua kriteria yang lazim
digunakan adalah :
a. Efektifitas jalan keluar
Ditetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni
dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai angka 3
(paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya
paling tinggi. Untuk menilai efektifitas jalan keluar, diperlukan kriteria
tambahan sebagai berikut:
1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude).
Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas jalan
keluar tersebut.
2. Pentingnya jalan keluar (Importancy).
Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelangsungan masalah.
Makin baik dan sejalan selesainya masalah, makin penting jalan keluar
tersebut.
3. Sensitifitas jalan keluar (Vulnerrability).
Sensitifitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar dalam mengatasi
masalah, makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar
tersebut.
31
b. Efisiensi jalan keluar
Tetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternatif jalan keluar.
Nilai efisiensi biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan
untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan
makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Beri angka 1 (biaya paling
sedikit) sampai angka 5 (biaya paling besar).
Nilai prioritas (P) dihitung untuk setiap alternatif jalan keluar. Dengan
membatasi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C. jalan keluar nilai
P tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih.
8. Membuat kesimpulan dan saran untuk perbaikan program.
32
BAB IV
PENYAJIAN DATA
33
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis
Batas – batas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis adalah
sebagai berikut
a. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Way Huwi Kec Jati Agung
Lam-Sel
b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Way Dadi Kecamatan
Sukarame
c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kec.Way Halim dan Kec.Lab
Ratu
d. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kec.Rj Basa dan Kec Jati Agung
34
4.1.1.2 Kondisi Demografi
Penduduk di Wilayah Kecamatan Tanjung Senang terdiri dari dua
kelompok, penduduk asli dan penduduk pendatang yang berasal dari Jawa,
Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan lain-lain.
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk diwilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way
Kandis Menurut jenis kelamin Tahun 2015
No Kelurahan Penduduk KK
L P TOTAL
1 Tanjung Senang 6338 6239 12577 2815
2 Way Kandis 4432 4379 8811 2198
3 Perumnas Way 3944 4188 8132 1707
Kandis
4 Labuhan Dalam 4601 4449 9050 1592
5 Pematang Wangi 3593 3619 7212 1590
Jumlah 22907 22875 45782 9902
Sumber : Data Proyeksi Sasaran Dinkes Kota Tahun 2015
35
Tabel 4.4 Jumlah Sarana Pendidikan Tahun 2015
No Kelurahan PAUD TK SD MIN SMP SMA SMK P.TINGGI JUMLAH
1 Tanjung 4 4 1 - 1 1 1 1 13
Senang
2 Way 7 4 3 - 2 - - - 16
Kandis
3 Perum 5 3 3 - - - - - 11
WK
4 Labuhan 4 3 4 1 3 2 2 - 16
Dalam
5 Pematang 4 2 0 - 1 1 - - 9
Wangi
Jumlah 24 16 11 1 7 4 3 1 67
36
Jamsostek dan sebagainya perilaku masyarakat dalam ber PHBS. Selain itu
dapat pula dilihat dari adanya UKBM (Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat)
yang berkembang di masyarakat. UKBM di wilayah Puskesmas Rawat Inap
Way Kandis terdiri dari 28 buah Posyandu aktif dengan jumlah kader aktif
sebanyak 140 orang, 5 buah Poskeskel yang tersebar di 5 Kelurahan, 8 buah
Posyandu Usila dan 5 Kelas ibu yang tersebar di 5 Kelurahan.
Tabel 4.5 Jumlah Posyandu dan Kader Menurut Strata di Puskesmas Rawat
Inap Way Kandis Tahun 2015
Jumlah Kader Tokoh Masyrakat
No Kelurahan Jumlah
Posyandu
Dilatih Aktif % Dilatih Aktif %
37
masing – masing Poskeskel terdapat petugas Bidan dan Perawat serta
dibantu oleh Kader ,dengan jumlah tenaga terdiri dari :
- Perawat : 10 orang
38
2. Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu Kepala
Puskesmas dalam pengelolaan :
a. Data dan Informasi
b. Perencanaan dan Penilaian Keuangan Umum
c. Kepegawaian
3. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas yaitu :
a. Upaya Kesehatan Masyarakat, termasuk pembinaan terhadap
UKBM
b. Upaya Kesehatan Perorangan
c. Upaya Kesehatan Wajib terdiri dari
1.) Promosi Kesehatan
a) Di dalam gedung
b) Di luar gedung
2.) Kesehatan Lingkungan
a) Penyehatan air
b) Sanitasi dan makanan minuman
c) Penyehatan lingkungan pemukiman dan jamban
d) Pengawasan sanitasi dan tempat tempat umum
e) Pengawasan tempat pengelolaan Feftisida
f) Pengendalian vektor
3.) KIA dan KB
a) Kesehatan ibu
b) Kesehatan Bayi
c) Upaya kesehatan balita dan anak pra sekolah
d) Upaya kesehatan anak usia sekolah dan remaja
e) Pelayanan KB
4.) Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
5.) Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
a) TB Paru
b) Imunisasi
c) Diare
d) Ispa
39
e) DBD
6.) Upaya pengobatan
a) Pengobatan
b) Laboratorium
7.) Upaya Kesehatan Pengembangan
a) Puskesmas dan Rawat Inap
b) Upaya kesehatan USILA
c) Upaya kesehatan Mata/ Pencegahan Kebutaan
d) Upaya Kesehatan Telinga/ Pencegahan Gangguan
Pendengaran
e) Penangguhan dan Penanggulanan Penyakit Gigi
f) Perawatan Kesehata Masyarakat
g) Bina kesehatan Tradisional
h) Bina Kesehatan Kerja
4. Jaringan Pelayanan Puskesmas yaitu :
1.) Unit Puskesmas Pembantu
2.) Unit Bidan di Desa / Komunitas
A.PUSKESMAS INDUK
1 Dokter Umum 7 4 0 3 0 0 1 Ka Pusk ,
1 Tubel
2 Dokter Gigi 2 2 0 0 0 0
3 Sarjana
a. S1 Keperawatan 3 2 0 0 1 0
b. S1 Kes Masyarakat 2 1 0 1 0 0 1 Promkes
& 1 Adm
c. S1 Apoteker 1 1 0 0 0 0
d. DIV Keperawatan 1 1 0 0 0 0
e. DIV Kebidanan 0 0 0 0 0 0
40
f. DIII Keperawatan 4 1 0 2 1 0
g. DIII Kebidanan 12 7 0 5 0 0 1 Tenaga
Admin
h. DIII Perawat Gigi 1 1 0 0 0 0
i. DIII Analis Kesehatan 1 1 0 0 0 0
j. DIII Gizi 2 1 0 0 1 0
k. DIII Sanitasi 1 1 0 0 0 0
l. D3 Lainnya 3 0 0 2 1 0 3 Tenaga
Admin
4 DI Bidan 2 2 0 0 0 0
5 Perawat / SPK 4 4 0 0 0 0
6 Per Awat Gigi / SPRG 1 1 0 0 0 0
7 SPAG 0 0 0 0 0 0
8 Analis / SMAK 1 1 0 0 0 0
9 Pengelola Obat / SMF 1 1 0 0 0 0
10 Kesling / SPPH 1 1 0 0 0 0
11 Pekarya SMA 1 1 0 0 0 0 Ka.TU
12 SPPM 1 1 0 0 0 0 Tenaga
Admin
13 SMA 2 2 0 0 1 0
14 Tenaga Kebersihan 2 0 0 0 2 0
15 Penjaga Malam 1 0 0 0 1 0
Jumlah 58 37 0 13 8 0
B.PUSTU
1 S1 Keperawatan 1 1 0 0 0 0
2 DIV Kebidanan 2 1 0 1 0 0
3 DIII Kebidanan 9 8 0 1 0 0
4 DIII Keperawatan 4 2 0 2 0 0
5 D1 Bidan 3 3 0 0 0 0
6 Perawat / SPK 7 7 0 0 0 0
7 Sanitasi /SPPH 1 1 0 0 0 0
8 SPPM 1 1 0 0 0 0
Jumlah 28 24 0 4 0 0
C.POSKESKEL
1 S1 Keperawatan 2 0 0 2 0 0
2 DIII Kebidanan 4 0 4 0 0 0
3 DIII Keperawatan 8 0 0 8 0 0
4 D1 Bidan 1 0 1 0 0 0
Jumlah 15 0 5 10 0 0
TOTAL 101 61 5 27 8 0
Melihat dari jumlah dan kompetensi sumber daya manusia yang ada
mengacu kepada Permenkes No 75 Tahun 2014 telah memenuhi persyaratan.
41
Untuk meningkatkan Kompetensi dan keterampilan petugas dibuat rencana
peningkatan kualitas SDM berupa pelatihan, workshop dan kaji banding setiap
tahunnya, terutama untuk rekam medis, belum ada tenaga terlatih dibagian ini.
42
II Kendaraan
Ambulance 1 1 - -
Sepeda Motor 9 8 - 1
II. Alat Kantor dan Rumah
Tangga
Filing Kabinet 2 2 - -
Lemari Arsip 7 7 - -
Lemari Kayu 3 3 - -
Lemari Alat / Instrument 5 5 - -
Rak Obat Kayu 3 3 - -
Lemari Obat 1 1 - -
Loker 1 1 - -
Bangku Tunggu Pasien 8 8 - -
(Besi)
Bangku Tunggu Pasien 4 3 - 1
(Kayu)
Kursi Kayu 4 4 - -
Meja Kayu ½ Biro 14
Meja Kayu 4
Kursi Putar 2 1 1 -
Meja + Kursi Tamu 1 set 1 - -
Meja Panjang (Rapat) 6 6 - -
Meja Apotik 1 - - -
Meja Resepsionis 1 - - -
Rak Kartu Rekam Medis 2 - - -
Kursi Plastik 40 - - -
Lemari Makan 2 - - -
Telivisi 3 - - -
AC 3 - - -
Komputer 3 set 3 - -
Laptop 4 4 - -
Notebook 1 1 - -
Printer 5 5 - -
Printer Laser Jet 2 2 - -
Fingger Print 1 1 - -
LCD Proyektor 1 1 - -
Mesin Penghancur Kertas 1 1 - -
Brankas 1 1 - -
Handphone Android 1 1 - -
Handphone 1 1 - -
Kipas Angin 8 8 - -
Kompor Gas 1 1 - -
Tabus Gas 1 1 - -
Lemari ES 3 3 - -
Tabung APAR 4 4 - -
Genset 1 1 - -
Mesin Air 1 1 - -
Bak Penampung Air 2 2 - -
43
STRUKTUR ORGANISASI
UPT. PUSKESMAS RAWAT INAP WAY KANDIS
2018
Kepala Puskesmas
dr. Rita Agustina, M.Kes
Purwantoro
Gambar 4.2 Struktur Organisasi UPT. Puskesmas Rawat Inap Way Kandis 2018
44
4.1.2 Data Khusus
Penyajian Data Khusus Puskesmas Rawat Inap Way Kandis
Tabel 4.8 Kejadian Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Rawat Inap Way
Kandis
Bulan Kasus Tahun 2017
Januari 23
Februari 23
Maret 10
April 9
Mei 13
Juni 2
Juli 11
Agustus 5
September 2
Oktober 6
November 2
Desember 3
Jumlah 109
45
kantor, belanja barang/jasa dan transport petugas. Dana jasa layanan digunakan
untuk segala hal untuk kepentingan operasional puskes. Pembiayaan untuk
operasional puskes melihat dari hasil analisis program dan dari hasil analisis
identifikasi harapan dan keinginan pelanggan (masyarakat dan pasien).
46
BAB V
HASIL EVALUASI
47
5.2. Penetapan Prioritas Masalah
Dalam menetapkan prioritas masalah, kita mempergunakan teknik kriteria
matriks. Pemberian nilai dari masing-masing masalah diberikan mulai dari angka 1
yang dianggap tidak penting sampai dengan angka 5 bila dianggap penting.
Dibawah ini, akan disajikan tabel penetapan prioritas masalah dengan variabel I,
1. Pentingnya masalah yang terdiri atas (Importancy) terdiri dari:
a. P (prevalence/beratnya masalah).
b. S (severity/dampak yang ditimbulkan oleh masalah tersebut).
c. RI (rate of increase/kenaikan besarnya masalah).
d. DU (degree of unmeet need/ derajat keinginan masyarakat yang tidak
terpenuhi)
e. SB (sosial benefit/keuntungan sosial jika masalah teratasi).
f. PCN (public concern/rasa prihatin masyarakat terhadap masalah).
g. PC (political climate/suasana politik).
1. Variabel kelayakan teknologi (Technical Feasibility/T)
Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk
mengatasi masalah (Technical Feasibility) makin diprioritaskan masalah
tersebut. Kelayakan teknologi yang dimaksud disini adalah menunjukkan
pada penguasaan ilmu dan teknologi yang sesuai. Pengadaan sarana juga
termasuk dalam hal ini.
2. Variabel sumber daya yang tersedia (resources availability/R)
Makin tersedianya sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi
masalah (resources availability) makin diprioritaskan masalah tersebut.
Sumber daya yang dimaksud adalah yang ditujukan pada tenaga (man),
dana (money), dan sarana (material).
48
Tabel 5.2. Matriks Penetapan Prioritas Masalah
Masalah P S RI DU SB PB PC T R Nilai
Keterangan :
P = Prevalence SB = Social benefit
S = Severity PC = Political climate
PB = Public concern T = Technical feasiability
RI = Rate of increase R = Resource avaibility
DU = Degree of unmeet need
49
yang diperantarai oleh nyamuk termasuk Demam Berdarah sehingga angka
kesakitan dapat menurun jumlahnya.
Nilai RI (Rate of Increase) atau kenaikan besarnya masalah diberikan nilai
3 pada angka kesakitan dan anilai 4 pada angka rumah bebas jentik. Hal ini
dikarenakan pentingnya masalah angka rumah bebas jentik, dengan meningkatnya
rumah bebas jentik maka perkembangbiakan nyamuk bisa lebih menurun dan rantai
penularan penyakit Demam Berdarah bisa terputus sehingga jumlah angka
kesakitan dapat menurun.
DU atau Degree of Unmeet Need atau derajat keinginan masyarakat yang
tidak terpenuhi, diberikan nilai 5 pada angka kesakitan lebih tinggi dari standar 50
per 100.000, sedangkan nilai angka rumah bebas jentik lebih rendah dari standar
95% yang diberi nilai 3. Hal ini dikarenakan masyarakat lebih ingin angka kesakitan
yang cepat terselesaikan dibandingkan dengan angka rumah bebas jentik.
Pada SB (Social Benefit) yaitu keuntungan sosial jika maslah teratasi, pada
angka kesakitan diberkan nilai 3, sedangkan pada angka angka rumah bebas jentik
diberikan nilai 5. Pada angka rumah bebas jentik diberi nilai lebih besar karena
diharapkan dengan meningkatnya angka rumah bebas jentik maka penularan
penyakit Demam Berdarah semakin menurun dan angka kesakitan juga akan
menurun sehingga tidak akan terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah DBD kembali
sehingga tidak membuat pengeluaran bertambah untuk pengobatan penyakit.
Pada PB (Public Concern) atau rasa prihatin masyarakat, nilai diberikan
lebih besar pada angka kesakitan yaitu 4, sedangkan angka rumah bebas jentik
diberikan nilai 3. Hal ini karena tingginya harapan masyarakat jika angka kesakitan
diturunkan terlebih dahulu, kemungkinan hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan penyakit dengan bebas jentik di
rumah.
PC (Political Climate) atau suasana politik yang terbangun saat ini
memungkinkan bahwa diberikan nilai yang sama pada angka kesakitan maupun
angka rumah bebas jentik. Pemerintah sering kali mengiklankan mengenai
penggunaan bubuk abate untuk membunuh jentik dan pentingnya pelaksanaan 3M.
Pemerintah juga terbukti peduli dengan angka kesakitan penduduk yang tinggi.
50
Pada T (Technical Feasibility) atau kelayakan teknologi yang tersedia saat
ini diberikan nilai yang sama yaitu 5. Pada angka kesakitan dan angka rumah bebas
jentik telah tersedia sarana dan prasarana yang memadai untuk pelayanan
pengobatan kesakitan penyakit DBD dan untuk pelayanan bebasnya jentik nyamuk
di rumah warga.
Variabel sumber daya yang tersedia atau Resources Availibility (R)
diberikan nilai yang sama untuk keduanya. Angka kesakitan dan Angka rumah
bebas jentik, karena tersedianya tenaga dan dana kesehatan di puskesmas dan
adanya kader yang tersedia untuk mengatasi masalah tersebut.
51
5.3. Kerangka Konsep
Keluaran:
Pembagian tugas
Biaya pelaksanaan program yang jelas
Dana Pengorganisasian
Sarana Penyuluhan
Tenaga
Fogging
Medis Medis dan
Nonmedis PE PSN
Metode
MASUKAN Pertemuan pelaksanaan
Pencatatan,
pelaporan
Perencanaan
tertulis
Nonfisk Penilaian
Fisik
Perencanaan
PROSES
LINGKUNGAN
UMPAN BALIK
Keterangan :
Penyebab Masalah
Bagan 3. Kerangka Konsep Variabel
Hubungan
52
5.4 Identifikasi Faktor Penyebab Masalah
Tabel 5.3 Perbandingan Tolak Ukur Unsur Masukan dan Pencapaian
Mas
No. Variabel Tolak Ukur Pencapaian
alah
1. Masukan
d. Tenaga Dokter : 1 orang Tersedia (-)
Perawat : 1 orang
Kader : 1 orang
Analis : 1 orang
b. Sarana 1. Tempat pelayanan pengobatan Tersedia (-)
a) Medis 2. Tersedia sarana medis
(stetoskop, senter, timbangan, Tersedia (-)
termometer)
b) Non medis 1. Bubuk Abate Terbatas (+)
2. Formulir pemeriksaan jentik Tersedia (-)
berkala
3. Formulir penyelidikan Tersedia (-)
epidemiologi
4. Tersedianya bahan Tersedia, namun dalam jumlah (+)
penyuluhan (Leaflet, buku, terbatas (hanya menggunakan
dll) powerpoint)
5. Daftar Kepala keluarga per RT Tidak tersedia (+)
dan RW
6. Tersedianya alat semprot Tersedia, namun dalam jumlah (+)
minimal 4 buah terbatas (hanya 1 alat yang
berfungsi)
7. Tersedianya insektisida sesuai Tersedia (-)
kebutuhan
8. Tersedianya alat komunikasi Tersedia (-)
minimal 1 buah faksimili dan
telepon/PKC
c. Metode
a) Medis 1. Pendataan, anamnesa, Terlaksana (-)
pemeriksaan fisik
2. Ditekankan pada upaya Terlaksana (-)
penemuan kasus DBD
b)Non Pelaksanaan strategi penyuluhan Terlaksana (-)
Medis dan penjaringan suspek secara
pasif
d. Dana Adanya dana yang diperlukan Dana operasional telah terpenuhi. (-)
untuk mendukung program yang
berasal dari :
a. APBN menyediakan seluruh
Buffer Stock
b. APBD Menyediakan anggaran
dan pelatihan, supervisi dan
monitoring, jaminan mutu
laboratorium, kegiatan
pemecahan masalah serta
pengembangan SDM,
53
Menyediakan anggaran untuk
pengawasan dan monitoring,
buffer obat, sarana diagnosa,
bahan cetakan,kegiatan
pemecahan masalah di
kotamadya
c. Swadana puskesmas
Menyediakan anggaran
operasional, reagen,
pemeliharaan, pelaksanaan
pencegahan dan
penanggulangan DBD
d. Swadaya masyarakat
2. Proses
Perencanaan Terdapat rencana kerja yang Terdapat perencanaan program (-)
tertulis dan jadwal sesuai dengan yang jelas
program kerja puskesmas.
Pengorganisas 1. Terkait dalam (-)
ian penanggulangan demam Kepala Puskesmas
berdarah.
2. Adanya tugas dan wewenang
dari unsur-unsur yang Adanya
struktur organisasi dan
staffing pelaksana program.
KesMas
3. Adanya pembagian tugas dan
tanggung jawab yang jelas.
a. Dokter umum sebagai P2P Kes Ling
pemeriksa di puskesmas
b. Perawat sebagai perawat
dan wasor program Demam Dokter umum sebagai pemeriksa
Berdarah di puskesmas di puskesmas
c. Kader sebagai panutan dan a. Perawat sebagai perawat dan
penggerak masyarakat wasor program Demam
dalam pelaksanaan Berdarah di puskesmas
penanggulangan DBD b. Kader sebagai panutan dan
d. Analis sebagai pemeriksa penggerak masyarakat dalam
laboratorium Demam pelaksanaan penanggulangan
Berdarah DBD
c. Analis sebagai pemeriksa
laboratorium Demam
Berdarah
Pelaksanaan 1. Pemeriksaan Jentik Berkala 1. Pemeriksaan Jentik Berkala (+)
(PJB) dilaksanakan dengan (PJB) tidak dilaksanakan di
memeriksa seluruh rumah pada seluruh rumah pada tiap-tiap
tiap-tiap RW. RW.
2. Penyelidikan Epidemiologi 2. Penyelidikan Epidemiologi (-)
segera dilaksanakan setelah segera dilaksanakan setelah
menerima laporan kasus dalam menerima laporan kasus
waktu maksimal 3 x 24 jam. dalam waktu maksimal 1x 24
jam.
54
3. Fogging fokus dilakukan 2 3. Fogging fokus dilakukan (-)
siklus dengan radius 200 m setelah menerima laporan
selang waktu 1 minggu. kasus.
4. Fogging masal dilakukan 2 4. Fogging masal dilakukan 2
siklus di seluruh wilayah siklus di seluruh wilayah (-)
suspek KLB dengan selang suspek KLB dengan selang
waktu waktu 1 bulan.
5. Penyuluhan dapat diberikan 5. Penyuluhan dapat diberikan (-)
oleh dokter, paramedis atau oleh dokter, paramedis atau
kader terlatih mengenai kader terlatih mengenai
penyakit demam berdarah penyakit demam berdarah
dengue. dengue.
6. Para pemimpin pemerintah, 6. Para pemimpin pemerintah, (-)
tokoh masyarakat baik formal tokoh masyarakat baik formal
maupun informal maupun informal
mengkomunikasikan dan mengkomunikasikan dan
memotivasi masyarakat umum memotivasi masyarakat umum
untuk melaksanakan untuk melaksanakan
penanggulangan demam penanggulangan demam
berdarah dengue dalam berdarah dengue dalam
pertemuan yang dilaksanakan pertemuan yang dilaksanakan
secara rutin. secara rutin.
7. Gerakan PSN di seluruh RW. 7. Gerakan PSN tidak dilakukan (+)
di seluruh RW.
8. Pertemuan lintas sektoral 8. Pertemuan lintas sektoral (-)
tingkat kelurahan minimal per 3 tingkat kelurahan dilakukan
bulan. per 3 bulan.
3. Lingkungan
Lingkungan Lokasi pemeriksaan mudah Lokasi pelayanan mudah (-)
fisik terjangkau terjangkau
Fasilitas kesehatan tersedia Fasilitas kesehatan tersedia
Lingkungan Pendidikan minimal SMA Penduduk yang tidak mencapai (+)
non fisik pendidikan SMA sebanyak
48,46%.
4. Umpan Balik Pencatatan, penilaian dan Tersedianya catatan, penilaian (-)
pelaporan tahun sebelumnya dan dan pelaporan tahun sebelumnya
setiap bulannya dapat digunakan dan setiap bulannya dapat
sebagai bahan masukan dalam digunakan sebagai masukan
upaya perbaikan program dalam upaya perbaikan program
berikutnya. berikutnya.
55
5. Dampak 1. Turunnya angka kesakitan 1. Angka kesakitan masih tinggi (+)
yaitu 242 per 100.000
penduduk.
2. Turunnya angka kematian 2. Turunnya angka kematian (-)
demam berdarah dengue. demam berdarah dengue.
3. Turunnya angka kejadian 3. Turunnya angka kejadian (-)
(jumlah kasus) demam (jumlah kasus) demam
berdarah berdarah disbanding tahun
sebelumnya.
Sumber: Wawancara Kepala Kesehatan Lingkungan dan Laporan Tahunan Puskesmas
tahun 2017
Dari identifikasi faktor penyebab masalah diatas, maka penyebab masalah
untuk masalah yang diprioritaskan yaitu :
1. Jumlah bubuk abate yang terbatas.
2. Kurang tersedianya bahan penyuluhan (Leaflet, buku, dll).
3. Tidak tersedia daftar Kepala Keluarga di setiap RT dan RW.
4. Jumlah alat semprot yang tidak mencukupi standar.
5. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) tidak dilaksanakan di seluruh rumah pada
tiap-tiap RW.
6. Gerakan PSN tidak dilakukan di seluruh RW.
7. Penduduk yang tidak mencapai pendidikan SMA 48,46%.
8. Meningkatnya angka kesakitan.
Tabel 5.4. Penetapan Prioritas Penyebab Masalah
Masalah C T R Nilai
56
Jadi, berdasarkan sistem skoring diatas, maka urutan prioritas penyebab
masalah adalah:
1. Kepedulian Masyarakat untuk melakukan PSN masih rendah.
2. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) tidak dilaksanakan di seluruh rumah pada
tiap-tiap RW.
3. Meningkatnya angka kesakitan.
4. Jumlah alat semprot yang tidak mencukupi standar.
5. Penduduk yang tidak mencapai pendidikan SMA.
6. Kurang tersedianya bahan penyuluhan (Leaflet, buku, dll).
7. Tidak tersedia daftar Kepala Keluarga di setiap RT dan RW.
8. Jumlah bubuk abate yang terbatas.
57
5.5 Pemecahan Masalah
Prioritas masalah yang ditemukan pada Program P2 DBD di Puskesmas
Rawat Inap Way Kandis periode Januar - Desember tahun 2017 adalah angka rumah
bebas jentik yang masih rendah dibandingkan dengan tolak ukur yaitu 87,35%.
Berdasarkan kerangka konsep, kriteria matriks dan konfirmasi telah ditetapkan
prioritas penyebab masalah adalah “karena rendahnya kepedulian masyarakat untuk
melakukan PSN”.
58
b. Pentingnya masalah (Importancy) Pentingnya masalah dikaitkan dengan
akibat yang ditimbulkan, maka makin penting masalah tersebut.
c. Vulnerability (V)
Banyaknya waktu yang diperlukan untuk mengatasi penyebab masalah
yang ada.
2. Efisiensi Masalah
Ditetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap masalah. Nilai efisiensi ini
biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk mengatasi
masalah. Makin besar biaya yang diperlukan, makin tidak efisiensi masalah
tersebut untuk diselesaikan. Diberikan angka 1 (biaya paling sedikit) sampai
angka 5 (biaya paling besar).
3. Nilai prioritas (P) untuk setiap masalah dengan membagi hasil perkalian nilai
M x I x V dengan C (rumus Pahocendes). Masalah dengan nilai P tertinggi,
adalah prioritas masalah terpilih.
59
lingkungan RTnya. Kemudian bersama-sama dengan warga serentak melakukan
3M plus baik di rumah atau di lingkungan sekitar yang berpotensi menjadi sarang
nyamuk. Hal ini lebih efektif dan efisien dikarena kader dapat secara langsung
melihat kegiatan PSN yang berlangsung. Penentuan waktu 2 minggu atas
pertimbangan umur siklus nyamuk Aedes Aegypti dari telur sampai menjadi
nyamuk dewasa berkisar 10-14 hari.
Prioritas kedua adalah penyuluhan kepada masyarakat. Penyuluhan menjadi
prioritas kedua karena tidak terlalu efektif. Hal ini setidaknya dikarenakan 2 hal
yang pertama kemampuan penyampaian kader yang kurang menarik karena media
penyuluhan yang berupa leaflet dan brosur terbatas, kedua karena ketika
masyarakat tidak mempraktekannya karena dengan alasan malas dan tidak waktu,
tetapi jika gerakkan PSN dialakukan secara serentak bersama-sama dengan
tetangga maka masyarakat akan lebih terdorong untuk melakukannya.
Pemberian nilai pada tabel prioritas penyelesaian masalah berdasarkan atas
pertimbangan berikut ini:
Magnitude (M) atau besarnya yang dapat diatasi, maka diberikan nilai 5
pada Kader melakukan pendampingan dalam melakukan PSN kepada setiap RT
per 2 minggu dikarena jika hal ini dilakukan maka rumah bebas jentik akan
meningkat. Dengan banyaknya rumah bebas jentik maka perkembangbiakan
nyamuk dapat diturunkan dan dapat memutus rantai penularan DBD melalui vektor
nyamuk. Pada penyuluhan kepada masyarakat tentang PSN gerakan 1 rumah 1
jumantik diberi nilai 4 karena dirasa kurang efektif mengatasi masalah, dikarenakan
pelaksanaan dilapangan tidak dapat diawasi secara langsung oleh kader.
Importancy (I) atau pentingnya jalan keluar, berhubungan dengan
kelanggengan penyelesaian masalah. Semakin lama masa bebas masalah, semakin
penting alternatif jalan keluar tersebut. Pada pengkajian alternatif penyelesaian
masalah program DBD ini, Kader melakukan pendampingan dalam melakukan
PSN kepada setiap RT per 2 minggu diberi nilai 5 dan di anggap penting, karena
dengan cara ini kegiatan terus dapat dilakukan berkesinambungan dan diawasi.
Diharapkan nyamuk sebagai vektor DBD dapat berkurang dan memutus rantai
penularan penyakit DBD.
60
Vulnerability (V) dinilai dari banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk
mengatasi penyebab masalah yang ada. Kader melakukan pendampingan dalam
melakukan PSN kepada setiap RT per 2 minggu diberi nilai 4, dikarenakan waktu
yang dibutuhkan untuk setiap gerakan bersih-bersih lingkungan lama dan
berkesinambungan. Sedangkan penyuluhan dilakukan dalam suatu lokasi tertentu
dengan waktu yang relatif singkat, dan jika dilakukan penyuluhan secara lama
orang akan terasa bosan.
Untuk efisiensi jalan keluar (C), Kader melakukan pendampingan dalam
melakukan PSN kepada setiap RT per 2 minggu diberi nilai 3, karena dalam
melakukan PSN plus biaya relatif murah, mungkin hanya dibutuhkan biaya untuk
konsumsi minum yang bisa didapatkan dari patungan warga dan biaya insentif
kader yang dapat dialokasikan dari puskesmas ataupun patungan warga secara
gotong royong. Sedangkan penyuluhan membutuhkan biaya yang cukup besar,
seperti biaya untuk konsumsi makan, biaya media penyuluhan seperti leaflet dan
biaya-biaya untuk lainnya.
Diharapkan jika alternatif pemecahan masalah yang telah dijelaskan diatas
dapat dilaksanakan dengan rutin atau sesuai jadwal yang ditentukan oleh pihak
pelaksana dalam membantu menaikkan jumlah angka rumah bebas jentik dan
menurunkan angka kesakitan penyakit DBD pada tahun berikutnya (2018) di
wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Way Kandis.
61
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil laporan evaluasi program diatas dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu :
1. Masih tingginya angka kesakitan DBD di wilayah kerja Puskesmas rawat inap
Way Kandis yaitu 238 per 100.000 penduduk pada periode Januari – Desember
2017.
2. Angka Rumah Bebas Jentik lebih rendah dari standar 95% yaitu 87,35%.
3. Yang menjadi prioritas masalah pada Program pencegahan dan Pemberantasan
Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis adalah Angka
Rumah Bebas Jentik lebih rendah dari standar 95% yaitu 87,35%.
4. Yang menjadi prioritas penyebab masalah yang ada dalam pelaksanaan
Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas
Rawat Inap Way Kandis pada periode Januari-Desember 2017 adalah
Kepedulian masyarakat untuk melakukan PSN masih rendah.
5. Prioritas penyelesaian masalah pada Program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis pada
periode Januari-Desember 2017 adalah Kader melakukan pendampingan dalam
melakukan PSN kepada setiap RT per 2 minggu.
Saran
Agar program – program pemecahan masalah dapat berjalan dengan
baik,maka diharapkan :
1. Meningkatkan penyuluhan tentang DBD dan pentingnya partisipasi dari
seluruh masyarakat dalam melaksanakan progran PSN dan PJB kepada
masyarakat oleh puskesmas dan kader.
2. Program yang diajukan dilaksanakan tepat waktu dan sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan.
62
DAFTAR PUSTAKA
63