Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 22

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Bencana

1. Definisi Bencana

Bencana (disaster) didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat. Kejadian

bencana disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa (UU No. 24 Tahun 2007). Definisi lain tentang

bencana yaitu kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis akibat

sebab-sebab yang ditetapkan pemerintah, dengan mengelompokkan tingkat kerusakan

yang ditimbulkan oleh fenomena alam yang tidak normal, meliputi badai, hujan, dan salju

yang lebat, banjir, gelombang pasang laut, gempa, tsunami, letusan gunung api atau

kebakaran skala besar maupun peledakan bom (Forum Keperawatan Bencana, 2009).

Negara dengan frekuensi bencana yang tinggi di dunia salah satunya adalah

Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang luasnya mencapai 1.919.440 km2

dengan populasi penduduk lebih dari 200 juta orang. Secara geografis, Indonesia terletak

di perpotongan tiga lempengan, yaitu lempengan Eurasia, lempeng Benua Australia-

India, dan lempeng Samudera Pasifik sehingga memiliki aktivitas seismik yang tinggi

(UNDP, 2007). Hal tersebut menyebabkan banyak wilayah Indonesia rentan terhadap

kejadian gempa bumi, bahkan tsunami. Selain itu, populasi penduduk yang padat disertai

ruang hidup yang semakin sempit menyebabkan risiko kebakaran meningkat. Selama 10

tahun terakhir, dapat dikatakan kejadian bencana di Indonesia semakin meningkat.

2. Klasifikasi Bencana

1
Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan,

dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Bencana dapat diklasifikasikan menjadi

tiga jenis, antara lain : (UU No. 24 Tahun 2007)

a. Bencana/alam (natural disaster), disebabkan oleh kejadian alam (natural) seperti

gempa bumi dan dan gunung meletus. Bencana alam juga dikatakan sebagai peristiwa

yang terjadi akibat kerusakan atau ancaman ekosistem dan telah terjadi kelebihan

kapasitas komunitas yang terkena dampaknya. Bencana alam mencakup gempa,

tsunami, letusan gunung merapi, topan, banjir, dll. Masing-masing bencana memiliki

tipikal kerusakan yang berbeda (Forum Keperawatan Bencana, 2009).

b. Bencana non-alam (man made disaster), yaitu peristiwa non-alam yang meliputi

kebakaran, kegagalan teknologi, gagal modernisasi, dan wabah penyakit.

c. Bencana sosial, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa akibat aktivitas

manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas

masyarakat dan teror.

Sedangkan menurut Ethiopian Disaster Preparedness and Prevention


Commission (DPPC) mengelompokkan bencana berdasarkan jenis hazard, yang terdiri
dari:
a. Natural hazard. Ini adalah hazard karena proses alam yang manusia tidak atau sedikit

memiliki kendali. Manusia dapat meminimalisir dampak hazard dengan

mengembangkan kebijakan yang sesuai, seperti tata ruang dan wilayah, prasyarat

bangunan, dan sebagainya. Natural hazard terdiri dari beragam bentuk seperti dapat

dilihat pada tabel berikut:

2
b. Human made hazard. Ini adalah hazard sebagai akibat aktivitas manusia yang

mengakibatkan kerusakan dan kerugian fisik, sosial, ekonomi, dan

lingkungan. Hazard ini mencakup:

1) Technological hazard sebagai akibat kecelakaan industrial, prosedur yang

berbahaya, dan kegagalan infrastruktur. Bentuk dari hazard ini adalah polusi air

dan udara, paparan radioaktif, ledakan, dan sebagainya.

2) Environmental degradation yang terjadi karena tindakan dan aktivitas manusia

sehingga merusak sumber daya lingkungan dan keragaman hayati dan berakibat

lebih jauh terganggunya ekosistem.

3) Conflict adalah hazard karena perilaku kelompok manusia pada kelompok yang

lain sehingga menimbulkan kekerasan dan kerusakan pada komunitas yang lebih

luas.

3. Masalah saat bencana

a. Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain

b. Keterbatasan peralatan / sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah korban

yang besar.

c. Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana.

Dalam menghadapi bencana, diperlukan suatu sistem tanggap bencana yang

berfungsi sebagai panduan tindakan dalam menghadapi bencana. Sistem tersebut

hendaknya efektif, efisien, terukur, dan tepat sasaran.

a. Efisien: sistem tanggap bencana harus ampuh dalam menanggulangi bencana di

setiap tahapan, disesuaikan dengan jenis dan tngkat bahaya yang ditimbulkan

b. Efektif : sistem tanggap bencana harus tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan

3
c. Terukur : semua ahapan dan tindakan harus terukur, yakni disesuaikan dengan

kapasitas dan sumber daya yang dimiliki

d. Tepat sasaran : sistem tnggap bencana harus sesuai dengan tujuan dan hasil akhir

yang diharapkan, artinya sistem tanggap bencana harus memuat kerangka tujuan

yang jelas sehinnga memiliki nilai fungsional yang positif dan dapat digunakan

secara berkelanjutan.

Secara sederhana sistem tanggap bencana meliputi empat tahapan :

a. Mitigation : pengurangan – pencegahan

Mitigation merupakan langkah memperingan resiko yang ditimbulkan oleh bencana.

b. Preparedness : perencanaan – persiapan

Merupakan kesiapsiagaan dalam menghadapi terjadinya bencana. Ada dua bagian

penting dalam kesiapsiagaan yakni adanya pereencanaan matang dan persiapan yang

memadai sehubungan dengan tingkat resiko bencana.

c. Response : penyelamatan – pertolongan

Pertama – tama indakan tanggap bencana bertujuan untuk menyelamatkan dan

menolong jiwa manusia baik secra personal, kelompok, maupun masyarakat

keseluruhan. Kedua, tindakan tanggap bencana bertujuan untuk menyelamatkan harta

benda yang berhubungan dengan kelangsungan hidup.

d. Recovery : pemulihan – pengawasan

Merupakan tahap pemulihan dari kerusakan yangb ditimbulkan oleh bencana. Dalam

tahap ini terbagi dua tahapan yakni pemulihan dan pengawasan yang bertujuan untuk

memulihkan kondisi seperti semula atau setidak – tidaknya menyesuaikan kondisi

pasca bencana untuk keberlangsungan hidup selanjutnya.

4
4. Model Manajemen Bencana

Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas

yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai implikasi

dari kejadian luar biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk

menghindarkan masyarakat dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan

munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan. Terdapat lima model manajemen

bencana yaitu:

a. Disaster management continuum model

Model ini mungkin merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-

tahap yang jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen

bencana di dalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation,

reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.

b. Pre-during-post disaster model

Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat

kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi,

dan setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management

continuum model.

c. Contract-expand model

Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada manajemen bencana

(emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness,

dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana.

Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana tahap

5
tertentu lebih dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain

seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.

d. The crunch and release model

Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi

bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan juga kecil

kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.

e. Disaster risk reduction framework

Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana

baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk

mengurangi risiko tersebut.

Pendekatan lain adalah lingkaran manajemen bencana (disaster management cycle)

yang terdiri dari dua kegiatan besar. Pertama adalah sebelum terjadinya bencana (pre

event) dan kedua adalah setelah terjadinya bencana (post event). Kegiatan setelah

terjadinya bencana dapat berupa disaster response/emergency response (tanggap

bencana) ataupun disaster recovery. Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana

dapat berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan disaster

mitigation (mengurangi dampak bencana). Ada juga yang menyebut istilah disaster

reduction, sebagai perpaduan dari disaster mitigation dan disaster preparedness (Makki,

2006).

Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24 tahun 2007

menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan

pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi”.

6
Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut mengandung dua pengertian

dasar yaitu:

a. Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus.

b. Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan yang

didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana, tanggap

darurat, dan rehabilitasi.

B. Konsep Api dan Kebakaran

1. Konsep Api

a. Teori Api

Pengertian nyala api menurut Direktorat pengawasan keselamatan kerja

(2001:16) adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu adanya cahaya

deang cukup dari udara dan panas yang cukup. Apabila salah satu unsur dari segitiga

tersebut tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi.

Akan tetapi dalan studi lanjut mengenai fisika dan kimia, menyatakan bahwa

peristiwa pembakaran mempunyai tambahan teori lagi yang disebut dengan bidang

empat api (tetrahedron of fire). Teori ini mengemukakan dimana sisi dasar yang

keempat yaitu adanya suatu rantai reaksi pembakaran yaitu CO, CO₂, SO₂, asap dan

gas.

b. Teori Segitiga Api (Triangel of Fire)

Untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur

pokok yaitu adanya unsur : bahan yang dapat terbakar (fuel), oksigen (O2) yang

cukup dari udara atau bahan oksidator dan panas yang cukup. Apabila salah satu

7
unsur tersebut tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan

terjadi.

Gambar 2.1 Segitiga Api


(Sumber: http://en.wikipedia.org)
c. Teori Piramida bidang Empat (Tetrahedron of Fire)

Fenomena pada suatu bahan yang terbakar adalah terjadi perubahan bentuk dan
sifat-sifatnya yang semula menjadi zat baru, maka proses ini adalah perubahan secara
kimia. Proses pembakaran ditinjau dengan teori kimia adalah reaksi satu unsur atau
satu senyawa dengan oksigen yang disebut oksidasi atau pembakaran. Produk yang
terbentuk disebut oksida.

Gambar 2.2 Fire Tetrahedron


(Sumber : http://www.exelgard.com.au)
2. Konsep Kebakaran

Kebakaran adalah reaksi kimia yang berlangsung cepat serta memancarkan

panas dan sinar. Reaksi kimia yang timbul termasuk jenis reaksi oksidasi. Menurut

8
Direktorat pengawasan keselamatan kerja Ditjen pembinaan pengawasan

ketenagakerjaan, 2001:8) Kebakaran adalah api yang tidak dikehendaki, boleh jadi

api itu kecil tetapi tidak dikehendaki adalah termasuk kebakaran.

Sedangkan menurut Depertemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul

Training Material K3 bidang penanggulangan kebakaran (1997) menyatakan bahwa,

kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat

dari suatu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api atau penyalaan. Bahan

bakar dapat berupa bahan padat, cair atau uap/gas akan tetapi bahan bakar yang

terbentuk uap dan cairan biasanya lebih mudah menyala.

3. Penyebab terjadinya kebakaran

Pada umumnya penyebab kebakaran bersumber pada 3 (tiga) faktor yaitu :

a. Faktor manusia

Manusia sebagai salah satu faktor penyebab kebakaran antara lain:

1) Pekerja

a) Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan

kebakaran.

b) Menempatkan barang atau menyusun barang yang mungkin terbakar tanpa

menghiraukan norma – norma pencegahan kebakaran.

c) Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan, melebihi kapasitas yang telah

ditentukan.

d) Kurang memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin.

e) Adanya unsur – unsur kesengajaan.

2) Pengelola

9
a) Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja.

b) Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja.

c) Sistem dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik, terutama kegiatan

dalam bidang kegiatan penentuan bahaya, penerangan bahaya dan lain –

lain.

d) Tidak adanya standar atau kode yamg dapat diandalkan atau penerapannya

tidak tegas, terutama yang menyangkut bagian kritis peralatan.

e) Sistem penanggulangan bahaya kebakaran yang tidak diawasi secara baik.

b. Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan

1) Proses fisik/mekanis

Yaitu dimana 2 (dua) faktor penting yang menjadi peranan dalam proses

ini ialah timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api akibat

pengetesan benda – benda maupun adanya api terbuka, misalnya pekerjaan

perbaikan dengan menggunakan mesin las.

2) Proses kimia

Yaitu dapat terjadi kebakaran pada waktu pengangkutan bahan – bahan

kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan (handling) tanpa memperhatikan

petunjuk – petunjuk yang ada.

3) Tegangan listrik

Banyak titik kelemahan pada instalasi listrik yang dapat mendorong

terjadinya kebakaran yaitu karena hubungan pendek yang menimbulkan panas dan

bunga api yang dapat menyalakan dan membakar komponen lain.

10
c. Faktor Alam

Salah satu faktor penyebab adanya kebakaran dan peledakan akibat faktor

alam adalah : Petir dan gunung meletus yang dapat menyebabkan kebakaran hutan

yang luas dan juga perumahan – perumahan yang dilalui oleh lahar panas dan lain –

lain.

b. Fenomena kebakaran

Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal terjadinya

penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapa fase tertentu seperti source

energy, initiation, growth, flashover, full fire dan bahaya-bahaya spesifik pada peristiwa

kebakaran seperti : back draft, penyebaran asap panas dan gas dll. Tahapan - tahapan

tersebut antara lain:

1. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api/kebakaran, tetapi yang pasti

ada sumber awal pencetusnya (source energy), yaitu adanya potensi energi yang

tidak terkendali.

2. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat terbakar, maka

akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation) bermula dari sumber api/nyala yang

relatif kecil

3. Apabila pada periode awal lebakaran tidak terdeteksi, maka nyala api akan

berkembang lebih besar sehingga api akan menjalar bila ada media disekelilingnya

4. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas kesemua arah secara

konduksi, konveksi dan radiasi, hingga pada suatu saat kurang lebih sekitar setelah 3-

11
10 menit atau setelah temperatur mencapai 300ºC akan terjadi penyalaan api serentak

yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai pecahnya kaca

5. Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut periode kebakaran mantap

(Steady/full development fire). Temperatur pada saat kebakaran penuh dapat

mencapai 600-1000ºC. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada

temperatur 700ºC. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang setelah terbakar

lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk digunakan

6. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan berkurang/surut

berangsur-angsur akan padam yang disebut periode surut.

4. Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran ialah penggolongan atau pembagian kebakaran berdasarkan

jenis bahayanya, dengan adanya klasifikasi tersebut akan lebih mudah, cepat dan lebih

tepat dalam pemilihan media pemadam yang digunakan untuk memadamkan kebakaran.

Dengan mengacu pada standar (Depnaker, Traning Material K3 bidang penanggulangan

kebakaran :1997:14).

Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2004:24) terdapt dua versi

standar klasifikasi jenis kebakaran yang sedikit agak berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran

menurut standar inggris yaitu LPC (Loss Prevention Committee) menetapkan klasifikasi

kebakaran dibagi dalam dua klas A, B, C, D, E sedangkan Standar Amerika yaitu NFPA

(National Fire Prevention Assosiation), menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas

A, B, C, D pengklasifikasian menurut jenis material yang terbakar seperti berikut:

a. Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, tekstil, plastik dan sejenisnya

b. Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, tekstil, plastik dan sejenisnya

12
c. Bahan cair dan gas, seperti bensin, solar, minyak tanah, aspal, gemuk alkohol gas

alam, gas LPG dan sejenisnya

d. Bahan cair, seperti bensin, solar, minyak tanah dan sejenisnya

e. Peralatan listrik yang bertegangan

f. Bahan gas, seperti gas alam, gas LPG

g. Bahan logam, seperti Magnesium, aluminium, kalsiun dan lain – lain D Bahan

logam, seperti magnesium, aluminium, kalsium dan lain – lain

h. Peralatan listrik yang bertegangan

Sedangkan Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan

menteri tenaga kerja dan Transmigrasi No.Per.04/MEN/1980 yang pembagiannya adalah

sebagai berikut :

a. Kelas A : Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan

sendirinya, kebakaran kelas A ini akibat panas yang datang dari luar, molekul –

molekul benda padat terurai dan membentuk gas dan gas lainlah yang terbakar, hal

kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya mengurai lebih banyak molekul –

molekul dan menimbulkan gas akan terbakar. Sifat utama dari kebakaran benda padat

adalah bahan bakarnya tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak

sekali dalam bentuk bara.

b. Kelas B : Seperti bahan cairan dan gas tak dapat terbakar dengan sendirinya diatas

cairan pada umunya terdapat gas, dan gas ini yang dapat terbakar. Pada bahan bakar

cair ini suatu bunga api kecil sanggup mencetuskan api yang akan meninbulkan

kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah mengalir dan menyalakan api ketempat

lain.

13
c. Kelas C : Kebanyakkan pada peralatan listrik yang bertegangan, yang mana

sebenarnya kelas C ini tidak lain kebakaran kelas A dan kelas B atau kombinasi

dimana ada aliran listrik. Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media

pemadam yaitu tidak menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan

kebakaran dari aliran listrik.

d. Kelas D : Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium, sodium. Lithium,

dan potassium. Pada kebakaran jenis ini perlu dengan alat atau media khusus untuk

memadamkannya.

5. Aspek bahaya dan akibat dari kebakaran

Peristiwa kebakaran adalah kejadian yang sangat merugikan bagi manusia secara

individual, kelompok sosial, maupun negara. Secara keseluruhan kerugian dapat berupa

korban manusia, kerugian harta benda ekonomi maupun dampak sosial. (Depertemen

Tenaga Kerja, 1997). Peristiwa kebakaran yang terjadi dapat menimbulkan beberapa

bahaya, antara lain :

a. Bahaya radiasi panas

Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkannya merambat dengan

cara radiasi, sehingga benda – benda sekelilingnya menjadi panas, akibatnya benda

tersebut akan menyala jika titik nyalanya terlampaui. Untuk menghindari hal tersebut,

upaya pendinginan harus dilakukan saat proses pemadaman.

b. Bahaya ledakan

Bahaya ledakan dapat terjadi saat kebakaran, diantara bahan yang terbakar

dan mudah meledak, misalnya terdapat tabung gas bertekanan. Pada saat pemadaman,

harus diupayakan agar selalu waspada akan bahaya ledakan yang mungkin terjadi.

14
c. Bahaya asap

Suatu peritiwa kebakaran akan selalu menimbulkan asap yang ketebalannya

tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan temperatur kebakaran tersebut.

Adapun bahaya akibat asap antara lain :

1) Pada suatu ruangan tertutup, ketebalan asap akan mengganggu pandangan yang

berakibat kehilangan arah saat penyelamatan diri dan tertutupnya tanda arah

keluar sehingga orang tersebut terjebak dalam kebakaran.

2) Keberadaan asap akan mengurangi konsentrasi, oksigen diudara, sehingga akan

mengganggu pernapasan.

d. Bahaya gas

Adanya gas berbahaya dan beracun sebagai produk pembakaran, bahan kimia,

atau bahan lainnya harus diwaspadai. Gas tersebut dapat menyebabkan iritasi, sesak

napas, bahkan menimbulkan racun yang mematikan sebagaimana dinyatakan oleh

Colling (1990) bahwa “Gas beracun yang biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran

yaitu HCN, NO₂, NH₃, HCl, dan lain – lain. Gas beracun tersebut dapat meracuni

paru – paru dan menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan mata. Sedangkan

gas lain yang beracun, seperti CO₂ dan H₂S dapat mengurangi kadar oksigen diudara.

Pada keadaan normal, kadar oksigen diudara sekitar 21 %, kadar oksigen diudara

akan berkurang pada saat terjadi kebakaran karena oksigen diudara kurang dari 16 %,

orang akan lemas dan tidak dapat mengenali bahaya yang ada disekitarnya.

Sedangkan pada kadar 12 % orang tidak akan bertahan hidup.

15
6. Jenis Media Pemadaman Kebakaran

1) Hydrospray

Alat pemadam dengan air ini umumnya digunakan untuk kebakaran kelas A.
Alat ini biasanya dilengkapi dengan penera untuk mengetahui tekanan air. Penera
berwarna hijau menunjukkan alat aman untuk digunakan, sedangkan warna merah
menunjukkan tekanan sudah berkurang.

2) Drychemical Powder

Jenis bubuk kering digunakan untuk kelas A,B, C dan D, sedang sifat
pemadaman jenis bubuk kering antara lain :
a) Menyerap panas dan mendinginkan obyek yang terbakar.

b) Menahan radiasi panas.

c) Bukan penghantar arus listrik.

d) Menutup dengan cara melekat pada obyek yang terbakar karena adanya reaksi

kimia bahan tersebut saat terjadi kebakaran (reaksi panas api).

e) Menghambat terjadinya oksidasi pada obyek yang terbakar.

f) Tidak berbahaya.

g) Efek samping yang muncul adalah debu dan kotor.

h) Dapat berakibat korosi dan kerusakan pada mesin ataupun perangkat elektronik.

i) Sekali pakai pada tiap kejadian.

16
3) Gas Cair Hallon Free/AF 11/Halotron 1

Alat pemadam gas cair ini bisa digunakan untuk semua jenis klasifikasi
kebakaran. Sifat alat pemadam ini antara lain :
 Bukan penghantar listrik

 Tidak merusak peralatan

 Non Toxic (tidak beracun)

 Bersih tidak meninggalkan bekas.

 Memadamkan api dengan cara mengikat O2 disekitar area kebakaran

 Penggunaan yang multi purpose (semua klas kebakaran)

 Bisa digunakan berulang-ulang

 Lebih tepat digunakan di dalam ruangan

4) Carbon dioksida

Racun api CO2 ini cocok dan efektif digunakan untuk pemadaman api kelas B
dan C. Sifat-sifatnya antara lain :
a. Bersih tidak meninggalkan bekas.

b. Non Toxide (tidak beracun).

c. Bukan penghantar listrik.

d. Tidak merusak peralatan (elektronik / mesin)

e. Cara pemadaman dengan mendinginkan dan menyelimuti obyek yang terbakar.

f. Tepat untuk area generator dan instalasi listrik.

17
g. Tekanan kerja sangat besar.

5) Racun Api Busa

Racun api berupa busa hanya digunakan untuk jenis kebakaran kelas A dan B. Cara
kerjanya menyelimuti dan membasahi obyek yang terbakar. Jika obyek yang terbakar
benda cair, racun api busa ini bekerja menutup permukaan zat cair. Sifat lainnya yaitu
penghantar arus listrik sehingga tidak dapat digunakan pada ruang yang berisi
peralatan komponen listrik.
6) Fire Sprinkler System

Alat ini biasanya terinstal didalam gedung dan bersifat mengandung Hg. Mekanisme
kerja sprinkler yaitu secara otomatis akan mengeluarkan air bila kepala sprinkler
terkena panas. Prinsip dasar alat ini adalah mampu menyerap kalor yang dihasilkan
dari bahan yang terbakar.
7) Hydrant

Digunakan untuk jenis api kelas A dan B. Secara ringkas, penggunaan media racun
api berdasarkan klasifikasi bahan terbakar jadi begini
:

Agar bisa bekerja cepat dalam keadaan darurat perlu diperhitungkan persyaratan dan cara
pemasangan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) yang antara lain :

18
1) Tempat mudah dilihat dan dijangkau, tidak boleh digembok atau diikat mati.

2) Jarak jangkauan maksimum 15 m.

3) Tinggi pemasangan maksimum 125 cm.

4) Jenis media dan ukuran sesuai dengan klasifikasi kebakaran dan beban api.

5) Diperiksa secara berkala.

6) Bisa diisi ulang (Refill).

7) Kekuatan konstruksi terstandar

Usaha Preventif Tanggap Kebakaran


1) Penyuluhan dan pelatihan tentang pemadam kebakaran

2) Adanya SOP cara pengoperasian pada tabung pemadam

3) Pastikan listrik/api telah padam sebelum meniggalkan laboratorium

4) Usahakan bak kamar mandi selalu penuh

Cara pelaksanaan pemadaman


1) Selalu siap mental dan jangan panik

2) Perhatikan arah angin (dengan melihat lidah api)

3) Membelakangi arah angin menghindar dari sisi lain

4) Semprotkan/arahkan pada sumber api

5) Harus tahu jenis benda yang terbakar

6) Usahakan mengatur dan menahan nafas

Sedangkan prosedur emergensi evakuasi seperti berikut :


1) Bunyikan / tekan alarm terdekat

2) Keluar lewat pintu terdekat

3) Berkumpul ditempat yang berjarak minimal 30 meter dari sumber kebakaran

4) Beritahu petugas emergensi mengenai orang-orang yang ada didalam

19
5) Beritahu petugas emergensi mengenai alasan pengosongan ruangan

7. Cara Mencegah Kebakaran Karena Listrik:


a. Jangan menumpuk stop kontak pada satu sumber listrik. Gunakan pemutus arus listrik

(sekering) yang sesuai dengan daya tersambung, jangan dilebihkan atau dikurangi.

b. Kabel-kabel listrik yang terpasang di dalam rumah jangan dibiarkan ada yang

terkelupas atau dibiarkan terbuka. Perbaiki dan lindungi kabel-kabel tersebut, kalau

perlu diganti saja.

c. Jauhkan sumber-sumber listrik seperti stop kontak, saklar dan kabel-kabel listrik dari

jangkauan anak-anak.

d. Biasakan menggunakan material listrik, seperti kabel, saklar, stop kontak, steker

(kontak tusuk) yang telah terjamin kualitasnya dan berlabel SNI (Standar Nasional

Indonesia), LMK (Lembaga Masalah Kelistrikan) atau SPLN (Standar PLN).

e. Pangkaslah sebagian daun, ranting dan cabang dari pepohonan yang berada di

halaman rumah, jika bagian pohon itu sudah mendekati atau menyentuh jaringan

listrik.

f. Hindari pemasangan antene televisi yang terlalu tinggi yang bisa mendekati atau

menyentuh jaringan listrik.

g. Gunakan listrik yang memang hak untuk bangunan atau rumah kita. Jangan sekali-

kali mencoba mencantol listrik, mengutak-atik KWH Meter atau menggunakan listrik

secara tidak sah.

h. Biasakanlah untuk bersikap hati-hati, waspada dan tidak ceroboh dalam

menggunakan listrik.

20
i. Jangan bosan-bosan untuk mengingatkan anak-anak kita agar tidak bermain layang-

layang di bawah atau di dekat jaringan listrik.

j. Bisa ditambahkan disini adalah pemasangan ELCB (earth leakage circuit breaker)

yang sekarang telah banyak digantikan dengan GFI (ground fault interrupter) atau

RCD (residual-current device). Piranti ini fungsinya untuk memutuskan hubungan

apabila ada kebocoran arus listrik atau apabila ada orang yang tersengat listrik.

Kebanyakan piranti ini dipasang di kamar mandi (stop kontak untuk hair dryer atau

electric shaver/pencukur kumis) atau service room (tempat mesin cuci), yang pada

umumnya memiliki lantai basah.

8. Tindakan Pengamanan Kebakaran Akibat Listrik


Tindakan pengaman, sangat dibutuhkan untuk mengurangi bahaya akibat kebakaran
listrik. Kita dapat melakukan tindakan sebagai berikut :
Secara rutin memeriksa peralatan listrik dan kabel.
a. Kabel tegang dapat menyebabkan kebakaran. Ganti semua kabel peralatan usang, tua

atau rusak segera.

b. Ganti alat listrik jika menyebabkan sengatan listrik bahkan kecil, terlalu panas, celana

pendek keluar, atau mengeluarkan asap atau percikan api.

c. Jauhkan peralatan listrik dari lantai yang basah dan counter; membayar perawatan

khusus untuk peralatan listrik di kamar mandi dan dapur.

d. Beli produk listrik dievaluasi oleh laboratorium yang diakui secara nasional, seperti

Underwriters Laboratories (UL).

e. Jika sebuah alat memiliki steker tiga cabang, menggunakannya hanya di outlet tiga

slot. Jangan pernah memaksa untuk masuk ke stopkontak dua-slot atau kabel ekstensi.

21
f. Jangan biarkan anak bermain dengan atau sekitar peralatan listrik seperti pemanas

ruang, besi, dan pengering rambut.

g. Gunakan penutupan keselamatan untuk "bukti anak" outlet listrik.

h. Gunakan kabel ekstensi listrik dengan bijak; tidak pernah overload kabel ekstensi

atau soket dinding.

i. Segera mematikan, kemudian secara profesional mengganti, saklar lampu yang panas

untuk disentuh dan lampu yang berkedip.

22

You might also like