Bab I

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-
negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang
menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan
ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidak tepatan individu dalam berprilaku
yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan
karena mereka tidak produktif. (Hawari, 2001)
Prevalensi gangguan waham menetap di dunia sangat bervariasi, berdasarkan beberapa
literatur, prevalensi gangguan waham menetap pada pasien yang dirawat inap dilaporkan
sebesar 0,5-0,9% dan pada pasien yang dirawat jalan, berkisar antara 0,83-1,2%. Sementara,
pada populasi dunia, angka prevalensi dari gangguan ini mencapai 24-30 kasus dari 100.000
orang (Ariawan dkk, 2014). angka kejadian ini merupakan penderita yang sudah
terdiagnosa. Pasien rawat inap yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan
gangguan psikotik dengan gejala curiga berlebihan, sikap eksentrik, ketakutan, murung,
bicara sendiri, galak dan bersikap bermusuhan. Gejala ini merupakan tanda dari skizofrenia
dengan perilaku waham sesuai dengan jenis waham yang diyakininya (medical record,
2010).
Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman diri, rasa
tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan yang tidak
kunjung sampai, merupakan sumber dari waham. Waham dapat berkembang jika terjadi
nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati yang mendalam (Kartono, 1981).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian waham ?
2. Apa penyebab waham ?
3. Apa jenis-jenis waham ?
4. Bagaimana tindakan keperawatan tentang pasien waham ?
5. Bagaimana konsep asuhan keperawatan tentang pasien waham ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran umum tentang penerapan proses asuhan keperawatan


terhadap klien dengan gangguan alam perasaan (waham).
2. Tujuan Khusus

a. Perawat mampu melaksanakan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan alam


perasaan.
b. Perawat mampu menyusun diagnosa keperawatan sesuai dengan hasil pengkajian
c. Perawat mampu menyusun perencanaan keperawatan terhadap pasien dengan keluhan
gangguan alam perasaan dengan kebutuhan pasien.
d. Perawat mampu melakukan intervensi tindakan yang nyata sesuai dengan perencanaan
tindakan keperawatan dan prioritas masalah.
e. Perawat mampu menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan
memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari
masalah tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Waham
Waham adalah keyakinan yang salah, dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar
dalam realitas. Klien memegang keyakinan ini dengan kepastian total, langsung, dan segera.
Karena klien percaya pada ide waham, ia akan bertindak sesuai dengan ide tersebut.
Keyakinan waham ini tidak tergoyahkan oleh informasi atau fakta dari luar dan yang
bertentangan. Waham merupakan gejala positif dari skizofrenia (Videbeck, 2008).
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus
namun tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, 2011).
Waham adalah keyakinan seseorang yang salah dan tidak tetap sesuai dengan
pengetahuan atau latar belakang budaya. Seorang individu mempunyai keyakinan rasa
dendam yang dibuktikan secara nyata bahwa itu salah atau tidak masuk akal (Townsend,
2014).
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan
keyakinan tersebut mungkin “aneh” atau bisa pula tidak aneh hanya sangat tidak mungkin
dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk
mengoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk
waham sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui
wahan disorganisasi dan waham tidak sistematis (Tomb, 2004).

B. Etiologi
1. Teori Psikodinamika
Teori psikoanalitik berfokus pada hubungan anak dan orang tua, yang tidak
memuaskan sejak dini, dengan proses berduka yang tak terselesaikan. Ini mengakibatkan
individual terfiksasi pada tahap marah, dari proses berduka, dan mengarahkannya ke diri
sendiri. Ego tetap lemah sementara superego menjadi luas dan menjadi sifat
menghukum.
Teori kognitif menunjukkan keyakinan bahwa depresi terjadi sebagai akibat dari
gangguan kognitif, menimbulkan evaluasi negatif tentang diri selama proses pikir

3
terganggu. Individu menjadi pesimis dan memandang diri terhadap berharga dan tidak
adekuat, serta hidup dalam keputusasaan.
2. Teori Biologi
Karena adanya beberapa kekuatan/pengaruh dari beberapa penyakit keluarga yang
mempunyai gejala yang sama.
3. Teori Dinamika Keluarga
Karena orang tua yang terlalu pemarah, menuntut dan kaku, tidak percaya pada diri
sendiri, mudah tersinggung.

Rentang respon neurologist :

Respon adaptif Respon maladaptif


 Pikiran logis  Pikiran kadang  Kelainan pikiran/
 Persepsi akurat terganggu delusi
 Emosi konsisten  Ilusi  Halusinasi
dengan pengalaman  Reaksi emosional  Delusi
 Perilaku cocok berlebih  Ketidakmampuan
 Hubungan seksual  Perilaku ganjil untuk mengalami
 Menarik diri emosi
 Isolasi sosial

C. Jenis-Jenis Waham
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya ini pejabat di departemen kesehatan”
2. Waham curiga
Meyakini bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/ mencederai
dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya tahu, anda
ingin menghancurkan hidup saya karena iri dengan kesuksesan saya”.
3. Waham agama

4
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali
tetapi tidak seseuai kenyataan. Contoh “kalau saya mau masuk surga saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari”.
4. Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya sakit kanker”. Setelah
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus
mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh “ini kan alam kubur, semua yang ada di
sini adalah roh-roh” (Videbeck, 2008)
6. Waham referensi atau gagasan rujukan
Mencakup keyakinan klien bahwa tanyangan televisi, musik, atau artikel surat kabar
memiliki makna khusus bagi dirinya. Contoh “klien mungkin melaporkan bahwa
presiden berbicara langsung dengannya dalam sebuah tayangan berita atau pesan-pesan
khusus dikirim melalui artikel surat kabar”.(Tomb, 2004)
7. Waham penyiaran pikiran
Keyakinan bahwa orang lain dapat mendengar pikiran mereka
8. Waham penyisipan pikiran
Keyakinan bahwa pikiran orang lain dimasukkan ke dalam benak pasien

D. Diagnosis keperawatan (Keliat, 2011).


Diagnosis keperawatan yaitu gangguan proses pikir (waham)

E. Tindakan keperawatan (Keliat, 2011).


Tujuan Tindakan :
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Pasien menggunakan obat secara teratur
c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
d. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan

5
Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya. Tindakan yang harus anda lakukan dalam rangka
membina hubungan saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam teurapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Bantu orientasi realita
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-haei
4) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan
dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya
5) Fokuskan pembicaraan pada realitas (mis, memanggil nama pasien), menjelaskan hal
yang sesuai realita
6) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realita
c. Diskusikan kebutuhan psikologis/ emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan
kecemasan, rasa takut, dan marah.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien
e. Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
f. Berdiskusi tentang obat yang diminum
g. Melatih minum obat yang benar

F. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian :
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan
Ketidakmampuan, individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, misal
rasa saling percaya yang tidak terbina, kegagalan dalam mengungkap perasaan dan
pikiran.
b. Lingkungan

6
Yang tidak terapeutik sering mengancam dan menimbulkan cemas berkepanjangan.
c. Interaksi
1) Curiga merasa diawasi, kaku dan tidak toleran terhadap dirinya.
2) Yang perlu diantisipasi, yaitu memperhatikan dalam perubahan penampilan,
persepsi dan isi pikir.
3) Tidak mampu memfokuskan pikiran dan tidak terselesaikan, tidak mampu
mengorganisasikan pikiran untuk menyelesaikan masalah
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor internal
Merasa gagal, kehilangan sesuatu yang bermakna, secara berulang dan ketakutan
karena adanya penyakit fisik.
b. Faktor eksternal
Adanya trauma/serangan fisik, kehilangan hubungan penting dengan orang yang
berarti dan adanya kritikan dari orang lain.
c. Faktor biokimia
Kadar dopamine yang meningkat di atas, kelebihan dopamin akibat meningkatnya
produksi dan pelepasannya.
3. Faktor perilaku
a. Dimensi fisik
1) Nutrisi tidak adekuat terhadap delusi yang menyiksa.
2) Kesukaran tidur
3) Kesenangan dan keindahan, kurang perhatian ketika area pada delusi.
4) Aktivitas tidak fungsional.
Kebiasaan pengobatan menolak tidak menurut aturan hidup karena takut akan
membahayakan (waham penganiayaan)

5) Perilaku destruktif
1) Kurang pengontrolan pikiran berdasarkan delusi.
2) Usaha bunuh diri
3) Pembunuhan

b. Dimensi emosional

7
1) Ekspresi emosi, kadang-kadang tidak ada
2) Takut yang berlebihan
3) Mencurigai orang lain/tidak percaya pada orang lain
4) Kasar, tidak menghargai, sukar marah
5) Terlihat bingung dan senang berfantasi
6) Merasa bersalah
7) Bermusuhan
c. Dimensi sosial
1) Percaya diri tidak realistik
2) Curiga
3) Menarik diri dan isolasi
4) Merasa dirinya orang terkenal/hebat.
d. Dimensi spiritual
1) Kepercayaan yang berlebihan
2) Tidak mampu menikmati hidup
3) Merasa dirinya Tuhan
4. Mekanisme koping
a. Denial : menghindari kenyataan yang tidak diinginkan.
b. Proyeksi : mengatakan harapan, pikiran, perasaan, motivasi sendiri sebagai harapan.
c. Disosiasi : memisahkan diri dari lingkungan.

G. Strategi Pelaksanaan (Keliat, 2011).


a. Sp 1 pasien : membina hubungan saling percaya: mengidentifikasi kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan dan latihan orientasi realita
Contoh percakapan
Fase orientasi
“assalamu’alaikum A, perkenalkan nama saya N, saya perawat yang berdinas pagi hari
ini di ruang melati, saya dinas dari pukul 08-14.00 nanti, saya yang akan merawat A hari
ini, nama panjang A siapa dan senag dipanggil apa ?
“Bisa kita berbincang-bincang hari ini tentang apa yang A rasakan sekarang ?
“Berapa lama A mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 15 menit saja ?”

8
Fase Kerja
“saya mengerti A merasa bahwa A adalah seorang presiden, tetapi sulit bagi saya untuk
mempercayainya karena setau saya presiden negara kita sekarang adalah bapak J dan
sedang berada di ibu kota negara kita, bisa kita lanjutkan pembicaraan kita yang
terputus tadi A ?
“Tampaknya A merasa gelisah, bisa A ceritakan apa yang A rasakan ?
“O... jadi A merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk
mengatur diri A sendiri?”
“Siapa menurut A yang sering mengatur-atur diri A?”
“Jadi teman A yang terlalu mengatur-atur ya A, juga adik A yang lain?”
“Kalau A sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus A sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut A.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya A ingin ada kegiatan di luar rumah sakit karena
bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
Fase Terminasi
“Bagimana perasaan A setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini A coba lakukan, setuju A?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah A miliki?”
“A mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja A?”

b. Sp 2 pasien : mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar


Contoh percakapan
Fase Orientasi
“Assalamualaikum A.” “Bagaimana A, bagaimana kabarnya hari ini ?.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus A
minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang A?”
“Berapa lama A mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit saja?”

9
Fase Kerja
“A berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?”
“A perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam , yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang,
yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya
HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi,
jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut A terasa kering, untuk membantu mengatasinya A
bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini A mengecek dulu label dikotak obat apakah benar nama A
tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum
dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya A tidak menghentikan
sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”
Fase Terminasi :
“Bagaiman perasaan A setelah kita becakap-cakap tentang obat yang A minum? Apa
saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat
makan minta sendiri obatnya pada perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya A
“Abesok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya A.”

c. Sp 3 pasien : menjelaskan dan melatih cara memenuhi kebutuhan dasar


Contoh percakapan
Fase orientasi
“assalamu’alaikum A, bagaimana perasaannya saat ini ? bagus!
Bagaimana kalau kita bicarakan tentang kebutuhan A saat ini ?
Dimana enaknya kita berbincangbincang ?

10
Berapa lama A mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 20 menit tentang hal
tersebut?
Fase kerja
“apa saja kegiatan A saat ini ?
Wah.. rupanya A banyak juga kegiatannya ya
Bisa A ceritakan lagi kegiatan A dari bangun tidur hingga malam ?
Wah.. bagus sekali apa yang sudah A lakukan
Nah, A sepertinya belum mandi ya ? rambutnya juga masih kusut. Bagaimana kalau saya
ajarkan A untuk mandi dan menyisir rambut.
Ya seperti itu A”
Fase terminasi
“bagaimana perasaan A setelah kita bercakapcakap dan berlatih mandi dan merapikan
diri?
Setelah ini coba A lakukan lagi ya dan bagaimana kalau kita masukkan ke dalam jadwal
harian
Besok kita ketemu lagi ya A
Besok kita akan membahas tentang hobi A, baik A mau kita berbincang disini saja ?
Baik A kalau begitu saya permisi dulu

d. Sp 4 pasien : mengidentifikasi kemampuan positif yang dimilikinya dan membantu


mempraktekkannya
Contoh percakapan
Fase Orientasi :
“Assalamualaikum A, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah A sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran A?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi A tersebut?”
“Berapa lama A mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
Fase Kerja :
“Apa saja hobi A? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya A pandai merajut ya.”

11
“Bisa A ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar merajut, siapa yang dulu
mengajarkannya kepada A, dimana?”
“Bisa A peragakan kepada saya bagaimana cara merajut yang bagus itu.”
“Wah, bagus sekali . Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan A ini. Berapa
kali sehari/seminggu A mau merajut?”
“Apa yang A harapkan dari kemampuan merajut ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan A yang lain selain merajut?”
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan A setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan kemampuan
A?”
“Setelah ini coba A lakukan latihan merajut sesuai dengan jadwal yang telah kita buat
ya?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”

H. Pohon Diagnosis (Direja, 2011)


Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Perubahan Sensori Waham

Isolasi Sosial Menarik Diri

Harga Diri Rendah Kronis

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Waham adalah keyakinan yang salah, dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar
dalam realitas. Klien memegang keyakinan ini dengan kepastian total, langsung, dan segera.
Karena klien percaya pada ide waham, ia akan bertindak sesuai dengan ide tersebut.
Keyakinan waham ini tidak tergoyahkan oleh informasi atau fakta dari luar dan yang
bertentangan. Waham merupakan gejala positif dari skizofrenia
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus
menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan
Jenis-jenis waham : waham kebesaran, waham curiga, waham agama, waham somatic,
waham nihilistic, waham referensi atau gagasan rujukan, waham penyiaran pikira, dan
waham penyisipan pikiran

B. Saran
Agar dapat memberikan dukungan mental dan seoptimal pada pasien dalam proses
penyembuhan dan mampu merawat pasien di rumah agar tidak kambuh lagi hari ini.
Dikarenakan keluarga sangat besar pengaruhnya dalam memotivasi pasien untuk cepat
sembuh dan meningkatkan harga diri pasien serta kepercayaan pasien

13
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A.H.S. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika. Yogyakarta

Tomb, D.A. (2003). Buku Saku Psikiatri. EGC. Jakarta

Keliat, Budu Anna. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta.

Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC. Jakarta

Dalami, E. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.TIM. Jakarta

Keliat, Anna Budi. Akemat. Helena, Novy, dkk. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Care). Jakarta: EGC
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta: FKUI.
Ariawan D, Made. Ratep, Nyoman. Westa, Wayan. GANGGUAN WAHAM MENETAP
PADA PASIEN DENGAN RIWAYAT PENYALAHGUNAAN GANJA: SEBUAH
LAPORAN KASUS. 2014. [Diakses: 16 Sept 2014]
Kartono, Kartini. 1981. Patologi Sosial – jilid 1. Bandung: Rajagrafindo Persada.

14

You might also like