Professional Documents
Culture Documents
Amelia B 29
Amelia B 29
NIM : 04011381320072
ANALISIS MASALAH
1. Tn. Ambu 3 bulan yang lalu pernah dirawwat di RSUD kabupaten SIngaruju dengan
penyakit kencing manis yang memang telah bertahun-tahun dia alami. Terakhir
kunjungannya ke RSUD tersebut 1 bulan yang lalu dan setelah itu tn. Ambu dirujuk balik
ke puskesmas Merpati di desanya. PUskesmas Merpati adalah puskesmas kecamatan
dengan tenaga kesehatan dan perlatan yang lengkap dan sudah terakreditasi, sehingga
pelayanan pun dapat dilakukan secara baik. Dr. Amri adalah dr. fungsional di puskemsmas
Merpati, menerima rujuk balin tn. Ambu dan menanganinya secar baik sesuai dengan SOP
yang ada di puskesmas tersebut. Setelah lengkap melakukan pemeriksaan, dr. amri
melaporkan kasus tn. Ambu pada Mirna (pimpinan puskesmas Merpati) yang kemudian
meminta dr. Amri menangani tn. Ambu seperti yang telah biasa mereka lakukan bila ada
kasus-lasus seperti ini. Dr. Mirna meminta kepada dr. Amri untuk menangani kasus tn.
Ambu dengan memakai prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga.
a. Bagaimana SOP penangan kasus non infeksius (DM) setelah di rujuk balik ke
puskesmas?( lebih ke teknis pengobatan)
Pelayanan program rujuk balik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
seseorang yang memiliki penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan
asuhan perawatan dan pengobatan jangka panjang di layanan faskes pertama.
Tindak lanjut atas rujukan balik dari fasyankes tingkat dua
1. Prosedur klinis
1. Menerima kembali rujukan balik di fasyankes tingkat pertama, dari fasyankes
tingkat dua, dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Fasyankes tingkat pertama dseharusnya sudah menerima informasi tentang
rencana rujukan balik pasien dari fasyankes terujuk, melalui perangkat
komunikasi yang tersedia (telepon radio-medik, dll).
b. Atas infromasi yang didapat dari surat rujukan balik yang diserahkan
pasien/keluarga, fasankes tingkat pertama, menyusun rencana tindak lanjut
pelayanan pasien berdasar saran-saran dalam surat jawaban rujukan balik
c. Dilakukannya pelayanan pasien rujukan balik sesuai rencana
d. Menindaklanjuti saran fasyankes rujukan yang berkaitan dengan
penyakit/masalah kesehatan pasien yang kemungkinan berkaitan ataupun
berdampak terhadap kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungannya
e. Dalam memantau ondisi perkembangan kesehatan pasien, maka dokter dan
tenaga keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya di fasyankes tingkat
pertama, akan berkolaborasi dalam pelayanan tindak lanjut pasien dan
lingkungannya, baik pelayanan di fasyankes tingkat pertama ataupun tindak
lanjutnya di rumah pasien.
f. Untuk pasien rujukan balik yang harus dirujuk ulang fasyankes tingkat
pertama mempersiapkan pasien/keluarganya untuk dapat dirujuk ulang ke
fasyankes rujukan
2. Prosedur administratif
1. Dilakukan sejalan dengan prosedur teknis pada pasien rujukan balik:
a. Melengkapi catatan rekam medis dan keperawatan pasien semula saat
dirujuk, dengan:
Catatan dari balasan surat rujukan balik fasyankes rujukan
Catatan dari pelayanan tindak lanjut yang dilakukan fasyankes tingkat
pertama atas saran yang diberikan dalam surat balasan rujukan balik
b. Memasukkan dalam register pelayanan pasien sebagai dokumentasi serta
bahan penyusunan laporan fasyankes perujuk
c. Membuat laporan penyelenggaraan system rujukan, khususnya rujukan balik
pasien dari fasyankes dua dan lainnya
2. Data yang berhubungan dengan pengiriman pasien rujukan dan data tentang
pasien rujukan balik, akan menjadi bahan untuk melakukan evaluasi kinerja
baik secara mandiri maupun dengan bantuan supervisor, dalam rangka
perbaikan dan peningkatan kinerja.
3. Prosedur operasional
1. Setiap pasien yang dirujuk ke fasyankes yang lebih mampu perlu dipantau
kemajuan/penanganannya di fasyankes tujuan rujukan, sehingga fasyankes tingkat
pertama mengetahui kondisi pasien yang dirujuk dan berupaya untuk tahu kapan
akan dirujuk balik dari fasyankes tingkat dua, dalam kondisi bagaimana, yang
datanya dapat diperoleh dari fasyankes rujukan.
2. Dengan demikian fasyankes tingkat pertama siap menerima kembali rujukan balik
pasien yang dikirimkan sebelumnya. Fasyankes tingkat pertama bersama
fasyankes tingkat dua memfasilitasi pasien dalam proses rujukan balik pasien
3. Memfasilitasi berfungsinya system rujukan secara timbale balik
berkesinambungan melalui pemantauan penyelenggaraan rujukan pasien dan
rujukan baliknya.
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis
dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat
antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat antihiperglikemia oral dapat
diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan
dekompensasi metabolik berat, misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria,harus segera dirujuk ke Pelayanan
Kesehatan Sekunder atau Tersier.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri
tersebut dapat dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus.
Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi
tingkat lanjutan.
Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang
meliputi:
1) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan.
3) Penyulit DM dan risikonya.
4) Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral atau
insulin serta obat-obatan lain.
6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
7) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
9) Pentingnya perawatan kaki.
10) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah memenuhi anjuran:
1) Mengikuti pola makan sehat.
2) Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
3) Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara aman dan
teratur.
4) Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan hasil
pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan.
5) Melakukan perawatan kaki secara berkala.
6) Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan
tepat.
7) Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung
dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti
pengelolaan penyandang DM.
8) Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak
disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan
secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan
total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani.
Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat
terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani.
Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan jasmani
meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut
jantung maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia
pasien. Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang
tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training
(latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan
jasmani pada penyandang DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada
penyandang DM yang disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan
disesuaikan dengan masing-masing individu.
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
2. Dr. Mirna sangat yakin di keluarga tn. Ambu masih ada yang menderita kencing manis, atau
mungkin telah mengaami komplikasi-komplikasi klinis lainnya. Dr. Mirna mengingatkan
dr. Amri untuk melakukan “specific problem solving” yang berpusat pada tn. Ambu dengan
penanganan secara komprehensif dan menyeluruh melalui pendekatan keluarga. Dr. Mirna
juga mengingatkan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya yang ada di puskemas
Merpati tersebut.
a. Bagaimana cara melakukan specific problem solving pada kasus? (2a teori, 2b
implementasi)
EURACT membagi dalam 6 kompetensi inti kedokteran keluarga, dengan aspek utama
adalah sebagai berikut
Primary care management: kemampuan untuk memanajemen kontak pertama
dengan pasien; melakukan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pelayanan
primer dan spesialis; menguasai kondisi kesehatan secara keseluruhan; menguasai
perawatan yang sesuai dan penggunaan sumber daya yang efektif; pemberian
pelayanan kesehatan yang sesuai kepada pasien dalam system kesehatan; mampu
menjadi pendamping pasien.
Person-centred care : kemampuan untuk menciptakan hubungan baik dokter-pasien,
dan mampu mengembangkan pendekatan patient-centred dalam menghadapi
permasalahan kesehatan pasien, mampu mengaplikasikan model konsultasi yang
bersifat patient-centred, berkomunikasi dan bertindak dalam hubungan dokter-
pasien ; dapat memberikan prioritas dalam komunikasi dan hubungan dokter pasien
; menyediakan perawatan kesehatan yang continue
Specific problem solving : kemampuan untuk menghubungkan pembuatan
keputusan yang spesifik sesuai dengan prevalensi dan insidensi kasus dalam
komunitas; membuat efektif dan efisien penggunaan intervensi diagnostik dan
terapeutik; dapat mengumpulkan, menginterpretasi dan menyimpulkan informasi
dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan tambahan kemudian mengaplikasikan dalam
rencana medis kepada pasien; menyadari ketidaksesuaian data, investigasi, toleransi
dan waktu; dapat memberikan intervensi yang urgen bila dibutuhkan; memanajemen
kondisi yang tidak menentu .
Comprehensive approach : untuk memanajemen bermacam keluhan yang bersifat
akut maupun kronis pada seorang individu; memberikan pelayanan promotif dan
preventif; mampu mengkoordinasikan berbagai elemen perawatan preventif, kuratif,
rehabilitative pada pasien
Community orientation : kemampuan untuk merekonsialisasikan kebutuhan
kesehatan individu pasien dan masyarakat secara seimbang dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada
Holistic approach ; kemampuan untuk menggunakan model pendekatan bio-psiko-
sosial dalam dimensi kultural dan eksistensial.
Buku Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015.
PERKENI)