Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 36

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.Yang telah
memberikan banyak nikmat-Nya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan waktu yang kami rencanakan.Makalah ini yang berjudul
“KONSEP PEMBELAJARAN KLINIK” kami buat dalam rangka memenuhi salah
satu syarat penilaian mata kuliah METODIK KHUSUS yang meliputi nilai tugas,
nilai kelompok, nilai individu, dan nilai keaktifan.
Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu
pula dalam penyusunan makalah ini yang mempunyai banyak kekurangan.Oleh
karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kami ucapkan terima kasih kepada pembimbing mata kuliah Organisasi
Manajemen Pelayanan Kebidanan yaitu Ibu Aticeh, SST, M. Keb yang telah
membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.Tidak lupa pula kepada teman-
teman yang telah ikut berpartisipasi sehingga makalah ini selesai tepat pada
waktunya.

Jakarta, Februari 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I ....................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ...................................................................................................1

A. Latar belakang……………………………………………………………...1
B. Rumusan masalah…………………………………………………………..1
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………...1
BAB II...................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ......................................................................................................3

A. Konsep dan managemen bimbingan klinik………………………………...3


B. Aspek-aspek dalam pembelajaran klinik…………………………………..6
C. Keunggulan pembelajaran klinik…………………………………………8
D. Strategi belajar mengajar di lingkungan klinik…………………………...8
E. Issue-issue terkait pembelajaran praktek klinik…………………………..12
F. Tantangan pada pembelajaran klinik……………………………………..16
G. Komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif………………..16
BAB III .................................................................................................................. 32

PENUTUP.............................................................................................................. 32

A. Kesimpulan………………………………………………………………..32
B. Saran………………………………………………………………………32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk


mempelajari dasar metodik khusus pembelajaran kebidanan, pendekatan
penguasaan pembelajaran, konsep pembelajaran di kelas, di laboratorium dan di
lahan praktik. Model-model pembelajaran di kelas, di laboratorium dan di lahan.

Pembelajaran praktik klinik adalah suatu proses transformasi mahasiswa


menjadi seorang bidan professional yang memberi kesempatan mahasiswa untuk
beradaptasi dengan perannya sebagai bidan professional di situasi nyata pada
pelayanan kesehatan klinik atau komunitas (Nursalam, 2009)

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan konsep dan managemen bimbingan klinik?


2. Apa saja aspek-aspek dalam pembelajaran klinik?
3. Apa saja keunggulan dari pembelajaran klinik?
4. Bagaimana strategi belajar mengajar di lingkungan klinik?
5. Apa saja issue-issue terkait pembelajaran praktek klinik?
6. Apa saja tantangan pada pembelajaran klinik?
7. Bagaimana komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep dan managemen bimbingan klinik.


2. Untuk mengetahui aspek-aspek dalam pembelajaran klinik.
3. Untuk mengetahui keunggulan dari pembelajaran klinik.
4. Untuk mengetahui strategi belajar mengajar di lingkungan klinik.
5. Untuk mengetahui issue-issue terkait pembelajaran praktek klinik.
6. Untuk mengetahui tantangan pada pembelajaran klinik.

1
7. Untuk mengetahui komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dan managemen bimbingan klinik

Konsep Pembelajaran Klinik

Pembelajaran klinik merupakan focus pembelajaran dan pengajaran yang


melibatkan klien secara langsung dan menjadi “jantung” dari pendidikan kebidanan.
Pada program pendidikan profesi, peserta didik dimungkinkan untuk memperoleh
kesempatan praktik klinik sebanyak mungkin dan mengenal area klinik diawal
pembelajaran. Untuk program spesialisasi, pembelajaran klinik merupakan inti dari
pengembangan professional. Bagaimana cara pembimbing klinik meningkatkan kualitas
pengajaran dan pembelajaran dalam praktik sehari-hari.

Konsep Dasar Pembimbing Klinik

Peranan adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang
menduduki suatu jabatan atau pola tingkah laku yang diharapkan pantas dari seseorang.
Kriteria yang harus dipenuhi seorang pembimbing antara lain: (1) memiliki pengetahuan
keilmuan yang dalam dan luas serta minimal setara dengan jenjang pendidikan peserta
didik, (2) kompeten dalam kemampuan klinik, (3) terampil dalam pengajaran klinik, dan
(4) mempunyai komitmen dalam pembelajaran klinik. Salah satu cara meningkatkan
kualitas pembimbing adalah dengan mengadakan pelatihan clinical educator (Nursalam,
2007).

Konsep dasar peran pembimbing klinik meliputi :


1. Role Model Profesional
Seorang pengajar klinik yang mempunyai pengetahuan yang kokoh, mempunyai
kemampuan kllinik, trampil sebagai pengajar dan mempunyai komitmen sebagai
pembimbing klinik, mendemonstrasikan analisisnya dengan menggunakan sebuah
strategi dan mengembangkan tanggung jawab pada mahasiswa serta mempunyai latar

3
belakang pendidikan keperawatan yang lebih tinggi dari pendidikan mahasiswa yang
diajarnya.
2. Asessor/penilai
Pembimbing yang memiliki kualifikasi, pengetahuan, kompetensi, dan
pengalaman melakukan kegiatan penilaian, sesuai dengan keahlian dan
profesionalisme yang dimiliki dengan mengacu kepada standar penilaian yang
berlaku. Mempersiapkan mahasiswa menerapkan teori ke dalam praktek dan
menemukan cara memperoleh teori dari praktek, membangun hubungan yang
kooperatif dan kolaboratif dengan mahasiswa, merangsang untuk melakukan
penyelidikan atau penelitian, mendukung penemuan.
Pembimbing melakukan observasi pelaksanaan secara langsung di laboratorium
dan membuat keputusan menurut ekspektasi (dugaan) ekspilisit, standar dan ktiteria,
mengenal dengan baik pada kemajuan pengkajian dan penerapan dengan sama pada
setiap mahasiswa, menimbulkan kepercayaan, dan keadilan reabilitas peneliti.
Mempersiapkan mahasiswa menerapkan teori ke dalam praktek dan menemukan
cara memperoleh teori dari praktek, membangun hubungan yang kooperatif dan
kolaboratif dengan mahasiswa, merangsang untuk melakukan penyelidikan/
penelitian, mendukung penemuan.
3. Coach / pelatih
Pengajar klinik melakukan pengajaran kepada mahasiswa untuk mencapai
kemampuan atau kompetensi dari suatu proses pelatihan dan pengajaran di klinik
dengan melakukan hal sebagai berikut:
1. Membuka tujuan dan ekspektasi mahasiswa
2. Mendorong inisiatif mahasiswa
3. Member penghargaan pelaksanaan
4. Membantu usaha
5. Mensimulasi kreativitas
6. Kolega/teman

Pembimbing melibatkan, menarik, memberikan feedback yang jujur tapi tidak


menjadi over protektif, menerima setiap mahasiswa dan memberikan dorongan untuk
mengetahui bahwa keputusan hasil yang akan datang bukan dari suatu penampilan
yang jelek tetapi dari seluruh tingkat kemampuan, sikap dan pelaksanaan bagi suatu
keutuhan.

4
1. Mendemonstrasikan sebuah hubungan kerja yang terbuka dan percaya sehingga
pembimbing dan mahasiswa adalah partner
2. Belajar dari dan dengan setiap orang, mempersiapkan untuk kolaborasi dan
kooperasi
4. Fasilitator
Pengajar klinik sebagai fasilitator dalam pembelajaran klinik adalah
kemampuan seseorang yang dibutuhkan untuk memfasilitasi pengembangan pada
bab yang telah lalu dan tergantung pada kesuksesan implemantasi lab kampus dan
sesi pra klinik atau pengarahan singkat yang masing-masing membutuhkan
kemampuan tambahan yang berbeda. Tanya jawab atau sesi post conferens
melengkapi siklus pembelajatran klinik yang tergantung pada kemampuan mengajar
klinik yang spesifik.
Peran fasilitator mencakup :
a. Mempersiapkan mahasiswa untuk menguji secara kritis asumsi mereka,
pengetahuan dasar dan sikap pada setting klinik.
b. Mempersiapkan tantangan bagi mahasiswa untuk mengetahui apakah mereka
akan melihat, melakukan dan mengalami di klinik
5. Reflektif
Pembimbing yang mampu menyeleksi pengetahuan yang telah diperolehnya
dengan memberikan kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang
melalui pengalaman dan pemecahan masalah dengan menggunakan suatu proses
berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-
kesimpulan yang definitif melalui lima langkah yaitu :
1. Mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri sendiri.
2. Menyelidiki dan menganalisa kesulitannya dan menentukan masalah yang
dihadapinya.
3. Menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu atau satu sama lain, dan
mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut.
Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.
4. Menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-
masing.
5. Mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandangnya
terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul-tidaknya pemecahan masalah itu.

5
Bilamana pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan di cobanya
kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat
6. Feedback
Secara profesional pembimbing bertanggung jawab atas keberhasilan para
siswanya menuju tujuan yang diharapkan. Seorang pembimbing klinik yang
membantu mahasiswa dalam pengajaran dengan membantu mahasiswa
mengidentifikasi perhatian mahasiswa, menyediakan cara untuk mengurangi stress,
mendorong mahasiswa mengidentifikasi kebutuhan belajar serta mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah secara mandiri.

Manajemen pembelajaran klinik

Manajemen pembelajaran klinik adalah suatu cara pengelolaan proses belajar


mengajar dengan menerapkan teori-teori manajemen untuk menunjang keberhasilan
kegiatan pembelajaran klinik (Larasati, 2004). Menurut Priyanto (2008), salah satu
faktor yang memegang peranan dalam keberhasilan pelaksanaan bimbingan praktik
klinik keperawatan adalah adanya pembimbing yang berkualitas. Tenaga pembimbing
praktik klinik dapat staf pengajar atau staf perawat dari lahan praktik. Staf pengajar
biasanyamerupakan anggota tim dari pengajar dari mata ajaran yang akan
dipraktikkan. Dengan demikian tim tersebut yang akan menetapkan dan mengetahui
dengan jelas tujuan praktik klinik, alokasi waktu yang diperlukan, kegiatan
belajar mengajar yang dipilihnya serta system evaluasinya.

B. Aspek-aspek dalam pembelajaran klinik

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam ruang lingkup tujuan yaitu ;

1. Rumusan tujuan,
Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar.
Pembimbing klinik tidak bisa membawa kegiatan belajar mengajar menurut
kehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan.
2. Metode pelaksanaan,
Salah satunya adalah komponen metode. Metode adalah salah satu alat untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Dengan memanfaatkan metode yang akurat,
pembimbing klinik akan mampu mencapai tujuan pembelajaran. Ketika tujuan

6
dirumuskan agar mahasiswa memiliki keterampilan tertentu, maka metode yang
digunakan harus sesuai dengan tujuan. Pembimbing klinik sebaiknya
menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga
dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Metode pembelajaran yang perlu diterapkan dalam pemelajaran klinik antara lain
:

a) Metode pengalaman dengan penugasan klinik penugasan tertulis


b) Metode pemecahan masalah
c) Konferensi
d) Observasi
e) Media
f) Metode pengarahan individu
g) Metode bimbingan individu
3. Tingkat kesulitan pencapaian tujuan,
4. Kesesuaian dengan kemampuan mahasiswa,
Setiap mahasiswa memiliki daya tangkap yang berbeda-beda. Pemilihan serta
penggunaan metode pengajaran harus mempertimbangkan mahasiswa yaitu minat
dan perhatian, motivasi, sikap,disiplin, cara belajar, kebiasaan belajar, kesulitan
belajar, hubungan sosial dengan teman sekelas, menjalankan kewajiban seperti
mengumpulkan tugas, keaktifan mengikuti pelajaran, karakteristik dan
kepribadian, kebutuhan belajar, identitas siswa dan keluarganya yang erat
kaitannya dengan pendidikan di sekolah (Sudjana, 2005).

Metode pembelajaran dapat dijadikan cara memotivasi mahasiswa agar mereka


berada dalam kerangka psikologis yang benar untuk belajar materi yang
menjemukan, pendekatan reward and punishment yang sederhana dalam
penilaian (Zaini, 2002).

5. Waktu dan jumlah peserta untuk mencapai tujuan,


Waktu yang diperlukan untuk menyiapkan dan mengajar pengajaran klinik.
Jumlah peserta didik yang diijinkan agar pengajaran menjadi efektif.
6. Kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku,
7. Media dan fasilitas yang dipakai.
Ruangan, peralatan yang tersedia yang akan digunakan untuk mengajar.

7
Kemampuan yang bagaimana yang dikehendaki oleh tujuan, maka metode harus
mendukung sepenuhnya (Sudjana, 2005).

C. Keunggulan pembelajaran klinik

Belajar di lingkungan klinik memiliki banyak keunnggulan. Pembelajaran diklinik


berfokus pada masalah nyata dalam konteks praktik profesional. Peserta didik
termotivasi oleh kesesuaian kompetensi yang dilakukan melalui partisipasai aktif
pembelajaran klinik, sedangkan pemikiran, tindakan, dan sikap profesional diperankan
oleh pembimbing klinik (clinical instruction). Lingkungan klinik merupakan wadah bagi
mahasiswa umtuk belajar pemeriksaan fisik, argumentasi klinik, pengambilan keputusan,
empati, serta profesionalisme yang di ajarkan dan di pelajari sebagai satu kesatuan.

D. Strategi belajar mengajar di lingkungan klinik

Pembelajaran klinik merupakan satu siklus yang menggambarkan proses


pembelajaran sistematis yang dilaksanakan sebagai lanjutan pembelajaran teori yang
diberikan di kelas dan laboratorium praktikum (Yessi, 2004).

Berbagai prinsip mengajar yang baik dapat diintegrasikan ke dalam pengajaran


klinik. Salah satu hal penting yang diperlukan adalah perencanaan. Perencanaan
merupakan hal yang perlu diamati untuk mengenal apakah pembimbing klinik tersebut
siap atau tidak.

Hampir sebagian besar tenaga kesehatan seperti bidan dan perawat, terlibat dalam
bimbingan klinik. Akan tetapi kenyataannya di lapangan, masih banyak pembimbing
klinik yang tidak memperoleh pelatihan mengajar formal dan asumsi bahwa pembimbing
klinik lebih mengetahui kasus yang ada di ruangan. Penguasaan kasus yang mendalam
sangat diperlukan bagi seorang pembimbing klinik. Maka diperlukan strategi yang tepat
dalam proses pembelajaran di lingkungan klinik.

A. Persiapan Teori
Persiapan teori berupa kegiatan penggalian informasi teoritis dan
pengalaman peserta didik yang berkaitan dengan program pembelajaran
klinik yang akan dilaksanakan, termasuk informasi tentang lingkungan klinik
dimana peserta didik akan melaksanakan praktik klinik (Yessi, 2004).

8
B. Laboratorium
Pembelajaran di laboratorium merupakan proses pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik yang mengaplikasikan teori dan
konseptual model yang mendukung pembelajaran praktikum di laboratorium.
Proses pembelajaran di laboratorium berbagai metode antara simulasi,
pemecahan masalah dan demonstrasi dengan peralatan yang dibutuhkan.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk melatih keterampilan peserta didik dengan
menggunakan alat peraga antar peserta didik sampai kompeten.
Laboratorium kelas akan sangat memerlukan investasi yang besar bila
kekuatannya pada pemakaian alat-alat canggih. Namun, apabila penguatan
laboratorium kelas didasarkan pada kemampuan pelatih maka investasi SDM
melalui pelatihan-pelatihan yang berbasis kompetensi.

C. Pertemuan Praklinik
Pertemuan praklinik merupakan kegiatan pembelajaran dimana
pembimbing memberikan informasi dan membahas kasus-kasus terpilih yang
tersedia di lahan praktik sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan (akuisisi,
kompeten, profisien). (Yessi, 2004). Pada kesempatan ini juga
diinformasikan tentang strategi pembimbingan, metode, dan sistem penilaian
pembelajaran klinik yang digunakan.

D. Praktik Klinik
Praktik klinik adalah kegiatan pembelajaran klinik dengan
menggunakan target kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik pada
situasi nyata sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. Pembelajaran klinik ini
memberikan kesempatan pada peserta didik mendapatkan pengalaman nyata
dalam mencapai kompetensi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas-tugas
tertentu. Dalam proses pembelajaran klinik peserta didik mengembangkan
tanggung jawab profesi, berpikir kritis, kreatifitas, hubungan interpersonal,
pemahaman terhadap profesi, pemahaman aspek sosial budaya, dan
mengaplikasikan teori ke dalam praktik.
1. Teori Pembelajaran di Lingkungan Klinik
a) Teori kognitif

9
Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran melibatkan pertukaran
pengetahuan yaitu antara pengetahuan yang ada dengan pengetahuan
yang baru. Faktor penting yang mempengaruhi adalah apa yang telah
diketahui oleh peserta didik.

b) Teori Berbasis Pengalaman


Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran menjadi efektif jika
didasarkan pada pengalaman. Proses siklus yang menghubungkan
antara pengalaman nyata dengan konseptualisasi teori melalui
refleksi dan perencanaan. Refleksi adalah merenung, memahami,
dan berpikir tentang pengalaman yang didapat. (Misalnya, apa
artinya ini? Bagaimana hal ini berhubungan dengan hal
sebelumnya? Apa yang saya rasakan?) Perencanaan meliputi
antisipasi penerapan teori dan keterampilan baru. (Misalnya, apa
yang saya lakukan dikesempatan mendatang?)

2. Cara Efektif Mengajar di Lingkungan Klinik


a) Observasi pemahaman sebelum dimulai,
b) Memberikan informasi awal secara umum agar timbul pertanyaan
sehingga memastikan mahasiswa memperhatikan
c) Menjelaskan materi dengan konteks yang luas namunmasih berkaitan
d) Menyimpulkan secara periodik (Misal : “sejauh ini kita...”) dan
meminta mahasiswa menyimpulkan kembali

3. Alur Pembelajaran Klinik


a) Peserta didik melakukan pengkajian klien (riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dll)
b) Merumuskan diagnosis

10
c) Bukti yang menjadi alasan (Misalnya: “apa yang membawa anda
pada kesimpulan itu?”)
d) Memotivasi mahasiswa jika terdapat kesulitan dalam merumuskan
diagnosis dengan menyesuaikan dengan data yang didapatkan
e) Membantu mahasiswa mengidentifikasi dan memberikan panduan
pada diagnosis yang dirumuskan.

4. Kerja Sama yang Efektif dan Etis Terhadap Klien:

Peran klien dalam pembelajaran klinik sangatlah besar. Walaupun


peran klien terkesan pasif tetapi klien merupakan bahan pengajaran yang
menarik dan sebagai perantara materi yang diajarkan pembimbing
klinik. Klien tidak hanya memberitahukan riwayat penyakitnya dan
menujukan tanda-tanda fisiknya saja. Sehingga klien dapat memberikan
umpan balik bagi pembimbing klinik dan mahasiswa. Hal-hal yang
mencakup kerja sama yang efektif dan etis terhadap klien antara lain:

a) Merencanakan secara matang bagian mana dari pembelajaran yang


memerlukan kontak langsung dengan klien. Misalnya, apakah diskusi
pembelajaran dapat dilakukan di ruangan pasien.
b) Memastikan bahwa mahasiswa menghormati kerahasiaan klien
c) Melibatkan klien dalam proses pembelajaran, seperti menanyakan
klien sebagai umpan balik mengenai keterampilan klinik, dan
komunikasi yang didapatkan.

E. Evaluasi Tindak Lanjut


Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengevaluasi hasil praktik dan
langsung memberikan umpan balik kepada peserta didik terhadap kegiatan
pembelajarannya. Selain itu untuk mengidentifikasikan temuan peserta didik,
kemampuan dan pandangan-pandangan berdasarkan pengalaman yang
diperoleh. Pada tahap ini pembimbing harus mampu memfasilitasi peserta
didik di lingkungan klinik untuk merefleksikan pengalaman belajarnya dan
mendiskusikan apa yang diinterprestasikan peserta didik terhadap suatu
kejadian dan keputusan klinik yang dilakukan. Pada tahap ini pembimbing
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan praktik klinik khususnya pada

11
tahap pencapaian kompetensi yang ditetapkan dan dapat memberikan umpan
balik terhadap institusi pendidikan dan lahan praktik. Kegiatan ini diikuti
oleh seluruh peserta didik dan pembimbing klinik

E. Issue-issue terkait pembelajaran praktek klinik

Berdasarkan Jurnal yang berjudul ‘Persepsi Mahasiswa, Dosen dan Bidan


pembimbingTentang Model Pembelajaran Klinik Kebidanan yang Ideal’ yang di lakukan
oleh Yanti Purnomo studi S2 IKM yang diterbitkan dalam jurnal pendidikan kedokteran
Indonesia terbitan maret 2014.

Penelitian ini melibatkan 32 orang dari 76 mahasiswa tingkat akhir Akademi


Kebidanan Estu Utomo Boyolali tahun 2013, 14 dosen dan 13 bidan pembimbing klinik
dari organisasi profesi (IBI Cabang Boyolali). Seluruh responden adalah mereka yang
terlibat dalam program pembelajaran praktik klinik kebidanan Akademi Kebidanan Estu
Utomo Boyolali tahun 2012-2013. Diambil kesimpulan tentang beberapa isu-isu
pembelajaran praktek klinik sebagai berikut

12
1. Target Kasus

Baik mahasiswa, dosen maupun bidan pembimbing klinik hampir seluruhnya


menyatakan bahwa model asuhan kebidanan pada pembelajaran praktik klinik
dengan target kasus selama ini sangat memberatkan dan hanya berorientasi pada
kuantitas dibanding kualitas. Untuk itu dari ketiga kelompok mengharapkan adanya
model pembelajaran klinik kebidanan dengan jumlah kasus tertentu namun cukup
bermakna dalam pen-capaian kompetensi mahasiswa.

a. Mahasiswa
Mahasiswa menyatakan bahwa model asuhan kebidanan pada pembelajaran
praktik klinik dengan target kasus selama ini sangat memberatkan dan hanya
berorientasi pada kuantitas, dibanding kualitas. Mereka mengharapkan agar
target kasus diturunkan dan kalau memungkinkan disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing mahasiswa untuk mencapai kompetensi.

b. Bidan
Kelompok bidan pembimbing menyatakan bahwa model beban kasus yang
diterapkan kurang dihayati karena mahasiswa hanya mem-berikan bukti tulisan
(laporan askeb). Mereka mengharapkan agar selama praktik klinik, mahasiswa
dibebani dengan kasus nyata di lapangan sebagai bentuk pembelajaran klinik
asuhan kebidanan.

c. Dosen
Disisi lain, dosen pembimbing juga memberikan komentar yang senada tentang
ketidaksetujuan-nya dengan model pembelajaran klinik ke-bidanan dengan target
kasus selama ini. Model pembelajaran klinik kebidanan yang terpotong-potong
dalam 3 kali PKK dinilai kurang ber-makna dalam menanamkan pemahaman
kepada mahasiswa tentang bagaimana dan seperti apa asuhan kebidanan
dijalankan. Mereka meng-harapkan adanya model pembelajaran klinik kebidanan

13
dengan memberikan asuhan kebidan-an yang sejalan dengan filosofi asuhan
kebidanan.

2. Durasi Praktik Klinik


Dari sisi durasi praktik klinik, seluruh peserta DKT baik dari kelompok mahasiswa,
dosen maupun bidan mengusulkan adanya penambahan alokasi waktu di klinik.
Setiap periode praktik klinik minimal dialokasi-kan 3 bulan dengan harapan dapat
praktik memberikan asuhan kebidanan secara berkelanjutan terhadap kasus (hamil,
bersalin, nifas).

a. Mahasiswa
Kelompok mahasiswa merasa durasi praktik klinik selama ini masih kurang.
Mereka mengusulkan agar lama praktik klinik ditambah agar dapat memberikan
asuhan kebidanan kepada setiap kasus secara berkelanjutan dari hamil, bersalin
hingga masa nifas.

b. Bidan dan dosen


Menurut bidan dan dosen, praktik klinik kebidanan minimal selama 3 bulan
untuk memfasilitasi keterampilan memberikan asuhan kebidanan secara
menyeluruh. Berikut salah satu komentar bidan tentang usulan durasi praktik
klinik kebidanan.

3. Penempatan Klinik
a. Mahasiswa
Menurut pendapat mahasiswa, kompetensi asuhan kebidanan akan lebih mudah
dicapai bila mereka ditempatkan di bidan komunitas (bidan desa) dan tidak perlu
dilakukan rolling (rotasi).

b. Bidan
Hal yang sama juga disampaikan oleh kelompok bidan pembimbing.

4. Bimbingan Praktik Klinik


a. Mahasiswa

14
Kelompok mahasiswa sangat mengharapkan bimbingan klinik yang intensif dan
lebih banyak diberi kesempatan berlatih keterampilan yang menjadi target
kompetensi mereka.

b. Dosen
Dari pihak dosen mengusulkan bimbingan dengan model kemitraan, dimana
mahasiswa sebagai calon bidan diperlakukan sebagai mitra bidan yang dapat
membantu tugas-tugas bidan.

5. Dokumentasi Laporan
a. Mahasiswa
Mahasiswa menghendaki dokumentasi laporan asuhan kebidanan dalam
pembelajaran praktik klinik berupa bukti target keterampilan tertentu yang telah
kuasai oleh mahasiswa dan beberapa laporan asuhan kebidanan panjang dari
kasus yang benar-benar dilakukan.

b. Bidan
Dari kelompok bidan juga mengusulkan bentuk dokumentasi laporan berupa
laporan asuhan kebidanan panjang berdasarkan kasus yang telah diberikan
asuhan oleh mahasiswa.

c. Dosen
Kelompok dosen menambahkan dokumen berupa portofolio atau log book, yang
dapat diguna-kan untuk membantu melatih mahasiswa berfikir refleksi.

6. Penilaian Praktik Klinik


a. Mahasiswa
Mahasiswa mengharapkan penilaian klinik yang obyektif bagi masing-masing
mahasiswa melalui kontrak evaluasi yang dibuat oleh mahasiswa saat sudah
merasa siap dievaluasi.

b. Dosen

15
Dosen mengusulkan bahwa penilaian praktik klinik dengan berbagai cara untuk
memotret keseluruhan kompetensi klinik yang dicapai mahasiswa.

F. Tantangan pada pembelajaran klinik

Tantangan dari pembelajaran klinik adalah sebagai berikut :

a) Dibatasi oleh waktu


b) Berorientasi pada tuntutan klinik (jumlah klien dan mahasiswa)
c) Meningkatnya jumlah mahasiswa
d) Kecemasan mahasiswa
Menurut Jurnal ‘Kecemasan, Pendekatan Belajar, Dan Pencapaian Kompetensi
Mahasiswa Program Studi DIPLOMA III KEBIDANAN Dalam Praktik Klinik
KEBIDANAN KEGAWATDARUARATAN MATERNAL NEONATAL’ oleh
Anis Kusumawati yaitu, kecemasan sering dialami mahasiswa ketika mengikuti
pendidikan klinik. Dalam praktik klinik tingkat kecemasan mahasiswa kebidanan
adalah cemas ringan sampai sedang, pendekatan belajar deep approach, dan
pencapaian kompetensi istimewa. Hal-hal yang dirasakan mahasiswa ketika
praktik klinik adalah masalah personalisasi, inovasi, individualisasi, keterlibatan,
orientasi tugas, rasa puas dan penilaian. Halhal yang dirasakan oleh pembimbing
klinik adalah masalah keterbatasan waktu, tugas yang banyak, kesiapan
mahasiswa, tingkat kemampuan mahasiswa, tantangan pada pasien, motivasi
mahasiswa, dan lingkungan rumah sakit.
e) Jumlah klien yang sedikit (hari rawat inapnya pendek, ada klien yang menolak
inform consent).
f) Lingkungan klinik terkadang kurang kondusif bagi pembelajaran (sarana dan
prasarana)
g) Reward yang diterima oleh pembimbing klinik kurang memenuhi standar.

G. Komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif

1. Komunikasi efektif dalam bimbingan klinik

Komunikasi sebagai sarana untuk mengadakan pertukaran ide, fikiran dan


perasaan atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti, saling percaya
besar sekali perannya dalam mewujudkan hubungan yang baik antara seseorang dengan

16
lainnya, termasuk dalam pembelajaran klinik. Hal ini diperlukan karena dalam
pembelajaran klinik banyak perubahan psikososial yang terjadi pada peserta didik.
Parkes (1985) melaporkan tiga penyebab stres bagi peserta didik adalah; merawat klien
yang akan meninggal, konflik interpersonal dengan pembimbing, dan takut tidak dapat
melakukan prosedur pelayanan.

Pembimbing klinik dapat menurunkan kecemasan peserta didik dengan menciptakan


suasana pembelajaran klinik yang kondusif, menerima keadaan peserta didik seperti apa
adanya, bahwa pengetahuan, perilaku atau ketrampilan yang diaplikasikan tidak selalu
sempurna. Justru peserta didik belajar ke arah sempurna yang dapat dipertanggung
jawabkan. Disinilah peran komunikasi efektif antara pembimbing klinik dan peserta
didik diperlukan untuk mengantisipasi dan menyelesaikan masalah praktek klinik yang
dapat menghambat keberhasilan pembelajaran klinik.

Komunikasi

Komunikasi sebagai sarana pertukaran informasi, sangat penting artinya dalam


pembelajaran klinik. Pembimbing klinik perlu memperhatikan lagi proses, jenis, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi. Proses komunikasi terjadi melaui
ideation, encoding, transmission, receiving dan decoding sehingga terjadilah respons.
Keadaan ini terjadi timal balik antara komunikan dan komunikator.

A. Jenis Komunikasi
1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan


dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih tepat dan akurat. Kata-kata
adalah merupakan alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan
ingatan. Komunikasi verbal sering juga digunakan untuk menyampaikan arti yang
tersembunbyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dengan
tatap muka adalah memungkinkan tiap individu memberikan respon secara langsung.

Komunikasi verbal yang efektif harus;

a. Jelas dan ringkas.

17
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata
yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai
dengan berbicara dengan lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh
bisa membuat penjelasan lebih mudah dipahami, dan ulang bagian yang penting.
Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.

b. Perbendaharaan kata

Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata
dan ucapan (menggunakan kata yang tidak dimengerti).

c. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan (arti
yang sebenarnya), sedang arti konotatif merupakan fikiran, perasaan atau ide yang
terdapat dalam suatu kata

d. Selaan dan kecepatan bicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok bahasan lain mungkin
akan menimbulkan kesan keraguan, ketidak tahuan atau mungkin menyembunyikan
sesuatu. Selaan perlu digunakan untuk menekankan hal tertentu, memberi waktu pada
pendengar untuk memahami arti kata.

e. Waktu dan relevansi

Pertimbangkan waktu yang tepat untuk mengungkapkan pesan. Bila klien sedang
menangis kesakitan, bukan waktunya untuk menjelaskan resiko operasi, tetapi duduklah
disamping klien, diam sejenak, gunakan sentuhan dan tunjukkan bahwa anda mengerti
apa yang sedang dialami oleh klien. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan
singkat, tetapi waktu yang tidak tepat dapat menghalami penerimaan pesan secara akurat.

f. Humor

“Tertawa” membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit akibat stress, dan
meningkatkan keberhasilan tenaga kesehatan dalam memberikan dukungan emosional
terhadap klien. Humor merangsang produksi katekolamin dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi

18
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan meningkatkan metabolisme. Namun
perlu berhati-hati jangan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak
atau menutupi ketidakmampuannya.

2. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.


Komunikaksi non verbal merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan pada orang lain, karena dapat menambah arti terhadap pesan verbal.

Komunikasi non verbal teramati pada;

a. Metakomunikasi

Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan
antara yang berbicara, misal; tersenyum ketika sedang marah. Jadi komunikasi tidak
hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan / reaksi antara pembicara dan
lawan bicaranya.

b. Penampilan personal

Penampilan merupakan hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal.


Kesan pertama timbul 20 detik sampai 4 menit pertama, dan 84 % dari kesan seseorang
berdasarkan penampilannya (Ascosi, 1990). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias
menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri.

Tenaga kesehatan yang memperhatikan penampilannya dapat menimbulkan kesan citra


diri dan profesional yang mantap. Penampilan fisik mempengaruhi persepsi klien
terhadap pelayanan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana
seharusnya penampilan tenaga kesehatan. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya
mencerminkan kemampuan.

c. Intonasi (nada suara)


Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya.
d. Ekspresi wajah

19
Hasil suatu penelitian menunjukkan 6 keadaan emosi utama yang tampak melalui
ekspresi wajah adalah; terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah
sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpersonal, selain
itu kontak mata juga penting untuk diperhatikan. Orang yang mempertahankan kontak
mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan
memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik.

e. Langkah dan sikap tubuh

Langkah dan sikap tubuh menggambarkan sikap, emosi, konsep diri dan keadaan
fisik.Tenaga kesehatan perlu meningkatkan kesadaran diri untuk mengamati langkah dan
sikap tubuh yang ditampilkan.

f. Sentuhan

Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.


Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi, namun harus diperhatikan
norma sosial.

B. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


1. Perkembangan
Keadaan pertumbuhan dan perkembangan sangat mempengaruhi pola komunikasi.
Tenaga kesehatan harus memperhatikan dengan siapa dia berkomunikasi, apakah
dengan anak, remaja, orang dewasa, atau usia lanjut. Sebab dari masing-masing
perkembangan tersebut menentukan sendiri pola komunikasinya.
2. Persepsi

Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian. Perbedaan cara pandang
dapat mempengaruhi arti dan tindakan seseorang, dengan demikian akan menghambat
komunikas

3. Nilai

Nilai adalah sesuatu yang penting dan bermakna bagi seseorang. Tenaga kesehatan harus
mampu mengklarifikasi nilai dalam membuat keputusan dan berinteraksi, jangan pernah
memaksakan nilai pribadi kepada orang lain, sebab sesuatu yang penting bagi dirinya
belum tentu baik pula untuk orang lain.

20
4. Sosial budaya

Kebiasaan sosial atau ras juga mempengaruhi cara berkomunikasi, kebiasaan orang Solo
harus berbicara lemah lembut dan sebagainya yang bertolak belakang dengan cara bicara
orang Surabaya, keras dan langsung. Oleh karena itu tidak salahnya memperhatian latar
belakan sosial budaya lawan bicara.

5. Emosi

Emosi adalah suatu nada perasaan, subyektif terhadap suartu peristiwa. Emosi dapat
mempengaruhi kemampuan menerima pesan dengan benar, jika tidak tepat dapat
menimbulkan salah tafsir terhadap pesan yang disampaikan.

6. Pengetahuan

Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang berkomunikasi memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda. Apa yang dikomunikasikan bisa tidak dimengerti, oleh sebab
itu tingkat pengetahuan harus dipertimbangkan. Berkomunikasilah seperti apa yang ia
ketahui.

7. Peran

Peran dalam status sosial akan mempengaruhi gaya komunikasi. Sebagai manajer, cara
berkomunikasinya jelas berbeda dengan bawahan

8. Tatanan interaksi

Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam suatu lingkungan
yang menunjang, keadaan bising, kurang keleluasan pribadi, dan ruangan yang sempit
dapat menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidak nyamanan.

C. Prinsip-prinsip Komunikasi
1. Prinsip relevan : buatlah pesan yang anda sampaikan relevan dengan keadaan
2. Prinsip kesederhanaan ; kurangilah ide-ide yang kompleks termasuk pemakaian kata
yang berbelit.
3. Prinsip definisi ; definisikan ide sebelum terlanjur jauh anda menerangkan apa yang
anda sampaikan.

21
4. Prinsip struktur; organisasikan pesan yang hendak anda sampaikan, perhatikan mana
yang harus anda sampaikan terlebih dahulu, mana yang menjadi pokok
permasalahan yang ingin disampaikan.
5. Prinsip pengulangan ; ulangilah konsep-konsep utama yang penting dari pesan yang
anda sampaikan.
6. Prinsip perbandingan ; bandingkan ide lama yang berkaitan dengan ide baru yang
sedang anda sampaiakan.
7. Prinsip penekanan ; berfokus pada aspek utama dan penting dari komunikasi.

Komunikasi Efektif Dalam Bimbingan Klinik

Hubungan terapeutik antara tenaga kesehatan dengan klien telah dipelajari dan harus
diterapkan pada saat praktek klinik, sayangnya peserta didik jarang sekali merasakan
hubungan yang terapeutik dengan pembimbing walaupun prinsip yang sama dapat
digunakan. Jika pembimbing berperan sebagai “Role Model” dengan melakukan
komunikasi terbuka dan jujur, saling percaya, mendorong peserta didik mengungkapkan
fikiran, perasaan, mungkin peserta didik akan lebih cepat belajar hubungan terapeutik
yang dapat diterapkan pada klien.

Konflik dengan pembimbing yang sering menimbulkan ansietas adalah komentar


yang menghina / mengecilkan / mengejek, kurang umpan balik, dan pembimbing yang
ansietas. Situasi lain yang dapat menimbulkan ansietas adalah pada saat mulai masuk
klinik.

Situasi yang memfasilitasi proses pembelajaran klinik adalah kesiapan peserta didik
dan pembimbing klinik yang memberikan dukungan emosional dengan menciptakan
suasana yang kondusif dan tidak mengancam. Beberapa karakteistik pembimbing yang
diharapkan adalah; humor, respect (memperhatikan dan menghargai), dan antusias.

Carl Rogers, mengemukakan hubungan pembimbing klinik – peserta didik adalah


hubungan saling membantu (helping relationship) dimana satu pihak selalu membantu
pertumbuhan, perkembangan, kematangan, peningkatan fungsi, peningkatan koping dari
pihak yang lainnya. Pembimbing dan peserta didik sama-sama belajar.

Peserta didik perlu merasakan sukses akan kerja dan upayanya. Pembimbing perlu
melakukan pendekatan yang positif dengan memberikan “reinforcement” terhadap

22
keberhasilan peserta didik, memberikan informasi dan arahan terhadap hal yang belum
tepat. Pembimbing klinik yang tidak supportif memberi dampak besar terhadap
kemampuan belajar peserta didik yang disebabkan kecemasan.

Fokus sentral staf pengajar / pembimbing adalah mengembangkan hubungan,


menciptakan lingkungan yang kondusif agar self motivasi, kematangan kepribadian dan
pembelajaran yang bermakna dari peserta didik dapat tercapai.

A. Strategi Hubungan Pembimbing – Peserta Didik


1. Tunjukkan pandangan positif pada diri sendiri dan orang lain
Pembimbing memperlihatkan harga diri yang positif dan kemampuan melihat aspek
positif dari peserta didik. Peserta didik “salah” adalah suatu yang biasa terjadi, justru
disitulah diperlukan peran pembimbing. Meskipun demikian, strategi untuk
mengingatkan peserta didik harus hati-hati, pembimbing harus memperlihatkan
sikap positif pada peserta didik, yaitu bahwa peserta didik mampu belajar dan
berkembang karena dipercaya dan dihargai.
2. Terima peserta didik dengan ihlas
Peserta didik harus diterima sebagai individu yang berharga dan unik, itulah
kenyataannya peserta didik, jangan menuntut lebih atau mengharap peserta didik
mampu melakukan semua kegiatan tanpa bimbingan. Pembimbing dapat
menampilkannya melalui nada suara, ekspresi muka, sikap tubuh, kontak mata,
sentuhan, dan jarak. Dengan penerimaan yang ihlas dari pembimbing, peserta didik
akan menyadari bahwa ia mampu belajar.
3. Mengembangkan respon pada lingkungan
Pembimbing yang efektif cenderung memberi kebebasan pada peserta didik dari
pada mengekang, memberi kesempatan mengungkapkan pendapat dan rencana
terhadap lingkungan yang tidak menyimpang dari tujuan. Keadaan ini dapat lebih
mengembangkan ototnomi, kreativitas dan penghargaan terhadap peserta didik.
4. Menggunakan komunikasi yang wajar, terbuka dan sentuhan pribadi
Saling terbuka akan mengurangi jarak jauh, rasa takut antara peserta didik dan
pembimbing. Keterbukaan akan hal-hal tertentu diperlukan untuk mengembangkan
hubungan saling percaya.
5. Demonstrasikan empati
Peserta didik yang menerima empati dan perhatian dari pembimbing akan tumbuh
rasa percaya diri dan hubungan interdependen. Dengan mendengar peserta didik,

23
pembimbing memperlihatkan penghargaan dan perhatian. Perhatian pembimbing
mengkomunikasikan bahwa pembimbing ingin mengerti situasi yang dihadapi
peserta didik. Peserta didik tidak perlu takut salah, karena disitu ada pembimbing.
6. Contoh peran dan nara sumber
Pembimbing klinik sudah seharusnya dapat menjadi contoh peran dan nara sumber.
Pengalaman belajar klinik adalah merupakan wahana untuk sosialisasi profesi bagi
peserta didik, disitulah mereka mempelajari pengetahuan, sikap dan ketrampilan
profesionalnya di tatanan nyata pemberi pelayanan kesehatan. Apapun yang
diajarkan dan diperkenalkan di tatanan nyata pemberi pelayanan kesehatan disitulah
menjadi tempat pembelajaran “kedua” setelah institusi pendidikannya.. Jika
pengetahuan, ketrampilan, keahlian, perasaan dan reaksi emosi pembimbing siap
membantu peserta didik, maka meraka akan merasa bebas untuk berinteraksi dan
memanfaatkan pembimbing sebagai nara sumber.
7. Tekankan tanggung jawab peserta didik dalam pembelajaran
Individu yang merasa diberi kepercayaan untuk mengontrol kehidupan dirinya
sendiri akan lebih bertanggung jawab, mengembangkan motivasi yang positif,
optimis dan percaya diri. Pembimbing klinik sebaiknya dapat mengajarkan
“antisipasi” kepada peserta didik, sehingga mereka dapat mengetahui apa yang harus
disiapkan, dikerjakan dan dievaluasi.
8. Beri kesempatan pengalaman belajar yang sukses
Kesempatan belajar dengan sukses dapat mengembangkan konsep diri yang positif
dan meningkatkan harga diri. Pembimbing dapat merancang kegiatan yang
memungkinkan peserta didik dapat mengerjakan dengan sukses, hargai upaya peserta
didik dan berikan reinforcement yang positif.
9. Beri penghargaan dan evaluasi yang jujur
Pemberian penghargaan yang konkrit dan obyektif dengan suasana hangat akan
mengembangkan konsep diri peserta didik. Peserta didik akan mempunyai gambaran
diri yang akurat dan mungkin merubah sikap. Jika peserta didik tahu bahwa
pembimbing “care” terhadap dirinya, mereka akan menerima pencapaiannya dan
memperbaiki kelemahan.

24
2. Perilaku asertif dan ciri-cirinya

A. Pengertian Perilaku Asertif

Asertif berasal dari kata to assert yang berarti menyatakan pendapat dengan
tegas. Joseph Wolpe mendefinisikan tingkah laku asertivitas sebagai tingkah laku yang
penuh keyakinan diri yang lebih merupakan pernyataan yang tepat dari setiap emosi
daripada kecemasan terhadap orang lain.

Menurut Lazarus tingkah laku asertif adalah suatu tingkah laku yang penuh
ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dari setiap usaha untuk membela
hak-haknya serta adanya keadaan efektif yang mendukung, meliputi :

1. Mengetahui hak-hak pribadi.

2. Berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut.

3. Melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan.

Perilaku asertif merupakan kemampuan seseorang kemampuan seseorang


menyatakan diri, pandangan-pandangan dalam dirinya, keinginan dan perasaannya
secara langsung, spontan, bebas dan jujur tanpa merugikan diri sendiri dan melanggar
hak-hak orang lain.

Seseorang yang berperilaku asertif mampu menghargai hak diri sendiri dan orang
lain, bersikap aktif dalam kehidupannya untuk mencapai apa yang diinginkan.
Fensterheim dan Baer mengungkapkan beberapa karateristik individu yang memiliki
perilaku asertif yang tinggi, antara lain :

1. Merasa bebas untuk menampilkan dirinya.

2. Dapat berkomunikasi dengan baik secara terbuka, langsung, jujur, dan tepat.

3. Memiliki orientasi aktif dalam kehidupan untuk mencapai apa yang diinginkan.

B. Definisi Perilaku Asertif Menurut Beberapa Ahli

Menurut Rini (2009) asertivitas adalah suatu kemampuan untuk


mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain

25
namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Ditambahkan
pula oleh Willis dan Daisley (1995), perilaku asertif adalah perilaku yang menunjukkan
penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.

Rathus dan Nevid (1983), asertif adalah tingkah laku yang menampilkan
keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-
pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-
permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku
pada suatu kelompok.

Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (2002) perilaku asertif adalah perilaku
yang membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan
haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan
haknya tanpa melanggar orang lain.

Dapat disimpulkan perilaku asertif adalah perilaku sesesorang dalam hubungan


antar pribadi yang menyangkut, emosi, perasaan, pikiran serta keinginan dan kebutuhan
secara terbuka, tegas dan jujur tanpa perasaan cemas atau tegang terhadap orang lain,
tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.

Beberapa ciri dari individu yang memiliki asertivitas menurut Lange dan Jakubowski
(1978) adalah sebagai berikut:

a. Memulai interaksi

b. Menolak permintaan yang tidak layak

c. Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan

d. Berbicara dalam kelompok

e. Mengekspresikan pendapat dan saran

f. Mampu menerima kecaman dan kritik

g. Memberi dan menerima umpan balik

Ditambahkan oleh Palmer dan Froener (2002) ciri-ciri individu yang asertif adalah:

a. Bicara jujur

26
b. Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya

c. Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain

d. Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain

e. Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situasi
- situasi yang sulit.

Belajar merupakan proses aktif, karena belajar akan berhasil jika dilakukan
secara rutin dan sistematis. Ciri dari suatu pembelajaran yang berhasil, salah satunya
dengan bertingkah laku asertif, individu akan memperoleh hasil positif yang salah
satunya adalah meningkatkan kepercayaan diri. Dengan meningkatnya kepercayaan diri,
maka individu tidak terlalu dipengaruhi oleh persetujuan orang dan juga mengurangi rasa
tidak aman. Selain itu, individu akan menjadi lebih kreatif dan berani untuk mengambil
resiko. Hal ini seharusnya dimiliki oleh siswa yang mana dituntut untuk lebih mandiri,
mampu berinisiatif, lebih dewasa, dan lebih matang dalam berfikir dan berperilaku agar
lebih berkembang dalam proses belajar. Semakin tinggi tingkat asertivitas dari individu,
maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan diri dari individu tersebut dan semakin
tinggi pula prestasi belajar siswa.

C. Kategori Perilaku Asertif

1. Lazarus (1973) adalah orang pertama yang mengidentifikasi secara khusus


perilaku asertif. Pada prinsipnya asertif adalah kecakapan orang untuk berkata
tidak, untuk meminta bantuan atau minta tolong orang lain, kecakapan untuk
mengekspresikan perasaan-perasaan positif maupun negatif, kecakapan untuk
melakukan inisiatif dan memulai pembicaraan. Rich dan Schroeder (Rakos, l99l)
memformulasikan bentuk perilaku asertif sebagai kecakapan ,mengekspresikan
emosi baik secara verbal maupun non verbal.
2. Christoff dan Kelly (Gunarsa, l992) menyimpulkan ada 3 kategori perilaku asertif
yaitu : asertif penolakan, yaitu ucapan untuk memperhalus, seperti misalnya :
maaf !, asertif pujian, yaitu mengekspresikan perasaan positif, seperti misalnya
menghargai, menyukai, mencintai, mengagumi, memuji dan bersyukur; ketiga
adalah asertif permintaan, yaitu asertif yang terjadi kalau seseorang meminta
orang lain melakukan sesuatu yang memungkinkan kebutuhan atau tujuan
seseorang tercapai tanpa tekanan atau paksaan. Selain ketiga hal tersebut,

27
kemarahan juga termasuk salah satu kategori asertif. Dalam marah, orang
menyatakan kejengkelan, ketidak puasan atau ketidak sesuaian antara yang ia
harapkan dengan kenyataan yang ia terima.
3. Fensterheim dan Baer, (1980) berpendapat sesorang dikatakan mempunyai sikap
asertif apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata
maupun tindakan.
b. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.
c. Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan
baik.
d. Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat
orang lain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung
bersifat negatif.
e. Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika
membutuhkan.
f. Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.
g. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.
h. Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha
untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik
berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan
kepercayaan diri (self confidence).

D. Manfaat Perilaku Asertif

Komunikasi asertif adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara


efektif tanpa terlalu banyak terganggu dengan apa yang orang lain mungkin pikirkan
atau katakan. Perilaku asertif tidak sama dengan dengan perilaku agresif. Orang asertif
berani menyuarakan sesuatu yang menjadi pendapatnya dengan tetap menghargai orang
lain. Komunikasi asertif juga akan menuntun seseorang untuk memutuskan antara
mengatakan ‘ya’ atau ‘tidak’ untuk situasi tertentu. Sebaliknya, orang yang kurang
asertif cenderung selalu berkata ‘ya’ meskipun sebenarnya dia tidak berada dalam mood
untuk melakukan hal tersebut. Tidak bisa mengatakan apa yang idealnya ingin dikatakan
dapat menyebabkan perilaku agresif pasif dan konflik internal serta masalah mental.

28
Berikut adalah beberapa kelebihan seseorang bersikap asertif.

1. Bebas dari Konflik Internal

Bayangkan situasi berikut, Anda sedang mengalami sakit kepala parah dan ingin
menghabiskan waktu sendirian untuk beristirahat. Tapi teman baik Anda menelepon dan
mengatakan bahwa ia ingin pergi keluar dengan Anda. Menghadapi situasi ini,
sebenarnya Anda hendak menolak ajakan tersebut karena tidak dalam mood untuk
melakukannya. Tapi karena tidak mampu berkata ‘tidak’, Anda akhirnya pergi keluar
sehingga menambah derita sakit kepala Anda dengan melakukan apa yang tidak ingin
Anda lakukan. Jika Anda cukup asertif untuk menolak teman Anda, Anda bisa
menghabiskan waktu beristirahat atau melakukan apa yang sebenarnya ingin Anda
lakukan. Untuk berkata ‘tidak’, Anda tidak harus bersikap kasar. Komunikasi asertif
harus tetap mengedepankan hubungan saling menghormati. Dari contoh diatas, sikap
asertif akan membuat seseorang terhindar dari stres dan tekanan yang tidak perlu dari
lingkungan.

2. Meningkatkan Percaya Diri

Komunikasi asertif membantu meningkatkan kepercayaan diri. Orang yang asertif berarti
tidak ragu dalam menyuarakan pendapatnya. Orang lain juga akan cenderung
menghargai orang yang asertif karena berani menyuarakan pikiran dan memilih
memberikan jawaban yang jujur. Apresiasi dan penghargaan dari orang lain pada
akhirnya akan meningkatkan rasa percaya diri Anda yang telah bersikap asertif.

3. Membantu Mengelola Stres

Bersikap asertif membuat seseorang lebih mudah mengelola stres. Orang yang asertif
tidak akan menyesali apa yang dilakukan karena telah menyuarakan apa yang menjadi
pendapat dan keyakinannya.

4. Hidup yang Tidak Terikat dan Bebas

Orang asertif selalu percaya dengan prinsipnya tanpa terlalu banyak terganggu dengan
apa yang dikatakan orang lain. Orang asertif umumnya bahagia dan percaya diri karena
mampu menentukan pilihan dan tujuan hidupnya sendiri. Orang lain tidak akan bisa
memanfaatkan orang yang asertif karena perilaku asertif membuat seseorang tetap kukuh
dengan prinsipnya. Sebaliknya, orang yang tidak bisa berkata ‘tidak’ cenderung

29
dimanfaatkan orang lain karena ketidakmampuannya untuk menolak. Jika Anda merasa
belum mampu berkomunikasi secara aasertif, latihan dan pembiasaan bisa membantu
menumbuhkan sifat positif ini.

Berikut adalah beberapa cara yang dapat menumbuhkan Perilaku Asertif dikutip dari
Buku 7 Habits Effective People, Stephen R Covey :

1. Berusahalah dan Biasakanlah Berbicara dengan Rasa Percaya Diri.

Percaya Diri sangat penting dalam sebuah Komunikasi, dengan adanya Keyakinan akan
Kemampuan Diri Anda, sebuah Pembicaraan menjadi Mengalir dengan Natural, tanpa
perlu adanya Modifikasi atau Manipulasi. Sikap Percaya Diri akan apa yang ingin Anda
ungkapkan menjadi Pintu Keberhasilan sebuah Perilaku Asertif. Anda tidak mungkin
meyakinkan orang lain tanpa adanya Keyakinan pada Diri Sendiri terlebih dahulu.

2. Berusahalah dan Biasakanlah untuk Mengekspresikan Pikiran dan Perasaan dengan


Jelas Kepada Orang Lain.

Ekspresi bukan berarti Berlebihan atau Over Reacting dengan Lawan Bicara Anda.
Sikap Wajar tetap menjadi Prioritas Anda berkomunikasi tanpa melebih-lebihkan
ataupun menguranginya. Dalam penyampaian Ide dan Saran, Anda perlu menjelaskan
dan mengeksloprasi semua Pikiran dan Perasaan terkait dengan Pendapat tersebut.
Tidak harus mencari-cari Kata Asing agar terlihat Skillful, atau mengarang padanan kata
yang pada akhirnya tidak mudah Dimengerti dan Dipahami Lawan Bicara.

3. Biasakanlah Memandang Wajah Orang yang Anda Ajak Bicara Ketika Berbicara
dengannya.

Percaya Diri akan mengalirkan Pembicaraan secara alamiah, dan Anda tentu akan
bersikap jujur kepada Lawan Bicara. Tatapan atau Pandangan Mata Anda akan terlihat
Tenang dan Nyaman pada saat Komunikasi terjalin. Memandang Wajah tanpa Tendensi
Negatif atau Respon Berlebih menambah Keyakinan Anda dan Kepercayaan orang lain
terhadap Pendapat yang disampaikan.

4. Biasakanlah Mengungkapkan Pendapat Anda Secara Jujur dan Terbuka pada Orang
Lain.

30
Kejujuran adalah segalanya, tanpa harus dilebih-lebihkan. Kebenaran merupakan
Keberhasilan dalam sebuah Komunikasi, dan Kebenaran tidak harus berlebihan. Sikap
Jujur akan menambah Percaya Diri Anda menjalin Hubungan Komunikasi dan
menghasilkan Hubungan Menang-menang. Sikap Asertif adalah Jujur dalam
menyampaikan Pendapat dan Keterbukaan menjadi jembatannya.

5. Responlah Emosi Anda dengan Cara yang Sehat Untuk Menghindari Perilaku
Agresif atau Defensif dari Pihak Lain.

Pembicaraan yang tidak jujur cenderung berlangsung dengan Tensi Tinggi, dan
memungkinkan terjadinya Respon Negatif dari semua pihak. Namun pada saat semua
hal disampaikan dengan Jujur serta Percaya Diri, maka Anda akan dapat merespon
Emosi dan Perasaan dengan Tenang. Komunikasi dua pihak terjadi tanpa adanya
Agresifitas atau Sikap Defensif. Perilaku Asertif adalah Keterbukaan dalam Komunikasi,
sehingga masing-masing pihak mendapatkan sesuatu tanpa Paksaan dan Tekanan.
Perilaku Asertif tidak hanya bermanfaat bagi Diri Anda namun juga mengajak orang lain
berlaku yang sama, Jujur dan Terbuka dan Percaya Diri dengan apa yang akan
disampaikan.

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep pembelajaran klinik adalah Merupakan salah satu metode mendidik


peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidikan memilih dan menerapkan
cara mendidik yang sesuai dengan objektif (tujuan), dan karakteristik individual
peserta didik berdasarkan kerangka konsep pembelajaran.

B. Saran

Masyarakat professional kebidanan harus mempunyai tanggung jawab bersama


dalam menyiapkan peserta didik kebidanan menjadi bidan yang professional.

32
DAFTAR PUSTAKA

 Jurnal : Kusumawati, Anis. 2016. ‘Kecemasan, Pendekatan Belajar, Dan


Pencapaian Kompetensi Mahasiswa Program Studi DIPLOMA III KEBIDANAN
Dalam Praktik Klinik KEBIDANAN KEGAWATDARUARATAN MATERNAL
NEONATAL’
 Relly, D.E & Obermann, M.H. 2002. Pengajaran Klinis dalam pendidikan
keperawatan, alih bahasa Eni Noviestari. Jakarta : EGC
 Waluyo, A. 2005. Metode Pengajaran Klinik Keperawatan. Makalah pelatihan
bimbingan klinik FIK – UI.
 Nursalam & ferr E. 2008. Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
 Fery, Nursalam. 2011. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta:Salemba
Medika.
 http://eprints.uns.ac.id/4885/1/210501011201110291.pdf dengan Analisis
Pembelajaran Praktik Klinik Asuhan Kebidanan di Universitas Muhammadyah
Surabaya oleh Asta Adyani (diaskes pada tanggal 13 Februari 2018)
 https://journal.ugm.ac.id/jpki/article/view/25221/16173 (diaskes pada tanggal 13
Februari 2018)
 Budi Anna Keliat (2015), Metoda Pengajaran Klinik, Jakarta. PT Gramedia
 Bagian Keperawatan Jiwa Komunitas FIK – UI (2011), Bimbingan Klinik yang
Efektif, Jakarta.
 Stuart & Laria. (2010). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing, Mosby
Year Book, Philadelphia.
 https://www.scribd.com/document/252715699/pembelajaran-klinik (diaskes pada
tanggal 13 Februari 2018)
 https://www.academia.edu/11223674/Bimbingan_klinik (diaskes pada tanggal 13
Februari 2018)
 Bastable, S.B (2002).Perawat sebagai pendidik: prinsip – prinsip pengajaran
dan pembelajaran, alih bahasa Gerda W. Jakarta: EGC
 Nurachmah, E( 2005). Metode Pengajaran Klinik Keperawatan. Makalah
pelatihan bimbingan klinik FIK – UI.

33

You might also like