Laporan Diagram Biner

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 16

PERCOBAAN VI

DIAGRAM BINER

I. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini, yaitu: Untuk mengetahui suhu kelarutan
kritis biner phenol air.

II. Dasar Teori


Fasa adalah sejumlah zat yang homogen baik secara kimia maupun fisika.
Secara umum telah dikenal tiga kelompok fasa yaitu; fasa gas, fasa cair dan fasa
padat. Campuran padatan atau dua cairan yang tidak saling bercampur dapat
membentuk fase terpisah. Sedangkan campuran gas-gas adalah satu fase karena
sistemnya yang homogen. Symbol umum untuk jumlah fase adalah P.
 sistem satu fasa : Dua cairan yang bercampur homogen
 sistem 2 fasa : cairan polar (misal air) dan non polar (misal :minyak) sistem
belerang padat (monoklin dan rombik)
 sistem 3 fasa : es, uap air dan air (Sukardjo, 2002)
Komponen (C) adalah spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan
pelarut. Jumlah komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum dari
spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi
setiap fasa dalam sistem tersebut (Anonim, 2012)
Temperature kritis atas Tuc adalah batas atas temperature dimana terjadi
pemisahan fase. Diatas temperatur batas atas, kedua komponen benar-benar
bercampur.Temperatur ini ada gerakan termal yang lebih besar menghasilkan
kemampuan campur yang lebih besar pada kedua komponen (Atkins, 1999).
Beberapa system memperlihatkan temperatur kritis Tlc dimana dibawah
temperature itu kedua komponen bercampur dalam segala perbandingan dan
diatas temperature itu kedua komponen membentuk dua fase. Salah satu
contohnya adalah air-trietilamina. Dalam hal ini pada temperature rendah kedua
komponen lebih dapat campur karena komponen-komponen itu membentuk
kompleks yang lemah, pada temperature lebih lebih tinggi kompleks itu terurai
dan kedua komponen kurang dapat bercampur (Isyana, 2010)
Menurut Tim dosen kimia fisik (2010), pasangan cairan yang bercampur
sebagian dapat dibagi dalam empat tipe :
1. Tipe I , campuran dengan temperatur kelarutan kritis maksimum,misalnya
system air-fenol.
2. Tipe II , campuran dengan temperatur kelarutan kritis minimum, misalnya
system air - trimetil amin.
3. Tipe III , campuran dengan temperatur kelarutan kritis maksimum dan
minimum, misalnya system air – nikotin.
4. Tipe IV , campuran yang tidak mempunyai temperatur kelarutan kritis.
Diagram fase adalah sejenis grafik yang digunakan untuk menunjukkan
kondisi kesetimbangan antara fase-fase yang berbeda dari suatu zat yang sama.
Selama ini pembentukan perubahan mutual antara tiga wujud materi difokuskan
pada keadaan cair. Dengan kata lain, perhatian telah difokuskan pada perubahan
cairan dan padatan, dan antara cairan dan gas. Dalam membahas keadaan kritis
zat, akan lebih tepat menangani tiga wujud zat secara simultan, bukan membahas
dua dari tiga zat. Diagram fasa merupakan cara mudah menampilkan wujud zat
sebagai fungsi suhu dan tekanan. Sebagai contoh khas, diagram fasa air. Dalam
diagram fasa diasumsikan bahwa zat tersebut diisolasi dengan baik dan tidak ada
zat lain yang masuk atau keluar system. Ada beberapa diagram fasa yang dikenal,
yaitu:
a. Diagram fasa uner, dikenal juga dengan diagram fasa tunggal yang
menggambarkan hubungan antara tekanan dan suhu pada sistem 1 komponen
zat tertentu.
b. Diagram fasa biner (sistem 2 komponen), menggambarkan hubungan antara
konsentrasi relatif dari 2 komponen unsur berbeda dengan temperatur.
c. Diagram fasa terner (sistem 3 komponen), menggambarkan hubungan 3
komponen unsur dengan temperatur (Isyana, 2010)
Pada diagram fasa dikenal pula istilah sistem, dimana system adalah suatu zat
atau campuran, yang diisolasikan dari zat zat lain dalam suatu bejana inert, untuk
diselidiki pengaruh perubahan temperature, tekanan dan konsentrasi terhadap zat
tersebut, misalnya system air, air dalam garam, gas dan sebagainya. System
terkonden merupakan system dimana fasa uapnya diabaikan (suhu relative rendah)
ssehingga harga derajat kebebasan F= C–P+1. Pada diagram fasa terdapat system
dua kompnen cair-cair yang melarut sebagian atau system terkonden. Misal, Fenol
ditambahkan ke dalam air sedikit demi sedikit. System dimulai dari titik a dan
bergerak ke kanan. Dari titik a ke titik b diperoleh satu fasa yang artinya fenol
ditambahkan melarut dalam air dan membentuk sau fasa. Yang ditandai dengan
warna jernih. Tc merupakan titik kritis dimana merupakan batas kelarutan (suhu
kelarutan kritis). Di atas,Tc cairan saling melarut sempurna dalam berbagai
komposisi (Atkins, 2009)
Dalam pembahasan mengenai diagram fasa khususnya diagram fasa biner,
dikenal adanya 3 reaksi invarian, yaitu:
1. Reaksi eutentic yaitu reaksi dimana phase liquid berubah menjadi dua fase
padat pada proses pendinginan.
suhu eutektik
Cairan α larutan padat + β larutan padat
pendinginan
2. Reaksi eutectoid yaitu reaksi dimana terjadi perubahan fase padat menjadi 2
fase padat lainnya pada proses pendinginan atau sebaliknya.
suhu eutectoid
Padatan α larutan padat + β larutan padat
pendinginan

3. Reaksi peritectic yaitu pada proses pemanasan, satu fase padat berubah
menjadi 1 fase padat dan 1 fase cair.
pemanasan
padatan α larutan padat + β larutan cair
pendinginan
(Anonim, 2012)
Kegunaan Diagram Fase adalah dapat memberikan informasi tentang struktur
dan komposisi fase-fase dalam kesetimbangan. Diagram fase digunakan oleh ahli
geologi, ahlikimia, ceramists, metallurgists dan ilmuwan lain untuk mengatur data
pengamatan serta dapat digunakan untuk membuat prediksi tentang proses-proses
yang melibatkan reaksi kimia antara fase (Anonim, 2012)
III. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu:
A. Alat
1. Termometer
2. Penangas air
3. Tabung reaksi besar
4. Neraca digital
5. Spatula
6. Batang pengaduk
7. Gelas kimia 500 mL
8. Gelas kimia 100 mL (2 buah)
9. Gelas ukur
10. Aluminium foil
11. Pipet tetes
B. Bahan
1. Phenol 99,5%
2. Aquades
IV. Prosedur Kerja
Adapun langkah-langkah kerja yang kami lakukan dalam percobaan ini,
yaitu:
1. Menimbang 5 gram kristal phenol dengan menggunakan neraca digital.
2. Melarutkan kristal phenol dengan aquades sebanyak 5 mL sambil
mengaduknya kemudian memasukkan campuran ke dalam tabung reaksi
besar. Tabung reaksi besar disumbat dengan menggunakan aluminium foil
agar phenol tidak menguap.
3. Memanaskan gelas kimia yang berisi air dengan menggunakan penangas.
4. Setelah air dalam gelas kimia telah mendidih dan phenol telah larut
semuanya, maka selanjutnya memannaskan tabung reaksi besar yang berisi
campuran phenol dan air sambil mengaduknya sampai larutan tampak jernih.
5. Mengukur suhu dengen menggunakan termometer saat larutan jernih (T1).
6. Mengaduk campuran sampai diperoleh larutan yang keruh kemudian
kembali mengukur suhunya (T2).
7. Menambahkan 0,5 gram phenol ke dalam campuran yang telah ada
kemudian memanaskannya sambil diaduk sampai diperoleh larutan yang
jernih.
8. Mengukur suhu dengan menggunakan termometer saat larutan jernih.
9. Mengaduk campuran sampai diperoleh larutan yang keruh kemudian
kembali mengukur suhunya.
10. Mengulangi perlakuan 7-9 sebanyak 3 kali dengan penambahan phenol
masing-masing sebanyak 1 gram, 1,5 gram dan 2 gram.
11. Memasukkan data yang diperoleh ke dalam tabel hasil pengamatan.
V. Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini, yaitu:
Jumlah
Penambahan Aquades
No. phenol T1 (˚C) T2 (˚C)
phenol (gram) (mL)
(gram)
1. 5 5 5 70 53
2. 0,5 5 5,5 62 49
3. 1 5 6,5 65 50
4. 1,5 5 8 62 45
5. 2 5 10 59 37
Grafik
VII. Pembahasan
Diagram biner adalah diagram yang menunjukkan sistem 2 fasa dari dua zat
dalam campuran yang ditunjukkan oleh hubungan temperatur terhadap
kosentrasi relatif zat. Dimana pencampuran ini dapat dilakukan dengan
menambahkan suatu zat cair ke dalam cairan murni lain pada tekanan tertentu
dengan variasi suhu. Pada diagram biner akan terlihat adanya perubahan dari
sistem dua fasa menjadi sistem satu fasa ( Anonim, 2012)
Adapun dalam percobaan ini digunakan bahan berupa phenol 99,5 % yang
dilarutkan dengan aquades, dimana akan dicari letak suhu kritis campuran kedua
larutan. Secara singkat dapat dijelaskan mekanisme percobaan sebagai berikut:
phenol berupa padatan ditambahkan aquades sebanyak 5 mL sambil diaduk
kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi besar. Adapun fungsi pengocokan
ini yaitu untuk melarutkan padatan phenol dengan cepat, akan tetapi hasilnya
ternyata phenol dan aquades tidak bercampur melainkan membentuk dua
lapisan. Pada lapisan bawah terdapat phenol sedangkan di lapisan atas terdapat
aquades. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh massa jenis kedua zat, dimana
massa jenis phenol lebih besar dari massa jenis aquades. Setelah itu, campuran
kedua larutan dipanaskan. Adapun hasil yang diharapkan dari pemanasan ini
yaitu diperoleh larutan yang jernih dimana hal ini menyatakan adanya perubahan
dari sistem 2 fasa menjadi sistem 1 fasa. Dimana perubahan ini terjadi karena
terbentuk larutan jenuh air dalam phenol. Perubahan ini menandakan bahwa
campuran phenol-air telah mencapai suhu kritisnya sehingga untuk mengetahui
suhu pastinya dilakukanlah pengukuran dengan menggunakan termometer.
Selanjutnya, campuran phenol-air dibiarkan dingin atau diaduk sampai diperoleh
larutan keruh. Keruhnya larutan menandakan terjadinya perubahan dari sistem 1
fasa menjadi sistem 2 fasa sehingga perlu diselidiki suhunya. Sehingga pada
bagian ini, pengadukan dan pendiaman berfungsi untuk mempercepat
terbentuknya sistem 2 fasa pada campuran. Adanya perubahan dari sistem 1 fasa
menjadi sistem 2 fasa disebabkan oleh terbentuknya larutan jenuh phenol dalam
air. Selanjutnya, campuran ditambahkan 0,5 gram phenol kemudian diberi
perlakuan yang sama yakni dipanaskan, lalu mengukur suhu kemudian
didinginkan dan suhunya kembali diukur. Penambahan ini dilakukan sebanyak
empat kali hingga penambahan 2 gram phenol. Adapun penambahan ini
dilakukan untuk menyelidiki pada titik mana phenol akan mencapai keadaan
jenuh yang mengakibatkan tidak akan terjadi lagi perubahan fasa pada
sistemnya. Pada akhir penambahan phenol terlihat bahwa larutan sulit menjadi
keruh walaupun telah didinginkan atau diaduk beberapa saat. Sehingga dari
semua perlakuan yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa kedua larutan
dapat saling melarutkan hanya pada komposisi tertentu.
Pada pembahasan sebelumnya dikenal istilah fasa. Dimana fasa sendiri dapat
didefenisikan sebagai bagian system yang seragam atau homogeny diantara
keadaan submakroskopiknya, tetapi benar – benar terpisah dari bagian system
yang lain oleh batasan yang jelas dan baik. Misalnya fasa gas, fasa padat dan
fasa cair. Dikenal beberapa sistem fasa, antara lain sistem 1 fasa, sistem 2 fasa
dan sistem 3 fasa. Yang menjadi fokus pembahasan adalah sistem 2 fasa sebab
sesuai dengan perobaan yang dilakukan. Sistem 2 fasa adalah sistem yang terdiri
dari 2 cairan/zat yang heterogen dan tidak dapat bersatu, misal air-phenol dan
air-minyak.
Temperatur kelarutan kritis adalah temperatur dimana akan diperoleh
komposisi larutan dalam keadaan setimbang, dimana ditandai dengan adanya
perubahan dari 2 fasa menjadi 1 fasa. Berdasarkan percobaan yang dilakukan
diketahui bahwa pada saat phenol dan air mencapai suhu kelarutan kritisnya
terlihat campuran keduanya menjadi jernih. Penyelidikan ini dibantu dengan
proses pemanasan. Akan tetapi, setelah didiamkan beberapa saat ternyata
campuran kembali keruh. Ini menandakan terbentuknya kembali 2 fasa.
Pada percobaan ini terlihat bahwa phenol dapat larut dalam air terutama saat
pemanasan berlangsung. Sebenarnya phenol memiliki kelarutan yang terbatas
dalam air, yakni sekitar 9,3 gr/100 mL. Akan tetapi, phenol memiliki sifat yang
cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.
Pengeluaran ion tersebut menghasilkan anion fenoksida, C6H5O- yang dapat
larut dalam air. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-
satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban
negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya. Adapun mekanisme
larutnya phenol dalam air, yaitu: air berperan sebagai basa yang menerima
sebuah proton. Proton yang dimaksudkan adalah ion H+ yang dilepaskan oleh
phenol yang kemudian membentuk ion H3O+. Pelepasan ion H+ dari gugus
hidroksil phenol menyebabkan terbentuknya anion fenoksida yang akan larut
dalam air.
Sistem air-phenol jika dilihat dari tipe campurannya maka dapat
digolongkan pada tipe I. Hal ini terjadi karena kedua larutan benar-benar
bercampur ketika mencapai suhu kelarutan kritis maksimum. Hal ini dapat
dilihat dari dari percobaan dan data yang diperoleh dimana campuran phenol-air
benar-benar memisah atau menjadi jernih pada suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu saat campuran phenol-air kembali memisah
membentuk 2 fasa. Pada reaksi phenol-air berlangsung reaksi peritectic, yakni
reaksi dimana suatu padatan berubah menjadi 2 fasa dalam bentuk padat dan cair
atau sebaliknya lewat proses pemanasan dan pendinginan. Pada percobaan
terlihat bahwa phenol yang awalnya berupa padatan setelah dilarutkan dengan
air lewat bantuan pemanasan ternyata bercampur kemudian akan berubah
kembali membentuk 2 fasa berupa larutan padat dan cairan setelah didinginkan
beberapa saat. Adapun campuran antara larutan padat dan cairan yang dimaksud
adalah terbentuknya campuran yang berkeruh akibat adanya zat yang tidak larut.
Dari percobaan dan data pada diagram terlihat suhu kelarutan kritis phenol-
air yang diperoleh untuk 5 kali perlakuan masing-masing 70˚C, 62˚C, 65˚C,
62˚C dan 59˚C. Adapun terjadinya perubahan dari sistem 1 fasa menjadi 2 fasa
pada campuran phenol-air untuk 5 kali perlakuan terjadi pada suhu berikut
secara berurut 53˚C, 49˚C, 50˚C, 45˚C, dan 37˚C. Berdasarkan literatur yang
diperoleh letak suhu krtis phenol-air adalah pada 65˚C. Terdapat perbedaan
antara hasil yang diperoleh dengan literatur yang ada. Perbedaan ini dapat saja
diakibatkan karena adanya kesalahan pada pembacaan skala termometer saat
pengukuran suhu. Maka dapat dikatakan bahwa penambahan phenol pada
campuran dapat menurunkan suhu kelarutan kritis campuran phenol-air.
VI. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini, yaitu;
1. Dari percobaan dan data yang diperoleh maka diketahui bahwa suhu

kelarutan kritis phenol air adalah 70˚C, 62˚C, 65˚C, 62˚C dan 59˚C, dimana

pada suhu ini campuran phenol-air menjadi jernih atau dengan kata lain

terbentuknya sistem 1 fasa.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2012. Diagram Fasa.


http://ft.unsada.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/bab5-mt.pdf
(Diakses, Senin 4 November 2013)

Anonim2. 2013. Fenol.


http://id.wikipedia.org/wiki/Fenol
(Diakses, Senin 4 November 2013)

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga

Isyana. 2010. Sifat Termodinamik Sistem Biner Phenol-Air. Yogyakarta: UNY.

Sukardjo. 2002. Kimia Fisika . Jakarta : Rineka cipta

Tim Dosen. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Palu: UNTAD.


LEMBAR ASISTENSI

Nama : Fulgensia Genefefa T


Judul Percobaan : Panas Netralisasi
Asisten : Hanik Makhliatus Samawiyah

No. Hari/Tanggal Catatan Paraf

You might also like