Laporan Kasus Vitiligo

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

LAPORAN KASUS

VITILIGO

Disusun oleh:
Gabriella Patricia Angkow
01073170090

Pembimbing:
dr. Nana Novia Jayadi, SpKK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 19 Maret – 21 April 2018
TANGERANG
PENDAHULUAN

Vitiligo adalah gangguan kulit di mana hilangnya sebagian atau seluruh


melanosit dari kulit sehingga menghasilkan depigmentasi pada kulit.1 Vitiligo
mempengaruhi sekitar 1% dari populasi dunia dan dapat terjadi pada semua ras, umur
dan jenis kelamin. Onset Sekitar 30% memiliki riwayat penyakit vitiligo dalam
keluarga. 1-4
Gejala klinis vitiligo yaitu makula putih susu homogen berbatas tegas. Vitiligo
dibagi atas generalisata dan lokalisata (fokal, segmental dan mucosal). Terdapat juga
vitiligo universalis dimana depigmentasi terjadi >80% permukaan tubuh. 2,5 Penyebab
vitiligo umumnya tidak diketahui, namun terdapat beberapa hipotesis yaitu hipotesis
autoimun, neural dan biokimia. Faktor-faktor berupa faktor endogen dan eksogen juga
berperan dalam proses terbentuknya vitiligo. Faktor endogen berupa genetik, tekanan
emosional berat, penyakit internal seperti gangguan autoimun. Faktor eksogen berupa
trauma fisik, obat-obatan dan zat-zat melanotoksik2
Diagnosis pada vitiligo dapat ditegakkan cukup secara klinis yaitu melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dapat juga digunakan lampu wood untuk melihat luas
hipopigmentasi secara jelas. Untuk menegakkan diagnosis vitiligo dilakukan
pemeriksaan histopatologi. Tanda spesifik adalah kehilangan melanin dan melanosit.1,2
Tatalaksana vitiligo berdasarkan pada klasifikasi vitiligo. Lini pertama untuk vitiligo
dapat digunakan kortikosteroid topical dan inhibitor kalsineurin. Selain itu dapat
dilakukan fototerapi seperti Narrowband UVB dan PUVA. Tatalaksana bedah
merupakan terapi alternatif untuk vitiligo. 9
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 28 Januari 2002
Usia : 16 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
NO.Rekam Medis : RSUS-0013xxxx
Admisi : 28 Maret 2018

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada pasien di Poliklinik Kulit
dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Siloam pada hari rabu, 28 maret 2018
pada pukul 16.00

Keluhan Utama
Bercak-bercak putih pada pergelangan kaki kanan sejak 10 tahun lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan terdapat bercak-bercak putih sejak 10 tahun
lalu. Bercak putih terdapat pada bagian lutut kanan dan pergelangan kaki
kanan. Awalnya bercak hanya terdapat pada pergelangan kaki dan meluas
namun kemudian bercak muncul pada lutut pasien. Pasien tidak memiliki
keluhan lain seperti adanya rasa gatal dan perih. Disekitar kulit pasien tidak
terdapat luka atau darah. Pasien mengatakan bahwa keluhan yang ia alami
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien menyangkal mengalami
stress dan terpapar sinar matahari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami gejala serupa dan pasien tidak memiliki
riwayat penyakit lain. Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit
autoimun

Riwayat Penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki gejala serupa. Keluarga pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit autoimun dan riwayat penyakit lainnya

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan kakaknya. Pasien berasal dari keluarga
dengan ekonomi menengah.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, baik terhadap makanan, cuaca, obat-
obatan, debu dan lainnya.

Riwayat Pengobatan
Pasien telah mendapat pengobatan yaitu Betamethasone dipropionate 1%
dan tacrolimus 0,01% selama 10 tahun. Obat digunakan 2x sehari pada pagi
dan sore. Pasien mengatakan bahwa bercak putih mengalami perbaikan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis (GCS=15)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70
Nadi : 70 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36.5°C
Status Generalis
 Kepala dan wajah:
o Bentuk kepala simetris
o Rambut hitam tersebar merata
o Kulit kepala normal
o Tidak ada luka atau scar bekas operasi, massa, deformitas
 Mata:
o Mata normal, tidak cekung
o Pupil isokor (3mm/3mm)
o Refleks cahaya +/+
o Konjungtiva anemis
o Sklera tidak ikterik
 THT:
Telinga:
o Telinga kanan dan kiri simetris
o Tidak ada bekas luka, deformitas
o Tidak nyeri
o Tidak ada sekret
Hidung:
o Bentuk normal dan septum di tengah
o Tidak ada bekas luka, deformitas, massa, darah
o Mukosa tidak hiperemis
o Tidak ada pernapasan cuping hidung
Tenggorokan:
o Faring tidak hiperemis
o Uvula di tengah
o Tonsil: T1/ T1tidak hiperemis
 Mulut:
o Mukosa mulut normal, tidak ada massa
o Lidah normal, tidak ada defiasi
o Tidak ada luka di bibir, lidah, dan pallatum
 Leher:
o Leher simetris, tidak ada luka atau bekas operasi, jejas dan
kemerahan
o Tidak ada pembesaran KGB
o Trakea intak di tengah

 Thorax:
Jantung:
o Inspeksi:
- Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi:
- Iktus kordis tidak teraba
o Perkusi
- Batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi:
- S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru:
o Inspeksi:
- Bentuk dada normal
- Pergerakan dada statis dan dinamis simetris
- Tidak ada paru tertinggal
- Tidak ada retraksi paru
- Tidak ada barrel chest
- Tidak tampak pink puffer atau blue bloaters
o Palpasi:
- Tactile fremitus kedua lapang paru simetris
o Perkusi:
- Batas paru hati normal
- Sonor pada kedua paru
o Auskultasi:
- Suara napas vesikular
- Tidak ada ronki dan wheezing
 Abdomen
o Inspeksi:
- Perut datar
- Tidak ada massa, deformitas, bekas operasi, scar, jejas,
distensi striae
o Auskultasi:
- Bising usus normal
- Tidak terdengar metallic sound
o Perkusi:
- Perkusi 4 regio abdomen normal (timpani)
- Tidak ada shifting dullness
- Batas hepar normal, tidak ada hepatomegali
o Palpasi:
- Tidak ada nyeri tekan atau massa
- Tidak ada pembesaran hati, limpa dan ginjal

 Ekstremitas :
- Ekstremitas simetris
- Akral hangat
- CRT normal <2 detik
- Tampak depigmentasi pada patella, maleolus medialis dan
maleolus lateralis dextra
Status Dermatologis

Gambar 1. Lesi pada regio maleolus medialis dextra

Gambar 2. Lesi pada regio maleolus lateralis dextra


Gambar 3. Lesi pada regio patella dextra

(Gambar 1)
Ad regio : Regio maleolus medialis dextra
Deskripsi Lesi : Makula hipopigmentasi, batas tidak tegas, skuama (-)

(Gambar 2)
Ad regio : Regio maleolus lateralis dextra
Deskripsi Lesi :Makula depigmentasi berbatas tegas, tepi irregular,
ukuran numular, skuama (-)

(Gambar 3)
Ad regio : Regio patella dextra
Deskripsi Lesi : Makula depigmentasi berbatas tegas, tepi irregular,
skuama (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan
V. RESUME
Pasien Nn. S, perempuan, berusia tahun memiliki keluhan bercak-bercak
berwarna putih pada pergelangan kaki dan lutut kanan sejak 10 tahun lalu.
Awalnya bercak hanya terdapat pada pergelangan kaki dan meluas namun
kemudian muncul pada lutut pasien. Pasien menggunakan betamethason
dipropionate dan tacrolimus selama 10 tahun. Pasien mengatakan bahwa
bercak putih mengalami perbaikan.
Pada Pemeriksaan Fisik, status generalisata pasien normal. Pada
pemeriksaan status dermatologi, pada regio maleolus medialis dextra tampak
makula hipopigmentasi, batas tidak tegas dan tidak tampak skuama. Pada
regio maleolus lateralis dextra tampak makula depigmentasi berbatas tegas,
tepi irregular, ukuran numular, tidak tampak skuama. Pada regio patella
dextra tampak makula depigmentasi berbatas tegas, tepi irregular, dan tidak
tampak skuama.

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Vitiligo
Diagnosis Banding : Pitiriasis alba, Pitiriasis versikolor, Nevus
depigmentosus

VII. TATALAKSANA
Non-medikamentosa
- Menggunakan tabir surya sebelum keluar rumah
- Menghindari terjadinya trauma
- Menjalankan terapi sesuai anjuran dokter
Medikamentosa
- Betamethasone 0,05% dioleskan dua kali sehari selama ± 1 bulan
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Cosmeticum : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Vitiligo adalah gangguan kulit di mana hilangnya sebagian atau seluruh
melanosit dari kulit sehingga menghasilkan depigmentasi pada kulit.1
Penyebab vitiligo tidak diketahui secara pasti namun diduga disebabkan oleh
faktor genetik dan non genetik yang berinteraksi dengan kehilangan atau
ketahanan fungsi melanosit dan merupakan suatu proses autoimun.2

II. EPIDEMIOLOGI
Vitiligo umumnya mempengaruhi sekitar 1% dari populasi dunia.
Vitiligo dapat terjadi pada semua ras, umur dan jenis kelamin. Vitiligo
dilaporkan lebih sering pada pasien perempuan dibandingkan laki-laki.
Onset Vitiligo biasanya lebih sering pada orang dengan usia 20–30 tahun
dan sekitar 30% ada memiliki riwayat vitiligo dalam keluarga.1-4

III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Penyebab dari vitiligo tidak diketahui secara pasti, namun terdapat tiga
hipotesis untuk patogenesisnya yaitu hipotesis autoimun, hipotesis neural
dan hipotesis biokimia/sitotoksik. Riwayat keluarga vitiligo pada 20%
hingga 30% pasien menyatakan bahwa terdapat faktor genetik yang
berperan.2,5,7

Genetik pada Vitiligo


Hampir seluruh studi genetika terfokus pada vitiligo generalisata, telah
diidentifikasi sedikitnya 10 lokasi yang berbeda. 7 dari 10 terkait dengan
penyakit autoimun lainnya, antara lain yaitu HLA kelas I dan II, PTPN22,
LPP, NALP1, TRY yang mengkode tirosinase yang merupakan enzim
penting dalam sintesis melanin. Pada tipe segmental diduga adanya mutasi
gen mosaik de novo bersifat sporadis.2,5,6
Hipotesis Autoimun
Ditemukannya aktivitas imunitas humoral berupa antibody anti melanosit
yang mampu membunuh melanosit secara in vitro maupun in vivo. Sekarang
aktivitas humoral ini lebih diduga sebagai response sekunder terhadap
melanosit yang rusak dibandingkan dengan respons primer penyebab vitiligo
generalisata. Pada tepi lesi vitiligo generalisata ditemukan adanya sel T
sitotoksik yang mengekspresikan profil sitokin tipe 1.2,5,6

Hipotesis Neural
Hipotesis ini menunjukkan adanya mediator neurokimia yang bersifat
sitotoksik terhadap sel pigmen dan dikeluarkan oleh ujung saraf didekatnya.
Teori ini didukung oleh kenyataan:
1. Vitiligo lokalisata yang terbatas secara segmental tidak dermatomal
melainkan menyerang beberapa dermatom
2. Vitiligo segmental tidak berefek dengan obat-obat vitiligo konvensional
tetapi membaik terhadap obat-obat yang memodulasi fungsi saraf.
3. Terjadinya vitiligo dilaporkan setelah mengalami tekanan emosional
berat atau setelah kejadian neurological, misalnya ensefalitis, multiple
sklerosis, dan jejas saraf primer.2,5,6

Hipotesis Biokimia
Kerusakan mitokondria mempengaruhi terbentuknya melanocyte growth
factors dan sitokin perugalsi ketahanan melanosit. Kadar antioksidan
biologik pada vitiligo: katalase dan glutation peroksidase berkurang.
Disebabkan kadar H2O2 epidermis yang meningkat. Bukti histopatologis
menunjukkan adanya kerusakan yang diperantarai stress oxidative berupa
degenerasi vakuol.2,5,6
Beberapa penulis menekankan adanya sensitivitas melanosit terhadap
agen peroksidatif, walaupun melemahnya sifat scavenging radikal bebas
pada masa biosintesis melanin belum jelas, namun dua teori yang paling
menjanjikan adalah akumulasi H2O2 di epidermis dan ekspresi abnormal
tyrosin related protein (TRP-1).2,5,6
IV. GEJALA KLINIS
Lesi klinis biasanya tidak bergejala dan ukurannya bervariasi. Vitiligo
biasanya melibatkan bercak putih di tangan dan pergelangan tangan, kaki,
lengan, wajah, bibir, aksila dan perioral, periorbital dan kulit anogenital.
Vitiligo juga dapat mempengaruhi selaput mukosa seperti jaringan di dalam
mulut dan hidung. Secara umum, bercak putih pada vitiligo tidak menyebar.
Namun dalam beberapa kasus, bercak putih dapat menyebar ke area lain di
tubuh. Pada beberapa orang bercak putih menyebar perlahan-lahan
sementara pada beberapa orang dapat menyebar dengan cepat. Pada keadaan
dimana seseorang mengalami stress fisikal atau emosional maka bercak
putih dapat menyebar lebih cepat. Selain itu reaksi sunburn juga dapat
menjadi pencetus.1,5.
Vitiligo non-segmental atau generalisata sering juga disebut dengan
vitiligo vulgaris, merupakan depigmentasi kronis yang dapat ditandai dengan
makula putih susu homogen berbatas tegas. Berdasarkan penyebaran dari
jumlahnya vitiligo dibagi atas generalisata dan lokalisata (fokal, segmental
dan mucosal). Jenis generalisata merupakan jenis yang sering kali dijumpai,
distribusi lesi simetris dan ukuran bertambah luas deiring waktu. Lesi dapat
muncul dimana saja , namun umumnya terdapat pada lutut, siku, punggung
tangan dan jari-jari. Vitiligo segmental merupakan varian yang hanya
terdapat pada satu sisi segmen, dan jenis ini jarang dijumpai. Kebanyakan
pasien memiliki gambaran segmental berupa lesi tunggal yang khas, namun
dapat juga menempati dua atau lebih segmen satu sisi, berlawanan atau
mengikuti distribusi dermatomal (garis Blaschko). Daerah yang paling sering
terkena yaitu wajah, aksila, umbilicus, puting susu, sakrum dan inguinal.2,5
Vitiligo simetris sering dijumpai bila menyerang jari-jari, pergelangan
tangan, aksila, lipatan-lipatan lain dan daerah sekitar orifisium, misalnya:
mulut, hidung dan genitalia. Pada saat pigmen rusak tampak gambaran
trikrom berupa daerah sentral yang putih dikelilingi area yang pucat. Sangat
jarang lesi vitiligo disertai peradangan pada sisi lesi yang sedang
berkembang dan disebut dengan vitiligo inflamatorik.2,5
Vitiligo dapat menyerang folikel rambut, dengan demikian dapat ditemui
rambut-rambut menjadi putih. Pada pasien berkulit gelap depigmentasi dapat
dilihat pula pada mukosa, misalnya mulut. Perjalanan penyakit tidak dapat
diperkirakan, tetapi sering progresif, setelah setahun dalam keadaan stabil
pun dapat mengalami eksaserbasi. Progresivitas yang sangat cepat
mengakibatkan depigmentasi sempurna dalam 6-12 bulan.2,5
Sedangkan repigmentasi spontan pernah dijumpai pada 6-44% pasien.
Bahkan walaupun sangat jarang, pasien yang telah mengalami depigmentasi
sempurna dapat secara spontan warna kulitnya kembali seperti sedia kala.
Penyembuhan atau repigmentasi spontan dapat telihat dengan munculnya
beberapa makula pigmentasi, perifolikuler atau berasal dari pinggir lesi.
Repigmentasi juga sebagai tanda bahwa lesi responsive terhadap terapi.2

V. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa klasifikasi yang tercatat dalam literature, pembagian
terbanyak berdasarkan distribusi dan lokasi, seperti klasifikasi menurut
Ortonne tahun 1983. Trikrom vitiligo ditetapkan oleh Fitzpatrick tahun 1964,
lesi memiliki daerah intermediate hypochromia, berlokasi di daerah antara
lesi akromia dan daerah kulit berwarna normal. Keadaan ini sering
dihubungkan dengan perluasan lesi.2,5

Tabel 1. Klasifikasi Vitiligo Menurutt Ortonne, 1983


Vitiligo Lokalisata Vitiligo Generalisata Vitiligo Universalis
1 Fokalis : hanya Akrofasial : distal, Depigmentasi >80%
satu atau lebih ekstremitas dan
makula dalam satu wajah
area tetapi tidak
jelas segmental
atau zosteriformis
2 Segmentalis : satu Vulgaris : makula
atau lebih makula tersebar pada
dengan pola seluruh tubuh
quasidermatomal dengan pola
distribusi asimetris
3 Mukosa : hanya Mixed akrofasial
mengenai daerah dan/atau vulgaris,
mukosa dan/segmentalis

Menurut tinjauan dari Vitiligo Global Issues Consensus Conference tahun


2011-2012, vitiligo dapat diklasifikasikan sebagai berikut8,9 :

Tabel 2. Klasifikasi Vitiligo


Tipe Subtipe
Vitiligo Non-Segmental Akrofasial : wajah, kepala, kaki dan tangan,
(NSV) terutama daerah perioral dan jari tangan
Mukosal (lebih dari satu) : mukosa oral dan
genital. ketika hanya melibatkan satu bagian
mukosa maka diklasifikasikan sebagai
indeterminate
Generalisata atau umum : Makula biasanya
simetris terutama di tangan, jari-jari, wajah,
dan daerah-daerah yang terpapar trauma
Universal : keterlibatan 80-90% luas
permukaan tubuh dan merupakan bentuk
yang paling sering pada orang dewasa
Campuran/mixed : keterlibatan bersamaan
vitiligo segmental dan non-segmental.
Paling sering, bentuk segmental mendahului
NSV
Variasi jarang/rare forms : vitiligo punctata,
minor dan folikuler. Jenis-jenis ini juga
dianggap tidak dapat diklasifikasikan
Vitiligo Segmental Unisegmental, bisegmental atau
multisegmental
Unclassified atau Focal : Makula tanpa penyebaran segmental
indeterminate
Mucosal : hanya terdapat pada satu mukosa

Beberapa contoh dari klasifikasi vitiligo :

Gambar 4. Vitiligo umum terdapat lesi bilateral dan simetris

Gambar 5. Vitiligo segmental terdapat lesi unilateral dan hampir penuh


Gambar 6. Vitiligo punctata terdapat makula depigmentasi multipel

Gambar 7. Vitiligo campuran. (A)segmental vitiligo dan (B) nonsegmental


vitiligo

VI. DIAGNOSIS
Vitiligo mudah dikenali, sehingga diagnosis dapat ditegakkan cukup
secara klinis. Pemeriksaan menggunakan lampu Wood dapat membantu
melihat luas hipopigmentasi lebih jelas. Vitiligo memiliki hubungan dengan
tiroid oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan kadar tiroid.1,2
Faktor pencetus :
1. Faktor endogen2 :
- Genetik : 18-36% pasien
- Tekanan emosional berat
- Penyakit-penyakit internal seperti gangguan autoimun, misalnya :
tiroid, anemia pemisiosa, diabetes mellitus.
2. Faktor eksogen2 :
- Trauma fisik (pada 40% pasien) : garukan, pembengkakan,
benturan, laserasi dan luka bakar
- Obat-obatan, misalnya : betadrenergik blocking agent
- Zat-zat melanositotoksik (pada 19% kasus) : film developers,
rubber, kuinon, dan agen pemutih

VII. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding vitiligo yaitu pitiriasis versikolor, piebaldisme,
hipomelanosis gutata, pitiriasis alba, Von waardeburg Syndrome, nevus
depigmentosus, nevus anemikus, tuberous sklerosus, inkontinensia
pigmentii, hipopigmentasi pasca inflamasi, lekoderma pasca infeksi,
lekoderma terinduksi kimia, fisikal, medikamen dan skleroderma, serta
morfea.2

VIII. TATALAKSANA
Dalam langkah-langkah tatalaksana, penilaian penting untuk
mempertimbangkan usia, penyakit yang telah ada sebelumnya, khususnya
gangguan autoimun, obat-obatan sebelumnya, dan parameter obyektif dan
subyektif.3
Tabel 3. Evaluasi tatalaksana pasien dengan vitiligo non-segmental
Fitur Pasien Fitur Penyakit Keluarga Intervensi
Fototipe Durasi (pendapat Timbul rambut Tipe dan durasi
pasien: progresif, putih sejak dini pengobatan
regresif, stabil sebelumnya;
dalam 6 bulan termasuk
terakhir) pendapat pasien
(berguna/tidak)
Etnis Riwayat Riwayat vitiligo Terapi yang
repigmentasi dalam keluarga sedang dijalani
Usia Fenomena Terapi penyakit
Koebner lain
Profil psikologis Keterlibatan
genital
Nevus halo
Riwayat
Penyakit
Autoimun
Penilaian
kualitas hidup
global

Tatalaksana vitiligo dibagi menjadi farmakologikal, fisikal dan surgical.9


1. Farmakologikal
- Kortikosteroid
Merupakan pilihan utama untuk vitiligo karena harganya murah
dan mudah untuk diterapkan. penggunaan kortikosteroid topikal
potensi tinggi lebih efektif untuk mengobati daerah yang kecil
seperti pada wajah, siku dan lutut. Berbagai kortikosteroid topikal
telah digunakan, misalnya triamsinolon asetonid 0,1%, flusinolon
asetat 0,01%; betametason valerat 0,1-0,2%, halometason 0,05%,
fluticason propionate 0,05% dan klobetasol propionate 0,05%.
Pengaplikasian digunakan satu kali sehari dan dianjurkan tidak
melebihi 3 bulan karena dapat menimbulkan efek samping.2,9
- Inhibitor Kalsineurin
Inhibitor kalsineurin merupakan suatu imunosupresan. tacrolimus
dan pimecrolimus merupakan suatu inhibitor kalsineurin yang
menunjukkan penyerapan yang baik ketika digunakan secara
topikal. Tacrolimus topikal adalah inhibitor kalsineurin yang
mengontrol aktivitas limfosit T melalui penghambatan sitokin
proinflamasi, memblokir transkripsi gen IL-2 yang penting untuk
proliferasi limfosit T sitotoksik, dan juga menghambat transkripsi
dan produksi IL- 4, IL5, IL-10, IFN-γ dan TNF-α. Salep
tacrolimus 0,1% dan salep pimeroklimus 1% dipakai 2x sehari
selama 6 bulan.2,9

2. Fisikal
Radiasi ultraviolet (UV), baik dalam spektrum UVA dan UVB, telah
digunakan dalam pengobatan vitiligo. Efeknya belum sepenuhnya
dipahami. Radiasi ini dapat menginduksi imunosupresi dengan
menghambat destruksi melanosit atau menstimulasi peningkatan jumlah
dan kapasitas migrasi.9

UVB
Narrowband UVB merupakan terapi lini kedua untuk vitiligo.
Gelombang UVB spectrum sempit (310-315) dan gelombang maksimal
adalah 311. Dosis awal yang dipakai untuk semua tipi kulit 250 mj dan
ditingkatkan 10-20% setiap kali pengobatan sampai lesi eritema minimal
pada lesi putih depigmentasi dalam 24 jam. Terapi dilakukan 2x
seminggu, jangan setiap hari berturut-turut. Efek samping jangka pendek
berupa sensasi hangat 4-6 jam setelah pengobatan, herpes labialis,
eksema herpetikum, pruritus dan kulit kering. Radiasi diperkirakan
selama kurang lebih 9 bulan untuk menghasilkan repigmentasi maksimal.
Lesi dinyatakan tidak responsif bila dalam tiga bulan tidak ditemukan
repigmentasi.2,9

Psoralen dan UVA (PUVA)


Kombinasi psoralen sebagai photosensitizer kimiawi dengan ultraviolet
A (UVA). PUVA merupakan obat yang dipercaya efektivitasnya untuk
vitiligo generalisata. Psoralen yang sering dipakai adalah metoksalen,
derivate lain yaitu bergapten, trioksalen dan psoralen tak bersubstitusi.
Radiasi ultraviolet yang dipakai adalah 320-400nm, untuk mencegah
efek fototoksik pengobatan dilakukan 2-3 kali seminggu. Psoralen
sediaan oral, seperti metoksalen: 0,3-0,6 mg/kgBB, trioksalen: 0.6-
0.9mg/kgBB ataupun bergapten 1,2 mg/kgBB dapat diminum 1,5-2 jam
sebelum radiasi UVA. Pajanan UVA dimulai dengan dosis 0,5 J/cm2
untuk semua tipe kulit dan meningkat 0,5-1 J/cm2. Dosis awal ini
kemudian ditingkatkan 0,5-1,0 J/cm2. Pengobatan dapat dilakukan 2-3
kali seminggu, dengan dosis tertinggi 8-12 J/cm2.2

3. Surgical
Terapi lini ketiga adalah terapi depigmentasi dan pengobatan
bedah. Bila vitiligo lebih dari 80% permukaan tubuh, maka terapi yang
dibutuhkan adalah membuat kulit menjadi seluruhnya putih. Agen
pemutih misalnya mono benzileter hidrokuinon sudah lama dipakai.
Diperlukan pengobatan setiap hari 1-3 bulan untuk memicu reaksi.2
Pengobatan bedah merupakan terapi alternative untuk vitiligo,
karena memakan waktu maka hanya ditujukan pada lesi segmental. Lima
dasar metode pembedahan repigmentasi2 :
- Suspensi epidermis non-kultur
- Dermoepidermal graft epidermis daerah depigmentasi
- Tandur isap epidermis (suction epidermal grafting)
- Punch minigrafting
- Epidermis dikultur terlebih dahulu sebelum ditandur pada
resepien.
IX. PROGNOSIS
Perjalanan penyakit vitiligo tidak dapat diduga, penyakit dapat stabil
selama beberapa tahun, namun dapat membesar, sementara lesi lain muncul
atau menghilang. Repigmentasi spontan dapat terjadi terutama pada anak-
anak, tetapi juga tidak menghilang secara sempurna. Pengobatan terhadap
penyakit yang berhubungan dengan vitiligo tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit vitiligo.2
BAB III
ANALISA KASUS

Vitiligo adalah gangguan kulit di mana hilangnya sebagian atau seluruh


melanosit dari kulit sehingga menghasilkan depigmentasi pada kulit. Vitiligo
mempengaruhi 1% dari populasi dunia dan dapat terjadi pada semua orang. Onset
biasanya lebih sering pada orang dengan usia 20–30 tahun dan sekitar 30% ada
memiliki riwayat vitiligo dalam keluarga. Pada pasien ini, usia pertama kali terkena
vitiligo yaitu saat pasien berusia 6 tahun. Prevalensi vitiligo pada orang sebelum berusia
10 tahun yaitu sekitar 25%. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya riwayat penyakit
keluarga.
Lesi klinis vitiligo bervariasi, Vitiligo biasanya melibatkan bercak putih di
tangan dan pergelangan tangan, kaki, lengan, wajah, bibir, aksila dan perioral,
periorbital dan kulit anogenital. Bercak putih juga dapat menyebar ke area lain tubuh.
Pada pasien ini lesi mengenai awalnya mengenai pergelangan kaki kanan dan meluas
kemudian mengenai lutut kanan pasien.
Lesi pada pasien berupa bercak-bercak putih yang terdapat pada bagian lutut
kanan dan pergelangan kaki kanan. Lesi tidak terjadi secara simetris sehingga tidak
dapat diklasifikasikan sebagai lesi generalisata. Lesi juga tidak hanya terdapat pada satu
area saja sehingga tidak dapat diklasifikasikan sebagai vitiligo lokalisata fokalis. Selain
itu lesi juga tidak berpola quasidermatomal sehingga tidak dapat diklasifikasikan
sebagai lesi segmental. Berdasarkan pada Vitiligo Global Issues Consensus Conference
tahun 2011-2012, pasien Nn. S termasuk dalam vitiligo yang tidak dapat
diklasifikasikan karena hanya terdapat makula pada pergelangan kaki dan lutut kanan,
serta tidak ditemukan adanya penyebaran segmental.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memperparah vitiligo. Faktor endogen
berupa genetik, tekanan emosional berat dan penyakit-penyakit internal seperti
gangguan autoimun. Faktor eksogen berupa trauma fisik, obat-obatan, dan zat-zat
melanositotoksik. Faktor-faktor pencetus disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit
keluarga juga disangkal oleh pasien. Faktor lain seperti penyakit autoimun, tekanan
emosional berat, trauma fisik, pengunaan obat-obatan dan paparan bahan kimia lainnya
juga disangkal oleh pasien. Oleh sebab itu, pada kasus Nn. S penyebab vitiligo belum
dapat dipastikan.
Diagnosis banding pada kasus ini dengan memperhatikan efloresensi pada
pasien, maka diagnosis banding adalah sebagai berikut :
1. Pitiriasis Alba
- Gambaran klinis pitiriasis alba yaitu makula hipopigmentasi,
bulat atau oval, batas tidak tegas dan tepi yang tidak teratur.2,10
Pada pasien ini ditemukan gambaran klinis serupa yaitu makula
hipopigmentasi, batas tidak tegas dan tepi tidak teratur pada regio
maleolus medialis dextra, namun tidak bulat atau oval.
Sedangkan pada regio maleolus lateralis dextra dan patella dextra
ditemukan makula depigmentasi berbatas tegas dan tepi irregular.
- Menurut literatur, pada lesi terdapat warna merah muda atau
sesuai warna kulit disertai skuama halus. Setelah eritema
menghilang, lesi berupa depigmentasi dengan skuama halus.2
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya skuama.
- Lesi paling sering di sekitar mulut, dagu, pipi, serta dahi. Namun
lesi juga dapat dijumpai pada ekstremitas, badan dan
punggung.2.10 Pada pasien ini makula terdapat pada pergelangan
kaki dan lutut.
2. Pitiriasis Versikolor
- Lesi PV terutama terdapat pada badan bagian atas, leher dan
perut, ekstremitas sisi proksimal. Kadang ditemukan pada wajah
dan skalp, dapat juga ditemukan pada aksila, lipat paha dan
genitalia.2 Pada pasien ini makula terdapat pada pergelangan kaki
dan lutut, dan tidak termasuk pada predileksi PV
- Lesi berupa makula berbatas tegas, dapat hipopigmentasi,
hiperpigmentasi dan kadang eritematosa, terdiri atas berbagai
ukuran dan berskuama halus.2 Pada pasien ini terdapat makula
hipopigmentasi yang terdiri dari berbagai ukuran namun tidak
tampak skuama.
3. Nevus Depigmentosus
- Gejala klinis berupa makula hipopigmentasi, stabil, berbatas
tegas dan tepi irregular. Gejala biasanya muncul saat lahir atau
segera setelah lahir.11 Pada pasien ini terdapat makula
depigmentasi, berbatas tegas dan tepi ireguler. Namun, lesi tidak
muncul saat lahir atau segera setelah lahir. Lesi muncul saat
pasien berusia 6 tahun.
Riwayat pengobatan pasien yaitu pengunaan betamethason dipropionate dan
tacrolimus secara bergantian. Menurut literature, lini pertama pada tatalaksana vitiligo
adalah kortikosteroid seperti Clobetasol propionate 0,05% atau Betamethason valerat
0.1% sedangkan golongan tacrolimus digunakan ketika pasien tidak responsive terhadap
kortikosteroid. Pada pasien ini terapi yang dipakai yaitu betamethason dipropionate dan
tacrolimus, menurut penelitian penggunaan kedua obat ini secara bergantian efektif
untuk meringankan penyakit pasien.
Riwayat pengobatan sekarang diberikan terapi yaitu betamethasone 0,05% 2x
sehari selama 2 bulan. Terapi ini juga efektif dalam pengobatan vitiligo. Sesuai literatur,
corticosteroid efektif untuk mengobati pasien dengan lesi focal. Pemberian
kortikosteroid sebaiknya tidak melebihi 3 bulan karena dapat menimbulkan efek
samping. Namun pasien ini memiliki riwayat pengobatan jangka panjang dengan
kortikosteroid. Perlu diperhatikan adanya efek samping atau tidak pada pasien. Pada
pasien ini tidak muncul efek samping oleh sebab itu terapi ini dapat diteruskan.
REFERENSI

1. Lakhani, D. M., & Deshpande, A. S. (2014). Various treatments for vitiligo:


Problems associated and solutions. Journal of Applied Pharmaceutical Science,
4(11), 101–105. https://doi.org/10.7324/JAPS.2014.41118
2. Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2016. p. 352-57
3. Taieb, A., Alomar, A., Böhm, M., Dell’Anna, M. L., De Pase, A., Eleftheriadou,
V., Picardo, M. (2013). Guidelines for the management of vitiligo: The
European Dermatology Forum consensus. British Journal of Dermatology,
168(1), 5–19. https://doi.org/10.1111/j.1365-2133.2012.11197.x
4. Huggins, R. H., Schwartz, R. a, & Janniger, C. K. (2005). Vitiligo. Acta
Dermatoven APA, 14(4), 137–145.
5. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Chapter 74. Vitiligo. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. eds. Fitzpatrick's Dermatology
in General Medicine, 8e New York, NY: McGraw-Hill;2012.
6. Malhotra, N., & Dytoc, M. (2013). The Pathogenesis of Vitiligo. Journal of
Cutaneous Medicine and Surgery, 17(3), 153–172.
https://doi.org/10.2310/7750.2012.12005
7. Ghafourian, A., Ghafourian, S., Sadeghifard, N., Mohebi, R., Shokoohini, Y.,
Nezamoleslami, S., & Hamat, R. A. (2014). Vitiligo: symptoms, pathogenesis
and treatment. International Journal of Immunopathology and Pharmacology,
27(4), 485–489. https://doi.org/10.1177/039463201402700403
8. Ezzedine K, Lim H, Suzuki T, Katayama I, Hamzavi I, Lan C et al. Revised
classification/nomenclature of vitiligo and related issues: the Vitiligo Global
Issues Consensus Conference. Pigment Cell & Melanoma Research.
2012;25(3):E1-E13.
9. Faria A, Tarlé R, Dellatorre G, Mira M, Castro C. Vitiligo - Part 2 -
classification, histopathology and treatment. Anais Brasileiros de Dermatologia.
2014;89(5):784-790.
10. Leung, A. K. C., & Barankin, B. (2013). Hypopigmented Lesions on an 11-
Year-Old ’ s Face. Consultant for Pediatricians, (September), 397–399.
11. Leung, A. K. C., & Barankin, B. (2014). A Hypopigmented Patch Answer :
Nevus depigmentosus, (April), 169–172.

You might also like