Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

REFLEKS SPINAL PADA KATAK

Oleh:
Nama : Siti Khoerun Nisa
NIM : B1A015016
Rombongan : VIII
Kelompok :5
Asisten : Dyna Ratnasari Plashintania

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otak tersusun dari kumpulan neuron, di mana neuron merupakan sel saraf
panjang, seperti kawat yang mengantarkan pesan-pesan listrik lewat sistem saraf
dan otak. Sel-sel pada suatu daerah otak menghubungkan bagian-bagian tubuh
yang lain secara kontinyu dan otomatis. Neuron ini mengirimkan sinyal dengan
menyebar secara terencana, semburan listrik terhentak-hentak yang membentuk
bunyi yang jelas yang timbul dari gelombang kegiatan neuron yang
terkoordinasi, di mana gelombang itu sebenarnya sedang mengubah bentuk otak
dan membentuk sirkuit otak menjadi pola-pola yang lama kelamaan akan
menyebabkan embrio yang lahir nanti mampu menangkap suara, sentuhan, dan
gerakan (Purwanto et al., 2009).
Sistem saraf merupakan sistem yang paling kompleks, baik dalam segi
struktur maupun fungsinya. Banyaknya senyawa yang dapat mengakibatkan
keracunan mempunyai target pada sistem saraf. Peralihan sistem saraf dengan
organ tertentu atau jaringan). Produksi hasil sekresi kulit amfibi (peptida,
bioamina dan alkaloid) selain dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dari
predator, pada konsentrasi yang berbeda dapat menimbulkan berbagai macam
respons. Refleks dapat digambarkan sebagai respon yang spontan dan otomatis.
Refleks dapat terjadi bila ada lengkung refleks yang meliputi reseptor, saraf
sensorik, saraf pusat, saraf motorik dan efektor (Hartati, 2008).
Terdapat dua macam gerakan dalam sistem saraf, yaitu gerakan yang
disadari dan gerak refleks. Gerak refleks merupakan aktivitas yang cepat,
otomatis dan tidak disadari. Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf atau neuron.
Pada suatu neuron dapat dibedakan atas badan sel atau perikariyon, nukleus,
dendrit, akson hillock, akson (neurit), mielin sheath (schwan cell) dan nodus
renfier. Perikariyon adalah bagian neuron yang mengandung nukleus yang
mengandung nukleus atau kariyon. Dendrit atau neuron adalah adalah lanjutan
dari perikariyon. Akson mempunyai percabangan yang berasal dari badan akson
utama. Cabang-cabang dan ujung akson terbagi lagi menjadi banyak cabang
yang melakukan kontak dengan dendrit, badan sel saraf yang lain, otot atau
organ dalam (Kay, 1998).
Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat satu pasang saraf perifer. Pada
sebagian besar saraf spinal, neuron afferen dan efferen terletak berdekatan,
tetapi sumsum tulang belakang saraf terbagi menjadi akar dorsal dan akar
ventral dan neuronnya terpisah. Dalam akar dorsal terdapat neuron afferen dan
mempunyai suatu pembesaran, yaitu ganglion akar dorsal, yang mengandung
badan sel-selnya sendiri. Badan sel neuron afferen hampir selamanya terletak
dalam ganglion pada saraf kranial dan saraf spinal spinal. Neuron afferen masuk
ke dalam sumsum tulang belakang dan berakhir pada sinapsis dengan dendrit
atau badan sel dari interneuron. Saraf spinal semua vertebrata pada dasarnya
sama, meskipun pada vertebrata yang paling primitif akar-akar itu di perifer
tidak bargabung dan beberapa neuron afferen keluar dari sumsum melalui akar
dorsal (Villee et al., 1988).
Sumsum tulang belakang katak mirip dalam banyak hal dengan sumsum
tulang belakang mamalia. Jauh lebih pendek dari kanal tulang belakang,
terhubung ke sepuluh pasang saraf spinal dengan cara akar dorsal kecil ventral
dan lebih besar. Dua pembesaran menonjol, satu di leher rahim dan yang lainnya
di daerah lumbal, dipisahkan oleh singkat (segmen tulang belakang 5 dan 6),
sempit, daerah toraks (Mensah & Richard, 1978). Hilangnya atau gangguan
turun hasil masukan dalam perubahan substansial pada tingkat primer afferen,
interneuron dan motor neuron sehingga secara signifikan mempengaruhi
konektivitas di sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang memiliki
potensi yang luar biasa untuk neuroplastisitas, rangsangan sehingga listrik dapat
meningkatkan dan memfasilitasi perubahan plastik dalam sirkuit tulang belakang
yang terkena, yang mengarah ke peningkatan kinerja motor fungsional dan
bantuan dalam pengobatan nyeri neuropatik di SCI (Grecco et al., 2015).

1.2. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui terjadinya refleks


spinal pada katak (Fejervarya cancrivora).
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1. Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah katak


(Fejervarya cancrivora) dan larutan asam sulfat (H2SO4) 1%.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah bak preparat dan
jarum.

2.2. Cara Kerja

1. Ditempatkan katak pada bak preparat dengan kepala menghadap ke luar dari
perut.
2. Dirusak otak katak menggunakan jarum.
3. Diberikan stimulus pada katak berupa pembalikkan tubuh, penarikkan kaki
depan, penarikkan kaki belakang dan pencelupan pada H2SO4 kemudian
diamati dan dicatat.
4. Dilanjutkan perusakkan pada ¼, ½, ¾ dan total dari medula spinalis.
5. Langkah no. 3 diulangi kemudian diamati dan dicatat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Tabel 3.1.1. Kontraksi Otot Gastroknemus
Penarikkan Dicelupkan
Stimulus Pembalikkan Penarikkan
kaki di H2SO4
kaki anterior
posterior 1%

Otak +++ +++ +++ +++

¼ dari
medulla + ++ ++ +++
spinalis
½ dari
medulla + + + ++
spinalis
¾ dari
medulla + + + +
spinalis
Total dari
medulla - - - -
spinalis

Keterangan: +++ = sangat cepat


++ = cepat
+ = lambat
- = tidak ada respon
3.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan kelompok lima pada


percobaan reaksi spinal katak, perlakuan perusakan otak terjadi respon sangat
cepat pada pembalikan tubuh, penarikan kaki depan, kaki belakang dan saat
dicelupkan pada larutan asam sulfat (H2SO4). Perlakuan perusakan pada ¼
tulang belakang, terjadi respon pembalikan tubuh yang lambat, respon penarikan
kaki depan dan penarikan kaki belakang yang cepat serta respon pencelupan
pada asam sulfat (H2SO4) sangat cepat. Pada perusakkan ½ tulang belakang,
terjadi respon pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan belakang yang
lambat sedangkan terjadi respon yang cepat pada pencelupan asam sulfat
(H2SO4). Perlakuan ¾ tulang belakang terjadi respon yang lambat pada semua
bentuk stimulus yang diberikan. Perlakuan total perusakkan tulang belakang
tidak mendapat respon apapun dari semua stimulus. Hal ini kurang sesuai
dengan Frandson (1992), yang menyatakan bahwa otak merupakan pusat
kesadaran, ingatan, kemauan dan kegiatan fisiologis neuron atau sel saraf. Oleh
karena itu, jika otak dirusak maka tidak ada perintah untuk membalikkan badan
ataupun untuk mengadakan gerak refleks, namun jika masih adanya hubungan
antara alat-alat vestibuler dengan sumsum tulang belakang maka masih adanya
kesempatan untuk merespon jika diberi stimulus.
Sistem saraf adalah suatu sistem organ yang terdiri dari sel-sel saraf atau
neuron. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat yang meliputi otak dan batang
spinal dan sistem saraf perifer yang meliputi saraf kranial, saraf spinal, dan
trunkus simpatikus. Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi untuk
aktivitas yang harus dilaksanakan. Sistem saraf perifer berfungsi memberikan
informasi kepada sistem saraf pusat tentang adanya stimulus yang menyebabkan
otot dan kelenjar melakukan respon. Organisasi daerah kekuatan dalam spinal
jantung katak dapat berguna sebagai teknik fungsional stimulasi neuron
muscular digunakan untuk untuk fungsi motorik stimulasi elektrik pada
interneuron spinal. Mikrostimulasi pada daerah kelabu pada jantung spinal katak
menghasilkan respon motorik yang dapat disebarkan pada daerah kekuatan
(Michel et al., 1996).
Menurut Wilarso (2001), berdasarkan fungsinya sistem saraf dapat
dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
1. Sel saraf sensorik, merupakan sel yang membawa impuls berupa rangsangan
dari reseptor (penerima rangsangan) ke sistem saraf pusat (otak dan sumsum
tulang belakang). Sel saraf sensorik disebut juga dengan sel saraf indera
karena berhubungan dengan alat indera.
2. Sel saraf motorik yang berfungsi membawa impuls berupa tanggapan dari
ssusunan saraf pusat (otak atau sumsum tulang belakang) menuju kelenjar
tubuh. Sel saraf motorik disebut juga dengan sel saraf penggerak, karena
berhubungan erat dengan otot sebagai alat gerak.
3. Sel saraf penghubung disebut juga dengan sel saraf konektor. Hal ini
disebabkan karena fungsinya meneruskan rangsangan dari sel saraf sensorik
ke sel saraf motorik.
Gerak sadar adalah gerakan yang terjadi karena proses yang disadari.
Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf
sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil
olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah
yang harus dilaksanakan oleh efektor (Wulandari, 2009). Gerak refleks adalah
kemampuan tubuh atau anggota tubuh untuk bereaksi secepat mungkin ketika
ada rangsangan yang diterima oleh reseptor somatik, kinestetik atau vestibular
(Santika, 2015). Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak
disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang
sangat singkat dan tidak melewati otak. Gerak refleks terjadi secara otomatis
terhadap rangsangan tanpa kontrol dari otak sehingga dapat berlangsung dengan
cepat. Gerak refleks terjadi tidak disadari terlebih dahulu atau tanpa dipengaruhi
kehendak. Urutan perambatan impuls pada gerak refleks, yaitu stimulus pada
organ reseptor  sel saraf sensorik  sel penghubung (asosiasi) pada sumsum
tulang belakang  sel saraf motorik  respon pada organ effektor. Jalan pintas
pada gerak refleks yang memungkinkan terjadinya gerakan dengan cepat disebut
lengkung refleks (Fujaya, 2002).
Menurut Fujaya (2002), terdapat dua macam gerak refleks, yaitu refleks
otak dan refleks sumsum tulang belakang:
1. Refleks otak terjadi apabila saraf penghubung (asosiasi) terdapat di dalam
otak, seperti gerak mengedip atau mempersempit pupil pada saat ada cahaya
yang masuk ke mata.
2. Refleks sumsum tulang belakang terjadi apabila sel saraf penghubung
terdapat di dalam sumsum tulang belakang, seperti refleks pada lutut.
Menurut Rizzoli & Richads (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
refleks spinal, antara lain:
1. Zat kimia. Zat kimia yang bersifat asam akan memberikan rangsangan
terhadap saraf yang akan mengakibatkan gerakan refleks, semakin tinggi
kadar dari zat kimia tersebut maka akan semakin cepat merusak sistem dari
saraf.
2. Suhu. Semakin tinggi suhu semakin cepat merusak saraf.
3. Perusakkan fisik. Perusakkan fisik akan menyebabkan sistem saraf rusak
terutama otak dan sumsum tulang belakang.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:


1. Refleks spinal pada katak terjadi ketika dilakukan perusakkan pada otak, ¼
medulla spinalis dan ½ medulla spinalis seta terjadi secara cepat sedangkan pada
perusakkan ¾ medulla spinalis gerak refleks terjadi secara lambat. Refleks spinal
pada katak tidak terjadi ketika dilakukan perusakkan total pada medulla spinalis.
DAFTAR REFERENSI

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.

Fujaya, M. 2002. Fisiologi Ikan: Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan.


Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Grecco, L. H., Shasha, Li, Sarah, M., Laura, C. S., Andoni, M., Marom, B. & Felipe,
F. 2015. Transcutaneous spinal stimulation as a therapeutic strategy for spinal
cord injury: state of the art. Journal of Neurorestoratology, 3, pp: 73-82.

Hartati, M. P. 2008. Eksplorasi Jenis-Jenis Katak Beracun Endemik Sulawesi


Selatan. Bionature, 8 (1), pp: 1-9.

Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. USA: Bios Scientific Publisher


Limited, Spinger-Verlag New York.

Mensah, P. L. & Richard, F. T. 1978. Descending fibres of the lateral funiculus of


the amphibian spinal cord: their course and terminal distribution. J. Anat., 125
(1), pp: 1-9.

Michel A. L., Neville, H. & Emilio, B. 1996. Recruitment Modulation of Force


Fields Organized in the Frog's Spinal Cord. Cambridge: Departments of
Mechanical Engineering and Brain & Cognitive Sciences,Massachusetts
Institute of Technology.

Purwanto, S., Ranita, W. & Nuryati. 2009. Manfaat Senam Otak (Brain Gym) dalam
Mengatasi Kecemasan dan Stres pada Anak Sekolah. Jurnal Kesehatan, 2 (1),
pp: 81-90.

Rizzoli, S. O. & Richads, D. A. 2003. Monitoring Synaptic Vesicle Recycling In


Frog Motor Nerve Terminal With FM dyes. Ijournal of Neurocytology, 32, pp:
539-549.

Santika, I Gusti P. N. A. 2015. Tingkat Kelincahan Calon Mahasiswa Baru Putra


Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP PGRI Bali Tahun 2015.
Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi, 2, pp: 2-10.

Villee, C. A., W. F. Walker & R. D. Barnes. 1988. General Zoology. Philadelphia:


W. B. Saunders Company.

Wilarso, J. 2001. Biologi Pendidikan Dasar. Jakarta: Erlangga.

Wulandari, I. P. 2009. Pembuatan Alat Ukur Kecepatan Respon Manusia Berbasis


Mikrokontroller AT 89S8252. Jurnal Neutrino, 1 (2), pp: 208-219.

You might also like