Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 11

KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMUS DAN

OTOT JANTUNG KATAK

Oleh:
Nama : Siti Khoerun Nisa
NIM : B1A015016
Rombongan : VIII
Kelompok :5
Asisten : Dyna Ratnasari Plashintania

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hewan vertebrata memiliki sebuah kelebihan dibandingkan hewan


avertebrata, salah satu kelebihannya yaitu lokomosi atau kemampuan untuk
bergerak secara kontinuitas dan didukung dengan bentuk tubuh hewan tersebut.
Amfibia merupakan hewan yang memiliki lokomosi yang unik karena
pergerakkan yang dilakukan oleh hewan kelas ini dengan cara melompat.
Kemampuan melompat hewan amfibia dipengaruhi oleh keberadaan otot sebagai
alat gerak aktif pada bagian ekstrimitasnya (Gunawan, 2001).
Otot bertugas mengatur segala jenis aktivitas yang berkaitan dengan
kontraksi. Fungsi utama dari otot itu sendiri adalah mobilitas atau sebagai
penggerak tubuh. Untuk melakukan pergerakan otot individu membutuhkan
kekuatan. Kekuatan otot adalah kapasitas otot untuk mengatasi suatu beban.
Kekuatan otot merupakan tenaga atau gaya yang dapat dihasilkan otot atau
sekelompok otot pada suatu kontraksi maksimal. Kekuatan otot disini adalah
kemampuan otot untuk berkontraksi dan menghasilkan tenaga sehingga dalam
melakukan kegiatan manual material handling kekuatan otot sangat memiliki
peran sebagai penyedia tenaga (Susilo & Vivi, 2015). Indikator penurunan
performa ditentukan oleh kemampuan kontraksi otot yang menghasilkan
kekuatan otot (Hasanah & Deny, 2015).
Jantung terbuat dari jaringan otot khusus yang tidak terdapat di manapun
di seluruh tubuh. Lapisan pertama disebut endokardium yang berfungsi sebagai
bagian dalam jantung. Lapisan kedua disebut miokardium, yaitu otot utama
jantung yang melaksanakan pemompaan untuk mensirkulasikan darah.
Epikardium adalah lapisan ketiga otot jantung tipis merupakan membran
proteksi yang menutup sebelah luar jantung (Agung, 2007).
Keberadaan jantung pada hewan vertebrata juga menjadi pembeda di
antara hewan avertebrata. Jantung merupakan organ pemompa darah baik untuk
seluruh tubuh maupun untuk ke beberapa organ lainnya. Jantung memiliki
peranan sangat vital pada setiap hewan vertebrata. Kelas amfibia memiliki
jantung sebesar biji kacang polong dan diselaputi oleh perikardium atau
pembungkus jantung. Jantung dapat memompa banyak darah pada hewan
terutama pada amfibia dikarenakan adanya kontraksi yang disebabkan oleh otot
jantung (Bavelander & Ramaley, 1979).

1.2. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan


elektrik terhadap besarnya respon kontraksi otot gastroknemus dan mengetahui
efek perangsangan kimia terhadap kontraksi otot jantung katak.
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1. Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah katak


(Fejervarya cancrivora), larutan ringer katak dan larutan asetilkolin 3-5%.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah universal
Kimograf lengkap dan asesorinya, baki, pipet tetes, jarum, kail, benang, pisau
bedah, gunting, pinset dan kertas millimeter block.

2.2. Cara Kerja

2.2.1. Pengukuran kontraksi otot gastroknemus

1. Disiapkan universal Kimograf beserta asesorinya.


2. Dilemahkan katak dengan cara menusuk bagian otaknya.
3. Dibuat irisan kulit melingkar pada derah pergelangan kaki katak.
4. Disingkap kulitnya hingga terbuka sampai lutut.
5. Dipisahkan otot gastroknemus dari otot yang lain pada tungkai bawah.
6. Diikat tendon achilles dengan benang, kemudian dipotong tendon
achilles. Diingat untuk selalu membasahi otot dengan larutan ringer.
7. Dipasangkan katak pada papan fiksasi.
8. Dicatat besar atau tinggi skala pada kimograf untuk tiap rangsangan
elektrik, yaitu 0, 5, 10, 15, 20, 25 volt.
2.2.2 Pengukuran kontraksi otot jantung

1. Dilemahkan katak dengan merusak otaknya.


2. Dilakukan pembedahan katak pada bagian perut.
3. Disobek selaput jantung katak atau pericardium.
4. Dihitung kontraksi otot pada 15 detik kemudian dikali 4.
5. Ditetesi asetilkolin 5% sebanyak 3 tetes kemudian diamati.
6. Dihitung kontraksi otot pada 15 detik kemudian dikali 4.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Tabel 3.1.1. Kontraksi Otot Gastroknemus
Voltage (V) Amplitudo (mm)
0 0
5 0
10 0
15 0
20 0
25 0
Tabel 3.1.2. Kontraksi Otot Jantung
Kelompok Sebelum Sesudah
1 60 24
2 68 40
3 100 24
4 80 48
5 76 48
Diagram 3.1.1. Hubungan antara Voltage dan Amplitudo pada Kontraksi
Otot Gastroknemus
1

0.9

0.8

0.7

0.6
amplitudo
0.5
Column1
0.4 Column2
0.3

0.2

0.1

0
0 5 10 15 20 25
3.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada percobaan pengukuran


kontraksi otot gastroknemus pada katak (Fejervarya cancrivora) menunjukkan
bahwa otot gastroknemus yang diberi stimulus berupa rangsangan elektrik
sebesar 0 volt, 5 volt, 10 volt, 15 volt, 20 volt dan 25 volt menunjukkan hasil
yang sama dengan besar kontraksi pada kimograf atau amplitudo 0 mm. Hal ini
tidak sesuai dengan pernyataan Storer (1961) bahwa semakin tinggi rangsangan
yang diberikan maka amplitudo yang terukur akan semakin besar. Adapun data
yang diperoleh tidak sesuai dengan teori, hal tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa kemungkinan. Kemungkinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah
kesalahan dalam menghitung rata-rata amplitudo, tombol pengatur voltage tidak
stabil sehingga tidak sesuai dengan ukuran voltage yang harus diberikan, atau
karena jumlah serabut yang berkontraksi dalam setiap individu berbeda-beda.
Hasil pengamatan mengenai pengukuran kontraksi otot jantung pada katak
(Fejervarya cancrivora) sebelum ditetesi asetilkolin pada kelompok 1 sebanyak
60 denyut, kelompok 2 sebanyak 68 denyut, kelompok 3 sebanyak 100 denyut,
kelompok 4 sebanyak 80 denyut dan kelompok 5 sebanyak 76 denyut sedangkan
setelah ditetesi asetilkolin jumlah denyut jantung katak menurun pada kelompok
1 menjadi 24 denyut, kelompok 2 menjadi 40 denyut, kelompok 3 menjadi 24
denyut, kelompok 4 menjadi 48 denyut dan kelompok 5 menjadi 48 denyut.
Hasil penurunan jumlah denyut jantung yang didapatkan semua kelompok tidak
sesuai dengan pernyataan Storer (1961), bahwa dalam keadaan normal adanya
stimulus berupa asetikolin akan berfungsi memberikan rangsangan secara
kimiawi pada otot jantung katak, sehingga merangsang kerja otot jantung
bekerja lebih cepat. Otot jantung yang tidak diberikan rangsangan asetilkolin
tidak menunjukkan perubahan grafik normal besar kontraksi pada kimograf 0
(mm) gelombang (lurus).
Penurunan jumlah denyut jantung yang didapatkan semua kelompok
menunjukan bahwa dalam percobaan ini, larutan asetilkolin berperan sebagai
neurotransmitter yang dilepaskan oleh saraf-saraf parasimpatis dan juga saraf-
saraf preganglionik. Penurunan yang terjadi karena asetilkolin meningkatkan
permeabilitas membran sel terhadap ion K+ sehingga menyebabkan
hiperpolarisasi, yaitu meningkatnya permeabilitas negativitas dalam sel otot
jantung yang membuat jaringan kurang peka terhadap rangsang. Di dalam AV
node, hiperpolarisasi menyebabkan penghambatan junctional yang berukuran
kecil untuk merangsang AV node sehingga terjadi perlambatan kontraksi impuls
yang akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan kontraksi. Asetikolin
berfungsi sebagai neurotransmitter. Asetilkolin adalah satu dari berbagai
neurotransmiter pada sistem saraf otomatis, dan satu-satunya neurotransmiter
pada sistem saraf sadar (Isnaini, 2006).
Otot gastroknemus merupakan salah satu otot yang terdapat pada bagian
ekstrimitas posterior katak yang memungkinkan katak untuk melompat. Otot
gastroknemus ini terletak pada bagian tibia dan merupakan jenis otot rangka
yang melekat pada pertulangan dan bekerja secara voluntary (dibawah kontrol
kesadaran). Otot gastroknemus katak memiliki respon yang sangat cepat
terhadap stimulus dan mampu melompat sangat jauh dengan tenaga yang sangat
kuat terutama ketika ada pemangsa (Ville et al., 1988).
Otot Jantung (otot cardiac) merupakan otot yang hanya terdapat pada
jantung. Otot ini merupakan otot paling istimewa karena memiliki bentuk yang
hampir sama dengan otot lurik, yakni mempunyai lurik-lurik tapi bedanya
dengan otot lurik yaitu bahwa otot lirik memiliki satu atau dua nukleus yang
terletak di tengah atau tepi sel sedangkan otot jantung satu-satunya otot yang
memiliki percabangan yang disebut duktus interkalaris. Otot jantung adalah otot
lurik dan bekerja tanpa pengaruh saraf sadar atau bekerja tanpa sadar. Jantung
terus berdenyut walaupun semua saraf yang menuju kepadanya dipotong
(Isnaini, 2006).
Otot jantung dan otot rangka keduanya otot lurik terdiri dari unit berulang
yang disebut sarkomer, menyeberang dengan pola yang teratur dari garis merah
dan putih halus memberikan otot lurik penampilan dan nama khas untuk mereka.
Cakram interkalar adalah keunikan untuk otot jantung dan terlihat dengan jelas
dapat dibedakan di antara band dan kardiomiosit. Otot rangka melekat pada
tulang dan kontrak sadar (melalui saraf stimulasi) sebagai kebalikan dari otot
jantung dan otot halus. Otot rangka sangat vaskularisasi dengan jaringan halus
endotel kapiler sel berjalan di antara serat (Lindskog et al., 2015).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot gastroknemus menurut
Hadikastowo (1982), antara lain:
1. Beban.
Pemberian beban menyebabkan kontraksi otot menurun dari pada yang tidak
diberi beban.
2. Panjang otot.
Panjang otot yang lebih pendek dari pada normal atau lebih besar dari pada
normal maka tegangan aktif yang terjadi lebih sedikit sehingga kontraksi otot
menurun.
3. Tegangan (Voltage).
Semakin tinggi tegangan semakin tinggi pula kontraksi otot.
4. Jumlah serabut individu.
Kekuatan kontraksi seluruh otot meningkat dengan meningkatnya jumlah
serabut individu yang berkontraksi.
Menurut Galambus (1962), kontraksi otot jantung dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
1. Treppe. Treppe adalah meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali pada
suatu serabut otot karena stimulasi berurutan yang berseling beberapa detik.
Pengaruh ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi ion Ca++ di
dalam serabut otot yang meningkatkan pula aktivitas miofibril.
2. Summasi. Summasi merupakan hasil penjumlahan kontraksi dua jalan, yaitu
dapat berupa summasi unit motor berganda dan summasi bergelombang.
Summasi unit motor berganda terjadi apabila lebih banyak unit motor yang
dirangsang untuk berkontraksi secara simultan pada otot, sedangkan summasi
berulang terjadi apabila frekuensi stimulasi ditingkatkan kepada unit-unit
motor.
3. Tetani (tetanus). Tetani terjadi apabila frekuensi stimulasi menjadi demikian
cepat sehingga tidak ada peningkatan frekuensi lebih jauh lagi yang akan
meningkatkan tegangan kontraksi, tenaga terbesar yang dapat dicapai oleh
otot telah tercapai.
4. Fatigue. Fatigue yaitu menurunnya kapasitas bekerja yang disebabkan oleh
pekerjaan itu sendiri. Jangka waktu bahwa suatu tegangan atau kontraksi otot
dapat tetap dipertahankan tergantung pada tersedianya suplai energi dalam
bentuk ATP dan kalsium bagi filamen protein kontraktil.
5. Rigor dan Rigor mortis. Kejadian tersebut terjadi apabila sebagian besar ATP
di dalam otot telah dihabiskan kalsium dan tidak dapat dikembalikan ke
dalam retikulum sarkoplasma melalui mekanisme pemompaan kalsium, oleh
karena itu relaksasi tidak dapat terjadi karena filamen aktin dan miosin terikat
dalam suatu ikatan yang erat.
Kontraksi otot adalah proses terjadinya pengikatan aktin dan miosin
sehingga otot memendek. Kontraksi otot terjadi saat di mana individu
melakukan pergerakan sehingga menyebabkan otot berkontraksi. Kekuatan otot
dapat dimaksimalkan saat berkontraksi (Susilo & Vivi, 2015). Kontraksi otot
dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang menghasilkan suatu tegangan dalam
otot. Biasanya kontraksi itu disebabkan oleh suatu impuls saraf. Neuron dan
serabut-serabut otot yang dilayani merupakan suatu unit motor. Serabut otot
secara individu merupakan satuan struktural otot kerangka, ini bukanlah
merupakan satuan fungsional. Semua neuron motor yang menuju otot kerangka
mempunyai akson-akson yang bercabang, masing-masing berakhir dalam
sambungan neuromuskular dengan satu serabut otot. Impuls saraf yang melalui
neuron dengan demikian akan memicu kontraksi dalam semua serabut otot yang
padanya cabang-cabang neuron itu berakhir (Hickman,1972).
Mekanisme kontraksi otot diawali dari sebuah impuls saraf yang datang
pada persambungan neuromuscular yang akan dikontraksikan ke sarkomer oleh
sistem tubula transversal. Sarkomer otot akan menerima sinyal untuk
berkontraksi sehingga otot dapat berkontraksi. Sinyal listrik dihantamkan
menuju retikulum sarkoplasmik (SR) yang merupakan sistem vesikel yang pipih.
Membran SR yang secara normal non-permeable terhadap Ca2+ mengandung
transmembran Ca2+ ATPase yang memompa Ca2+ ke dalam SR untuk
mempertahankan konsentrasi Ca2+ pada saat otot relaksasi. Kedatangan impuls
saraf membuat SR menjadi impermeable terhadap Ca2+, akibatnya Ca2+ terdifusi
melalui saluran-saluran khusus Ca2+ menuju interior miofibril dan konsentrasi
internal Ca2+ ini cukup untuk memacu konformasional traponin dan trapomiosin
yang mengakibatkan otot berkontraksi (Hickman, 1989).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:


1. Efek perangsangan elektrik terhadap respon kontraksi otot gastroknemus, yaitu
semakin tinggi tegangan elektrik (voltage) yang diberikan pada otot gastroknemus
maka semakin tinggi pula kontraksi pada kimograf atau amplitudo.
2. Efek perangsangan kimia terhadap respon kontraksi otot jantung, yaitu kontraksi
otot jantung menurun setelah ditetesi asetilkolin.
DAFTAR REFERENSI

Agung, Raka & Adi S. 2007. Pereancangan dan Realisasi Penghitung Frekuensi
Detak Jantung Berbasis Mikrokontrole AT89S52. Teknologi Elektro. 13 (2).

Bavelander, G. & J.A. Ramaley. 1979. Essentials of Histology. Sant Louis: C.V. Mos
by Company.

Frandson, G. M. 1992. Anatomi dan Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku kedokteran


EGC.

Galambus, R. 1962. Nerve and Muscle. New York: Anchor Book.

Gunawan, A. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral, 7 (1), pp:
38-52.

Hadikastowo. 1982. Zoologi Umum. Bandung: Alumni.

Hasanah, U. & Deny Y. F. 2015. Perbedaan Nilai Kelelahan Anaerobik Atlet


Sepakbola yang Diberikan Buah Semangka Merah dan Tidak Diberikan Buah
Semangka Merah (Citrullus lanatus). Journal of Nutrition College, 4 (2), pp:
147-153.

Hickman, C. P. 1972. Biology of Animal. Sant Louis: The C.V. Mos by Company.

Hickman, C. P. 1989. Biology of Animal. Saint Louis: The CV. Mosby Company.

Isnaini, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Lindskog, C., Jerker L., Linn F., Björn M. H., Carl J. S., Malene L., Mikael H.,
Caroline K., Howard C., David A. L., Peipei P., Leif V., Adil M., Jens N., Erik
L., Fredrik P. & Mathias U. 2015. The Human Cardiac and Skeletal Muscle
Proteomes Defined by Transcriptomics and Antibody-Based Profiling. BMC
Genomics, 16 (475), pp: 1-14.

Storer, T. 1961. Element of Zoology. New York: Mc Graw Hill Book Company Inc.

Susilo, S. & Vivi T. 2015. Prediksi Kekuatan Otot Pada Kegiatan Lifting. Jurnal
Metris, 16, pp: 113 – 119.

Ville, C. A., Walker & D. Barners. 1988. Zoology Umum edisi ke Enam. Jakarta:
Erlangga.

You might also like