Professional Documents
Culture Documents
NJF
NJF
Ilustrasi Kepemimpinan
Pengertian pemimpin menurut Suradinata (1997:11) adalah orang yang
memimpin kelompok dua orang atau lebih, baik organisasi maupun keluarga.
Sedangkan kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk
mengendalikan, memimpin, mempengaruhi fikiran, perasaan atau tingkah laku
orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Winardi (1990:32) bahwa pemimpin terdiri dari pemimpin formal (formal
leader) dan pemimpin informal (informal leader). Pemimpin formal adalah
seorang (pria atau wanita) yang oleh organisasi tertentu (swasta atau
pemerintah) ditunjuk (berdasarkan surat-surat keputusan pengangkatan dari
organisasi yang bersangkutan) untuk memangku sesuatu jabatan dalam struktur
organisasi yang ada dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan
dengannya untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi tersebut yang ditetapkan
sejak semula. Sedangkan kepemimpinan adalah merupakan suatu kemampuan
yang melekat pada diri seorang yang memimpin yang tergantung dari macam-
macam faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern.
Siagian (1986:12) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah keterampilan dan
kemampuan seseorang mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang kedudukannya
lebih tinggi maupun lebih lebih rendah daripada nya dalam berfikir dan bertindak agar
perilaku yang semula mungkin individualistik dan egosentrik berubah menjadi perilaku
organisasional.
Teori Kepemimpinan
Tiga teori yang menjelaskan munculnya pemimpin adalah sebagai berikut (Kartono,
1998:29) :
1. Teori Genetis menyatakan sebagai berikut : 1) Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi
lahir jadi pemimpin oleh bakatbakat alami yang luar biasa sejak lahirnya. 2) Dia
ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun
juga, yang khusus. 3) Secara filsafat, teori tersebut menganut pandangan
deterministis.
2. Teori Sosial (lawan Teori Genetis) menyatakan sebagai berikut : 1) Pemimpin itu
harus disiapkan, dididik, dan dibentuk, tidak terlahirkan begitu saja. 2) Setiap orang
bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh
kemauan sendiri.
3. Teori Ekologis atau Sintetis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori tersebut lebih
dahulu), menyatakan sebagai berikut : Seseorang akan sukses menjadi pemimpin bila
sejak lahirnya dia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, dan bakat-bakat ini
sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan; juga sesuai dengan
tuntutan lingkungan/ekologisnya.
Kelebihan Pemimpin
Menurut Stogdill dalam Lee (1989), menyatakan bahwa pemimpin itu harus memiliki
beberapa kelebihan, yaitu :
Jadi kepemimpinan atau leadership ini merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin (leader), yang dalam penerapannya mengandung konsekuensi
terhadap diri dalam penerapannya mengandung konsekuensi terhadap diri si
pemimpin, antara lain sebagai berikut :
1. Harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision making)
2. Harus berani menerima resiko sendiri
3. Harus berani menerima tanggung jawab sendiri (The Principle of Absolutenes of
Responsibility).
Gaya Kepemimpinan
Selanjutnya Ishak Arep dan Tanjung (2003:23) menyatakan bahwa dalam mencapai
tujuan sebagaimana telah dikemukakan diatas, yakni untuk dapat menguasai atau
mempengaruhi serta memotivasi orang lain, maka dalam penerapan Manajemen
Sumber Daya Manusia lazimnya digunakan 4 (empat) macam gaya kepemimpinan,
yaitu :
1. Democratic Leadership adalah suatau gaya kepemimpinan yang menitikberatkan
kepada kemampuan untuk menciptakan moral dan kemampuan untuk menciptakan
kepercayaan
2. Dictatorial atau Autocratic Leadership, yakni suatu gaya leadership yang
menityikberatkan kepada kesanggupan untuk memaksakan keinginannya yang
mampu mengumpulkan pengikut-pengikutnya untuk kepentingan pribadinya dan/atau
golongannya dengan kesediaan untuk menerima segala resiko apapun.
3. Paternalistic Leadership, yakni bentuk antara gaya pertama (democratic) dan kedua
(dictatorial) diatas. Yang pada dasarnya kehendak pemimpin juga harus berlaku,
namun dengan jalan atau melalui unsur-unsur demokratis. Sistem dapat diibaratkan
diktator yang berselimutkan demokratis.
4. Free Rein Leadership, yakni salah satu gaya kepemimpinan yang 100%
menyerahkan sepenuhnya seluruh kebijakan pengoperasian Manajemen Sumber Daya
Manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang kepeda ketentuan-ketentuan
pokok yang ditetapkan oleh atasan mereka. Pimpinan disini hanya sekedar mengawasi
dari atas dan menerima laporan kebijaksanaan pengoperasian yang telah dilaksanakan
oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan ini terutama diterapkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia.
Tipe Kepemimpinan
Tipe kepemimpinan bermacam-macam, misalnya tipe kharismatis, paternalistis,
militeristis, otokratis, laissez faire, populistis, administratif, dan demokratis. Tipe
pemimpin yang dikemukakan oleh W.J. Reddin dalam What Kind of Manager yang
disunting oleh Wajosumidjo (Dept. P & K, Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai,
1982), yaitu:
Pemimpin adalah orang yang membantu diri sendiri dan orang lain melakukan hal
yang benar (do the right things). Mereka menciptakan arah tujuan, membangun visi
yang inspiratif serta menciptakan sesuatu. Sedangkan Kepemimpinan adalah cara
Anda membuat peta perjalanan untuk menang sebagai tim dan organisasi. Dan
dalam kepemimpinan yang baik akan terdapat ketrampilan manajemen yang handal
sehingga mampu membimbing orang-orang berlaku efektif efisien.
ERPANDSIMA
When you LEARN, TEACH. When you GET, GIVE.
1. KEPEMIMPINAN ABNORMAL
Tidak semua pemimpin yang ada itu baik dan bagus. Kebanyakan pemimpin yang ada adalah
pemimpin yang abnormal. Maksudnya adalah banyak pemimpin yang gila kekuasaan. Orang
yang gila kekuasaan itu adalah orang yang sakit, yang dekat dengan kejahatan. Sebab ia selalu
cenderung memaksakan keinginannya sendiri agar semua orang berbuat seperti yang
diperintahkannya, tanpa melihat hak-hak orang lain. Seperti halnya dengan orang sakit jiwa
(orang gila). Dia selalu memaksakan keinginannya, jika tidak dituruti dia akan mengamuk.
Pemimpin yang abnormal, yang mempunyai sifat inferior akan berdampak pada
penyimpangan-peyimpangan tingkah laku, mungkar dan penyimpangan sosial pada anggota-
anggotanya. Banyak orang mengidealisasikan tokoh pemimpin dengan sebutan gagah perkasa,
berwibawa, jujur seperti dewa dan sebagainya. Padahal tidak semuanya seperti itu. Malah
sebaliknya, banyak pemimpin di zaman sekarang itu pemimpin yang abnormal.
Namun tidak semua pemimpin yang abnormal itu tidak baik dan bagus. Pemimpin yang
abnormal itu memiliki obsesi yang sangat tinggi, dengan obsesinya tersebut dapat membangun
karya besar di bidangnya.
Seorang pemimpin dikatakan abnormal apabila dalam kepemimpinannya menunjukkan
karakteristik perilaku yang tidak lazim atau menyimpang secara signifikan dari rata-rata. Oleh
karena itu, pemimpin yang abnormal tidak dipahami dalam konteks yang negatif, tetapi dapat
pula dipahami secara positif. Apabila pemimpin saat ini berkuasa masih berpikir dan bertindak
biasa-biasa saja (normal), maka persoalan bangsa ini tidak akan pernah terselesaikan. Namun
pemimpin yang abnormal bukan pada pemimpin yang gila kekuasaan, tetapi pemimpin yang
abnormal adalah pemimpin yang memiliki obsesi yang tinggi yang dapat membangun karya yang
besar dalam kepemimpinannya. Oleh sebab itu orang-orang yang memiliki ciri-ciri bawahan fisik
dan mental yang inferior biasanya “bernafsu sekali untuk menjadi seorang big boss” (majikan
besar) dengan kekuasaan mutlak dan tidak terbatas.
Di pihak lain, pemimpin yang abnormal yang mempunyai sifat inferior misalnya, akan
berdampak pada penyimpangan-penyimpangan tingkah laku atau psikologis, mungkar, dan
penyimpangan-penyimpangan sosial pada anggota-anggotanya. Namun untuk beberapa kasus
abnormalitas -pada karakter mereka- tidak selalu merupakan "bayangan gelap" bagi dirinya dan
anggota-anggotanya. Apabila abnormalitas sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi pada
masanya. Contoh kasus Ford dan Mao Tse Tung yang selalu didera obsesi, namun mereka bisa
membangun karya besar di bidang bisnis dan ketatanegaraan.
2. KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau
bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang
akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin yang demokratis
biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan
komponen organisasi. Pemimpin menempatkan dirinya sebagai pengontrol, pengatur dan
pengawas dari organisasi tersebut dengan tidak menghalangi hak-hak bawahannya untuk
berpendapat. Dia juga berfungsi sebagai penghubung antar departemen dalam suatu organisasi.
Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan demokratis dianggap adalah
tipe kepemimpinan yang terbaik. Hal ini disebabkan karena tipe kepemimpinan ini selalu
mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan individu.
Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut:
a. Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah mahluk yang termulia di dunia.
b. Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan organisasi.
c. Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya.
d. Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada bawahan agar
jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisyatif dan prakarsa dari
bawahan.
e. Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
f. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya.
g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
h. Suasana saling percaya, menghormati dan menghargai
i. Bawahan tidak bersifat sebagai budak yang selalu manut pada atasannya, namun bawahan tetap
memiliki rasa hormat yang tinggi pada atasannya.
j. Pujian dan kritik seimbang
k. Tugas yang diberikan pimpinan biasanya berasal dari permintaan bawahan yang tentunya
berdampak positif bagi organisasi tersebut
l. Pemrakarsa dari suatu kegiatan tidak hanya berasal dari pimpinan, bawahan pun diberikan hak
yang seluas-luasnya untuk memprakarsai sesuatu yang berdampak positif.
Dari sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tipe demokratis, jelaslah bahwa tidak
mudah untuk menjadi pemimpin demokratis.
3. KEPEMIMPINAN OTOKRATIS
Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada perintah,
mengambil keputusan personal dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Walaupun
kepemimipinan otoriter sedikit disenangi bawahannya namun kepemimpinan otoriter sangat
tepat digunakan saat krisis. Dalam kepemimpinan ini, pemimpin bertindak sebagai diktator
terhadap anggota – anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan
memaksa kelompok. Batasan kekuasaan dari pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang –
undang. Bawahan hanya bersifat sebagai pembantu, kewajiban bawahan hanyalah mengikuti
dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah atau mengajukan saran. Mereka harus
patuh dan setia kepada pemimpin secara mutlak. Tipe pemimpin ini menganggap bahwa
pemimpin adalah merupakan suatu hak. Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe mimpinan
otokratis tersebut di atas dapat diketahui bahwa tipe ini tidak menghargai hak-hak dari manusia,
karena tipe ini tidak dapat dipakai dalam organisasi modern.
a. Kelebihan
- Keputusan dapat diambil secara cepat dan efisien
- Mudah dilakukan pengawasan (controling)
- Sangat cocok digunakan pada saat kelompok mengalami crisis
b. Kelemahan
1) Pemimpin tidak menghendaki rapat atau musyawarah
2) Setiap perbedaan di antara anggota kelompoknya diartikan sebagai kelicikan, pembangkangan,
atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah diberikan oleh pemimpin.
3) Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga tidak diberikan kesempatan untuk
mengeluarkan pendapatnya.
4) Pengawasan bagi pemimpin yang otoriter hanyalah berarti mengontrol, apakah segala perintah
yang telah diberikan ditaati atau dijalankan dengan baik oleh anggotanya.
5) Mereka melaksanakan inspeksi, mencari kesalahan dan meneliti orang – orang yang dianggap
tidak taat kepada pemimpin, kemudian orang – orang tersebut diancam dengan hukuman,
dipecat, dsb. Sebaliknya, orang – orang yang berlaku taat dan menyenangkan pribadinya,
dijadikan anak emas dan bahkan diberi penghargaan.
6) Kekuasaan berlebih ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik dan kecenderungan
untuk mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung.
4. KEPEMIMPINAN LAISSEZ-FAIRE
Laissez-faire berasal dari bahasa Perancis yang berarti “tinggalkan itu sendiri”. Gaya
kepemimpinan ini lebih banyak menekankan keputusan kelompok dan memperbolehkan
kelompok yang memimpin dalam menentukan tujuan dan metode mereka yang akan dicapai.
Kepemimpinan “membiarkan” artinya pemimpin melepaskan tanggung jawabnya
meninggalkan karyawan tanpa arah, supervisi dan koordinasi yang jelas serta memaksa
karyawan untuk membuat perencanaan, mengimplementasikannya, dan menilainya menurut
apa yang mereka rasakan tepat tanpa adanya suatu standar yang jelas. Dalam kondisi tertentu
pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator.
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat
longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung jawab,
kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan maupun
menanggulangi masalahnya sendiri.
Gaya ini tidak berdasarkan pada aturan-aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya
kepemimpinan ini menginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa
memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Jika tidak ada yang
mengendalikannya, kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak terorganisasi, tidak
produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka merasa bahwa kelompoknya tidak memiliki
maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Walau begitu, dalam situasi tertentu khususnya dalam
kelompok terapi, gaya kepemimpinan Laissez-Faire ini adalah yang paling layak dan efektif dari
gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan “kendali bebas” (Handoko dan Reksohadiprodjo, 1997, p. 304):
- Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri.
- Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum.
- Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal
yang mereka anggap cocok.
- Menurut Sukanto (1987) ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (pp.196-198):
- Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari
pemimpin.
Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu
siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya.
Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.
Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan
tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.
Kelebihan Laissez-Faire :
a. Pemimpin akan menyerahkan keputusan kepada keinginan kelompok sehingga keputusan yang
dihasilkan menjadi keputusan bersama.
b. Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuannya, daya kreativitasnya untuk
memikirkan dan memecahkahkan serta mengembangkan rasa tanggung jawab.
c. Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang dianggap penting sehingga proses
penyelesaianya lebih cepat.
Kelemahan Laissez-Faire :
a. Tidak mampu melakukan koordinasi dan pengawasan yang baik.
b. Tidak mempunyai wibawa sehingga ia tidak ditakuti apalagi disegani oleh bawahan.
5. KEPEMIMPINAN PATERNALISTIS
Tipe kepemimpinan Paternalistis, mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat fathernal.
Kepemimpin seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapaan dalam menggerakkan
bawahan mencapai tujuan. Kadang-kadang pendekatan yang dilakukan sifat terlalu sentimentil.
Sifat-sifat umum dari tipe pemimpin paternalistis dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa dan perlu dikembangkan.
b) Bersikap terlalu melindungi bawahan
c) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan sendiri.
d) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan inisyatif daya
kreasi.
e) Sering menganggap dirinya maha tahu.
Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diperlukan. Akan
tetapi ditinjau dari segi sifat-sifat negatifnya pemimpin Paternalistis kurang menunjukkan
elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.