Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 23

SURVEILANS FAKTOR PENYAKIT TIDAK MENULAR HIPERTENSI BERBASIS

POSBINDU DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO


MATA KULIAH SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

DISUSUN OLEH:
Yanni Puspa Amaranti (1610713008)
Amelia Noviarti (1610713013)
Muthiya Harlingga (1610713016)
Setia Wardani (1610713023)
Nurul Syafitri (1610713036)
Errica Yunerza Saskia (1610713041)

KELOMPOK 6

KELAS : 4C

Dosen Pengampu : Fathinah Ranggauni Hardy, SKM, M.Epid

Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat


Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Univesitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Tahun 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan anugerah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Surveilans Penyakit Tidak Menular Berbasis
Posbindu di Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo” Kami juga berterima kasih kepada Ibu
Fathinah Ranggauni Hardy, SKM, M.Epid selaku Dosen mata kuliah Surveilans Kesehatan yang
telah membimbing kami dalam pembuatan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai topik yang kami angkat. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya.

Jakarta, April 2018

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..........................................................................................................................i
Daftar Isi .....................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ....................................................................................................................1
B. Tujuan .................................................................................................................................2

BAB II Pembahasan
A. Prinsip Umum Surveilans ...................................................................................................4
B. Pelaporan.............................................................................................................................7
C. Evaluasi ...............................................................................................................................10
D. Analisis dan Interpretasi Data .............................................................................................12
E. Diseminasi Data ..................................................................................................................13
F. Aksi .....................................................................................................................................13

BAB III Penutup


A. Kesimpulan .........................................................................................................................26
B. Saran ...................................................................................................................................26

Daftar Pustaka ...........................................................................................................................28

ii
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan msyarakat yang
besar di Indonesia. Prevalensi PTM dan cedera di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013,
hipertensi usia ˃18 tahun (25,8%), rematik (24,7%), cedera semua umur (8,2%) dengan
cedera akibat transportasi darat (47,7%), asma (4,5%), PPOK umur ≥ 30 tahun(3,8%),
diabetes melitus (2,1%), PJK umur ≥ 15 tahun (1,5%), batu ginjal (0,6%), hipertiroid
umur ≥ 15 tahun berdasarkan diagnosis (0,4%), gagal jantung (0,3%), gagal ginjal kronik
(0,2%), stroke (12,1‰), dan Kanker (1,4‰).

Berbagai faktor risiko dapat memicu PTM. Faktor risiko tersebut yaitu faktor genetik,
gaya hidup hingga fisiologis. Faktor gaya hidup yang berpengaruh adalah merokok,
konsumsi alkohol, konsumsi makanan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, berat badan
lebih, dan obesitas. Gaya hidup tersebut dapat menyebabkan perubahan fisiologis tubuh
seperti tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, dan lemak darah tinggi yang berpotensi
menimbulkan PTM (Riley, et al., 2016).

1
Tingginya permasalahan PTM, termasuk didalamnya hipertensi memerlukan upaya
pengendalian yang memadai dan komprehensif melalui promosi, deteksi dini,
pengobatan, dan rehabilitasi. Upaya tersebut perlu didukung oleh penyediaan data dan
informasi yang tepat dan akurat secara sistematis dan terus-menerus melalui sistem
surveilans yang baik. Oleh karena itu, dengan program surveilans PTM yang baik maka
program pencegahan dan pengendalian PTM berlangsung lebih efektif baik dalam hal
perencanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi program serta sebagai ide awal
penelitian.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tersedianya data dan informasi epidemiologi yang faktual, cepat, tepat/akurat dan
terpercaya untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program kesehatan serta meningkatkan
kewaspadaan (sistem kewaspadaan dini) dan respons yang tinggi terhadap kejadian
luar biasa (KLB) ditingkat Kecamatan/Puskesmas, Kabupaten/Kota dan propinsi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui gambaran pelaksanaan sistem
informasi faktor resiko penyakit tidak menular hipertensi berbasis posbindu di dinas
kesehatan Kabupaten Sidoarjo.
2. Tujuan Khusus

1. Tersedianya data dan informasi faktor risiko penyakit tidak menular hipertensi
sebagai bahan perencanaan, pemantauan, penilaian dan evaluasi program
pengendalian.
2. Tersedianya informasi secara terus menerus sebagai dasar penentuan strategi
pengendalian hipertensi.
3. Tersedianya informasi faktor risiko PTM hipertensi sebagai bahan monitoring dan
kewaspadaan dini masyarakat
4. Tersedianya informasi faktor risiko hipertensi dan cedera sebagai bahan awal
penelitian

2
5. Tersedianya data dan informasi kunjungan pasien hipertensi, cedera, dan tindak
kekerasan, sebagai bahan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi kebutuhan
sumberdaya dalam pengendalian PTM hipertensi.
6. Tersedianya data dan informasi kasus PTM hipertensi, cedera, dan tindak
kekerasan sebagai bahan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi pencapaian
indikator kinerja pengendalian hipertensi
7. Tersedianya data dan informasi PTM, cedera, dan tindak kekerasan sebagai bahan
pengembangan kebijakan pengendalian PTM di dinas Kabupaten Sidoarjo.

3
BAB II

PEMBAHASAN

a. Prinsip Umum Surveilans


1. Definisi Kasus
Hipertensi menurut WHO (2013) adalah peningkatan tekanan darah sistolik sama
atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 90
mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah yang kuat dan konstan memompa darah
melalui pembuluh darah. Hipertensi sering kali dijumpai tanpa gejala, relatif mudah
diobati dan sering menimbulkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung,
penyakit jantung koroner,dan gangguan ginjal.

Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten


tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik
normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang
95% dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi
sekunder. Hipertensi esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis
kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi
obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan sebagainya.
Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat di
ketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5% dari total
penderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari
suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang.

Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari
salah satu atau kombinasi dari hal-hal berikut :
a. Akibat stres yang parah,
b. Penyakit atau gangguan ginjal,
c. Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan,
d. Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya,
e. Cidera di kepala atau pendarahan di otak yang berat,

4
f. Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan (Astawan, 2009)
Terdapat beberapa faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi faktor yang tidak
diubah ( umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga) dan faktor yang dapat diubah
(konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan minyak goreng yang berulang-
ulang (jelantah), obesitas, kurangnya aktivitas fisik, stress, penggunaan estrogen dan
kebiasaan merokok).
2. Tenaga Kesehatan
Berdasarkan kuantitasnya, jumlah SDM yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pengamatan faktor risiko PTM pada kegiatan posbindu belum ada standar yang
ditetapkan. Harapannya setiap puskesmas memiliki petugas kesehatan seperti dokter,
perawat atau petugas gizi yang dapat menjadi pengelola posbindu sekaligus berperan
sebagai petugas pemeriksa faktor risiko, petugas konseling atau penyuluhan dan
petugas entry data. Selain itu di setiap posbindu diharapkan terdapat 4-6 kader
posbindu yang berperan sebagai petugas pelaksana posbindu dan sebagai petugas
pencatat. Para kader tersebut berasal dari anggota perkumpulan masyarakat itu
sendiri, karena program ini merupakan program yang berbasis masyarakat, maka
harus ada keterlibatan dari pihak masyarakat.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo memiliki 2 orang pengelola program
posbindu PTM yang membawahi seluruh puskesmas di wilayah Kabupaten Sidoarjo
dan berperan dalam memfasilitasi program posbindu PTM dan seorang yang bertugas
sebagai administrator pangkalan data di tingkat kabupaten Sidoarjo
Berdasarkan kualitasnya, petugas kesehatan yang terlibat dalam kegiatan
posbindu PTM harus terlatih sesuai dengan perannya masing-masing. Selain itu,
diharapkan mampu memahami dan menggunakan teknologi komputerisasi, karena
proses pelaporan sudah mulai menggunakan sistem online. Para kader yang dilibatkan
memiliki kualifikasi minimal tamat SMA/sederajat, mampu berkomunikasi dengan
baik dan memiliki kepedulian terhadap masalah PTM. Bagi koordinator/pengelola
program posbindu PTM di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib mengikuti
pelatihan dari pusat, yakni Direktorat Jendral PP&PL, Direktorat PPTM.
Tenaga dalam sistem surveilans ini, dititik beratkan pada kader yang ada di
masing – masing Posbindu, yang kemudian diberikan kepada mereka masing –

5
masing ID dan Password yang dibuatkan oleh petugas Puskesmas di wilayah masing
– masing Posbindu.
Kondisi saat ini, kegiatan surveilans berbasis posbindu di masyarakat dilakukan
oleh kader yang sudah dilakukan pelatihan oleh petugas baik itu puskesmas atau dari
dinas kesehatan. Sementara itu petugas kesehatan dalam hal ini petugas dari
puskesmas setempat bertugas untuk mengawasi dan mengontrol kegiatan posbindu.
Untuk pencatatan dan pelaporan, pencatatan dilakukan oleh kader pada buku peserta
posbindu, dan kemudian direkap ulang oleh petugas puskesmas yang datang.
Pelaporan dalam bentuk form dilakukan oleh petugas puskesmas yang dilaporkan
kepada petugas surveilans yang ada di dinas kesehatan.
3. Sumber Pendanaan
Pembiayaan sistem surveilans faktor resiko Hipertensi tidak dialokasikan secara
khusus, namun menjadi satu dengan anggaran yang di Bidang PP & PL dinas
Kesehatan Sidoarjo. Sedangkan untuk pengdaaan alat pengkuran faktor resiko yang
diberikan kepada masing – masing posbindu yang ada di Dinas Kesehatan Sidoarjo,
bersumber dari dana APBD dan APBN.
Selain itu puskesmas dapat memanfaatkan sumber pembiayaan yang potensial
untuk mendukung dan memfasilitasi terselenggaranya posbindu melalui pemanfaatan
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Dana tersebut digunakan untuk biaya
transportasi petugas kesehatan, akomodasi petugas kesehatan, konsumsi, bahan habis
pakai dan lain-lain.
Saat ini posbindu wilayah Sidoarjo sedang menggerakkan peserta agar lebih
mandiri dalam hal pendanaan yang menunjang keberlangsungan posbindu PTM,
dengan adanya tarikan sebesar Rp. 1000 setiap peserta yang hadir karena anggaran
dana yang disediakan terbatas dan perkembangan posbindu semakin lama makin
meningkat jumlahnya. Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo juga sedang
mengupayakan jejaring dengan pihak swasta seperti LSM kesehatan yang bergerak
dalam bidang PTM(YKI, Yayasan Jantung Sehat dan lain-lain).

6
4. Metode Pengumpulan Data
Proses kegiatan Posbindu PTM dalam tahapan layanan 5 meja meliputi:
1. Registrasi, pemberian nomor urut dan pencatatan ulang hasil pengisian KMS ke
buku pencatatan/register oleh petugas pelaksana Posbindu PTM;
2. Wawancara untuk menelusuri informasi faktor risiko perilaku dan riwayat PTM
pada keluarga dan sasaran kegiatan;
3. Pengukuran (tinggi badan, berat badan dan lingkar perut);
4. Pemeriksaan faktor risiko PTM (tekanan darah, gula darah, kolesterol total,
trigliserida, pemeriksaan APE, CBE, IVA dan lain sebagainya disesuaikan dengan
kemampuan Posbindu PTM)
5. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam pengamatan faktor risiko Hipertensi yang
berbasis posbindu adalah sumber data rutin yang berasal dari laporan puskesmas yang
telah melaksanakan posbindu PTM. Dari 26 puskesmas yang ada di wilayah Dinas
Kesehatan Sidoarjo, hingga Juni 2015 telah terdapat 26 puskesmas yang
melaksanakan program posbindu. Jumlah total posbindu yang ada di seluruh
puskesmas di wilayah Dinas Kesehatan Sidoarjo hingga Juni 2015 telah terbentuk
sebanyak 40 posbindu Umum dan 19 Posbindu Khusus yang ada di instansi
pemerintahan dan juga sekolah.
Data dalam surveilans ini berasal dari hasil wawancara dan pemgukuran yang
dilakukan oleh peseerta Posbindu.Dilaporkan oleh kader secara langsung atau dibantu
oleh petugas puskesmas setempat
b. Pelaporan
Berdasarkan Pedoman Umum Surveilans PTM, Alur Pencatatan dan Pelaporan
Data sebagai berikut :
A. Pencatatan dan pelaporan surveilans PTM diselenggarakan untuk faktor risiko dan
kasus PTM dilaksanakan sebagai berikut:
1. Posbindu PTM
a. Petugas pelaksanan Posbindu melakukan wawancara dan pengukuran faktor
risiko PTM

7
b. Petugas pelaksanan Posbindu melakukan pengumpulan data fakfor risiko
menggunakan buku register faktor risiko PTM dan software Sistem Informasi
Manajemen PTM
c. Petugas menyiapkan data rekap faktor risiko PTM menggunakan formulir
rekap faktor risiko PTM dan software software Sistem Informasi Manajemen
PTM untuk dilaporkan kepada/diambil petugas Puskesmas setiap bulan
2. Puskesmas
a. Petugas Puskesmas melakukan pengumpulan data faktor risiko PTM baik dari
Puskesmas maupun Posbindu PTM di wilayahnya menggunakan formulir
rekap faktor risiko PTM dan software sistem informasi manajemen PTM
b. Petugas Puskesmas memberikan umpan balik kepada petugas pelaksana
Posbindu PTM
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
a. Dinas kesehatan kabupaten/kota menerima laporan bulanan dari Puskesmas,
b. Atau Dinas kesehatan melakukan rekapitulasi data faktor risiko PTM
menggunakan formulir rekap faktor risiko PTM dan software system
informasi manajemen PTM dan melaporkan 3 bulanan ke Dinkes Kabupaten
provinsi Dinas kesehatan kabupaten/kota memberikan umpan balik kepada
Puskesmas
4. Dinas Kesehatan Provinsi
a. Dinas kesehatan provinsi menerima laporan 3 bulanan dari Dinas kesehatan
kabupaten/kota menggunakan formulir rekap faktor risiko PTM
b. Atau Dinas kesehatan provinsi melakukan rekapitulasi data faktor risiko PTM
menggunakan formulir rekap fakfor risiko PTM dan software system
Petunjuk Teknis Surveilans Faktor Risiko PTM Berbasis Posbindu 10
informasi manajemen PTM dan melaporkan 6 bulanan ke Kementerian
Kesehatan
c. Dinas kesehatan provinsi memberikan umpan balik kepada Dinas kesehatan
kabupaten/kota
5. Kementerian Kesehatan

8
a. Kementerian Kesehatan (Direktorat Pengendalian PTM) menerima laporan 3
bulanan dari Dinas kesehatan provinsi
b. Atau Kementerian Kesehatan melakukan rekapitulasi data faktor risiko PTM
menggunakan formulir rekap fakfor risiko PTM dan software system
informasi manajemen PTM
c. Kementerian Kesehatan memberikan umpan balik terhadap laporan enam
bulanan yang diberikan dinas kesehatan provinsi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada alur pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:

Posbindu PTM dengan sistem online untuk diisi oleh petugas puskesmas dan
langsung terhubung ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo. Pelaksanaan kegiatan
pengamatan faktor risiko PTM berbasis posbindu perlu didukung oleh ketersediaan
alat dan bahan yang mencukupi. Adapun jenis bahan dan alat yang diperlukan dalam
kegiatan posbindu adalah :
a. Peralatan deteksi dini faktor risiko: alat ukur lingkar perut, alat ukur tinggi
badan, timbangan berat badan, tensimeter digital, alat ukur gula darah,

9
kolesterol total dan trigliserida, peakflowmeter, tes amfetamin urin, alat ukur
kadar alkohol, meja gynokekologi dan IVA kit.
b. Peralatan penunjang : komputer dan akses internet yang memadai di setiap
puskesmas, software aplikasi sistem informasi manajemen PTM.

Setiap lokasi yang melaksanakan program posbindu di wilayah kerja Dinas


Kesehatan Sidoarjo telah diberikan 1 set peralatan deteksi dini faktor risiko atau yang
disebut dengan posbindu kit. Selain itu, belum semua Posbindu memiliki akses
internet yang baik. Sistem surveilans ini sedang dalam proses untuk melakukan
pergantian dari sistem pelaporan secara manual ke sistem pelaporan berbasis web.
c. Evaluasi
1. Input
Input merupakan elemen dari sistem yang bertugas untuk menerima seluruh
masukan data, dimana masukan tersebut berupa jenis data, frekuensi pemasukan data
dll. Pada sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo, komponen masukannya berupa :

1). Data Kesehatan yang diperoleh dari Posbindu PTM , sebagai berikut:
a). Riwayat PTM keluarga dan diri sendiri
1. Hipertensi
2. Kolesterol tinggi
b). Faktor risiko PTM dari wawancara:
1. Merokok
2. Kurang Aktivitas Fisik,
3. Konsumsi Minuman Beralkohol
4. Konsumsi Makanan Asin / Tinggi Natrium
5. Konsumsi Makanan Berlemak
6. Faktor Risiko Ptm Dari Pengukuran
7. Obesitas
8. Tekanan Darah

10
2). Data Non Kesehatan yang diperoleh :
` a). Data jumlah penduduk
b). Nama lengkap
c). No KTP
d). Tanggal lahir
e). Jenis Kelamin
f). Nomer telepon
g). Alamat
h). Tanggal Pemeriksaan

Dari jenis data yang didapatkan dari pengukuran dan wawancara, secara garis
besar didapatkan dua macam jenis dara. Data kesehatan dan data non kesehatan, data
kesehatan tentang faktor – faktor resiko terkait dengan hipertensi sedangkan data non
kesehatan berkaitan dengan data demografi peserta posbindu.
Data faktor resiko yang didapatkan masih belum memasukkan status penggunaan
estrogen pada wanita, padahal status esterogen juga perlu dimasukkan dalam faktor
resiko. Seiring penambahan usia pada wanita sehingga mengalami masa menopause
keberadaan hormone estrogen yang semula melindungi wanita dari hipertensi kini
mulai menghilang. Penggunaan minyak jelantah juga tidak disebutkan dalam
pengukuran faktor resiko, padahal fenomena penggunaan minyak jelantah ini masih
sangat sering ditemukan di masyarakat.
Kesulitan yang ditemui dalam pelaksanaan posbindu selanjutnya adalah masalah
data kependudukan, kebutuhan sistem akan data diri masyatakat secara lengkap
membuat setiap peserta yang ikut posbindu harus menyertakan data diri mereka
dengan lengkap.
2. Proses
Proses merupakan elemen dari sistem yang bertugas untuk mengolah atau
memproses seluruh data menjadi informasi yang lebih berguna. Adapun komponen
proses di dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo adalah
a. Pengumpulan Data

11
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo sudah melakukan pengumpulan data
rutin setiap bulan. Pengumpulan data dilakukan secara pasif dengan menerima
laporan dari puskesmas-puskesmas yang melaksanakan program posbindu PTM.
Kendala yang masih ada adalah belum semua petugas kesehatan mengerti tentang
IT dan petugas lebih terbiasa dengan sistem pelaporan manual, sehingga petugas
masih sering mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan softwaresistem
informasi manajemen PTM secara online, terlebih jika yang harus melakukan
adalah kader posbindu di masyarakat. Kendala tersebut dirasa wajar mengingat
surveilans faktor risiko PTM berbasis posbindu ini baru dalam masa peralihan
dari sistem manual ke sistem online.
b. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikelompokkan/ direkap sesuai
variabel yang dibutuhkan untuk analisis data lebih lanjut. Tujuan dari
pengelompokan data ini adalah untuk mempermudah analisis data sesuai variabel
epidemiologi yaitu menurut tempat, orang, waktu dan juga faktor resiko yang
menyertai perserta.
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan/atau dengan
bantuan software Sistem Informasi Manajemen PTM.Data yang diolah adalah
faktor risiko PTM dengan memperhitungkan jumlah penduduk di suatu
wilayah.Produk pengolahan dan analisis berupa proporsi hasil pemeriksaan faktor
risiko dan cakupan penduduk yang melakukan pemeriksaan
Pengolahan data pada sistem suerveilans yang berbasis web, secara
otomatis dengan mengisi form – form yang sudah disediakan oleh pada portal
web PPTM, dan juga pengisian ini dapat dilakukan secara offline. Pengolahan
data berbasis pelaporan manual, pengolahan data dilakukan oleh petugas
puskemas dan juga petugas yang ada di dinas kesehatan.

c. Analisis dan Interprestasi Data


Analisis data dilakukan secara diskriptif menurut variabel orang (umur,
jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat (antar wilayah) dan waktu (antar
waktu).Produk pengolahan dan analisis berupa proporsi hasil pemeriksaan faktor

12
risiko dan cakupan penduduk yang melakukan pemeriksaan penyakit tidak
menular.
Petugas Posbindu PTM, petugas PTM di Puskesmas, petugas PTM di
Dinkes kabupaten memberikan diinterpretasi hasil analisis berdasarkan situasi di
suatu wilayah, apakah prevalensi menunjukkan besaran masalah faktor risiko
PTM di wilayah setempat, dan menghubungkannya dengan data lain, seperti
demografi, geografi, gaya hidup/perilaku, dan pendidikan
d. Diseminasi

Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan atau
presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggung jawab kepada
jenjang struktural yang lebih tinggi, dari Puskesmas ke dinas kesehatan
kabupaten/kota, dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi
dan Kementerian Kesehatan.

Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait,


seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada
umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pengendalian PTM
serta evaluasi program(Penelitian, Pengabdian and Seri, 2017)

e. Aksi

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM)


telah melakukan program unggulan, seperti CERDIK (Cek kesehatan secara
berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktivitas fisik, Diet yang baik dan
seimbang, Istirahat yang cukup, dan Kelola stress), POSBINDU PTM (Pos
Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular) di sekolah, tempat kerja, jemaah
haji, lapas/rutan, PO bus, terminal, kampung nelayan, PANDU PTM di FKTP
(Pelayanan Terpadu PTM di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama), Hipertensi-
DM Terpadu, IVA-IMS-KB Terintegrasi, TBDM Terintegrasi, Pendekatan Praktis

13
Penyakit Paru, Pembatasan Konsumsi Gula, Garam dan Lemak, Upaya Berhenti
Merokok, dan Surveilans Faktor Risiko PTM.
A. CERDIK
CERDIK adalah slogan kesehatan yang setiap hurufnya mempunyai makna
yaitu; C=Cek kesehatan secara berkala, E=Enyahkan asap rokok, R=Rajin
aktifitas fisik, D=Diet sehat dengan kalori seimbang, I=Istirahat cukup dan
K= Kelola stress. Perilaku CERDIK ini dapat diterapkan melalui kegiatan
Posbindu PTM.
A. Cek kesehatan secara Berkala
Cek kesehatan dapat dilakukan rutin minimal 1 tahun sekali. Adapun
beberapa cek yang paling umu dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Cek tekanan darah yaitu salah satu cara deteksi dini risiko hipertensi,
stroke, dan penyakit jantung. Angka hasil pemeriksaan normal dibawah
140/90 mmHg.
2. Cek kadar gula darah menunjukkan kadar glukosa dalam darah. Hasilnya
membantu mendeteksi masalah diabetes. Hasil tes normal jika kadar gula
dalam darah kurang dari 100.
3. Cek lingkar perut, ketika lemak perut berlebihan akan memicu masalah
kesehatan yang serius seperti serangan jantung, stroke, dan diabetes. Batas
aman lingkar perut pria adalah 90 cm dan wanita 80 cm.
4. Cek kolesterol total biasanya terdiri dari LDL (kolesterol “buruk”), HDL
(kolesterol “baik”) dan trigliserida (lemak yang dibawa dalam darah
berasal dari makanan yang kita makan).
5. Cek arus puncak espirasi adalah salah satu cek kesehatan dalam uji fungsi
paru. Pengukuran ini biasa dilakukan pada penderita asma atau berbagai
penyakit obstruktif lainnya untuk menilai kemampuan paru-paru.
6. Deteksi dini kanker leher rahim merupakan cara yang paling umum untuk
deteksi dini kanker leher rahim yaitu dengan melakukan pilihan
pemeriksaan berkala yaitu tes pap smear atau tes IVA.

14
7. SADARI (Periksa Payudara Sendiri) yang dapat dilakukan perempuan
sejak berusia 20 tahun, karena dengan melakukan pemeriksaan dini inilah
kanker payudara dapat ducegah dari risiko yang lebih tinggi.

B. Enyahkan Asap Rokok


Agung dkk menyatakan bahwa asap rokok merupakan salah satu asap
yang mengandung racun berbahaya bagi tubuh (Dalam Andriana, 2017). Salah
satu program prioritas Kementerian Kesehatan dalam pengendalian PTM yaitu
akselerasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Azkha menyatakan bahwa kawasan
yang bebas dari asap rokok merupakan cara efektif untuk melindungi
masyarakat dari bahaya asap roko orang lain (Dalam Andriana, 2017).
Adapun tempat-tempat yang biasanya dijadikan kawasan bebas asap rokok
adalah tempat kerja, tempat belajar/mengajar, pelayanan kesehatan, tempat
ibadah, terminal/stasiun/bandara dan angkutan umum.
C. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh,
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan fisik dan mental agar hidup tetap bugar sepanjang hari. Salah satu
manfaat yang dapat didapatkan dari aktivitas fisik adalah dapat terhindar dari
penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, osteoporosis, kanker, hipertensi
dan diabetes. Adapun jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan adalah
kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki, mengepel lantai, dan naik turun
tangga. Selain itu juga dapat dalam bentuk olahraga seperti push up, lari,
bermain bola, senam dan lain-lain.
D. Diet Seimbang
Salah satu hal yang ditekankan dalam pola diet seimbang adalah
membatasi konsumsi gula, garam dan lemak. Anjuran konsumsi gula per
orang per hari adalah setara dengan 50 gr atau 4 sendok makan dan apabila
berlebih dapat menyebabkan terjadinya kegemukan (obesitas dan diabetes
mellitus). Sementara konsumsi garam per orang per hari adalah 5 gr natrium
atau setara dengan 1 sendok teh dan apabila berlebih akan meningkatkan

15
risiko terkena serangan jantung dan stroke. Sedangkan untuk konsumsi lemak
per orang per hari adalah 5 sendok makan dan apabila berlebih akan
meningkatkan jumlah kolesterol LDL yang menjadikan pembuluh darah
menyempit, menyebabkan penyakit jantung dan stroke.

E. Istirahat Cukup
Kebutuhan tidur seseorang dipengaruhi oleh usia, dimana dapat dilihat
dari tabel setiap usia memiliki kebutuhan tidur yang berbeda. Kekurangan
tidur dapat menyebabkan hilangnya konsentrasi saat melakukan kegiatan
sehari-hari seperti belajar dan berkendara, munculnya obesitas, memperburuk
kondisi kesehatan tubuh, meningkatkan stress dan sebagainya.

(Kementerian Kesehatan RI)

F. Kelola stres
Menurut Gaffar bahaya stres diakibatkan karena kondisi kelelahan fisik,
emosional dan mental yang disebabkan oleh adanya keterlibatan dalam waktu
yang lama dengan situasi yang menuntut secara emosional (Dalam Andriana,
2017). Menurut Adientya dan Handayani stres akan mengakibatkan
bangkitnya stroke apabila terjadi terus-menerus dalam jangka waktu lama dan
tidak segera ditanggulangi dengan baik (Dalam Andriana, 2017). Penyebab
stress bermacam-macam, bisa dari permasalahan di rumah tangga, sekolah
dan kantor.

16
G. Posbindu PTM
Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan
deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara
mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk
kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua faktor risiko PTM
pada awalnya tidak memberikan gejala. Posbindu PTM menjadi salah satu
bentuk upaya kesehatan masyarakat atau UKM yang selanjutnya berkembang
menjadi Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) dalam
pengendalian faktor risiko PTM di bawah pembinaan puskesmas.

Posbindu PTM bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dini


masyarakat terhadap faktor risiko PTM melalui pemberdayaan dan peran serta
dalam deteksi dini, pemantauan faktor risiko PTM dan tindak lanjut dini.
Sasaran utama Posbindu PTM adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko
dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas. Penyelenggaraan kegiatan
Posbindu PTM dapat dilakukan di lingkungan tempat tinggal dalam wadah
desa/ kelurahan ataupun fasilitas publik lainnya seperti sekolah dan perguruan
tinggi, tempat kerja, tempat ibadah, pasar, terminaldan lain sebagainya.
Penyelenggaraan Posbindu PTM dilakukan oleh petugas pelaksana Posbindu
PTM yang berasal dari masing-masing keoompok/ organisasi/ lembaga/
tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan PTM, yang dilatih secara
khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko
PTM di masing-masing kelompok atau organisasinya.

Terdapat dua klasifikasi Posbindu PTM, yaitu Posbindu PTM dasar dan
Posbindu PTM utama. Posbindu PTM dasar meliputi pemeriksaan deteksi dini
faktor risiko yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan
instrumen atau formulir untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak
menular dalam keluarga dan yang telah diderita sebelumnya, pengukuran
berat badan, tinggi badan, lingkar perut, IMT, pemeriksaan tekanan darah,

17
serta konseling. Sedangkan untuk Posbindu PTM utama meliputi kegiatan
Posbindu PTM Dasar ditambah dengan pemeriksaan gula darah, kolesterol
total, trigliserida, pengukuran APE, konseling dan pemeriksaan IVA serta
CBE, pemeriksaan kadar alkohol dalam darah dan tes amfetamin urin bagi
pengemudi, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
3. Output

Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan atau
presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggungjawab kepada jenjang
struktural yang lebih tinggi, dari Puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dari
dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi dan Kementerian
Kesehatan. Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait,
seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada
umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pengendalian PTM
serta evaluasi program.
Pelaporan kepada Dinas Kesehatan Jawa timur secara rutin dikirimkan tiap bulan
oleh petugas surveilans dinas kesehatan kabupaten. Sistem yang berbasis web
memberikan kemudahan pada petuugas di dinas kesehatan karena tidak harus
melalukan pengiriman secara manual namun sudah otomatis dikirimkan oleh kader
dan dapat dicek pada pada masing – masing level.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo memberikan hasil analisis surveilans
epidemiologi setiap 3 bulan sekali dengan mengundang seluruh petugas Puskemas
yang menangani surveilans ini. Namun diseminasi ini belum diikuti oleh pihak lain
yang juga berkaitan dengan program ini, sehingga sering menemui hambatan dalam
koordinasi dalam program penanggulangan PTM di masyarakat.

18
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan

B. Saran

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Penelitian, H., Pengabdian, D. A. N. and Seri, M. (2017) ‘Analisis sistem


infromasi faktor resiko hipertensi berbasis posbindu di dinas kesehatan
kabupaten sidoarjo’, 1995, pp. 7–17.

20

You might also like