Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 9

TUGAS INHAL KIMIA ORGANIK II

PERCOBAAN II

SINTESIS ASETINILIDA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 12

1. Arifti Nur Laily A. (M0315010)


2. Iin Kistianna (M0315027)
3. Rizki Nilasari (M0315051)
4. Robiah Al-Adawiyah (M0315053)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
Q.1. Berdasarkan jurnal yang telah Anda download bandingkan sintesis dengan
menggunakan metode konvensional dengan menggunakan metode green
chemistry, ditinjau dari segi:

-Mekanisme reaksi (Reaksi dijelaskan dengan menggunakan mekanisme,


berikan muatan, panah aliran elektron, dll, gunakan chemdraw)

 Metode Konvensional

Mekanisme reaksi pembuatan asetanilida disebut juga dengan reaksi


asilasi amida yang menyangkut serangan nukleofilik oleh anilin pada
atom karbon karbonil dari suatu turunan asam. Tahap mekanisme reaksi
sintesis asetanilida yang ditunjukkan pada gambar adalah sebagai
berikut (Anwar, 2006) :
1. Asetat anhidrat mengalami resonansi dan karena adanya ion H+ dari
pelarut asam asetat glasial maka atom O memiliki muatan negatif
dan atom C memiliki muatan positif.
2. Pasangan elektron bebas dari atom nitrogen tidak suka melakukan
resonansi di sekitar cincin aromatis sehingga amida distabilkan oleh
resonansi yang menyertakan pasangan elektron nonbonding dari
atom nitrogen yang kuat menarik elektron dan mengakibatkan
adanya gugus karbonil.
3. Protonasi pada amida terjadi pada oksigen dibandingakn nitrogen
sehingga elektron bebas nitrogen pada anilin menyerang
karbokation sekunder dari asetat anhidrat dan menyebabkan
terjadinya perpindahan muatan dari atom C ke atom N dan
terbentuk ikatan rangkap pada atom O yang disertai dengan
pelepasan sepasang elektron oleh atom C ke atom O membentuk
asetanilida dan asam asetat.
 Metode Green Chemistry

Sintesis asetanilida sebagai suatu amida adalah merupakan suatu


reaksi substitusi Nukleofilik (SN) Asil (addition/elimination) diantara
anilin. Anilin bersifat sebagai nukleofil pada atom N yang memiliki
keelektronegatifan yang lebih tenggi, dan gugus Asil dari asam asetat
bersifat elektrofil yang terletak pada atom C yang lebih
elektropositif. Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik antara senyawa
anilin dan asam asetat glasial terdiri dari dua tahap yaitu adisis nukleofil
pada gugus asam karboksilat, satu pasang elektron bebas pada anilin
menyerang gugus asam karboksilat pada karbokation (C+) tersier.
Kemudian terbentuknya keadaan zat antara atau intermediet melalui
pembentukan kembali ikatan rangkap dari atom karbon oleh muatan
negatif dan satu pasang elektron bebas pada atom oksigen. Mula – mula
anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam
keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk
asetanilida. Substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik
dimana sebuah atom, biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem
aromatis diganti dengan elektrofil. Reaksi terpenting di kelas ini adalah
nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatik dan asilasi
dan alkilasi reaksi Friedel-Craft (Fessenden, 1999).
1. Apakah green chemistry itu?
Green Chemistry diartikan sebagai pencegahan polusi dari bahan kimia , dan
mendesain produk dari proses kimia dengan mengurangi atau menghilangkan
penggunaan senyawa yang berbahaya. Beberapa tujuan dari green chemistry
adalah bahan baku yang terbarukan, berbuhungan dengan penggunaan bahan
kimia yang berbahaya dalam industri, penggunaan pelarut baru untuk
mengganti seperti pelarut organik yang mudah menguap, mengurangi
penggunaan energi dalam proses reaksi dan meminimalisasi limbah kimia
dalam proses industri (Housecroft and Sharpe, 2012).

2. Berikan konsep green chemistry?


Green chemistry memiliki prinsip/konsep yang berjumlah 12 antara lain yaitu
(Housecroft and Sharpe, 2012):
 Pencegahan penghasilan limbah
 Metode yang ekonomis dengan menggabungkan semua bahan yang
digunakan dalam proses reaksi hingga terbentuknya produk
 Menggunakan bahan kimia yang tidak berbahaya
 Mendesain bahan kimia menjadi aman dan mengurangi sifat racunnya
 Mengurangi penggunaan pelarut dan zat tambahan jika tidak berbahaya
 Menggunakan energi yang efisien ketika proses reaksi
 Menggunakan bahan baku yang terbarukan
 Mengurangi derivative, karena penambahan reagen dapat menghasilkan
limbah.
 Menggunakan katalis yang selektif
 Menesain produk supaya jika terurai tidak berbahaya dan tidak tertahan di
lingkungan.
 Waktu dalam analisis diperhitungkan agar tidak membentuk zat yang
berbahaya setelah analisis
 Memilih bahan kimia yang aman untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja

3. Menurut kelompok Anda, saat melakukan sintesis asetanilida cenderung


menggunakan metode apakah? Berikan alasannya!
Asetanilida dapat disintesis secara konvensional dan secara green chemistry.
Secrara konvensional, asetanilida dapat disintesis dengan mereaksikan anilin
dengan asam asetat anhidrid. Sedangkan secara green chemistry, asetanilida
dapat disintesis dengan mereaksikan anilin dengan asam asetat glasial.
Menurut kelompok saya, saat melakukan sintesis asetenilida sebaiknya
cenderung menggunakan metode green chemistry karena berdasarkan hasil
penelitian Redasani (2010), asetanilida yang dihasilkan dengan metode
konvensional hanya sebesar 55,65%, sedangkan dengan metode green
chemistry dihasilkan asetanilida yang lebih besar yaitu sebesar 79,78%. Selain
itu, kelebihan metode green chemistry dibandingkan dengan metode
konvensional adalah meminimalis limbah dari produk disebabkan tidak
menggunakan asetat anhidrid saat proses sintesis asetanilida.

Referensi:
Anwar, B. 2006. Kimia. Bandung : Yrama Widya.
Fessenden dan Fessenden. 1999. Kimia Organik Jilid 1 dan 2, Edisi ke 3.
Jakarta : Erlangga.
Housecroft, C. and Sharpe, A.G. 2012. Inorganic Chemistry 4th Edition.
Canada: Pearson Canada Inc.
Redasani, V.K., Kumawat, V.S., Kabra, R.P., Kansagara, P. and Surana, S.J.
2010. Applications of Green Chemistry in Organic Synthesis.
International Journal of ChemTech Research. 2(3): 1856-1859

Q2. Jika Anda mendapatkan Kristal asetanilida dan Anda diminta untuk melakukan
karakterisasi dan pengujian menggunakan Spektrofotometer Inframerah dan Uv-Vis
dan melting point apparatus, maka data apa yang anda peroleh dan bagaimanakah cara
melakukan karakterisasinya?

Pemurnian kristal asetanilida dapat dilakukan dengan cara rekristalisasi. Hasil


percobaan diperoleh kristal asetanilida dengan massa 0,908 gram dan titik leleh 114oC.
Kristal asetanilida berbentuk serbuk berwarna putih. Karakterisasi asetanilida dapat
menggunakan spektrofotometer Inframerah (IR), Uv-Vis dan Melting Point Apparatus.
Spektrofotometer inframerah dapat digunakan untuk menentukkan adanya
gugus-gugus fungsional utama dalam suatu sampel yang diperoleh berdasarkan
bilangan gelombang yang dibutuhkan untuk vibrasi tersebut. Berdasarkan spectra
inframerah di bawah ini diperoleh gugus fungsi C=O pada bilangan gelombang 1660
cm-1, C-H pada bilangan gelombang 3100 - 3000 cm-1, N-H 3290-3259 cm-1, C-H
aromatik pada bilangan gelombang 3061 cm-1, C=C aromatik pada bilangan
gelombang 1597, 1489 dan 1445 cm-1. Jadi dapat diketahui bahwa hasil spektra
inframerah tersebut sesuai dengan gugus fungsi yang terdapat pada asetanilida.
Gambar spectra inframerah asetanilida (Oliveira dkk., 2013).

Prinsip spektrofotometer Uv-Vis adalah interaksi yang terjadi antara materi dan
cahaya. Cahaya polikromatis diubah menjadi cahaya monokromatis. Cahaya
menembak sampel dan menyebabkan elektron tereksitasi dari energi dasar
(groundstate) ke energi tinggi. Keadaan ini tidak stabil, maka akan kembali ke ground
state dengan melepaskan energi. Energi tersebut terbaca oleh detektor dan terekam
oleh recorder sehingga dihasilkan spectra berupa panjang gelombang vs absorbansi.
Senyawa dapat dianalisis menggunakan spetrofotometer UV Vis apabila memiliki
kromofor. Asetinilida memiliki kromofor berupa cincin aromatis. Serapan asetanilida
berada paada daeran sinar ultraviolet pada range panjang gelombang 200-400 nm.
Hasil pengujian asetanilida menggunakan spektrofotometer Uv-Vis diperoleh panjang
gelombang maksimum 240 nm.

Pengujian menggunakan melting point apparatus berdasarkan prinsip memutar


pemutar suhu dan saat suhu mendekati titik leleh sampel hingga sampel pada pipa
kapiler meleleh. Berdasarkan table di bawah ini, titik leleh asetanilida sebesar 114oC.
Tabel titik leleh berbagai senyawa (Katritzky dkk., 2015)

Daftar Pustaka

Katritzky, A. R., Maran, U., Kareison, M., dan Lobanov, V. S. 1997. Prediction of
Melting Points for the Substitued Benzenes : A QSPR Approach. Journal of
Chemical Information and Modelling. 913-918.
Oliveira, F. C., Denadai, A. M. L., Guerra, L. D. L., Fulgencio, F. H., Windmoller, D.,
Santos, G. C., Fernandes, N. G., Yoshida, M. I. Donnici, C. L., Magalhaes, W. F.,
Machado, J. C. 2013. Positronium formation studies in crystalline molecular
complexes:Triphenylphosphine oxide – Acetanilide. Journal of Molecular
Structure. 1037 :1-8.
Q3. Carilah suatu paper/jurnal mengenai sintesis turunan asetinilida (minimal tahun
2010; SCOPUS). Jelaskan mekanisme sintesisnya, pengujian, karakterisasi dan
aplikasinya. Lampirkan paper/jurnal tersebut.

A. Mekanisme Sintesis

Sintesis dilakukan dengan mencampurkan 3 gram (20 mmol) isatin dengan 2,6 ml
(20 mmol) N- (2- Aminoetil) piperazin dengan Asam asetat glasial (1 ml) kemudian
campuran diaduk pada suhu kamar selama 96 jam, kemudian hasil yang diperoleh
dari sintesis di uji dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sedangkan endapan
merah bata disaring dan dicuci dengan dietil eter (Et2O) dan n-heksana. Pemurnian
ekstrak atau hasil dilakukan dengan Kromatografi Kolom (EtOAC / Petroleum Eter).

B. Pengujian

Pengujian pada produk hasil sintesis yaitu dengan menggunakan uji Ellman. Uji
Ellman dilakukan untuk menilai aktivitas antikolinesterase senyawa yang dimaksud
secara in vitro. Untuk mencapai 20-80% penghambatan aktivitas AChE, lima
konsentrasi yang berbeda dari masing-masing senyawa diuji. Senyawa 4a-4e
ditambahkan ke larutan uji dan diinkubasi pada suhu 25 oC dengan enzim selama 15
menit diikuti dengan penambahan 0,075 M asetilionokolin iodida. Setelah
pencampuran yang cepat penyerapan diukur pada panjang gelombang 412 nm.
Tingkat reaksi dihitung, dan persen penghambatan senyawa uji ditentukan. Setiap
konsentrasi dianalisis secara triplo atau tiga kali,dan nilai IC50 ditentukan secara
grafis dari kurva hambatan (konsentrasi inhibitor log vs persen inhibisi).

C. Karakterisasi

Karakterisasi dilakukan dengan karakterisasi senyawa organik yaitu uji titik


leleh menggunakan alat Melting Point Apparatus (MPA). turunan dari senyawa
tersebut di reaksikan dengan pipetamida N-(2-aminoetil) equimolar serta diaduk,
dan ditambahkan asam asetat glasial sebagai senyawa katalitik. Senyawa 3 yang
direaksikan dengan berbagai turunan asam benzoat digunakan juga EDC sebagai
agen pengcoupling, serta penambahan HOBt sebagai zat aditif untuk mencegah
pembentukan N-asylurea sebagai produk sampingan.

Karakterisasi yang lain dengan metode spektroskopi seperti IR, MS, dan
HNMR. Spektrum HNMR ini diperoleh dengan metode HNMR DMSO-d6 atau
kloroform terdeformasi. Berikut hasil analisis metode karakterisasi yang
digunakan adalah:

D. Aplikasi

Turunan isatin digunakan sebagai agen anti-alzhaimer, dimana penyakit


alzhaimer adalah salah satu bentuk demensia yang paling umum pada orang tua.
Alzhaimer adalah kondisi kelainan yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
penurunan kemampuan berpikir dan berbicara, serta perubahan perilaku pada
penderita akibat gangguan di dalam otak yang sifatnya progresif atau
perlahan-lahan.

Referensi:

Khajouei, M. R., Ahmad M. F., Hamid G., dan Alireza A. 2015. Synthesis and
Acetylcholinesterase Inhibitory Assessment of 3-(2-(4-benzoylpiperazin-1-yl)
ethylimino) indolin-2-one Derivatives with Potential Anti-Alzheimer Effects. Journal
of Reports in Pharmaceutical Sciences. 4(2): 148-157

You might also like