Professional Documents
Culture Documents
Mipro PKM
Mipro PKM
Mipro PKM
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. ISPA
merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan
bagian bawah. ISPA dapat menimbulkan gejala ringan (batuk, pilek), gejala sedang
(sesak, mengi) bahkan sampai gejala berat (sianosis, pernapasan cuping hidung).1
berkembang maupun di negara maju. Kejadian ISPA lebih sering terjadi di negara
kelompok umur balita diperkirakan sebesar 0,29 episode per anak/tahun di negara
berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode
(96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta),
China (21 juta), dan Pakistan (10 juta). Di Bangladesh, Indonesia dan Nigeria masing-
utama di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,0%,
tidak jauh berbeda dengan prevalensi pada tahun 2007 sebesar 25,5%. Prevalensi
ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8%, diikuti
kelompok umur kurang dari 1 tahun sebesar 22,0%. ISPA mengakibatkan sekitar 20-
1
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan penting
pada bayi. ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan tanpa
diberikan makanan tambahan apapun. Setelah itu, baru kemudian bayi harus diberi
makanan pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai bayi berusia dua tahun
atau lebih. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu
maupun bayinya. Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin
risiko terkena kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak faktor kekebalan
akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum
promosi susu formula, dan ibu yang bekerja. Selain itu, rendahnya pengetahuan ibu
tentang manfaat pemberian ASI eksklusif juga menjadi salah satu faktor penyebab
ISPA pada bayi. Bayi berusia 0-11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI
eksklusif mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan
yang mendapat ASI eksklusif mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih
rendah dibandingkan dengan yang diberikan susu formula.8 ASI juga terbukti
2
memberikan efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada bayi berusia 0-12 bulan.9
Risiko untuk terjadi ISPA pada bayi yang diberikan ASI tidak eksklusif sebesar 4,59
kali lebih besar daripada bayi yang diberikan ASI secara eksklusif.10 ISPA merupakan
salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan. Sebanyak 40-60%
kunjungan pasien untuk berobat ke Puskesmas dan 15-30% kunjungan pasien berobat
di bagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit karena menderita ISPA.11
B. Pernyataan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
3
D. Manfaat
mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian ISPA khususnya
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi
frekuensi pemberian ASI eksklusif pada bayi, sehingga dapat menurunkan angka
kejadian ISPA.
ISPA dan manfaat pemberian ASI eksklusif pada bayi, dan menambah pengetahuan
masyarakat tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada
bayi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung sampai
alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura
yang berlangsung selama 14 hari.13 Menurut WHO, Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang
dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit mulai dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
2. Epidemiologi
ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia, baik di negara
maju maupun di negara berkembang. ISPA banyak terjadi di negara berkembang dan
merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian sebesar dua per tiga dari
total kematian anak berusia di bawah satu tahun.15 Insidens kejadian ISPA menurut
berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Di Indonesia, angka
kejadian ISPA pada tahun 2013 sebesar 25,0%. Lima provinsi dengan prevalensi
ISPA tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%),
5
Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur (28,3%). ISPA paling banyak diderita
oleh kelompok usia 1-4 tahun (25,8%). Tidak ada perbedaan angka kejadian ISPA
pada laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok
3. Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Etiologi
ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA
Bordetella, dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain dari golongan
4. Klasifikasi
ISPA bagian atas terdiri atas nasofaringitis atau common cold, faringitis akut,
ISPA bagian bawah terdiri atas bronkitis akut, bronkiolitis, dan pneumonia.13
(alveoli).11
6
b. ISPA bukan pneumonia, merupakan penyakit yang dikenal masyarakat dengan
indrawing).
napas cepat sesuai golongan umur, yaitu bila umur 2 bulan hingga <1 tahun
sebanyak 50 kali atau lebih/menit; dan bila umur 1 hingga <5 tahun 40 kali
atau lebih/menit.
bernapas.
disertai napas cepat >60 kali per menit, atau adanya tarikan dinding dada
bernapas.
5. Faktor Risiko
1. Mikroorganisme penyebab
Penyebab tersering ISPA adalah virus, karena sifatnya yang mudah menular
sehingga angka kejadian ISPA di masyarakat menjadi tinggi. Tetapi, ISPA yang
7
disebabkan virus tidak memerlukan tatalaksana khusus karena bersifat self-limiting.
a. Usia
ISPA lebih sering terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Anak berusia kurang
dari 2 tahun mempunyai risiko terkena ISPA lebih besar daripada anak yang lebih tua
karena pada usia kurang dari 2 tahun anak tersebut belum memiliki imunitas yang
b. Jenis kelamin
anatomi saluran napas antara anak laki-laki maupun perempuan, tetapi hal ini tidak
c. Berat lahir
ISPA cenderung terjadi pada balita dengan riwayat berat badan lahir rendah
(BBLR) dibandingkan dengan balita tanpa riwayat BBLR.22 Bayi BBLR memiliki
sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna yang mengakibatkan bayi BBLR
memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Selain itu, bayi BBLR juga memiliki pusat
pengaturan pernapasan yang belum sempurna, surfaktan paru yang masih kurang
jumlahnya, otot-otot pernapasan dan tulang iga yang masih lemah. Bayi BBLR juga
d. Status gizi
Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi seseorang.
Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh seperti antibodi.
8
Semakin baik status gizi seseorang, maka semakin baik sistem kekebalan tubuhnya.
Infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh sistem
kekebalan tubuh. Bila sistem kekebalan tubuh baik, maka seseorang akan kebal
terhadap serangan virus. Selain itu, kesembuhan dari penyakit akibat serangan virus
juga akan lebih cepat. Anak dengan malnutrisi juga lebih sering mengalami ISPA
e. Status Imunisasi
sering mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak terjadi akibat komplikasi
dari campak yang merupakan faktor risiko yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Namun, kemampuan tubuh untuk menangkal suatu penyakit masih dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang lain seperti faktor genetik dan kualitas vaksin.18
f. Pendidikan
ISPA dan bagaimana pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA
menyebabkan masih banyak kasus ISPA yang dapat ke sarana pelayanan kesehatan
langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan gizi dan memberikan
perlindungan bagi bayi dari serangan infeksi khususnya ISPA.21 ASI mengandung
banyak faktor kekebalan dan bermanfaat terhadap pencegahan ISPA terutama sejak
pemberian ASI di awal kehidupan bayi hingga bayi berusia 6 bulan, salah satunya
adalah imunoglobulin. Imunoglobulin yang banyak ditemukan pada saluran cerna dan
9
saluran napas adalah imunoglobulin A (IgA).21 Selama minggu pertama kehidupan (4-
6 hari) payudara ibu akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal yang banyak
dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari serangan
infeksi.21
Bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung tidak pernah mengalami ISPA
mengalami ISPA.21 Risiko anak yang diberi ASI tidak secara eksklusif lebih besar
dibandingkan dengan anak yang diberi ASI secara eksklusif.21 Kematian akibat
penyakit saluran pernapasan 2-6 kali lebih banyak pada bayi yang diberi susu formula
h. Faktor lingkungan
secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa faktor dari lingkungan yang
udara. ISPA termasuk air-borne disease yang merupakan penyakit yang penularannya
melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan.22
Karena itu, secara epidemiologi, udara mempunyai peranan yang besar pada transmisi
penyakit infeksi saluran pernapasan. Selain itu, faktor dari lingkungan yang
meningkatkan risiko terjadinya kejadian ISPA adalah asap yang dihasilkan pabrik,
asap kendaraan bermotor, asap dari perokok, asap dari bahan bakar yang digunakan
untuk memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu ruangan rumah di bawah 18°C
atau di atas 30°C, kepadatan hunian rumah, penggunaan antinyamuk, dan partikel
10
6. Manifestasi Klinis
a) Batuk
b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara seperti pada
a) Pernapasan cepat sesuai umur yaitu pada kelompok umur <2 bulan dengan
frekuensi napas 60 kali per menit atau lebih, pada kelompok umur 2 - <12 bulan
dengan frekuensi napas 50 kali per menit atau lebih, dan pada kelompok umur 12
bulan - <5 tahun dengan frekuensi napas 40 kali per menit atau lebih.
11
a) Bibir atau kulit membiru
e) Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba
7. Diagnosis
pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum bisa
darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa dilakukan untuk
diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk menentukan etiologi ISPA.
Namun cara ini dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika.
disebabkan oleh virus. Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul
pada bayi/balita seperti yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis di atas.22
8. Penatalaksanaan
Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini semua penderita ISPA langsung ditangani di
12
unit yang menemukan. Namun, bila kondisi bayi/balita sudah berada dalam
dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Pengobatan ISPA dilaksanakan
berikut.
Gambar 2.2. Tatalaksana ISPA pada Bayi/Balita Usia 2 bulan - <5 tahun
13
Antibiotika yang dapat digunakan adalah kotrimoksazol atau amoksisilin
selama 3 hari, dan dapat juga diberikan penurun panas seperti parasetamol. Setelah
mendapat antibiotika, penderita ditindaklanjuti pada kunjungan ulang setiap dua hari
di fasilitas pelayanan kesehatan. Bila pasien menderita pneumonia berat, pasien harus
9. Pencegahan
mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan
faktor risiko ISPA. Penyuluhan dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan
ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak,
1) Imunisasi lengkap
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI pada 6 bulan pertama kelahiran tanpa
disertai pemberian makanan atau minuman apapun.3 Setelah bayi berusia 6 bulan,
barulah bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping atau makanan padat
secara benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diberikan kepada bayi sampai berusia 2
14
Bayi sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan apapun sampai
berusia 6 bulan kecuali terdapat keadaan-keadaan khusus yang membuat bayi perlu
diberi makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan. Misalnya terjadi peningkatan berat
badan bayi yang tidak sesuai standar atau terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan
bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Namun, sebelum
pemberian ASI kepada bayi. Apabila setelah 1-2 minggu usaha tersebut telah
dilakukan tetapi belum terjadi peningkatan berat badan, barulah ibu dapat memikirkan
untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi berusia di atas 4 bulan, tetapi belum
mencapai 6 bulan.4
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-
Kolostrum
mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam
alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai disekresikan dari hari ke-1
sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum bersifat viscous dengan warna
pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi yang baru lahir
dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi terhadap makanan yang akan datang.4
memberikan perlindungan pada bayi sampai umur 6 bulan) daripada ASI matur, kadar
karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur. Mineral, terutama
15
natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI matur. Total energi yang lebih
rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58 Kal/100 mL. Vitamin yang larut dalam
lemak lebih tinggi dan vitamin yang larut dalam air lebih rendah daripada ASI matur.
ASI yang mengandung kolostrum akan menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih
hidrolisis protein dalam usus bayi menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih
ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI matur yang
disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa laktasi. Kadar protein makin
rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi. Volume ASI pada masa
ASI matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan seterusnya.
Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup dapat
memberikan ASI sebagai satu-satunya makanan yang paling baik dan cukup untuk
bayi sampai usia 6 bulan. ASI matur berwarna putih kekuning-kuningan karena
fosfodiesterase, alkalinfosfatase)
16
Resistance factor terhadap stafilokokus
Komplemen
Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor bifidus.4
Hormon-hormon
merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa menjadi asam laktat yang
virus (terutama IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan
suatu antibakterial yang langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan
flora di usus.4
ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi
dari serangan virus, bakteri, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat kekebalan
10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan tersebut akan melindungi bayi
dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit
infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. Bayi yang diberi ASI secara eksklusif
akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI secara
eksklusif.4
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi. Desain penelitian yang
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang dibawa oleh ibunya
memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel. Consecutive sampling berarti bahwa semua
subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan
1. Kriterian inklusi
18
a. Bayi berusia 0-12 bulan datang ke Puskesmas Pelaihari baik yang didiagnosis
2. Kriteria Eksklusi
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan cara wawancara. Instrumen
1. Pengolahan Data
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Data yang diperolah dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi, yaitu tabel distribusi frekuensi ISPA dan tabel distribusi
19
b. Analisis Bivariat
disajikan dalam bentuk tabel, lalu dianalisis dengan uji statistik Chi-square.
dengan nilai α 0,05. Bila nilai P value < nilai α 0,05, maka terdapat hubungan
nilai P value > nilai α 0,05 maka tidak terdapat hubungan bermakna (signifikan)
20
BAB IV
A. Hasil
Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini
16 orang (53%), dan kebanyakan responden berusia 0-6 bulan (67%). Sebagian
responden.
pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Dari tabel tersebut didapatkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif
lebih banyak menderita ISPA daripada bayi yang mendapat ASI eksklusif.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara
pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi berusia 0-12 bulan.
22
Tabel 4.3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Kejadian ISPA
Ya Tidak P
n % n %
ASI Ya 8 26,7 15 50%
Eksklusif Tidak 7 23,3 0 0% < 0,05
Total 15 100 15 100
orang bayi yang menderita ISPA dan 15 orang bayi yang tidak menderita ISPA.
Dari 15 bayi yang menderita ISPA, terdapat 8 bayi yang mendapat ASI eksklusif
dan 7 bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Sedangkan pada bayi yang tidak
menderita ISPA, keseluruhan bayi yang tidak menderita ISPA tersebut ,mendapat
ASI eksklusif dan tidak terdapat bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif yang
tidak pernah menderita ISPA. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode Chi
Square dengan derajat tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%), diperoleh nilai p sebesar
0,003. Akan tetapi, karena terdapat 2 cells dengan nilai expected < 5, maka
penelitian ini tidak layak untuk diuji dengan Chi Square. Oleh karena itu,
digunakan uji alternatif dengan Uji Fisher, dan didapatkan hasil p = 0,006 untuk
hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA
B. Pembahasan
responden mendapat ASI eksklusif, yaitu sebanyak 23 bayi (77%). Hal ini dapat
23
dikarenakan ajakan atau penyuluhan yang diberikan oleh dokter/bidan/perawat
tentang manfaat ASI bagi kesehatan tubuh bayi, sehingga kesadaran atau antusias
ibu akan pentingnya pemberian ASI eksklusif meningkat. Selain itu, kemungkinan
ada ibu yang sebelum bekerja memompa ASInya terlebih dulu dan
dari ibunya. Sedangkan, sebanyak 7 bayi (23%) tidak mendapat ASI eksklusif.
Hal ini mungkin dikarenakan ibu lebih menyukai memberikan susu formula dan
makanan tambahan lain sebelum waktunya agar lebih mudah dan simpel. Selain
itu, mungkin memang masih ada ibu yang belum memahami tentang pentingnya
ASI, atau merasa terlalu sibuk sehingga tidak memilih untuk memberikan ASI
pada bayinya. Akan tetapi, dapat pula terjadi karena faktor lain, seperti sedikitnya
produksi ASI atau ASI tidak ada keluar sama sekali dari payudara ibu, faktor
makanan, psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu. ASI eksklusif adalah
pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain. Pemberian ASI
Pada table 4.1 dipaparkan bahwa kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas
Pelaihari sejak tanggal 11 April 2016 sampai 10 Mei 2016 berimbang, yaitu
sebanyak 15 bayi menderita ISPA dan 15 bayi tidak menderita ISPA. Dari 15 bayi
yang menderita ISPA, 8 bayi mendapat ASI eksklusif dan 7 bayi tidak mendapat
ASI eksklusif. Namun, dari 15 bayi yang tidak pernah menderita ISPA,
seluruhnya merupakan bayi dengan ASI eksklusif. Hal ini berarti bahwa, bayi
yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih mungkin terkena ISPA dibandingkan
bayi dengan ASI eksklusif. Hal ini sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh
24
Softic dkk (2004). Penelitian dilakukan dengan mengobservasi anak yang berusia
6 bulan yang ketika lahir memiliki berat badan lahir rendah dan usia kelahiran
kurang dari 37 minggu. Sebanyak 612 kuesioner dibagikan dan didapat sebanyak
493 responden yang bersedia mengisi kuesioner. Dari hasil kuesioner didapatkan
sebanyak 395 anak mengkonsumsi ASI eksklusif dan 98 anak mengkonsumsi susu
formula. Dan anak yang mengkonsumsi susu formula lebih rentan mengalami
infeksi pernapasan dan pencernaan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Elfia (2012) menyatakan bahwa bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif ternyata
akan lebih sehat dan jarang mengalami kejadian ISPA dibandingkan dengan bayi
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Dilihat dari frekuensi terjadinya ISPA
pun, bayi yang menderita ISPA ≥ 2 kali selama 1 tahun terakhir sebanyak 9 bayi,
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi diuji
dengan uji alternatif Fisher dengan hasil p = 0,006 untuk 2-sided dan p = 0,003
untuk 1-sided (p<0,05). Hal ini berarti terdapat hubungan yang bemakna antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Hasil ini didukung
oleh penelitian lainnya, seperti penelitian pada bayi yang dilakukan Okto pada
tahun 2010 juga mendapati adanya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
Denpasar (p=0,001).
25
imunoglobulin A (IgA) dan interferon yang mampu memberikan perlindungan
kepada bayi dari serangan infeksi. IgA dapat mengaktifkan sistem komplemen
berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus Associated Lymphocyte Tissue
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Penanganan penurunan
prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi perlu ditingkatkan
26
BAB V
A. Simpulan
Laut sebesar 77%, sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif sebesar 23%.
sebesar 50% (20% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam setahun dan 30%
B. Saran
2. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerja sama dengan
kader-kader PKK dan posyandu untuk lebih memotivasi ibu menyusui dalam
27
3. Perlu digalakkan lagi tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS) melalui
ISPA.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
19. Ibrahim, Hartati. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA
pada Anak Balita di Wilayah Puskesmas Botumoito Kabupaten Boalemo
Tahun 2010. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2011.
20. Dharmage et al. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections in
Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop Med
Public Health, 27(1): 107-110, 2009.
21. Gani, A. Strategi Penurunan Insiden Pneumonia pada anak Balita di
Kecamatan Banyuasin dan Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan.
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2004.
22. Gulo, R.R., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli
Kabupaten Nias Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
23. Noorhidayah, Widya S. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Socioscience, 6(1):
45-50, 2014.
24. Tallo, Karolina T et al. The Effect of Exclusive Breastfeeding on Reducing
Acute Respiratory Infections in Low Birth Weight Infants. Paediatr Indones,
52(4): 229-232, 2012.
25. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang DKI Jakarta. Bedah ASI.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.
30
LAMPIRAN
31
A. Kuosioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Nomor Responden :
Tanggal Pengambilan Data :
A. Data Ibu
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Nomor HP :
B. Data Bayi
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alasan Dibawa ke Puskesmas :
32
C. Kuesioner penelitian
a. Pemberian ASI Eksklusif
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Jika bayi berusia di atas 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai
berusia 6 bulan?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan
tambahan atau susu formula sampai berusia 6
bulan?
2 Jika bayi berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan
tambahan atau susu formula?
Keterangan:
- Bayi diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1a atau 2a
dijawab Ya dan pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Tidak.
- Bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1b atau
2b dijawab Ya.
b. Kejadian ISPA
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu
disertai demam?
3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung
lebih dari 14 hari?
4 Apakah bayi ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek
lebih dari 2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?
Keterangan:
Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.
- Bayi menderita ISPA apabila pertanyaan nomr 1 dijawab Ya dan nomor 3
dijawab Tidak.
- Bayi tidak menderita ISPA apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Tidak.
33
LEMBAR PENJELASAN
Dengan hormat,
Kami dokter internsip Puskesmas Pelaihari, atas nama dr. Tria Sefty Maidina, dr.
Nelly Astika, dr. Fatimatuzzarah, dr. Sheila Dwiyani Aisha, dr. Indwiana Arifi,
dan dr. Dewi Ayu Krisanti, sedang melakukan penelitian berjudul Hubungan
Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Pelaihari.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang sering
terjadi pada anak terutama bayi dan balita. Adapun gejala dari penyakit ini adalah
seperti batuk dan pilek (gejala ringan), sesak napas dan wheezing/bunyi napas
tambahan (gejala sedang), serta sianosis/kebiruan pada tubuh dan pernapasan
cuping hidung (gejala berat). ISPA yang ringan jika tidak segera ditangani akan
menjadi berat dan bahkan sampai menyebabkan kematian. Banyak faktor yang
mempengaruhi timbulnya ISPA pada bayi, salah satunya pemberian ASI
eksklusif. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan pemberian ASI
eksklusif terhadap kejadian ISPA. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
memberikan informasi tambahan di bidang kesehatan tentang hubungan
pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA, serta dapat memberikan data
untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
Oleh karena itu, kami meminta kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini dengan sukarela dan tanpa paksaan. Kami akan melakukan
wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan seputar pemberian ASI
eksklusif dan ISPA pada bayi Ibu pada lembaran kuesioner untuk diisi. Kami
mengharapkan Ibu menjawab semua pertanyaan dengan kejadian sebenarnya yang
dialami. Identitas pribadi Ibu sebagai partisipan akan dirahasiakan dan informasi
yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini,
Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Setelah memahami berbagai hal yang
menyangkut penelitian ini diharapkan Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan
yang telah kami siapkan. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Ibu dapat
langsung menanyakan kepada kami sebagai peneliti.
Demikian informasi ini kami sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Ibu menjadi
partisipan dalam penelitian ini, kami ucapkan terima kasih.
34
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
(INFORMED CONSENT)
Nama :
Usia :
Alamat :
35
B. Hasil SPSS
Cases
ISPA
YA TIDAK Total
ASI YA Count 8 15 23
TIDAK Count 7 0 7
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.50.
b. Computed only for a 2x2 table
36