Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

TUGAS MATA KULIAH : Hukum Lembaga Keungan Syariah

DOSEN PENGAMPU : Prof DR. H. M. Ma’ruf Abdullah, SH., MM.


DR. H. Abdullah Jayadi Yasar, SH., MH.

ANJAK PIUTANG SYARIAH

OLEH:

Dewi Sartika (1602540126)


Hj. Iffah Iqbal (1602540195)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
BANJARMASIN
2017
ANJAK PIUTANG SYARIAH
(Syaria Factroring)
A. PENDAHULUAN
Pada perkembangan dunia bisnis modal adalah suatu hal yang sangat penting
keberadaannya. Para pelaku bisnis membutuhkan modal untuk memulai dan
melangsungkan kehidupan usahanya. Namun, terkadang pada saat proses produksi
terdapat kendala karena kurangnya modal akibat rendahnya tingkat cash flow
sehingga mengakibatkan para pengusaha kekurangan modal. Salah satu penyebabnya
adalah tingginya jumlah piutang sehingga mempengaruhi tingkat pemasukan
perusahaan dan menghambat produksi.
Untuk meningkatkan volume penjualan dan memperluas pasar, disamping
perbaikan terhadap kualitas produk dan pelayanan biasanya perusahaan memberikan
keringanan berupa penundaan pembayaran sampai pada waktu yang ditentukan.
Penundaan pembayaran diberikan kepada pembeli yang belum bisa melunasi atas
barang yang dibelinya. Bagi pihak pembeli hal ini menimbulkan hutang, dan bagi
penjual menimbulkan piutang.
Dengan adanya fenomena tersebut munculah anjak piutang sebagai alternatif
pendanaan bagi para pelaku bisnis atau pengusaha. Namun, pada praktiknya anjak
piutang terdapat unsur riba di dalamnya yang mana tidak sesuai dengan prinsip
syariah. Islam melarang riba sehingga pengusaha muslim tidak dapat menggunakan
fasilitas anjak piutang ini untuk membantu pendanaannya. Mengingat hal tersebut
maka munculah gagasan anjak piutang syariah.

B. FOKUS BAHASAN
1. Bagaimana penerapan anjak piutang syariah pada lembaga keuangan syariah?

1
C. PEMBAHASAN
a. Anjak Piutang
Anjak piutang (factoring) dapat di identifikasikan sebagai transaksi pembelian
dan atau penagihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek klien
(perusahaan penjual) kepada perusahaan anjak piutang, kemudian akan ditagih oleh
perusahaan anjak piutang kepada pembeli karena adanya pembayaran kepada klien
oleh perusahaan anjak piutang.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No 84/PMK.012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan, Anjak Piutang atau factoring adalah kegiatan pembiayaan
dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut
pengurusan atas piutang tersebut.
Anjak piutang adalah suatu teknik pendanaan jangka pendek dengan
memanfaatkan piutang yang dimiliki suatu perusahaan. Perusahaan yang
bersangkutan menjual atau menyerahkan hak atas piutangnya kepada perusahaan
anjak piutang (factor). Factor dapat berupa bank atau lembaga keuangan lain
selain bank. Kemudian factor akan menyerahkan uang kepada perusahaan tersebut
sebesar presentase tertentu dari jumlah nilai piutang. Sebagai imbalan, factor akan
membebankan biaya administrasi dan bunga. Adapun perusahaan yang bergerak
dibidang ini disebut perusahaan pembiayaan atau factoring. Berikut jenis jasa yang
biasanya di tawarkan oleh perusahaan factoring1:
1) Memberi uang muka sampai 80% harga minimal piutang
2) Menanggung kredit macet
3) Menyediakan data kredit
4) Menagih piutang
5) Mengadministrasi penjualan
Atas uang muka yang diberikan, perusahaan factoring memungut biaya bunga
yang sedikit lebih tinggi dari tingkat bunga bank, sedang untuk jasa yang lain
perusahaan factoring oleh penjual piutang ditaruh sebagai kerugian piutang.
Adapun biaya-biaya yang dipungut antaralain2:

1
Barbara Gunawan. Anjak Piutang: Sebuah Alternatif Memperoleh Dana Usaha. Jurnal Akuntansi dan investasi
Vol. 2 No. 2, Juli 2001. ISSN: 1411-6227, hlm. 140
2
Andi Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Keencana. 2009, hlm. 358-359

2
1) Jasa penagihan yaitu, biaya yang dibebankan oleh perusahaan anjak
piutang kepada kliennya. Besarnya bunga tergantung pada kesepakatan
bersama.
2) Biaya administrasi yaitu, biaya yang diterima oleh perusahaan anjak
piutang setelah melakukan pengelolaan perusahaan kreditru oleh klien dan
besarnya pun tergantung pada kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Dalam kegiatan anjak piutang terdapat tiga pelaku utama yang terlibat yaitu:
perusahaan anjak piutang (factor), klien (supplier), dan nasabah (customer) atau
disebut debitor. Factor adalah perusahaan atau pihak yang menawarkan jasa anjak
piutang. Klien adalah pihak yang menggunakan jasa perusahaan anjak piutang.
Sedangkan nasabah adalah pihak-pihak yang mengadakan transaksi dengan klien.
Istilah klien (client) dan nasabah (customer) dalam mekanisme anjak piutang
memiliki pengertian yang berbeda. Perusahaan anjak piutang memiliki klien dalam
hal ini supplier, selanjutnya klien yang memiliki nasabah (customer). Mekanisme
anjak piutang diawali dari adanya transaksi jual beli barang atau jasa yang
pembayarannya secara kredit.
Berdasarkan pelayanannya anjak piutang terbagi menjadi beberapa jenis yaitu:
1) Full Service Factoring yaitu, Anjak piutang jenis ini memberikan jasa secara
menyeluruh, baik jasa pembiayaan maupun nonpembiayaan.
2) Bulk Factoring yaitu, Anjak piutang jenis ini memberikan jasa pembiayaan
dan pemberitahuan saat jatuh tempo pada nasabah, tanpa memberikan jasa lain
seperti resiko piutang, administrasi penjualan, dan penagihan.
3) Maturity Factoring yaitu, Pembiayaan pada dasarnya tidak diperlukan oleh
klien tetapi oleh pengurusan penjualan dan penagihan piutang serta proteksi
atas tagihan.
4) Finance Factoring yaitu, Anjak piutang jenis ini hanya menyediakan fasilitas
pembiayaan saja tanpa ikut menanggung risiko atas piutang tak tertagih.
Penyediaan pembiayaan dana tunai pada saat penyerahan faktur pada
perusahaan factoring sampai sejumlah 80% dari nilai seluruh faktur sesuai
dengan besarnya plafon pembiayaan (limit kredit). Klien tetap harus
bertanggung jawab terhadap pembukuan piutang dan penagihannya, termsuk
menanggung risiko tidak tertagihnya piutang tersebut.

3
Berdasarkan penanggungan resikonya anjak piutang terbagi menjadi beberapa
jenis yaitu:

1) With Recourse Factoring


Berkaitan dengan risiko debitur yang tidak mampu memenuhi
kewajibannya. Keadaan ini bagi perusahaan anjak piutang merupakan
ancaman risiko. Dalam perjanjian with recourse, klien akan menanggung
risiko kredit terhadap piutang yang dialihkan kepada perusahaan anjak
piutang. Oleh karena itu, perusahaan anjak piutang akan mengemblikan
tanggung jawab (recourse) pembayaran piutang kepada klien atas piutang
yang tidak tertagih dari customer. uang muka proporsi tertentu kepada
klien atas piutang atau faktur yang diserahkan.
2) Without Recourse Factoring
Perusahaan anjak piutang menanggung risiko atas tidak tertagihnya
piutang yang telah dialihkan leh klien. Namun, dalam perjanjian anjak
piutang daat dicantumkan bahwa di luar keadaan macetnya tagihan dapat
diberlakuakan bentuk recourse. Ini untuk menghindarkan tagihan yang
tidak diabayar karena pihak klien ternayat mengirimkan barang yang cacat
atau tidak sesuai dengan perjanjian kepada nasabahnya. Dengan demikian
customer berhak untuk mengembalikan barang yang telah diserahkan
tersebut dan terlepas dari kewajiban pembayaran utang. Dalam hal terjadi
kasus demikin, perusahaan factoring dapat mengembalikan tagihan
tersebut kepada klien.

Selanjutnya, berdasarkan perjanjiannya anjak piutang terbagai menjadi:


1) Disclosed Factoring
Pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang dengan
sepengetahuan pihak debitur (customer). Oleh karena itu pada saat piutang
terebut jatuh tempo perusahaan anjak piutang memiliki hak tagih pada
debitur yang bersangkutan. Untuk dapat melakukan hal tersebut di dalam
faktur dicantumkan pernyataan bahwa bahwa piutang yang timbul dari
faktur ini telah dialihkan kepada perusahaan anjak piutang.
2) Undisclosed Factoring
Transaksi penjualan atau pengalihan piutang kepada perusahaan anjak
piutang oleh klien tanpa pemberitahuan kepada debitur kecuali bila ada

4
pelanggaran atas kesepakatan pada pihak klien, atau secara sepihak
perusahaan anjak piutang menganggap akan menghadapi risiko.

Berdasarkan ruang lingkup kegiatannya terbagi menjadi sebagai berikut:


1) Domestic Factoring Kegiatan transaksi anjak piutang dengan melibatkan
perusahaan anjak piutang, klien dan debitur yang semuanya berdomisili di
dalam negeri.
2) International Factoring Kegiatan anjak piutang untuk transaksi ekspor
impor barang yang melibatkan dua perusahaan factoring di masing-masing
negara sebagai expor factor dan import factor.
Adapun faktor-faktor yang membuat perusahaan produksi memakai jasa anjak
piutang adalah sebagai berikut:
1) Untuk barang atau produk impor yang sangat laku sehingga membutuhkan
dana persedian sebelum terjadinya penjualan.
2) Perusahaan tidak memiliki sumber dana lain yang lebih murah atau masih
dalam tahap perkembangan.
3) Tersedianya piutang yang berkualitas baik untuk atau dijadikan jaminan.
4) Perusahaan ingin tetap menjual kepada pembeli yang agak lambat
pembayarannya. Jika penjualan kepada pembeli yang demikian dilakukan
dengan syarat yang menguntungkan dan perusahaan bissa menjual piutang
yang lain untuk memperoleh cash flow, maka anjak piutang mungkin akan
menguntungkan. Dengan kata lain, perusahaan harus bisa memanfaatkan
cash flow yang diperoleh dari najak piutang dan biaya anjak piutang bisa
dibebankan pada sebagian pembeli, khususnya yang agak terlambat
pembayarannya.
5) Perusahaan akan dapat beroperasi lebih efisien sebab pengelolaan
kreditnya diserahkan pada perusahaan factoring sehingga tidak perlu
membentuk unit khusus dibidang kredit.
6) Perusahaan memperoleh pembiayaan siap pakai yang disedikan oleh
perusahaan factoring.

b. Anjak Piutang Syariah


Menurut Fatwa DSN No. 67/DSN-MUI/III/2008 tentang Anjak Piutan
Syariah, yang dimaksud dengan Anjak piutang secara Syariah adalah pengalihan

5
penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari pihak yang berpiutang
kepada pihak lain yang kemudian menagih piutang tersebut kepada pihak yang
berutang atau pihak yang ditunjuk oleh pihak yang berhutang sesuai dengan prinsip
syariah.
Konsep anjak piutang menurut Fatwa DSN-MUI merupakan konsep anjak
piutang yang berdasarkan prinsip syariah, yang bertujuan untuk menghindari dari
praktik yang dilarang oleh hukum Islam seperti riba, gharar, dan maisir. Hal ini
juga memberikan kemudahan bagi para pelaku kegiatan anjak piutang untuk
melaksanakan kegiatan anjak piutang berdasarkan prinsip-prinsip syariah,
sebagaimana dalam kaidah fikih yang berbunyi:
“Pada dasarnya, segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.”
Adapun penerapan Prinsip Syariah dalam kegiatan anjak piutang (factoring)
adalah berdasarkan ketentuan pasal 6 huruf b Peraturan Kepala Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keungan Nomor PER-3/BL/2007 tentang Kegiatan Prusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dapat dilakukan berdasarkan Prinsip
Syariah dapat dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah. Wakalah bil ujrah
adalah pelimpahan kuasa kepada pihak lain (al wakil) dalam hal yang boleh
diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah)3.

Akad wakalah bil ujrah dalam anjak piutang syariah memunculkan hak dan
kewajiban secara seimbang bagi para pihak. Adapaun hak dan kewajiban
perusahaan pembiayaan (wakil) berdasarkan Pasal 17 SK Ketua Bapepam dan LK
No. PER-04/BL/2007 tentang akad-akad yang digunakan dalam kegiatan
perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah antaralain sebagai berikut:

a) Menagih piutang penagih piutang (mawakkil) kepada pihak yang


berhutang (muwakkal ‘alaih)
b) Dapat memperoleh upah (ujrah) atas jasa penagihan piutang pengalih
piutang (muwakkil) dalam hal diperjanjikan
c) Meminta jaminan dari pengalih piutang (muwakkil) with recourse atau
tidak meminta jaminan dari pengalih piutang (muwakkil) without
recourse

3
Abdul Ghofur Anshori. Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keungan, Lembaga Pembiayaan, dan
Perusahaan Pembiayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008, hlm. 161

6
d) Membayar atau melunasi hutang pihak yanng berhutang (muwakkil
‘alaih) kepada pengalih hutang (muwakkil)
Adapun hak dan kewajiban pengalih hutang (muwakkil) Pasal 18 SK Ketua
Bapepam dan LK No. PER-04/BL/2007 tentang akad-akad yang digunakan dalam
kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah antaralain sebagai
berikut:
a) Memperoleh pelunasan piutang dari perusahaan pembiayaan selaku
wakil
b) Membayar upah (ujrah) atas jasa pemindahan piutang sesuai yang
diperjanjikan
c) Dapat menyediakan jaminan kepada perusahaan pemniayaan selaku
wakil dalam hal diperjanjikan, dan
d) Memberitahukan kepada pihak yang berhutang (muwakkal ‘alaih)
mengenai transaksi pemindahan piutang kepada perusahaan
pembiayaan.

Adapun hak dan kewajiban pihak yang berhutang (muwakkal ‘alaih)


berdasarkan Pasal 19 SK Ketua Bapepam dan LK No. PER-04/BL/2007 tentang
akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah antaralain sebagai berikut:

a) Memperoleh informasi yang jelas mengenai transaksi pemindahan


hutangnya dari pengalih piutang kepada perusahaan pembiayaan
selaku wakil
b) Membayar atau melunasi hutang pada perusahaan pembiayaan selaku
wakil.

Piutang yang menjadi objek wakalah bil ujrah adalah piutang jangka pendek
yang jatuh temponya kurang dari satu tahun dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Piutang pengalih piutang (muwakkil) yang dipindahkan kepada


perusahaan pembiayaan selaku wakil harus dipastikan oleh para pihak
belum jatuh tempo dan tidak dalam katagori macet.
b) Piutang yang dialihkan bukan berasal dari transaksi yang diharamkan
oleh syariah islam

7
c) Piutang pengalih piutang (muwakkil) harus dibuktikan dengan
dokumen tagihan dan dipastikan keasliannya oleh para pihak.

Perjanjian anjak piutang berdasarkan akad wakalah bil ujrah kurang lebih
harus memuat:

a) Identitas perusahaan pembiayaan selaku wakil, pengalih piutang dan


pihak yang berhutang
b) Nilai jumlah dan waktu jatuh tempo piutang
c) Ketentuan mengenai ujrah jika ada
d) Ketentuan jaminan yang diperoleh perusahaan pembiayaan jika ada
e) Ketentuan mengenai cara-cara pembayaran hutang atau piutang oleh
perusahaan pembiayaan selaku wakil, pengalih piutang, dan pihak
yang berhutang
f) Hak dan tanggung jawab masing-masing pihak

Adapun dokumen-dokumen yang diperlukan oleh perusahaan pembiayaan


selaku wakil berdasarkan Pasal 22 SK Ketua Bapepam dan LK No. PER-
04/BL/2007 tentang akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah antaralain paling kurang meliputi:

a) Surat persetujuan prinsip (offering letter)


b) Akad wakalah bil ujrah sebagai induk perjanjian
c) Perjanjian pengikatan jaminan
d) Bukti hutang piutang
e) Surat permohonan realisasi wakalah bil ujrah
f) Bukti pelunasan.

Berikut merupakan prosedur transaksi anjak piutang syariah yang dapat


digambarkan yaitu4:

1) Supplier/ Klien/ muwakkil menjual barang atau jasanya kepada


pembeli / custumer / muwakkal’alaih dengan penyerahan barang dan
bukti penyerahan kembali kepada muwakkil.

4
Andi Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Keencana. 2009, hlm. 362-363

8
2) Terjadi cash flow, supplier atau klien kemudian mewakalahkan
tagihannya kepada perusahaan anjak piutang atas persetujuan pembeli
3) Klien menyerahkan data tagihan, termasuk faktur-faktur kepada
perusahaan anjak piutang
4) Kontrak persetujuan wakalah bil ujrah tagihan antara klien dengan
perusahaan anjak piutang
5) Klien memperoleh pelunasan piutang dari perusahaan anjak piutang
6) Pada saat jatuh tempo perusahaan anjak piutang melakukan penagihan
kepada pembeli (customer)
7) Pelunasan utang oleh pembeli.

Secara umum perbedaan anjak piutag syariah dengan anjak piutang


konvensional adalah sebagai berikut5:

ANJAK PIUTANG SYARIAH ANJAK PIUTANG


KONVENSIONAL
Sumber hukum yang dijadikan acuan Sumber hukum adalah Surat Keputusan
adalah aturan syariah yang terkandung Menteri Keungan tentang Anjak Piutang
dalam al-Qur’an maupun hadis, serta
Fatwa DSN No 67/DSN-MUI/III/2008
tentang Anjak Piutang Syariah
Pemberian balas jasa berupa ujrah/fee Pemberian jasa berupa biaya
administrasi dan nilai bunga yang telah
ditentukan oleh perusahaan factor. Nilai
upah dihitung berdasarkan presentase
atas besarnya piutang yang dialihkan
Transaksi perdangangan harus terbebas Bebas tidak ada ketentuan
dari gharar, maysir, dan riba
Objek penjualan merupakan barang Tidak ada ketentuan terhadap objek
yang halal menurut syariat islam kecuali yang telah ditentukan umum
oleh KUH Perdata
Terdapat Dewan Pengawas Syariah Diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan
yang mengontrol jalannya aktivitas
anjak piutang syariah sesuai atau
tidaknya dengan ketentuan islam
Akad yang dilakukan sesuai dengan Akad merupakan perjanjian secara
prinsip syariah yaitu wakalah bil ujrah, umum yang diatur oleh hukum positif
qard, dan hawalah yang berlaku dan tidak menggunakan
prinsip syariah
Dalam hal mengoperasikan anjak Mengutamakan profit (keuntungan)
piutang syariah menggunakan prinsip
ta’awun
5
Naerul Edwin Kiky Aprianto. Anjak Piutang (Factoring) dalam Ekonomi Islam. Islamiconomic: Jurnal Ekonomi
Islam. Vol. 8. 1 Januari-Juni 2017. ISSN 2085-3696, hlm. 107

9
Menerapkan nilai-nilai keislaman Menerapkan nilai-nilai hukum yang
dengan atas dasar ketaqwaan kepada terkandung dalam hukum positif
Allah
Tabel 3.1
Perbedaan Anjak Piutang Syariah dengan Anjak Piutang Konvensional

c. Penerapan anjak piutang syariah pada lembaga keuangan syariah

Adapun manfaat adanya produk anjak piutang syariah pada lembaga


keuangan syariah adalah membantu menanggulangi kesulitan likuiditas Nasabah
terutama kebutuhan dana jangka pendek. Serta, mengembangkan dan
meningkatkan hubungan bisnis sehingga tercipta value chain kepada Nasabah
beserta Mitra Nasabah.

Ketentuan akad anjak piutang syariah diatur dalam Fatwa DSN No. 67/DSN-
MUI/III/2008 adalah sebagai berikut:

1. Akad yang dapat digunakan dalam anjak piutang syariah adalah wakalah
bil Ujrah.
2. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan
pengurusan dokumen penjualan kemudian menagih piutang kepada pihak
yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berpiutang.
3. Pihak yang ditunjuk untuk mewakilkan penagihan piutang menjadi wakil
dari pihak yang berpiutang untuk melakukan penagihan atau collection
kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang
berutang untuk membayar.
4. Pihak yan ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan
(qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang, dan qardh ini
dapat dibayar dengan hasil penagihan.
5. Atas jasanya unntuk melaukan penagihan tersebut, pihak yang ditunjuk
sebagai wakil dapat memperoleh ujrah/fee.
6. Besar ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase yang dihitung dari pokok
piutang.
7. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan
dalam akad.

10
8. Antara akad wakalah bil ujrah dan akad qardh tidak diperbolehkan adanya
keterkaitan (ta’alluq)

Pada praktiknya selain akad wakalah bil ujrah yang diatur oleh fatwa DSN
MUI diatas, penerapan anjak piutang syariah juga dapat menggunakan akad
hawalah. Hawalah merupakan salah satu produk pelayanan jasa perbankan syariah.

Menurut bahasa, yang dimaksud dengan hiwalah ialah al-intiqal dan al-
tahwil artinya memindahkan atau mengoperkan. Abdurrahman al-Jaziri
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah menurut bahasa adalah
Pemindahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata hawalah dengan dibaca
fatha huruf ha’ dan dibaca kasrah hiwalah, menurut bahasa artinya mengalihkan.
Sedangkan menurut syara’ artinya memindahkan hak dari tanggungannya orang
yang mengalihkan kepada orang yang dilimpahi tanggungan.

Menurut Peraturan Bank Indonesia No 9/19/PBI/2007 hawalah adalah


transaksi pengalihan utang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak lain yang
wajib menanggung atau membayar. Teknis pelaksanaan akad hawalah dalam
peraturan tersebut diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/14/DPbs
sebagaimana berikut:

1) Dalam kegiatan pelayanan jasa dalam bentuk pemberian jasa pengalihan


utang atas dasar Akad Hawalah terdiri dari : a. Hawalah Mutlaqah yaitu
transaksi yang berfungsi untuk pengalihan utang para pihak yang
menimbulkan adanya dana keluar (cash out) Bank, dan b. Hawalah
Muqayyadah yaitu transaksi yang berfungsi untuk melakukan set-off utang
piutang diantara 3 (tiga) pihak yang memiliki hubungan muamalat (utang
piutang) melalui transaksi pengalihan utang, serta tidak menimbulkan
adanya dana keluar (cash out).
2) Dalam kegiatan pelayanan jasa dalam bentuk pemberian jasa pengalihan
utang atas dasar Akad Hawalah Mutlaqah berlaku persyaratan paling
kurang sebagai berikut : a. Bank bertindak sebagai pihak yang menerima
pengalihan utang atas utang nasabah kepada pihak ketiga; b. Bank wajib
menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik pemberian jasa
pengalihan utang atas dasar Akad Hawalah, serta hak dan kewajiban
nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai

11
transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
c. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pemberian jasa pengalihan
utang atas dasar Akad Hawalah bagi nasabah yang antara lain meliputi
aspek personal berupa analisa atas karakter (Character) dan/atau aspek
usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (Capacity), keuangan
(Capital), dan prospek usaha (Condition); d. Bank dan nasabah wajib
menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad
pengalihan utang atas dasar Hawalah; e. Nilai pengalihan utang harus
sebesar nilai nominal; f. Bank menyediakan dana talangan (Qardh) sebesar
nilai pengalihan utang nasabah kepada pihak ketiga; g. Bank dapat
meminta imbalan (ujrah) atau fee dalam batas kewajaran kepada nasabah;
dan h. Bank dapat mengenakan biaya administrasi dalam batas kewajaran
kepada nasabah.
3) Dalam kegiatan pelayanan jasa dalam bentuk pemberian jasa pengalihan
utang atas dasar Akad Hawalah Muqayyadah berlaku persyaratan paling
kurang sebagai berikut : a. Ketentuan kegiatan penyaluran dana dalam
bentuk pemberian jasa pengalihan utang atas dasar Akad Hawalah
Mutlaqah sebagaimana dimaksud pada Angka 2, kecuali huruf a, huruf f
dan huruf g; b. Bank bertindak sebagai pihak yang menerima pengalihan
utang atas utang nasabah kepada pihak ketiga, dimana sebelumnya Bank
memiliki utang kepada nasabah; dan c. Jumlah utang nasabah kepada
pihak ketiga yang bisa diambil alih oleh Bank, paling besar sebanyak nilai
utang Bank kepada nasabah.

Dari segi objeknya hawalah terbagi atas hawalah dayn dan hawalah haqq.
Hawalah dayn adalah pemindahan hutang atau kewajiban membayar atau melunasi
utang yang dimiliki seseorang atau satu pihak kepada orang atau pihak lain.
Sedangkan, hawalah haqq adalah pemindahan hak atau piutang atau tagihan yang
dimiliki seseorang atau satu pihak kepada orang atau pihak lain. Dari definisi
tersebut maka, Anjak Piutang dapat dipersamakan dengan hawalah haqq sebab
adanya persamaan yaitu, sama-sama merupakan perjanjian pemindahan objek
berupa piutang atau tagihan.

Sebagaimana telah disebutkan pada ketentuan akad anjak piutang syariah


dalam Fatwa DSN-MUI yaitu pada huruf (d) menyebutkan bahwa pihak yang

12
ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan (qardh) kepada pihak
yang berpiutang sebesar nilai piutang. Dan pada huruf (e) menyebutkan bahwa atas
jasanya untuk melakukan penagihan maka pohak yang tunjuk menjadi wakil
berhak memperoleh ujrah/fee. Ketentuan ini mempunyai kesamaan dengan Surat
Edaran Bank Indonesia No. 10/14/DPbs tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana sera Pelayanan Jasa
Bank Syariah pada huruf (f) yang menyatakan bahwa bank menyediakan dana
talangan (qardh) sebesar nilai pengalihan utang nasabah kepada pohak ketiga dan
huruf (g) bahwa pabnk dapat meminta imbalan (ujrah/fee) dalam batas kewajaran
pada nasabah.

Dengan demikian terdapat persamaan antara wakalah bil ujrah dengan


hawlah mutlaqah bahwa wakil mempunyai hak untuk mendapatkan ujrah / fee atas
jasanya. Namun bedanya, pada wakalah bil ujrah wakil mendapat ujrah/fee atas
jasanya dalam menagih hutang sedangkan pada hawalah muthlaqah ujrah/fee
diperoleh atas jasanya menerima pengalihan hutang untuk membayarkan
hutangnya muhil.

Adapun perbedaan antara wakalah bil ujrah dengan hawalah adalah pada
wakalah bil ujrah pihak klien (perusahaan yang mengalihkan piutang)
mengalihkan piutangnya pada perusahaan anjak piutang, sehingga dalam hal ini
perusahaan anjak piutang (factoring) sebagai wakil pengurusan piutang tersebut
dan mendapatkan ujrah/fee atas pengurusan piutang. Sedangkan pada akad
hawalah hanya ada pengalihan piutang tanpa adanya pengurusan piutang. Selain
itu apabila dalam wakalah bil ujrah yang mengalihkan piutang adalah pihak klien
sedangkan pada hawalah oihak yang mengalihkan adalah muhil atau orang
berhutang.

Berikut adalah tabel persamaan dan perbedaan Anjak Piutang Syariah


(wakalah bil ujrah) dengan hawalah:

Indikator Anjak Piutang Syariah Hawalah


(wakalah bil ujrah)
Pengertian Konsep pengalihan Konsep pengalihan
Objek Piutang Piutang (pada hiwalah
haqq)
Bentuk Akad Fatwa DSN-MUI yaitu Surat Edaran Bank

13
pada huruf (d) Indonesia No.
menyebutkan bahwa 10/14/DPbs tentang
pihak yang ditunjuk Pelaksanaan Prinsip
menjadi wakil dapat Syariah dalam Kegiatan
memberikan dana Penghimpunan Dana dan
talangan (qardh) kepada Penyaluran Dana sera
pihak yang berpiutang Pelayanan Jasa Bank
sebesar nilai piutang. Dan Syariah pada huruf (f)
pada huruf (e) yang menyatakan bahwa
menyebutkan bahwa atas bank menyediakan dana
jasanya untuk melakukan talangan (qardh) sebesar
penagihan maka pohak nilai pengalihan utang
yang tunjuk menjadi nasabah kepada pohak
wakil berhak memperoleh ketiga dan huruf (g)
ujrah/fee bahwa pabnk dapat
meminta imbalan
(ujrah/fee) dalam batas
kewajaran pada nasabah
Tabel 3.2
Persamaan Anjak Piutang Syariah (wakalah bil ujrah) dengan hawalah

Indikator Anjak Piutang Syariah Hawalah


(wakalah bil ujrah)
Pengertian Pengalihan dan Pengalihan utang
pengurusan piutang
Pihak yang mengalihkan Pihak klien (muwakkil) Pihak yang berhutang
(muhil)
Lembaga Perusahaan pembiayaan / Bank Syariah
Bank Syariah
Objek transaksi Piutang dagang Utang nasabah pada pihak
lain
Dasar Hukum Positif Fatwa DSN MUI SEBI
adanya talangan (qardh) Tidak ada dana talangan
dan memperoleh dan ujrah/fee dalam
ujrah/fee hawalah muqayyadah
(SEBI huruf b)
Penyelesaian Sengketa Melalui badan Arbitrase Tidak disebutkan dalam
Syariah atau Pengadilan SEBI
Agama
Tabel 3.3
Perbedaan Anjak Piutang Syariah (wakalah bil ujrah) dengan hawalah

14
D. PENUTUP
Kesimpulan
Anjak piutang syariah merupakan suatu produk akad yang bertujuan untuk
membantu para pengusaha muslim untuk memperoleh pendanaan jangka pendek
yang sangat berguna untuk pengembangan usaha. Menurut Fatwa DSN anjak
piutang berdasarkan prinsip syariah merupakan adalah pengalihan penyelesaian
piutang atau tagihan jangka pendek dari pihak yang berpiutang kepada pihak lain
yang kemudian menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak
yang ditunjuk oleh pihak yang berhutang sesuai dengan prinsip syariah.
Anjak piutang syariah dan anjak piutang konvensional mempunyai perbedaan
yang mendasar yaitu, bahwa anjak piutang syariah adalah suatu bentuk tolong
menolong antara manusia dalam kapasitasnya sebagai makhluk ciptaan Allah serta
bukti ketundukan manusia prinsip prinsip hukum islam. Sedangkan, anjak piutang
konvensional berdasarkan asas manfaat semata dan mencari keuntungan sebanyak-
banyaknya.
Penerapan anjak piutang berdasarkan prinsip hukum islam terbagi menjadi dua
bentuk yaitu wakalah bil ujrah yang berdasarkan pada Fatwa DSN dan hawalah
yang berdasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia. Dimana keduanya dapat
diterapkan dalam lalulintas kegiatan penyaluran dana lembaga keuangan syariah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, Naerul Edwin Kiky. “Anjak Piutang (factoring) dalam Ekonomi Islam,”
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam (2017): h. 95-110

Gunawan, Barbara. “Anjak Piutang: Sebuah Alternatif Memperoleh Dana Usaha” dalam
Jurnal Akuntansi dan Investasi. vol. 2 ( 2001): h. 137-146

Anshori, Abdul Ghofur. Penerapan Prinsip Syariah dlaam Lembaga Keungan, Lembaga
Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)

Soemitra, Andi. Bank dan Lembaga Keungan Syariah. (Jakarta: Kencana, 2009)

16
LAMPIRAN

PENERAPAN ANJAK PIUTANG SYARIAH PADA INDONESIA EXIM BANK

Anjak Hutang Syariah “Hawalah bil Anjak Hutang Syariah “Hawalah bil
Ujrah” (Hutang Importir) adalah Ujrah” (Hutang Importir) Prinsip yang
pengalihan hutang dari pihak yang digunakan dalam produk ini adalah
berhutang kepada pihak lain yang wajib Prinsip Hawalah bil Ujrah. Prinsip
menanggung (membayarnya). Dalam Hawalah yaitu pengalihan hutang dari satu
produk ini, Nasabah Eksportir dalam pihak yang berhutang kepada pihak
kedudukannya selaku Importir mempunyai lain yang wajib menanggung (membayar)-
hutang pada Issuing Bank, dan kemudian nya. Dalam hal ini Nasabah Eksportir
Nasabah Eksportir memindahkan hutang sebagai pihak yang berhutang dan Divisi
tersebut kepada Divisi Syariah Indonesia Syariah Indonesia Eximbank sebagai pihak
Eximbank. Divisi Syariah Indonesia yang menanggung (membayar) hutangnya.
Eximbank kemudian membayar hutang itu Ujrah yaitu pembayaran atas jasa yang
kepada Negotiating/Paying Bank dan diberikan oleh Divisi Syariah Indonesia
selanjutnya Divisi Syariah Indonesia Eximbank (sebagai muhil)
Eximbank menagih hutang kepada kepada Nasabah Eksportir dalam
Nasabah Eksportir. kedudukannya selaku Importir (sebagai
muhal ‘alaih) atas ketersediaan dan
Anjak Piutang Syariah “Wakalah bil Ujrah komitmennya untuk membayar utang
dan Qardh” (Piutang Eksportir) adalah Nasabah Eksportir.
pengalihan hutang dari pihak yang
berhutang kepada pihak lain yang wajib Anjak Piutang Syariah “Wakalah bil Ujrah
menanggung (membayarnya). Dalam dan Qardh” (Piutang Eksportir) Prinsip
produk ini, Nasabah dalam kedudukannya yang digunakan dalam produk ini adalah
selaku Eksportir mempunyai piutang pada Prinsip Wakalah bil Ujrah dan Qardh.
Bank Syariah X, dan kemudian Nasabah Prinsip Wakalah yaitu pemberi kuasa
Eksportir memindahkan piutang tersebut kepada pihak lain sebagai wakil
kepada Divisi Syariah Indonesia untuk melakukan suatu pekerjaan, dalam
Eximbank. Divisi Syariah Indonesia hal ini Divisi Syariah Indonesia Eximbank
Eximbank kemudian membayar piutang itu sebagai penerima kuasa
kepada Nasabah Eksportir dan selanjutnya (yang menjadi wakil) dan Nasabah Eksport
Indonesia Eximbank menagih hutang ir dalam kedudukannya selaku Eksportir se
kepada Issuing Bank. bagai memberi kuasa
Manfaat (yang diwakilkan). Pekerjaan yang
dikuasakan kepada Divisi Syariah
Membantu kelancaran usaha Nasabah Indonesia Eximbank adalah pengurusan
Eksportir dalam rangka pengadaan barang dokumen dan melakukan penagihan
atau jasa dengan memberikan pembayaran pembayaran.
segera atas tagihan ekspor yang belum
jatuh tempo. Syarat & Ketentuan
Anjak Hutang Syariah “Hawalah bil
Karakteristik
Ujrah” (Hutang Importir) Tujuan
17
Pembiayaan adalah pembelian persediaan  Pembayaran Ujrah dilakukan secara
bahan baku, barang setengah jadi dan periodik maupun secara bersamaan saat
barang jadi (ready stock) yang akan Nasabah melakukan pembayaran hutang
digunakan untuk proses produksi atau kepada Divisi Syariah
pembelian barang untuk proses produksi Indonesia Eximbank, sesuai kesepakatan.
dalam rangka kegiatan ekspor.
Anjak Piutang Syariah “Wakalah bil Ujrah
Syarat Pembiayaan dan Qardh” (Piutang Eksportir) Tujuan
Pembiayaan adalah pembelian persediaan
 Usaha Nasabah Eksportir bukan termasuk bahan baku, barang setengah jadi dan
jenis usaha terlarang, tidak melanggar barang jadi (ready stock) yang akan
prinsip syariah seperti minuman keras, digunakan untuk proses produksi atau
rokok dan tidak melanggar ketentuan pembelian barang untuk dijual kembali
hukum Indonesia, seperti: dalam rangka kegiatan ekspor.
narkoba, penyelundupan, dan lain-lain.
Syarat Pembiayaan
 Nasabah Eksportir adalah Importir atau
Issuing Bank. Valuta Pembiayaan Modal  Usaha Nasabah Eksportir bukan termasuk
Kerja adalah dalam Rupiah atau dalam jenis usaha terlarang, tidak melanggar
Valuta Asing yang disetujui oleh Indonesia prinsip syariah seperti minuman keras,
Eximbank. rokok dan tidak melanggar
ketentuan hukum Indonesia, seperti:
Pada prinsipnya, jangka waktu
narkoba, penyelundupan, dan lain-lain.
pembiayaan disesuaikan dengan jangka
waktu satu trade cycle, dengan  Nasabah Eksportir adalah Eksportir atau
maksimal 270 (dua ratus tujuh puluh) hari Paying Bank
termasuk tenor deferred payment atau  Divisi Syariah Indonesia Eximbank
usance draft. Maksimum Pembiayaan menyediakan dana (pembiayaan)
adalah maksimal 85% dari nilai hutang berdasarkan perjanjian jual beli
impor.
barang dengan prinsip Qardh.
Imbalan (Ujrah)  Realisasi Qardh dilakukan segera setelah
barang dikirim.
 Divisi Syariah Indonesia Eximbank
memperoleh ujrah atas jasa yang diberikan Valuta Pembiayaan Modal Kerja adalah
oleh Divisi Syariah Indonesia Eximbank dalam Rupiah atau dalam Valuta Asing
(sebagai muhil) kepada Nasabah yang disetujui oleh
dalam kedudukannya selaku Importir Indonesia Eximbank. Pada prinsipnya,
(sebagai muhal ‘alaih) atas ketersediaan jangka waktu pembiayaan
dan komitmennya untuk membayar utang disesuaikan dengan jangka waktu satu
Nasabah. trade cycle, dengan maksimal 270 (dua
ratus tujuh puluh) hari termasuk tenor
 Maksimum ujrah dikenakan sesuai dengan deferred payment atau usance
ketentuan tarif yang berlaku di Divisi draft. Maksimum Pembiayaan adalah
Syariah Indonesia Eximbank. maksimal 85% dari nilai tagihan ekspor
atau tagihan dalam rangka kegiatan ekspor.

18
Imbalan (Ujrah) Importir) dan Anjak Piutang Syariah
“Wakalah bil Ujrah dan Qardh” (Piutang
 Divisi Syariah Indonesia Eximbank Eksportir), Nasabah Eksportir tersebut
memperoleh ujrah atas jasa pengurusan mengajukan permohonan kepada
dokumen dan penagihan pembayaran. Indonesia Eximbank dengan melampirkan
 Maksimum ujrah dikenakan sesuai dengan dokumen-dokumen sebagai berikut:
ketentuan tarif yang berlaku di Divisi a. Dokumen Legalitas (SIUP,NPWP,TDP,
Syariah Indonesia Eximbank. dll)
b. Laporan Keuangan.
 Pembayaran Ujrah dilakukan secara
c. Dokumen-dokumen lainnya, jika
periodik maupun secara bersamaan saat
diperlukan oleh Indonesia Eximbank.
Divisi Syariah Indonesia Eximbank
menerima pembayaran dari Issuing Untuk setiap Permohonan yang disetujui, i
Bank, sesuai kesepakatan. ndonesia Eximbank akan mengirimkam Su
rat Persetujuan dan selanjutnya
Untuk syarat dan ketentuan lainnya
menandatangani Perjanjian Pemberian
mengacu kepada pedoman operasional
Fasilitas Pembiayaan Anjak Hutang
fasilitas pembiayaan Letter of Credit yang
Syariah “Hawalah bil Ujrah” (Hutang
berlaku di Indonesia Eximbank serta
Importir) dan Anjak Piutang Syariah
Perjanjian Pembiayaan yang telah
“Wakalah bil Ujrah dan Qardh” (Piutang
ditandatangani antara Eksportir
Eksportir).
dan Indonesia Eximbank.

Prosedur Permohonan Fasilitas


Untuk dapat mendapatkan fasilitas
pembiayaan Anjak Hutang Syariah
“Hawalah bil Ujrah” (Hutang

Sumber:

http://www.indonesiaeximbank.go.id/financial-services/financing/islamic-
banking/anjak-piutang-syariah

19

You might also like