Professional Documents
Culture Documents
Eksekutif Summary
Eksekutif Summary
2. RINGKASAN EKSEKUTIF
Kegiatan Tim Kajian diawali proses evaluasi terhadap Potensi Sumber Daya Alam dan Program
Pembangunan di Papua. Selanjutnya dilaksanakan diskusi kebijakan sesuai kelompok tema
kajian yang ditetapkan, dengan dukungan Narasumber dan T enaga Ahli. Hasil evaluasi terhadap
Potensi SDA dan kebijakan eksisting di Papua merupakan bagian dari Laporan Awal (Juli) dan
Laporan Tengah (Oktober). Proses kajian dan perumusan kebijakan disertai dengan FGD dengan
instansi terkait dan Pemerintah Daerah. Laporan Akhir ini mencakup hasil kajian yang disusun
menurut tema kajian. Di samping itu diajukan beberapa usulan rekomendasi terhadap inisiatif
kebijakan pembangunan Papua di masa mendatang.
Kebijakan otonomi khusus Papua yang ditandai oleh diterbitkannya Undang-Undang (UU) No. 21
tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua telah memberikan keleluasaan bagi pemerintah
provinsi dalam mengatur dirinya sendiri. Otonomi Khusus juga menghasilkan konsekuensi arus
pendanaan pembangunan untuk Papua dalam bentuk Dana Otsus sebesar 2% dari DAU. Jumlah
dana Otsus dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan seperti ditunjukkan pada gambar
berikut:
Kucuran Dana Otsus diharapkan dapat memberikan hasil pembangunan yang optimal. Namun
bila dilihat dari Indeks
LAPORAN PELAKSANAAN Pembangunan
TUGAS TIM KAJIANManusia (IPM) pada
KEBIJAKAN tahun 2015, IPM Papua dan Papua
PENGELOLAAN
SUMBER DAYA
Barat ALAM BAGI PEMBANGUNAN
masing-masing hanya 66,25 danEKONOMI
70,62 yangPAPUA
masih jauh dibawah rerata IPM Indonesia
Hal. II- 2 RINGKASAN EKSEKUTIF
73,81 (BPS, 2015), dapat dikatakan bahwa Dana Otsus belum memberikan dampak seperti yang
diharapkan.
Kondisi serupa juga ditunjukkan dalam aspek kelembagaan yang ditunjukkan oleh parameter
Indeks Tata Kelola Pemerintahan yang masih rendah, yakni 4,33 untuk Papua Barat dan 4,35
untuk Papua (skala 10) (Kemitraan, 2012). Indeks yang rendah ini mengindikasikan bahwa
akuntabilitas dan kualitas kebijakan publik masih rendah. Kinerja tersebut diiringi oleh kinerja
pengelolaan keuangan daerah dengan Opini WTP Provinsi Papua Barat sebesar 57,1% dari 14
entitas, dan Opini WTP Papua 13% dari 30 entitas (BPK, 2014).
Kinerja pembangunan yang masih buruk tersebut menandakan masih beratnya permasalahan
dan tantangan di Papua dan Papua Barat. Bagian ini akan membahas permasalahan dan
tantangan yang dihadapi dalam pembangunan di Papua dan Papua Barat dalam aspek tata kelola
dan kelembagaan.
2.2. Regulasi
Permasalahan kebijakan atau makro merupakan perspektif yang banyak melibatkan aspek politik,
dan komitmen kelembagaan dalam memberikan landasan atas pelaksanaan pembangunan di
Papua. Permasalahan pada level makro diantaranya adalah:
1. Regulasi yang tidak afirmatif terhadap situasi kondisi Papua & Papua Barat.
Sebagai contoh kasus, berdasarkan UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus dan UU nomor
23 tahun 2014, kewenangan penyelenggaraan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia
dini ada di tingkat Kabupaten/Kota. Namun regulasi ini justru berdampak pada menurunnya
kualitas penyelenggaraan pendidikan terutama di wilayah terpencil dan terisolir, seperti
misalkan di daerah pegunungan tengah. Berdasarkan hasil telaahan, terdapat 12 UU yang
tidak sinkron dengan UU Otsus, antara lain Undang-Undang yang berkaitan dengan
Kehutanan; Pertanahan; Migas;
Minerba; Sumber Daya Air; Pesisir dan Laut; Perikanan; Pendidikan; Perhubungan;
Penanaman Modal; Keuangan Negara; Perbendaharaan.
2.
Perdasus dan Perdasi. Pembangunan Papua harus memiliki landasan regulasi dan hukum
yang kuat, untuk itu derivasi regulasi UU Otsus nomor 21 tahun 2001 menjadi sangat strategis
untuk mengatur peran, fungsi, kewenangan, dan pihak yang akan melakuan pembangunan di
Papua. Dengan demikian tata kelola pembangunan dapat dikelola dan dikendalikan dengan
baik menuju cita-cita masyarakat Papua. Tantangan kedepan adalah melengkapi perdasus
dan perdasi dimana secara subtansinya juga menjawab permasalahan pembangunan
Papua.Mengacu kepada UU Otsus, baru 16 Perdasus yang telah diterbitkan, dan masih
menyisakan 13 Perdasus lain yang belum diterbitkan. Kondisi ini menuntut komitmen politik
MRP dan DPRP yang lebih besar untuk dapat segera menyusun dan mengeluarkan Perdasus
sebagaimana diamanatkan oleh UU Otsus. Penerbitan Perdasi juga masih belum merata
antara Provinsi Papua dan Papua Barat. Provinsi Papua relatif lebih banyak mengeluarkan
perdasi ketimbang Provinsi Papua Barat. Hal ini bisa dilihat sebagaimana gambar berikut:
1. Tata Cara Pemilihan Anggota MRP
2. Perangkat Provinsi, MRP, DPRP
3. Tata Cara Pemberian Pertimbangan dan Persetujuan MRP dalam
Pembuatan Perdasus
4. Fungsi, Tugas, Wewenang, Bentuk dan Susunan Keanggotaan
Komisi Hukum Ad.Hoc
5. Tata cara Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Provinsi, perubahan,
perhitungan serta pengawasan dan pertanggungjawaban
6. Tata Cara Penyertaan Modal pem Prov Papua pada BUMN dan
Perusahaan Swasta.
7. Penyelenggaraan Pendidikan di Provinsi
8. Perlindungan, Pembinaan, dan Pengembangan Kebudayaan orang
Papua
PapuaS 9. Penyelengaraan Pelayanan Kesehatan Bagi Masy. di Prov. Papua
BelumIDiaturS 38%S 10. Penempatan Penduduk dalam rangka transmigrasi
47%S 11. Hak orang Papua untuk memperoleh pekerjaan
12. Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup
13. Kewajiban memelihara dan memberikan jaminan hidup yang layak
bagi penyandang masalah sosial.
PapuaEBaratS
15%S
2.3. Kelembagaan
d. Belum adanya kesamaan cara pandang antar K/L terhadap pembangunan di Papua dan
Papua Barat. Standar yang digunakan masih mengacu ke Pulau Jawa, yang tidak atau
belum cocok untuk Papua. Hal ini dapat dilihat contohnya tentang aturan yang
mewajibkan guru harus bergelar sarjana. Akibatnya banyak guru di daerah terpencil
melanjutkan pendidikan di kota, meninggalkan anak didik di kampung.
Pembangunan di Papua sangat membutuhkan faktor tanah sebagai modal pembangunan. Namum
pembangunan di Papua terkendala oleh status tanah adat yang tidak akan diperjualbelikan oleh
LAPORAN pemiliknya.
PELAKSANAAN TUGAS
Pengelolaan TIMadat
tanah KAJIAN
yangKEBIJAKAN PENGELOLAAN
tidak disegerakan untuk ditata pengelolaannya akan
SUMBER DAYA ALAM BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI PAPUA
melahirkan reciaim atas tanah yang sudah dibangun. Asumsi kebijakan pertanahan pada
Hal. II- 5 RINGKASAN EKSEKUTIF
umumnya yang berlaku di Indonesia berbeda dengan prinsip pengelolaan tanah di Papua, yakni:
a. Tanah dimiliki secara komunal dan berdasarkan kemampuan jelajah pendahulunya
b. Tidak diperjual belikan tetapi disewakan
c. Tanah dapat diwariskan kepada yang punya hubungan darah (tanah individu)
d. Tanah merupakan identitas dan tempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Untuk menyelesaikan permasalahan tanah masyarakat dan tanah adat di Papua, diperlukan
pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
1. Pendampingan untuk pemahaman kepemilikan tanah dari dua persepsi.
2. Pendampingan untuk berhati-hati menjual tanah milik individu.
3. Pendampingan untuk pemanfaatan tanah secara produktif.
4. Pemetaan lahan ulayat secara partisipatif
5. Pelibatan perwakilan suku dan marga dalam kesepakatan penggunaan tanah ulayat.
Interaksi antar aktor pembangunan akan merangkai dalam sebuah proses bisnis . Proses bisnis
adalah tata pelaksanaan atas kebijakan yang telah ditetapkan baik secara politik, maupun
teknokrasi. Proses bisnis yang tertata dengan baik akan mengoptimalkan manfaat pembangunan
sebagai akibat pengelolaan pelaksaaan kebijakan yang baik. Untuk Papua ada beberapa
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TIM KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
tantangan
SUMBER DAYA ALAMdalam proses
BAGI bisnisnya diantaranya:
PEMBANGUNAN EKONOMI PAPUA
Hal. II- 6 RINGKASAN EKSEKUTIF
a. Majelis Rakyat Papua (MRP). MRP sebagai representasi kultural Orang Asli Papua
(OAP) memiliki wewenang kebijakan dalam rangka perlindungan hak-hak asli Papua
(adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, kerukunan beragama). Pembangunan di
Papua pada prinsipnya adalah membangun OAP, dan membanguan budaya, untuk itu
proses pembangunan harus diatur mekanisme keterlibatan MRP dalam proses keputusan
dalam pelaksanaan pembangunan. Tantangan MRP kedepan adalah mendudukkan
organisasi MRP sebagai mitra dinamis dalam rangka optimalisasi manfaat pembangunan
yang diselenggarakan pemerintah.
b. Dewan Perwakilan Rakyat Papua/Papua Barat (DPRP/DPRPB). Lembaga legislatif
memiliki peran penting untuk memberikan alternatif solusi unik bagi penyelesaian
persoalan di Papua. Hal ini menjadi penting dan strategis dikarenakan pendekatan
pembanguna di Papua berbeda dengan pendekatan pada umumnya derah di Indonesia.
Tantangan DPRP adalah menjadi lembaga legislatif yang mampu melahirkan regulasi
yang mampu mengakselerasi dan hubungan antara stakeholder pembangunan di Papua.
c. Kepala Suku. Dihadapkan dengan beragamnya suku-suku yang ada di Tanah Papua,
diharapkan peran kepala suku dapat diandalkan sebagai agen perubahan. Hal yang
menjadi tantangan terkait dengan peran kepala suku ini adalah tidak semua kepala suku
itu dipilih karena yang bersangkutan adalah keturunan dari kepala suku yang sebelumnya,
ada kepala suku yang dipilih
ASN akan menjadi persoalan mendasar untuk kedepan. ASN yang memadai adalah
syarat berjalannya sebuat sistem tata kelola kelembagaan.
c. Disiplin Ilmu. ASN yang memiliki berbagai disiplin ilmu merupakan kebutuhan yang
mendesak untuk dipetakan dan dipenuhi. Hal ini karena persoalan pembangunan Papua
harus didekati dengan berbagai disiplin keilmuan yang ada. Tantangan untuk Papua
adalah mendiversifikasi aparatur dengan berbagai disiplin keilmuan.
d. Mindset, komitmen dan motivasi ASN. Persoalan pembangunan Papua yang
berbeda dengan persoalan pembanguan diluar Papua, membutuhkan pendekatan khusus
bagi ASN. Untuk itu perubahan mindset agar sesuai dengan persoalan Papua menjadi
penting untuk dibangun dan ditanamkan pada ASN. Komitmen dan motivasi membangun
Papua menjadi sangat penting bagi ASN, karena medan persoalan, infrastruktur yang
belum memadai, bentuk geografis yang sulit menjangkau masyarakat Papua. Guna
mengtasai rintangan-rintangan
tersebut dibutuhkan komitmen dan motivasi yang kuat bagi ASN untuk melayani
masyarakat.
1. Perlunya komitmen politik yang kuat oleh pemerintah pusat dalam rangka percepatan
pembangunan Papua melalui:
a. Perlu satu Perppu yang mengatasi kendala regulasi dalam percepatan pembangunan
Papua
b. Penguatan/harmonisasi regulasi/kebijakan percepatan pembangunan Papua baik
ditingkat pusat, maupun tingkat daerah (Otsus)
2. Perlu kebijakan pemerintah pusat untuk mendorong percepatan persadus dan perdasi
3. Perlu satu lembaga yang mampu memotong jalur koordinasi lintas K/L untuk pembangunan
Papua dan Papua Barat. Lembaga ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Kelembagaan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS tidak mengambil
TIM KAJIAN alih kewenangan,
KEBIJAKAN pengelolaan, dan keputusan
PENGELOLAAN
SUMBER DAYA ALAMpengelolaan
BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI
kegiatan yang dibiayai oleh PAPUA
ABPD Provinsi, dan Kabupaten;
Hal. II- 9 RINGKASAN EKSEKUTIF
4. Perlu ada badan yang mendampingi pemerintahan Papua dan Papua Barat dalam rangka
meningkatkan kapasitas kebijakan pembangunannya, baik dalam formulasi kebijakan,
pelaksanan dan pengendalian pembangunan.
5. Perlu kebijakan pemerintah pusat untuk mitigasi ASN antar Papua dan non Papua sehingga
terjadi percepatan jumlah ASN yang berkualitas.
Permasalahan kependudukan dan sumber daya manusia menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi
Papua. Dengan IPM yang relatif rendah, tingkat kemiskinan yang sangat tinggi, maka diperlukan
berlangsung puluhan tahun dan tidak pernah di kelola secara serius. Akibatnya masih banyak
kondisi maupun kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat lokal/asli yang sulit untuk dapat
beradaptasi dengan tingkat tahapan budaya yang lebih komplek, yakni:
1. Tingkat pendidikan dan keterampilan relatif rendah. Sekolah dinilai tidak atau kurang
penting bagi masyarakat Papua. Selain itu, pendidikan juga tidak ditunjang dengan guru dan
fasilitas pendidikan yang memadai. Oleh karenanya perlu diciptakan sekolah yang membuat
anak-anak fokus pada pendidikan, baik formal maupun pendidikan untuk karakternya;
2. Etos kerja masih rendah. Banyak orang Papua yang bekerja kurang dari 8 jam per hari.
Mereka menganggap bahwa yang penting adalah masuk kerja, bukan masalah berapa lama
mereka bekerja. Hal ini disebabkan karena secara budaya memang belum siap dan terbiasa
untuk melakukan pekerjaan seperti yang biasa dilakukan oleh masyarakat pendatang;
3. Wawasan terbatas. Masyarakat Papua perlu diberikan pelatihan untuk meningkatkan
ketrampilannya. Selain itu, interaksi dengan dunia yang lebih maju perlu diperluas untuk
mengurangi pengaruh buruk lingkungan terutama terkait dengan dunia kerja;
4. Banyak aktivitas yang berhubungan dengan adat berpengaruh negatif terhadap
produktivitas SDM. Contohnya rapat-rapat adat yang membahas denda adat
mengharuskan mereka untuk hadir. Sanksi keterpencilan bila tidak hadir seringkali membuat
mereka tidak punya pilihan;
5. Adanya kecemburuan terhadap masyarakat pendatang yang dianggap
memanfaatkan sumber daya alam mereka, khususnya yang terkait dengan masalah
kepemilikan tanah, pekerjaan dan kehidupan yang dianggap lebih baik dibandingkan
kehidupan masyarakat lokal/asli.
6. Masyarakat tergiur untuk menjual tanah kepada pendatang, namun tidak siap untuk
kehilangan tanahnya sehingga terjadi riklaim terhadap tanah-tanah yang sudah dijual
7. Masyarakat memiliki kecenderungan untuk menghabiskan uang yang diterima
dalam sekejap sebagai pengaruh budaya mereka yang tidak pernah menyimpan, semua
dihabiskan untuk hari itu.
2.4.1. Pendidikan
Dengan berbagai permasalahan dan tantangan tersebut, berikut ini adalah rekomendasi
utama dalam perbaikan kualitas penyelenggaraan pendidikan di Papua:
2.4.2. Kesehatan
1. Kondisi di Papua dan Papua Barat adalah minimnya sarana dan prasarana
kesehatan; tingginya angka kematian ibu melahirkan; masih tingginya angka penyakit
menular seperti malaria, HIV/AIDS, kolera, serta masih banyak ditemukan busung lapar;
2. Jumlah dan kualitas SDM bidang kesehatan masih rendah. Sebagian besar tenaga kesehatan
di daerah terisolir dan terpencil adalah tamatan Sekolah Perawat Kesehatan, sedangkan
standar pendidikan tenaga kesehatan sesuai UU nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga
kesehatan (Pasal 9 ayat 1) adalah pendidikan diploma tiga. Akibatnya puskesmas sebagian
besar belum memiliki dokter, bidan dan tenaga kesehatan lain maupun perlengkapan alat
kesehatan dan perbekalan obat;
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TIM KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
3. Buruknya
SUMBER DAYA kelembagaan
ALAM BAGI dan koordinasi
PEMBANGUNAN di dalam
EKONOMI dan antar level pemerintahan. Provinsi
PAPUA
Hal. II- 15 RINGKASAN EKSEKUTIF
4. Pemerintah Pusat cenderung tidak percaya pemerintah daerah, pemerintah daerah juga tidak
percaya pemerintah pusat (Integrasi Kartu Papua Sehat dengan Kartu Indonesia Sehat belum
bisa terlaksana dengan baik);
1. Sinkronisasi dan sinergitas kebijakan dan program pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah;
2. Penerapan tiga pendekatan kebijakan untuk menjangkau masyarakat Papua hingga kawasan
pedalaman terpencil.
• Inti Kota Fasilitas Permanen (fixed). Rumah Sakit, SLTA Berasrama, Sekolah
Teknik,.
• Kawasan Pinggiran : Strategi Outreach. Sistem Puskesmas terpadu, Sekolah
Terpadu Berasrama.
• Pedalaman Terpencil: Strategi Mobile. Rumah Sakit berjalan, Yankes Kijang,
Sekolah Kecil, Kampung Pintar.
Gambar 2. 5 Kolaborasi Program Nusantara Sehat Dan Pelayanan Kesehatan Kaki Telanjang
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TIM KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
4. Rujukan
SUMBER DAYA ALAM dan
BAGIevakuasi Pasien menggunakan
PEMBANGUNAN EKONOMIpesawat
PAPUA kecil dengan bekerjasama dengan
Hal. II- 16 RINGKASAN EKSEKUTIF
Maskapai Penerbangan Keagamaan (AMA, MAF, Yajasi, Advent, dan lain lain), untuk pasien
yang ada di kampung-kampung yang terisolir dan terpencil.
5. Memperbanyak Puskesmas Perawatan di Distrik,
6. Peningkatan Pendidikan Khusus Tenaga Kesehatan Puskesmas melalui Layanan Pendidikan
Dosen Terbang ke Puskesmas
7. Peningkatan kualitas pemukiman, air layak minum di kampung yang berstandar kesehatan
8. Pemberian beasiswa pendidikan dokter, bidan dan tenaga kesehatan dengan ikatan dinas
untuk bertugas di daerah pedalaman yang (tidak ada fasilitas komunikasi, listrik, transportasi,
air bersih dan lain lain) terisolir dan terpencil.
9. Mempermudah dan memprioritaskan Pemberian sertifikasi uji kompetensi dan STR (surat
tanda registrasi) bagi dokter, bidan dan tenaga kesehatan yang bertugas selama 3 (tiga) tahun
di daerah pedalaman yang terisolir dan terpencil.
10. Eradikasi malaria dan HIV/AIDs secara terpadu dan intensif
Untuk pembangunan sumber daya manusia, aspek infrastruktur dasar sangat berperan,
terutama untuk terciptanya lingkungan yang sehat, menunjang produktivitas warga serta
membuka akses terhadap informasi. Beberapa pelayanan dasar utama yang sangat
penting adalah (1) ketersediaan air minum layak; (2) Sanitasi; (3) Eletrifikasi; dan (4)
Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK). Berikut dijelaskan secara singkat kondisi, tantangan
dan rekomendasi untuk isu-isu tersebut:
• Mencari sumberdaya air baru yang memiliki potensi untuk diinvestasikan sebagai
sumber air minum dan air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,
• Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya air yang sudah ada
• Sumber Air Reliable per kampung
• Desalinasi air di wilayah pesisir sebagai sumber air bersih
B. Sanitasi
Hasil survey Susenas 2014 di Provinsi Papua dan Papua Barat menunjukkan bahwa
sanitasi yang belum layak di dominasi berada di daerah Pegunungan Tengah dan sebagian
di pesisir. Daerah pegunungan tengah/ dataran tinggi belum tersedia sanitasi layak.
Sulitnya air di daerah pesisir juga menyebabkan fasilitas sanitasi tidak optimal. Kondisi
sanitasi layak dapat diperbaiki dengan penyediaan sarana sanitasi dan penyedian akses air
bersih. Quickwin dilakukan dengan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP)
dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).
C. Elektrifikasi
Jumlah persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai alat penerangan dari
tahun ke tahun makin meningkat. Namun sebaran penduduk yang dapat menikmati listrik
tidak merata. Rumah tangga yang belum mendapat akses listrik banyak terdapat di daerah
pegunungan tengah. Di daerah terpencil dan pegunungan ongkos angkut BBM sangat mahal
sehingga sedikit sekali pembangkit listrik untuk di daerah terpencil dan pegunungan. Oleh
karena itu diperlukan alternatif pembangkit listrik yang murah dan efisien untuk daerah
pegunungan tengah.
Ketidakmampuan PLN untuk mencukupi kebutuhan listrik di semua Kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat, selama ini disiasati dengan pengadaan listrik non PLN seperti genset.
Di Kabupaten Raja Ampat, pengadaan listrik dikelola oleh Pemda Kabupaten Raja Ampat
dengan menggunakan bahan bakar diesel. Beberapa kabupaten seperti Kabupaten Teluk
Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, dan Kabupaten Maybrat yang semula memberikan
layanan penerangan listrik bergilir per 12 jam, waktu menyala listrik kini lebih
baik.Permasalahan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS kekurangan sumberdaya
TIM KAJIAN listrik PENGELOLAAN
KEBIJAKAN di Papua Barat nantinya akan terbantu
SUMBER DAYAdengan
ALAM BAGI PEMBANGUNAN
penyuplaian EKONOMI
gas dari Teluk PAPUA
Bintuni untuk pembangkit listrik. Salah satu program
Hal. II- 18 RINGKASAN EKSEKUTIF
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 782/Menhut- II/2012. Luas
kawasan hutan Provinsi Papua adalah 30.387.499 ha. Berikut ini adalah data luas hutan di Papua
berdasarkan fungsi kawasan:
Tabel 2. 1 Data Luas Lahan Papua Berdasarkan Fungsi Lahan
No Fungsi Kawasan Luas (ha) Prosentase (%)
Dari jumlah tersebut, menurut Dinas Kehutanan Provinsi Papua (2015) kawasan hutan yang efektif
untuk dimanfaatkan adalah seluas 29.368.482 ha. Apabila dibandingkan dengan luas dan jumlah
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TIM KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
kampung
SUMBER DAYA yang
ALAM berada
BAGI dalam kawasanEKONOMI
PEMBANGUNAN hutan yangPAPUA
saat ini berdasarkan data tercatat 1.766
Hal. II- 19 RINGKASAN EKSEKUTIF
kampung, maka luas kawasan hutan akan terus berkurang. Provinsi Papua memiliki luas fisik
wilayah 31.706.200 ha, sementara luas tutupan hutan berdasarkan analisis citra tahun 2011
sebesar 30.216.916 ha atau 95,30%.
Sedangkan untuk Provinsi Papua Barat, luas kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 891/Kpts-I I/1999 seluas 10.312.521,34 ha. Berikut adalah
data luas hutan di Papua Barat berdasarkan fungsi kawasan:
Kawasan hutan Papua dan Papua Barat memiliki potensi HHBK yang dapat dikelola baik dalam
skala rumah tangga maupun skala bisnis. Beberapa HHBK yang dapat dimanfaatkan antara lain
adalah:
1. Rotan. Luas kawasan hutan yang merupakan habitat alam rotan seluas ±2.215.625 ha.
Penyebaran rotan pada wilayah/lokasi berdasarkan hasil orientasi/cruising ; Kab, Nabire
(Sima, Yaur, S. Nauma, S. Buami, S. Wabi-Wammi, S. Wanggar), Kab. Jayapura (Unurum
Guay, Lereh, Pantai Timur), Merauke (Ds. Poo Torey). Potensi raotan rata-rata per hektar
berada kisaran 2,75 - 2.062,22 kg/ha. Jenis-jenis rotan terdiri dari: Daemonorops, Korthalsia,
Foser, Calamus sp., Sersus, Ceratolobus, Plectocomia, dan Myrialepsis.
2. Sagu. Hutan sagu di Provinsi Papua luas sekitar 4.769.548 ha (diperkirakan telah
dimanfaatan hutan sagu secara tradisional ±14.000 ha). Potensi sagu kisaran 0,33 - 5,67
batang/ha. Penyebaran sagu terutama wilayah/lokasi Kab. Jayapura, Sarmi, Merauke, Asmat,
Kepulauan Yapen,
LAPORAN PELAKSANAAN TUGASWaropen dan sebagian
TIM KAJIAN besar tegakan
KEBIJAKAN sagu tumbuh pada daerah gambut
PENGELOLAAN
SUMBER DAYApantai.
ALAMJenis-jenis
BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI
tegakan sagu terdiri PAPUA rumphii var silvester, Metroxylon
dari: Metroxylon
Hal. II- 20 RINGKASAN EKSEKUTIF
rumphii var longispinum, Metroxylon Rumphii mart, Metroxylon Rumphii var microcantum dan
Metroxylon sago rottb. Potensi sagu belum dimanfaatkan secara optimal sehingga masih
dimungkinkan diusahakan dalam skala industri.
3. Nipah. Luas hutan yang ditumbuhi nipah diperkirakan seluas 1.150.000 ha. Potensi nipah
belum dapat diketahui secara pasti (belum dilakukan inventariasi potensi).
Pemanfaatan nipah belum dapat berkembang, masih tahap pemanfaatan masyarakat lokal
berupa pemanfaatan daun dan buah. Pemanfaatan nipah untuk skala industri/besar masih
terbuka.
4. Kayu Lawang. Informasi potensi kayu lawang (Cinnamonum spp.) belum akurat (penyebaran
alami sporadis). Hasil monitoring sentra-sentra produksi minyak lawang telah dapat
diindentifikasi bahwa potensi kayu lawang cukup menjanjikan dan dapat dikembangkan
menjadi hutan tanaman masyarakat. Sentra-sentra produksi dan penyebaran kayu lawang
pada wilayah/lokasi terdiri dari; Jayapura, Nabire, Merauke, Mappi, Potensi kayu lawang
masih dapat ditingkatkan pemanfaatannya.
5. Kayu Masoi. Informasi potensi kayu masoi belum akurat (penyebaran alami sporadis). Hasil
monitoring sentra-sentra produksi kulit masoi telah dapat diindentifikasi bahwa potensi kayu
masoi cukup menjanjikan dan dapat dikembang menjadi hutan tanaman masyarakat
setempat. Sentra-sentra produksi dan penyebaran kayu masoi pada wilayah/lokasi terdiri dari:
Jayapura dan Nabire. Potensi kayu masoi belum dimanfaatkan secara optimal sehingga
masih terbuka investasi untuk pemanfaatan kayu masoi untuk skala industri.
6. Kayu Putih. Penyebaran kayu putih pada Kab. Merauke (Kawasan Taman Nasional Wasur).
Potensi kayu putih merupakan tempat tumbuh alamiah di TN. Wasur yang merupakan daun
kayu putih merupakan bahan baku minyak kayu putih hasil penyulingan. Hasil penyulingan
masyarakat diperoleh minyak kayu putih dari daun kayu putih sebanyak 125 kg sebanding
dengan 2,5 liter minyak kayu putih. Jenis kayu putih terdiri dari Asteromyrtus simpocarpa,
Melaleuca lecadendron.
7. Lebah Madu. Potensi lebah madu dapat dikembangkan pada semua kabupaten/kota di
Provinsi Papua. Pengembangan lebah madu telah mulai dikembangkan oleh masyarakat di
beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Jayawijaya, Jayapura dan Yapen Waropen.
8. Kayu Gaharu. Potensi dan penyebaran kayu gaharu sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Penyebaran pohon gaharu tersebar hampir diseluruh daratan Papua, hal ini dapat terlihat dari
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TIM KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
SUMBER DAYApelayanan
ALAM BAGI PEMBANGUNAN
perijinan EKONOMI
pemungutan dan produksi PAPUA
gubal gaharu/kemedangan. Namun karena
Hal. II- 21 RINGKASAN EKSEKUTIF
sehingga keberadaan jenis kayu gaharu saat ini sudah semakin sulit diperoleh. Mengingat
prospek pemasaran eksport dengan harga yang menggiurkan maka perlu pengembangan
budidaya tanaman gaharu sebagai sumber pendapatan ekonomi masyarakat. Penyebaran
Gaharu : Jayapura, Mamberamo Raya, Jayawijaya, Merauke, Asmat, Boven Digul, Nabire,
Paniai.
9. Buah Merah. Sebagai buah khas Papua, Buah Merah dikenal sebagai salah satu obat
alternative untuk berbagai macam penyakit. Namun masih diperlukan penelitian yang
mendalam tentang khasiat buat merah untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan.
Buah Merah terutama terdapat di Papua Barat, yakni di Fakfak, Kaimana, Kota Sorong,
Manokwari, Raja Ampat, Sorong, Teluk, Teluk Bintuni, Teluk Wondana dengan luasan lahan
diperkirakan sebesar 873.451 hektar.
10. Potensi Buaya. Tanah Papua merupakan salah satu habitat satwa buaya, berupa buaya air
tawar (Crocodyllus novaeguineae) dan buaya muara (Cmcodyllus porosus). Pemanfaatan
kulit buaya dapat dilakukan dengan sistem penangkaran dimana anakan buaya dipelihara
jangka waktu 3 - 5 tahun, kemudian dipotong dimana kulit buaya sebagai komoditi eksport
yang bernilai ekonomi, sedangkan daging buaya dapat dikonsumsi.
11. Potensi hasil non kayu lainnya. Potensi hasil hutan non kayu/ikutan lainnya yang telah
dimanfaatkan sebagai salah satu usaha masyarakat antara lain terdiri dari: Pemanfaatan
kupu-kupu terdiri potensi jenis 70 jenis kupu-kupu (jenis komersil 6 jenis yaitu kupukupu sayap
burung dan kupu-kupu raja). Penyebaran/habitat alamnya pada kawasan konservasi.
Penyebaran Damar yang berlokasi di : Jayapura, Sarmi, Biak, Nabire dan Kepulauan Yapen.
Pemanfatan satwa liar berupa kegiatan pengumpulan Aves, Reptil, Ampibia dan Insecta yang
tidak dilindungi. Potensi penyebarannya tersebar pada kawasan-kawasan hutan dan
sempadan DAS.
Potensi HHBK di Papua dan Papua Barat memiliki potensi ekonomi yang sangat besar.
Selain itu, dengan pengelolaan yang berkelanjutan, HHBK dapat menjadi sumber
penghidupan bagi masyarakat Papua dan Papua Barat. Tabel di bawah menunjukkan
potensi nilai ekonomi HHBK masing-masing di Papua dan Papua Barat:
Untuk mengoptimalkan potensi HHBK di Papua dan Papua Barat, perlu dilakukan beberapa
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis rantai nilai pengembangan HHBK untuk Masyarakat
2. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi pasar HHBK skala masyarakat
3. Melakukan pengembangan organisasi usaha (social enterprenurial) masyarakat
4. Melakukan model pengembangan investasi HHBK untuk masyarakat
5. Mengembangkan usaha jasa lingkungan yang berbasis masyarakat lokal
6. Mengintegrasikan pengembangan HHBK dengan usaha lain seperti pariwisata, jasa air,
tanaman hias, produk olahan makan dan minuman lokal.
Potensi sumber daya mineral di Papua tersebar hampir di seluruh bagian wilayah daratan Papua,
meliputi Prov. Papua Barat dan Prov. Papua. Jenis mineral yang terdapat di wilayah Papua terdiri
dari Mineral Logam Dasar, Non Logam, Logam mulia, logam besi dan paduan besi. Logam Dasar
terdiri atas tembaga, timah hitam dan seng. Non logam terdiri atas gamping, andesit, granit, kaolin,
kuarsit, lempung, marmer, onix, pasir kuarsa, sirtu, dan batuan ultra basa. Logam mulia terdiri atas
emas dan perak. Logam besi dan paduan besi terdiri atas besi laterit, kobalt, nikel, pasir besi,
krom. Secara umum, sebaran potensi pertambangan di Papua dapat dilihat pada peta berikut:
Selain Minerba, Papua juga memiliki cadangan minyak dan gas bumi jumlah keseluruhan
cadangan minyak (3P) sebesar 7.375 MMstb dan cadangan gas (3P) sebesar 149 Tscf.
Berdasarkan kajian Badan Geologi untuk potensi sumber daya migas (speculative Hydrocarbon
Resources), wilayah Papua dan sekitarnya memiliki potensi minyak bumi sebasar 68.3 BBO
(billion barrel oil atau miliar barel minyak; 1 barel = 158,97 liter) dan gas bumi sebsar 102.18 Tcf
(trillion cubic feet; 1 Tcf setara dengan 178.107.600.997,06 barel setara dengan 28 miliar m 3 atau
28 x 109 m3).
Berdasarkan profil potensi panas bumi Indonesia tahun 2012 dari Kementerian ESDM, Papua
memiliki beberapa titik potensi panas bumi yang berlokasi di sekitar kepala burung. Titik potensi
tersebut terletak di Makbau, Sorong sebesar 25 Mwe; Ransiki- Womimaren, Manokwari sebesar
25 Mwe; dan Kebar, Manokwari dengan kapasitas 25 Mwe. Namun semua titik potensi panas bumi
di Papua belum pernah dilakukan Survey Pendahuluan (Geologi, Geokimia, dan Geofisika).
Pengeloaan minerba terbesar di Papua saat ini dilakukan oleh PT Freeport Indonesia yang
beroperasi di daerah mineralisasi Ertsberg (Gunung Bijih), di di lereng selatan Pegunungan
Jayawijaya (Carstensz). PTFI beroperasi sejak tahun 1967, dan kemudian kontrak karyanya
diperbaharui pada tahun 1991 yang berlaku hingga tahun 2021. Dalam periode 1992-2014, PTFI
memberikan kontribusi sebesar 15,8 miliar USD yang bersifat langsung (pajak, royalty, dividen);
dan kontribusi tidak langsung sebesar 29,5 miliar USD (gaji, pembelian dalam negeri,
pembangunan daerah). Jumlah dan komposisi saham PTFI sejak tahun 2002 hingga sekarang
adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 5 Komposisi Saham PTFI Sejak Tahun 2002 - 2016
Jumlah
No. Pemegang Saham Lembar Persentase dalam
Saham Kepemilikan USD
PTFI beroperasi di lahan seluas 90.360 ha yang terdiri dari 10.000 ha Blok Produksi dan 80.360
Blok Penunjang. Cadangan mineral per 31 Desember 2014 adalah 2,27 miliar ton bijih yang
komposisi: 1,02% tembaga; 0,83 gram/ton emas; dan 4,32 gram/ton perak,
dengan produksi per tahun 109,5 juta ton bijih. Saat ini PTFI mempekerjakan 30.004 karyawan
dengan komposisi 770 (2%) orang asing, 7.772 (26%) Orang Asli Papua dan 21.461 (72%) WNI
non-Papua.
Salah satu isu dalam operasional PTFI saat ini adalah masa depan PTFI pasca berakhirnya
kontrak karya pada tahun 2021. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan terkait hal ini, mulai dari
isu lingkungan hidup, isu sosial, hingga pendapatan negara. Apabila pemerintah memutuskan
untuk tidak melanjutkan Kontrak Karya pada tahun 2021, terdapat beberapa resiko dan
konsekuensi yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut:
Bila pemerintah memutuskan untuk memperpanjang Kontrak Karya, harus dipikirkan strategi yang
tepat agar KK tersebut menguntungkan Negara dan dapat memberi manfaat sebesar-besarnya
bagi masyarakat. Berikut ini adalah beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam perpanjangan KK
PTFI:
ini belum dilakukan valuasi secara khusus dan angka yang disajikan masih dalam
perkiraan sangat kasar.
3. Pembatasan Wilayah Kerja, dimaksudkan agar sesuai dengan UU Minerba yang
menyatakan bahwa batas operasi tambang adalah 25.000 ha.
4. Peningkatan Kemampuan Dalam Negeri, selain agar kontribusi dan keterlibatan
sumber daya dalam negeri terus diperbesar, hal ini juga dimaksudkan agar kemampuan
dan kapasitas dalam pengelolaan minerba terus meningkat dan di masa mendatang
mampu mengelola sumber daya minerba secara mandiri;
5. Share Royalti, Pajak, Dividen, agar sesuai dengan UU Minerba yakni untuk Cu 4%, Au
3.75%, dan Ag 3,25%);
6. Pemberdayaan Masyarakat Lokal, hal ini dimaksudkan agar sumber daya manusia di
tingkat lokal, terutama Orang Asli Papua terus berkembang untuk mampu mengelola
sumber daya alam untuk penghidupan mereka.
Untuk dukungan infrastruktur transportasi untuk membuka keterisolasian wilayah dan distribusi
logistik, pada periode RPJMN 2015-2019, Kementerian PUPR telah menetapkan rencana
penyelesaian ruas jalan strategis di Papua. Ruas jalan nasional
yang akan dibangun sepanjang 1.000 km, terutama ruas lintas tengah dan selatan Papua serta
jalan akses perkotaan dan pelabuhan.
Peningkatan kapasitas jalan akan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan demand
traffic. Dari total Trans Papua sepanjang 4.325 km, terdapat 825 km jalan yang belum terhubung
dan akan diselesaikan hingga 2015. Beberapa ruas jalan prioritas yang memerlukan percepatan
antara lain: a) Merauke - Tanah Merah - Oksibil (jalur perbatasan selatan); b) Nabire - Enarotali -
Timika (jalur tengah tenggara); c) Manokwari - Ayamaru - Sorong (jalur pesisir barat); d) Keerom -
Tengon - Wamena (lajur tengah timur); dan e) Sugapa - Enarotali & Illaga-Timika (lajur
Tengah-Barat & Lajur Tengah-Selatan).
Ruas jalan yang telah dibangun dari arah Merauke maupun Jayapura juga memerlukan
peningkatan kualitas melalui perkerasan jalan. Berdasarkan rencana hingga tahun 2016 masih
tersisa 260 km yang belum terhubung dan perlu menjadi prioritas.
Pembangunan jalan juga perlu diintegrasikan dengan pengembangan program di instansi terkait,
misalnya dalam pengembangan kawasan ekonomi dan pelabuhan. Termasuk dalam hal ini adalah
penetapan prioritas pembangunan jalan di wilayah perbatasan dan wilayah terisolir. Percepatan
pembangunan jalan juga dapat dilaksanakan melalui penugasan khusus kepada BUMN yang telah
memiliki kegiatan di Papua (misalnya Pelindo dan PT. PLN), terutama di sekitar aset infrastruktur
yang sedang dibangun oleh badan usaha tersebut. Dari sisi keterbatasan pendanaan dan
administrasi, keterbatasan implementasi kontrak multiyears pembangunan jalan di Papua perlu
ditangani secara terintegrasi oleh semua stakeholder terkait.
Pasokan listrik di Papua menggunakan sistem 20 kV dan masih isolated. Sebagian lagi
menggunakan jaringan tegangan rendah 220 Volt langsung ke beban. Selain itu, masih terdapat
beberapa ibukota Kabupaten yang belum mendapatkan layanan listrik dari PLN. Sistem kelistrikan
isolated yang berbeban diatas 1 MW ada 8 sistem, yaitu sistem Jayapura, Genyem, Wamena,
Timika, Merauke, Nabire, Serui dan Biak. Selain itu, terdapat sistem kelistrikan isolated dengan
beban puncak <1 MW (listrik perdesaan)
LAPORAN tersebar
PELAKSANAAN TUGAS TIM KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
di 53 lokasi. Beban puncak seluruh sistem kelistrikan (non coincident) di Provinsi Papua
SUMBER DAYA ALAM BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI PAPUA
Hal. II- 29 RINGKASAN EKSEKUTIF
sekitar 141 MW dan dipasok dari pembangkit-pembangkit jenis PLTD, PLTS dan PLTM. Energi
listrik disalurkan melalui jaringan tegangan menengah (JTM) 20 kV dan jaringan tegangan rendah
(JTR) 400/231 Volt. Sistem kelistrikan Jayapura merupakan sistem terbesar di antara kedelapan
sistem kelistrikan di Provinsi Papua.
Sedangkan untuk Papua Barat, sistem kelistrikan masih isolated yang terdiri dari 6 sistem 20 kV
yang berbeban diatas 1 MW. Selain itu, terdapat sistem kelistrikan isolated dengan beban puncak
kurang dari 1 MW yaitu listrik perdesaan tersebar di 48 lokasi. Beban puncak total (non coincident)
seluruh sistem kelistrikan di Provinsi Papua Barat sekitar 67 MW, dipasok dari
pembangkit-pembangkit jenis PLTD, PLTM, PLTS dan dari excess power PLTMG/PLTG, yang
terhubung langsung melalui jaringan tegangan menengah 20 kV. Sistem kelistrikan Sorong
merupakan sistem terbesar di Provinsi Papua Barat dengan beban sekitar 34 MW.
Rencana pembangunan sarana pembangkit, transmisi dan distribusi di Provinsi Papua dilakukan
dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi energi primer setempat, sebaran penduduknya,
dengan fokus pada beberapa aspek kunci serta prioritas sebagai berikut:
Penyediaan pembangkit dan jaringan transmisi listrik di Papua sangat tergantung pada rencana
PLN, sedangkan partisipasi swasta masih cukup kecil yang sudah terealisasi. Untuk itu diperlukan
intervensi langsung dari Kementerian ESDM dan Pemerintah Daerah untuk mempecepat
penyediaan listrik di kawasan terisolir yang belum memiliki nilai keekonomian dari sisi bisnis oleh
PLN. Potensi listrik di Papua Barat dapat dikembangkan melalui pemanfaatan kuota gas dari Gas
Tangguh. Untuk itu perlu segera dicapai kesepakatan antara Gas Tangguh dan PLN (dengan
fasilitasi Pemerintah dan
Pemda) dalam hal harga jual gas kepada PLN. Di samping itu, perlu dilakukan percepatan
pembangunan jaringan transmisi di Papua Barat, terutama untuk kawasan Bintuni - Sorong -
LAPORAN Manokwari.
PELAKSANAAN TUGAS TIM KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
SUMBER DAYA ALAM BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI PAPUA
Hal. II- 30 RINGKASAN EKSEKUTIF
Sesuai dengan hasil perumusan kajian percepatan pembangunan Papua, salah satu skenario
yang diusung adalah Pengembangan Kawasan Industri/Kawasan Ekonomi Khusus di
wilayah-wilayah yang telah ditentukan di Papua, yang turut serta didukung dengan penyediaan
infrastruktur seperti pelabuhan yang berstatus pelabuhan hub internasional maupun regional.
Potensi pengembangan Kawasan Industri/Kawasan Ekonomi Khusus di Papua ini juga ditinjau dari
beberapa kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah serta pengembangan kondisi eksisting di
lapangan.
1. Raja Ampat, sebagai salah satu destinasi prioritas pariwisata nasional. Mengandalkan
wisata bahari, Raja Ampat memerlukan investasi di bidang perhotelan (akomodasi),
restoran; didukung pembenahan infrastruktur termasuk di dalamnya penyediaan
transportasi baik laut maupun udara.
2. Sorong, dengan sektor unggulan terdiri dari perikanan tangkap dan budidaya, agroindustri,
industri manufaktur, pariwisata, dan logistik. Untuk mendukung kawasan industri ini, perlu
dibangun infrastruktur pendukung berupa jalan, pelabuhan, bandara dan jalur kereta api.
3. Teluk Bintuni, merupakan salah satu dari 14 kawasan industri baru yang akan
dikembangkan Pemerintah pada periode 2015-2019. Potensi investasi sekitar Rp
31 triliun dengan bidang usaha utama adalah industri migas/petrokimia dan pupuk, dengan
potensi penyerapan tenaga kerja sejumlah 51 ribu orang. Saat ini telah ada industri jangkar
(anchor industry) yakni PT Pupuk Indonesia.
4. Biak, sebagai bagian dari KAPET Biak yang ditetapkan melalui Keppres No. 10 Tahun 1998
sebagai salahTUGAS
LAPORAN PELAKSANAAN satu KAPET
TIMdiKAJIAN
Kawasan Timur Indonesia
KEBIJAKAN (KTI) sesuai dengan Keppres No.89
PENGELOLAAN
SUMBER DAYATahun
ALAM1996
BAGIsebagaimana
PEMBANGUNAN EKONOMI PAPUA
diubah terakhir dengan Keppres No. 150 Tahun 2000. KAPET
Hal. II- 31 RINGKASAN EKSEKUTIF
Biak mempunyai sektor unggulan (a.l. pariwisata alam dan bahari, perikanan, dan
pertambangan) yang dapat mengerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah Papua dan Papua
Barat. Selain itu, lokasi Biak sangat strategis karena terletak di jalur penghubung ke
Australian, Papua New Guinea, Negara-negara di Pasifik Selatan, Guam, Hawaii dan New
Zealand yang merupakan segitiga pertumbuhan ekonomi dunia, yaitu Jepang- Australia-
USA.
6. Wamena, diusulkan menjadi kawasan ekonomi berbasis wilayah adat. Komoditas andalan
yang akan dikembangkan di Wamena adalah kopi, buah merah, hortikultura dan ubi-ubian. Di
Wamena juga akan dibangun sekolah kejuruan, balai latihan serta terminal agribisnis
(packaging). Sebaga pra-sarana pendukung, akan dibangun PLTD Listrik 7MW dan juga
PLTA Baliem serta jaringan interkoneksi 150 kV
7. Jayapura, akan dibangun sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang difokuskan dalam
pengembangan perdagangan dan jasa (outlet pemasaran produksi tanaman pangan, hasil
hutan, logam, dan perikanan), Industri (pengolahan pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan dan pertambangan). Jayapuran juga akan menjadi transhipment point di Kawasan
Timur Indonesia
9. Oksibil, sebagaimana Keerom, juga akan dibangun menjadi KEK Perbatasan di sektor
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TIM KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
pertanian dan jasa yang berada dalam Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) La Pago.
SUMBER DAYA ALAM BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI PAPUA
Hal. II- 32 RINGKASAN EKSEKUTIF
Komoditas unggulan di KEK ini adalah Kelapa, Jagung dan Ubi Kayu. Selain itu juga akan
dilakukan peningkatan produktivitas di hulu dan percepatan industrialisasi/hilirisasi untuk
komoditas-komoditas unggulan;
10. Merauke, berada dalam kawasan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate)
dengan beberapa alternatif sektor bisnis: industri pengolahan hasil pertanian (milling,
grinding, processing); industri pengolahan hasil ternak /meat processing, pakan ternak,
pupuk organik; logistik pertanian dan peternakan; industri pendukung berupa peralatan
pertanian; dan industri pengembangan teknologi (R&D) pertanian dan pangan.
7) Terbatasnya infrastruktur
Peningkatan biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya memperburuk
daya saing produk yang dihasilkan.
9) Tingkat Kemahalan
• Biaya-biaya ekonomi yang tinggi yang harus ditanggung oleh para
pengusaha secara langsung
• Mahalnya biaya investasi karena korupsi & penyalahgunaan wewenang
• Belum konsistennya antara peraturan yang ditetapkan dengan pelaksanaan
di lapangan
11) Keamanan
Gangguan keamanan dari masyarakat lokal karena permasalahan adat
di Papua. Tol laut pada tahap awal diterapkan melalui kapal multi purpose antara lain dari PT.
PELNI (KM Cermai, KM Dempo, KM Dobonsolo), armada kapal nasional di Kawsan Papua dan
Papua Barat yang telah terjadwal (missal : Sorong-Waisai, Sorong- Bau-Bau, Sorong-Manokwari
Manokwari Jayapura dll), serta beberapa liners nasional.
Pembangunan Kawasan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua
Barat mayoritas diarahkan pada pembangunan di kawasan pesisir Pulau Papua dengan
membangun bangkitan di masing-masing wilayah kawasan yang telah diarahkan melalui RPJMN
dan didukung dengan infrastruktur terpadu terutama keberadaan Pelabuhan untuk mewujudkan
konsep Tol Laut di Papua. Selain itu, pembangunan kawasan industri/KEK ini juga harus ditunjang
dengan beberapa hal lain seperti:
1. Infrastruktur dasar;
2. Peningkatan Kapasitas Pelabuhan laut dan Udara;
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TIM KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
3. Kapasitas jalan lintas antar daerah;
SUMBER DAYA ALAM BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI PAPUA
Hal. II- 35 RINGKASAN EKSEKUTIF
Dengan permasalahan dan cakupan pekerajaan yang sangat besar dan luas, diperlukan
terobosan dan program-program yang bersifat quick wins, yang dalam waktu relatif singkat dapat
menunjukkan hasil dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Berikut ini adalah beberapa program
quick wins yang telah disusun pemerintah:
Prioritas pembangunan infrastruktur dalam rangka konektivitas wilayah dan sistem logistik
Papua adalah:
1. Revitalisasi Bandara Frans Kaisiepo Biak sebagai Hub Internasional - Kawasan Pasifik
dan Hub Regional Maluku-Papua.
2. Prioritas Pelabuhan Internasional Sorong terintegrasi dengan kawasan Industri "Free
Economic Zone”.
3. Pelayaran Rakyat Sorong-Pelabuhan Kolektor.
Sedangkan program prioritas yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 adalah:
1. Pengembangan (re-aktivasi) Bandara Frans Kaisiepo Biak
2. Pengembangan Bandara Waghete
3. Pengembangan Bandara Mopah
4. Pengembangan Bandara Wamena
5. Pengembangan Bandara Kambuaya
6. Pengembangan Bandara Mozes Kilangin
LAPORAN PELAKSANAAN
7. TUGAS TIM
Pengembangan KAJIANMindiptana
Bandara KEBIJAKAN PENGELOLAAN
SUMBER DAYA ALAM BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI PAPUA
8. Pengembangan pelabuhan utama Sorong
Hal. II- 36 RINGKASAN EKSEKUTIF
Dalam rangka percepatan pembangunan Trans Papua, berikut ini adalah beberapa hal yang
perlu dilakukan:
4. Revitalisasi "Remote Postal Office” + Public Storage di Daerah Terisolir di sekitar Trans
Papua.
Dalam rangka penyediaan infrastruktur dasar serta penciptaan lapangan kerja, berikut adalah
program quick wins yang telah dicanangkan adalah:
Dalam Rapat Terbatas Kabinet tanggal 3 Desember 2015, terkait dengan pembangunan di Papua,
Presiden menyampaikan arahan sebagai berikut:
Berdasarkan arahan tersebut, berikut ini adalah desain penyusunan rencana teknokratik
pembangunan Papua:
• Prinsip: start small and realistic, quick wins sebagai
Identifikasi
Program i
Koordinasi
Teknis 1r Penetapan
Kebijakan dan
Strategis K/L
Refocusing I
Kegiatan K/L
Pelaksana O Program
2016
untuk Lokasi
Kegiatan 1l Pendukung
Prioritas
bukti awal komitmen membangun Papua melalui
program terpadu.
• Diawali dengan kegiatan Quick Wins percontohan di
lokasi terpilih, berbasis wilayah adat.
• Rencana K/L 2016 yang terkait kegiatan prioritas
dikelola secara terfokus oleh Tim Pendamping.
• Kebutuhan kegiatan yang belum direncanakan oleh
K/L akan diajukan dalam perubahan APBN 2016 dan
rencana tahun 2017.
Kegiatan di tahun 2016 diawali dengan proses identifikasi program strategis yang dimiliki
Tim Percepatan Pembangunan Papua (Menteri & Gubernur)
dengan lokasi kegiatan percontohan yang berdasarkan pengembangan wilayah adat di Papua.
Selanjutnya akan dilaksanakan sinkronisasi dan refocusing
kegiatan dari Kementerian/Lembaga untuk wilayah yang menjadi prioritas, untuk menjamin
percepatan pengembangan kawasan percontohan yang sudah ditetapkan. Selanjutnya akan
dilaksanakan koordinasi teknis di tingkat lapangan agar implementasi kegiatan dapat memenuhi
sasaran dan kualitas yang direncanakan. Di samping itu, akan dilakukan identifikasi terhadap
kebutuhan pelaksanaan kegiatan strategis yang belum masuk dalam program pembangunan
tahun 2016, untuk selanjutnya akan diusulkan dalam perubahan APBN 2016 dan penyusunan
rencana pembangunan tahun 2017.