Professional Documents
Culture Documents
BAB 1 Parafimosis
BAB 1 Parafimosis
PENDAHULUAN
1
aliran darah yang disebabkan gangguan aliran balik vena superfisial sedangkan aliran
arteri tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan
nyeri.Jika dibiarkan bagian penis disebelah distal jeratan makin membengkak yang
akhirnya bisa mengalamine krosis glans penis kulit preputium setelah ditarik kebelakang
batang penis sampai di sulkuskoronarius tidak dapat dikembalikan keposisi semula
kedepan batang penis. Kulit prepitium yang tidak bisa kembali kedepan batang penis
akan menjepit penis sehingga menimbulkan bendungan aliran darah yang disebabkan
gangguan aliran balik vena superfisial sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Hal
ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan nyeri.Jika dibiarkan bagian penis
disebelah distal jeratan makin membengkak yang akhirnya bisa mengalami nekrosis
glans penis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa anatomi dari Parafimosis ?
2. Apakah definisi dari Parafimosis ?
3. Bagaimana etilogi dari Parafimosis ?
4. Apakah manifestasi klinis dari Parafimosis ?
5. Bagaimana patofisiologi pada Parafimosis ?
6. Bagaiman pathway dari Parafimosis ?
7. Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada Parafimosis ?
8. Bagaimana Komplikasi pada Parafimosis ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan teori pada parafimosis ?
1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan anatomi dari Parafimosis
2. Mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan Parafimosis
3. Mampu menjelaskan etilogi Parafimosis
4. Mampu menjelaskan manifestasi klinis Parafimosis
5. Mampu menjelaskan patofisiologi Parafimosis
6. Mampu menjelaskan pathway dari Parafimosis
7. Mampu menjelaskan penatalaksaan serta pencegahan pada Parafimosis
8. Mampu menjelaskan Komplikasi pada Parafimosis
9. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan teori pada parafimosis
BAB II
TINJUAN TEORI
2
2.2 Definisi
Parafimosis adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi hanya pada laki-laki
dan anak laki-laki yang belum atau tidak disunat.Paraphimosis berarti kulup terjebak di
belakang kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali keposisi normal.
5
(Donohoe, 2009)
2. metode osmotic
Metode osmotic dan puncture digunakan untuk pasien yang tidak dapat
ditangani dengan metode manual akibat besarnya edema prepusisial dan glandular
yang ada akibat penanganan yang terlambat. Pada pasien anak-anak, sulit melakukan
anastesi dengan penile block, biasanya dilakukan anastesi total. Bila melakukan
anastesi total, prepusisium dapat dikembalikan tanpa menggunakan metode puncture/
pungsi maupun insisi. Pada metode osmotik, digunakan substansi yang memiliki
konsentrasi zat terlarut yang tinggi dan substansi ini diletakkan pada permukaan penis
dan prepusisium yang edema. Substansi ini akan menarik air dari jaringan sesuai
dengan gradien osmotiknya, hal ini akan mengurangi edema jaringan. Beberapa
substansi yang digunakan antara lain : (1) glyserin magnesium sulfat ; (2) granulated
sugar ; (3) larutan dextrose 50% sebanyak 50 ml biasanya digunakan pada UGD,
menggunakan kain yang dibasahi dengan larutan tersebut, kemudian penis dibungkus
dengan kain tersebut selama 1 jam. Kelemahan dari metode osmotik adalah
membutuhkan banyak waktu untuk mengurangi edema (Little & White, 2005).
3. Puncture-aspiration method
6
Teknik pungsi yang sering dilakukan untuk mengobati parafimosis adalah
metode Perth-Dundee. Teknik invasive yang minimal ini memerlukan anastesi penis
(penile block). Jarum 26-G digunakan untuk membuat ± 20 pungsi pada prepusisium
yang edema untuk mengeluarkan cairan yang terperangkap (Donohoe, 2009 ; Little &
White, 2005).
Teknik ini dilakukan dan dimodifikasi dengan melakukan injeksi
hyaluronidase 150 U/cc sebanyak 1 ml pada 2-3 tempat pada prepusisium.
Hyaluronidase iini memecah asam hyaluronat yang kental pada cairan ekstrasellular
dan dapat mengurangi edema. Teknik ini telah dilaporkan sebagai inti dari teknik
DeVries yang dapat mengurangi edema dalam waktu yang singkat. Namun,
kelemahan dari teknik ini adalah sering tidak tersedianya hyaluronidase pada berbagai
unit gawat darurat. (Little & White, 2005).
Metode pungsi dengan menggunakan jarum yang dipungsi pada beberapa tempat
Selain itu telah dikembangkan metode alternatif lain, yaitu setelah melakukan
anastesi lokal pada penis, tourniquet dipasang pada bagian tengah penis, kemudian
dimasukkan jarum berukuran 20-G yang telah dipasang pada spuit 10 ml paralel
dengan uretra dan dilakukan aspirasi darah. Aspirasi darah sebanyak 3-12 ml biasanya
dapat mengurangi ukuran glans penis (Little & White, 2005).
8
BAB III
3.1 Pengkajian
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada (Asmadi, 2008).
Pengkajian dapat dilakukan persistem tubuh dengan menggunakan 4 metode
yaitu : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
a. Pengumpulan Data
Data yang dikaji adalah sebagai berikut :
1) Biodata
a) Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan terakhir,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomor rekam medik, diagnose
medis, pekerjaan dan alamat.
9
b) Identitas penamggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, alamat serta hubungan dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan klien sehingga
mendorong pasien untuk mencari pertolongan medis.Keluhan utama
dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan
untuk mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi
kesehatannya saat ini. Keluhan utama yang sering muncul pada pasien
parafimosis adalah Nyeri, Sakit pada penis, Edema gland
penis,Pancaran kencing sedikit, Kulup tertarik kebelakang kepala
penis
2. Riwayat keluhan utama Menggambarkan keluhan saat dilakukan
pengkajian serta menggambarkan kejadian sampai terjadi penyakit saat
ini
c) Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu, apakah klien pernah menderita
penyakit yang sama .
d) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga ada yang pernah sakit yang sama
3) Pemeriksaan Fisik
Menurut Nursalam (2008), pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe
dan didokumentasikan secara persistem yang meliputi:
a) Keadaan Umum Klien dengan penyakit parafimosis
b) Kesadaran Pada umumnya tingkatan kesadaran terdiri dari enam
tingkatan yaitu :
1. Kompos mentis: sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya (GCS 15-14)
2. Apatis: keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh (GCS 13-
12).
3. Somnolen: keadaan kesadaran yang mau tidur saja dapat
dibangunkan dengan rangsangan nyeri akan tetapi jatuh tidur
lagi (GCS 11-10).
4. Delirium: keadaan kacau motorik seperti memberontak dan
tidak sadar terhadap orang lain, tempat dan waktu (GCS 9- 7).
5. Sopor: keadaan kesadaran yang menyerupai koma, reaksi hanya
dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri (GCS 9-7).
10
6. Koma: keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak
dapat dibangunkan dengan rangsang apapun (GCS < 7) .
c) Tanda-tanda Vital Sebelum melakukan tindakan lain, yang perlu
diperhatikan adalah tanda-tanda vital, karena sangat berhubungan
dengan fungsi kehidupan dan tanda-tanda lain yang berkaitan
dengan masalah yang terjadi. Tanda-tanda vital terdiri atas empat
pemeriksaan, yaitu:
1. Tekanan darah
2. Pemeriksaan denyut nadi
3. Pemeriksaan suhu
4. Pemeriksaan respirasi
d) Pemeriksaan Persistem
1. Sistem pernapasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya secret pada
lubang hidung, pergerakan cuping hidung waktu bernapas,
kesimetrisan gerakan dada saat bernapas, auskultasi bunyi
napas apakah bersih atau ronchi, serta frekuensi napas.
2. Sistem kardiovaskuler
3. Sistem pencernaan
4. Sistem muskuloskeletal
Kaji derajat Range Of Montion dari pergerakan sendi mulai dari
kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau
nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien
waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot akibat
11
peradangan, kaji adanya deformitas dan atrofi otot. Selain
ROM, tonus dan kekuatan tonus harus dikaji.
5. Sistem Integumen
Kaji keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemerikasaan kulit
meliputi tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi
perabaan.
6. Sistem indera
a. Mata : Di kaji mulai dari adanya nyeri tekan atau tidak,
adanya konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterus atau
tidak, kelopak mata cekung atau tidak.
b. Telinga
Dikaji mulai dari kebersihan telinga, simetris atau tidak,
adanya nyeri tekan atau tidak, dilakukan tes pendengaran.
c. Hidung
Kaji apakah ada pernafasan cuping hidung, defiasi
septum, kepatenan hidung (jika nares posterior mem-
besar menunjukan adanya distress pernafasan).
d. Mulut
Di kaji mulai dari kebersihan mulut, sianosis atau tidak,
bibir pecah – pecah atau tidak.
8. Sistem perkemihan
12
9. Sistem imun
Dikaji adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedema atau tidak
pada kelenjar getah bening, ada riwayat alergi atau tidak.
Rencana mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh perawat, baik mandiri maupun
kolaboratif. Rencana yang dilakukan menyesuaikan pada diagnosa keperawatan terkait
dengan Parafimosis.
Intervensi :
R/ untuk mengetahui tingkat nyeri pasien sebagai pedoman untuk tindakan yang
harus diberikan.
Intervensi :
Intervensi :
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
15
DAFTAR PUSTAKA
article/ 442883-overview
Little & White. 2005. Treatment options for paraphimosis. Journal of Clinical Practice, 59,
Nabila,Hulatundkk.2017.MakalahParafimosis.https://id.scribd.com/document/373506763/M
AKALAH-PARAFIMOSIS. Diakses pada tanggal 16 Marat 2018
16