Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 8

Fisioterapi NICU

Label: Fisioterapi NICU


Metode Vojta untuk fisioterapi dada bagi bayi
prematur

Analisa Jurnal

Judul : Chest Physiotherapy in Preterm Infants With Lung Disease


Peneliti : Giannantonio, C., Papacci, P., Ciarniello, R.,Tesfagabir, Purcaro,
Cota, Semeraro, Romagnoli
Sumber : Italian Journal of Pediatrics 2010, 36:65
http://www.ijponline.net/content/36/1/65

A. Latar Belakang
Fisioterapi dada digunakan untuk membersihkan sekret, mengurangi atelektasis post
ekstubasi, mengurangi reintubasi, dan membantu ventilasi pada neonatus dengan masalah
respirasi. Namun keamanan dari berbagai bentuk fisioterapi dada masih menjadi pembicaraaan
yang terus berkembang terlebih khusus untuk bayi dengan berat badan lahir sangat rendah.
Menurut penelitian oleh Harding, et al (1998) beberapa bentuk fisioterapi dada berhubungan
dengan resiko terjadinya kerusakan otak.
Metode fisioterapi dada yang umumnya digunakan selama periode neonatal antara lain
fisioterapi dada aktif (perkusi dan vibrasi) dan teknik non aktif (pengaturan posisi dan suction).
Yang perlu menjadi perhatian adalah pemilihan teknik tertentu berdasarkan outcome positif yang
diperoleh dari metode-metode fisioterapi dada tersebut.
Dengan mempertimbangkan berbagai teknik fisioterapi yang berbeda-beda beserta
outcomenya yang masih kontroversi, peneliti memutuskan untuk menguji kelayakan aplikasi
refleks rolling dari metode Vojta pada bayi prematur.
Metode Vojta adalah bentuk terapi fisik yang mulai dikembangkan pada tahun 1960 sebagai
terapi pada anak dengan atau beresiko menderita cerebral palsi. Metode ini menggunakan teknik
penguatan isometrik melalui stimulasi taktil untuk meningkatkan fungsi respirasi melalui pola
normal pergerakan tubuh.

B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengevaluasi keamanan dari stimulasi refleks vojta pada preterm neonatus dengan penyakit
paru
2. Untuk mengetahui efek fisioterapi dada dengan metode vojta terhadap kadar gas darah, saturasi
oksigen, dan nyeri.
C. Metode Penelitian
Jenis penelitian:
penelitian eksperimental dengan pre-post test design
Sampel:
Penelitian ini melibatkan 34 bayi baru lahir dengan usia kehamilan 28-34 minggu, dirawat di NICU
“A.Gemmelli” Hospital. Waktu penelitian yaitu sejak tanggal 1 Januari2008-30 September 2008.
Kriteria inklusi yaitu bayi yang menderita penyakit membran hyaline (HMD) dengan terapi nasal
CPAP dan bayi prematur dengan pneumonia yang mendapat terapi oksigen. Kriteria eksklusi yaitu
bayi baru lahir dengan malformasi kongenital, mengalami asfiksia saat lahir, mendapat terapi
neurotropik, dan mengalami intraventrikular haemorrhage grade >2 berdasarkan klasifikasi
Papile’s.
Perlakuan:
1. Refleks rolling menurut Vojta
Perlakuan pada neonatus dengan fase 1 dari refleks rolling menurut metode Vojta. Manuver ini
tidak mengharuskan badan bayi sampai berpindah, tetapi hanya sampai kepala bayi berputar pada
sisi dimana stimulus diberikan. Posisi awal (starting position) adalah posisi supine yang tidak
simetris dengan ektremitas dalam keadaan bebas/rileks.
Penekanan dengan jari diberikan pada area dada, tepatnya pada persilangan antara garis mamae
dengan diafragma (pada costa VI, intercostal V-VI, intercostal VI-VII).
Pada tiap perlakuan diberikan 4 stimulus, yaitu 2 kali pada dada kiri dan 2 kali pada dada kanan.
Setiap stimulus diberikan dengan penekanan lurus kemudian secara progresif menyebar kearah
dorsal, medial dan kranial, diagonal kearah tulang belakang. Perlakuan dilakukan 3 kali dalam
sehari dengan interval 0,2, dan 4 jam.
2. Monitoring dan kontrol fungsi respirasi
a. Frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen dimonitor dengan Hewlett-packard HP monitor
b. Monitoring PtcCO2 secara transkutan menggunakan TINA (radiometer medical, Copenhagen,
Denmark).
Test dilakukan sebelum stimulasi, akhir stimulasi II, akhir stimulasi IV, pada 5, 15, 25 menit
setelah semua stimulasi berakhir dan setiap 3 hari perlakuan.
c. Scan ultrasound otak pada hari postnatal 1, 3, 5, 7, dan mingguan.
3. Monitoring stress/nyeri
Onset stress atau nyeri akibat stimulasi dievaluasi dengan skor NIPS ( Neonatal Infant Pain Scale)
dan PIPP (Premature Infant Pain Scale). Skor NIPS dicatat sebelum stimulasi, akhir stimulasi II,
akhir stimulasi IV, serta pada menit ke 5, 15, 25 setelah semua stimulasi dan selama 3 sesi
perlakuan. Skor PIPP dicatat hanya pada setiap sesi perlakuan.
Analisa data:
Uji statistik One-way ANOVA dengan Bonferroni’s Multiple Comparison
Test menggunakan GraphPad Prism version 4.00 for Window. Hasil penelitian dikatakan
signifikan bila nilai p<0,05.
D. Hasil Penelitian
Selama periode penelitian terdapat 60 neonatus yang bisa dijadikan sebagai populasi penelitian,
namun hanya 34 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ( 19 perempuan dan 15 laki-
laki). 7 neonatus dengan malformasi kongenital dan 19 neonatus yang menggunakan ventilator
mekanik dieksklusi dari penelitian ini.
Usia gestasional rata-rata sampel adalah 30,5(1,6) mir minggu dan berat badan lahir rata-rata adalah
1430 (423) gram. Kami mempelajari efek dari aplikasi refleks rolling selam minggu pertama
kelahiran dan pada akhir minggu pertama kelahiran.
Grup I: 21 neonatus dengan HMD sejak 1 minggu post natal. Semua bayi dikelompok ini menggunakan
Nasal CPAP.
Grup II: 13 neonatus dengan penyakit pernapasan setelah minggu pertama kelahiran. Bisa bernapas secara
spontan dan mendapat terapi oksigen.
Terdapat neonatus yang sudah terdiagnosis mengalami intraventrikular hemoragik (IVH) sejak hari
pertama kelahiran. Namun tidak terjadi perburukan IVH selama perlakuan diberikan. Tidak ada
satupun bayi yang mengalami periventrikular leukomalasia.
Hasil monitoring gas darah dan frekuensi napas
Grup I:
 PtcO2 : terdapat perbedaan yang signifikan sejak awal stimulasi (p<0,0001).
Terdapat perbedaan yang signifikan antara mean PO2 (p<0,05)
 SatO2: terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,001) sejak awal stimulasi dan nilai mean
prestimulasi, 5’, akhir stimulasi II serta pada 15, dan 25 menit setelah semua perlakuan berakhir
berbeda secara signifikan (p<0,05).
 PtcCO2: tidak ada perbedaan pada setiap stimulasi
 Tidak ada peningkatan RR
 Metode ini memungkinkan peningkatan oksigenasi dengan meningkatnya volume tidal.
Grup II:
 PtcO2 : terdapat perbedaan yang signifikan sejak awal stimulasi (p<0,01).
Terdapat perbedaan yang signifikan antara mean PO2 (p<0,05)
 SatO2: terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) sejak awal stimulasi, namun untuk nilai mean
SatO2 dengan analisa Bonferroni tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil evaluasi tiap
sesi.
 PtcCO2: tidak ada perbedaan pada setiap stimulasi
 Tidak ada peningkatan RR
Hasil monitoring stress atau nyeri
Skor NIPS pada kedua kelompok tidak menunjukkan adanya nyeri atau stress selama stimulasi,
demikian pula dengan skor PIPP.
Grup I: record I= 6,1 (1,9), record II= 6,2 (2,0), dan record III= 6,2 (1,5)
Grup II: record I= 6,3 (1,6), record II= 6,4 (1,8), dan record III= 6,2 (1,7)
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Stimulasi dengan metode Vojta berefek positif terhadap oksigenasi, dengan adanya peningkatan
nilai PtcO2 dan SatO2 setelah dilakukan stimulasi
2. Tidak ada efek negatif pada nilai PtcO2, nilai PtcO2 konstan pada rentang normal selama
perlakuan.
3. Tidak ada peningkatan stress dan nyeri (berdasarkan skor NIPS dan PIPP) selama perlakuan.
4. Teknik ini aman bagi bayi preterm dengan masalah pernapasan.

F. Pembahasan
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan 37
minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. (Wong, 2004) Prematuritas dan berat lahir
rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan berat 1500 gr atau kurang
saat lahir. Keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas
neonatus. Di negara berkembang kejadian kelahiran prematur sekitar 7 %, sedangkan
prevalensinya di Indonesia adalah sebesar 18,5 % dan menyumbang angka kematian pada bayi
hingga 65-75 % (Kusmarjadi & Chandra, 2008).
Beberapa penyakit yang berhubungan dengan prematuritas antara lain Sindrom gangguan
pernafasan idiopatik (penyakit membrane hialin), Pneumonia aspirasi karena refleks menelan dan
batuk belum sempurna, perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral akibat anoksia otak (erat
kaitannya dengan gangguan pernapasan), Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum
matang dan Hipotermi. Masalah ini terjadi akibat belum sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya
baik anatomis maupun fisiologis (Wong, 2004).
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm dengan BBLR,
akibat tidak adanya alveoli dan kekurangan surfaktan (rasio lesitin/sfingomielin kurang dari 2),
pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih lemah
yang tulang iga yang mudah melengkung (pliable thorak) (Wong, 2004).
Bayi baru lahir lebih rentan mengalami gangguan pernapasan karena neonatus memiliki
laring yang lebih tinggi dari epiglotis, sehingga memungkinkan aliran udara dari rongga hidung bisa
langsung masuk ke paru-paru. Aktivitas menghirup udara dan menelan pada neonatus terjadi
hampir bersamaan. Tulang rusuk bayi masih dalam posisi horizontal, otot intercostal lemah
sehingga tipe pernapasan didominasi oleh pernapasan perut. Diameter jalan napas sempit, refleks
batuk lemah atau bahkan tidak ada. Terlebih pada bayi prematur yang sangat rentan mengalami
kelelahan diafragma sebagai kompensasi dari sukarnya bernapas dengan jalan meningkatkan
frekuensi pernapasan daripada kedalaman pernapasan. Semua kondisi tersebut dapat
meningkatkan resiko terjadinya distress pernapasan dan gagal napas (Crane, 1981).
Dengan keterbatasan kemampuan pernapasan dan kemampuan membersihkan jalan napas
yang berakibat pada menurunnya oksigenasi, maka perlu dilakukan tindakan yang dapat
membantu bayi dalam mengatasi masalah ini misalnya dengan fisioterapi dada.
Fisioterapi dada merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami retensi
sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau
mengeluarkan sekresi. Tujuannya adalah:
1. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
2. Memperkuat otot pernapasan
3. Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan
4. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup.
Pelaksanaan fisioterapi dada bagi neonatus hingga saat ini masih menjadi kontroversi.
Metode fisioterapi dada pada neonatus terdiri atas:
1. Fisioterapi dada aktif, meliputi teknik vibrasi dan perkusi
2. Fisioterapi dada nonaktif, meliputi potitioning, postural drainage, aspirasi trakheal dan
perangsangan refleks batuk.
Kontraindikasi fisioterapi dada adalah bayi dengan kondisi yang sangat tidak stabil, bayi berat
lahir sangat rendah (<1500 gram) yang berusia < 1 minggu, gagal atau ketidakstabilan jantung,
intraventrikular hemoragik dalam 24 jam kelahiran, trombositopenia atau adanya akumulasi darah
pada endotracheal tube, distensi abdomen, perdarahan pulmonal, tension pneumutoraks,
hipotermia berat dan post pembedahan mata dan kepala.
Dengan demikian fisioterapi dada aktif (ARP) dapat menjadi prosedur yang invasif bagi bayi
prematur. ARP dapat menyebabkan stress bagi ventilasi pasien, kemudian pasien menjadi gelisah.
Kegelisahan tersebut menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan denyut jantung,
peningkatan tekanan arteri, refluks gastroesofagus dan peningkatan tekanan intrakranial.
Beberapa studi observational menunjukkan adanya peningkatan resistensi jalan napas dan
episode hipoksemia setelah dilakukan fisioterapi dada (Pounney, 2008). Selain itu penelitian oleh
Beeby, et al (1998) menunjukkan adanya korelasi antara fisioterapi dada dengan kerusakan
neurologis.
Fisioterapi dada aktif dengan perkusi dan fibrasi kurang sesuai untuk neonatus dengan berat
badan lahir sangat rendah, mengingat kondisi bayi yang secara anatomi dan fisiologis belum
matang sehingga tulung rusuk bayi belum mampu untuk melawan gaya tekanan. Hal ini
menyebabkan fisioterapi dada nonaktif yang lebih aman digunakan pada bayi preterm dengan
berat badan lahir sangat rendah.
Metode Vojta adalah bentuk terapi fisik yang mulai dikembangkan pada tahun 1960 sebagai
terapi pada anak dengan atau beresiko menderita cerebral palsi. Metode ini menggunakan teknik
penguatan isometrik melalui stimulasi taktil untuk meningkatkan fungsi respirasi melalui pola
normal pergerakan tubuh. Terapi dengan berdasar pada reflex lokomotif ini dilakukan dengan
tujuan:
1. Memodifikasi aktivitas refleks anak usia muda dengan orietasi pada pengembangan system
neuromotor secara fisiologis.
2. Memodifikasi otomatisasi spinal pada lesi sum-sum tulang belakang
3. Control pernapasan untuk meningkatkan kapasitas vital paru
4. Mencegah degradasi ortopedik yang potensial terjadi pada kondisi patologis berat.
Indikasi terapi vojta: gangguan pusat koordinasi sedang-berat, serebral palsi, paralisis
peripheral, spina bifida, miopati congenital, deformitas congenital, Morbus-down syndrome, hip
dysplasies, dan adult hemiplegic.
V. Vojta mengusulkan 3 konsep teori modulasi:
1. Studi reaktivitas otomatis postural
Terapi ini terdiri dari usaha pemograman pola gerakan ideal pada bayi secara neuro-
fisiologis melalui pengenalan pola koordinasi otomatis tubuh. Berdasarkan kondisi postur tubuh
dan body aligment yang terbentuk secara genetic dan kemudian berkembang menurut usia
perkembangan. Contoh dari reaksi otomatis postural yaitu merangkak pada siku dengan kaki
membentang.
2. Analisis kinesiology fungsi motorik spontan
Reaksi kinestetik adalah respon pergerakan yang terjadi akibat rangsangan gerak atau
perubahan posisi (respon terhadap stimulus proprioseptif). Isi cinesiologic pola bervariasi sesuai
dengan postur tubuh awal (posisi awal), tetapi fenomena muncul terorganisir dan berulang
3. Refleks
Pola global adalah bentuk dasar reflex lokomotif. pola global merujuk pada tanggapan motor yang
timbul selama penerapan reflex locomotif. Kerangka otot-otot seluruh seluruh tubuh diaktifkan
secara terkoordinasi dan sistem saraf pusat mengaturnya pada semua tingkatan regulasi. Tujuan
terapi reflex locomotif adalah untuk memfasilitasi peraturan otomatis atau kontrol posisi tubuh,
untuk memudahkan pemeliharaan aktif dari fungsi dukungan dari kaki, dan merangsang aktivitas
otot terkoordinasi. Setiap lesi sentral atau perifer dan penurunan pergerakan menyebabkan fungsi
reflex ini menjadi terganggu.
Reflex lokomotif merupakan respon global yang terdiri atas reflex merangkak, berbalik, terlentang
dan miring. Reflex ini dipicu oleh rangsangan tertentu (tekanan) yang diberikan pada zona tertentu.
Stimulus ini kemudian menghasilkan kontraksi otot secara keseluruhan yang menyebabkan
terjadinya gerakan-gerakan sesuai dengan tingkat stimulasi system saraf pusat.
Modulasi vojta ini terdiri atas 3 komponen penting yaitu:
1. Start position (first position)
Ada posisi awal yang berbeda (posisi prone untuk refleks merayap, supine atau lateral untuk
rolling refleks, dll) sehingga terapis dapat memilih antara kombinasi yang tak terhitung dari posisi
start, zona dan rangsangan yang sesuai dengan jumlah yang sama prosedur aktivasi yang
terkoordinasi fungsi pusat.

2. Zona rangsangan
Setiap pola penggerak refleks (merayap atau rolling) memiliki zona khusus dan dapat
diaktifkan dari posisi awal beberapa. Mengakses dengan pola yang sama dari merangsang
kombinasi yang berbeda, memaksa sistem saraf pusat untuk menggunakan prosedur pengolahan
diversifikasi jaras aferen. Aktivitas neurologis adalah dasar dari postural adaptasi fisiologis.

3. Resistensi
Penerapan resistensi terhadap aktivitas memancing, mengubah gerakan phasic menjadi suatu
aktivitas otot isometrik (tanpa perpindahan segmental), yang lama dapat dimodulasi oleh terapis
tanpa adiksi (receiver proprioseptif). Praktek ini menyebabkan akumulasi Temporo-spasial,
kemudian fenomena neuronal "meluap" untuk "memaksa" terbentuknya sebuahprogram neuron
baru. Hal ini memungkinkan, dengan cara perekrutan aferen baru ke SSP, untuk aktivasi area yang
awalnya tidak berespon. Teknik ini disebut pathing yang terdiri provokasi,
kemudian mempertahankan dari luar, kontraksi isometrik otot dengan
tujuan untuk kegiatan memperluas koordinasi sisitem saraf pusat.

Pada tahun 1967, Vaclav Vojta mengembangkan refleks rolling model dengan dasar
pemikiran bahwa dada adalah area yang penting bagi pernapasan. Stimulasi Vojta menghasilkan
reaksi global meliputi rotasi kepala, fleksi ekstremitas bawah dan rotasi pelvis, serta kedua lengan
mengembang terbuka. Semua aktivitas ini memungkinkan terjadinya ekspansi tulang rusuk yang
pada akhirnya menyebabkan peningkatan kedalaman pernapasan. Stimulasi ini semakin baik bila
dilakukan secara berulang. Karena dapat memicu aktivitas otot secara fisiologis mengaktivasi sistem
saraf pusat, kemudian direkam dan memorinya disimpan oleh sistem saraf pusat. Efek terhadap
sistem saraf pusat ini bisa bertahan selama 1/2-1 jam setelah stimulasi berakhir.
Daftar Pustaka

Banaszek, G. Vojta's method as the early neurodevelopmental diagnosis and therapy concept. Przegl
Lek. 2010;67(1):67-76
Giannantonio, C., Papacci, P., Ciarniello, R.,Tesfagabir, Purcaro, Cota, Semeraro, Romagnoli. 2010. Chest
Physiotherapy in Preterm Infants With Lung Disease. Italian Journal of Pediatrics 2010, vol
36/1/65: http://www.ijponline.net/content/ diakses tanggal 17 Februari 2011.
Harding, Miles, Becroft, Allen, & Knight. 1998. Chestphysiotherapy may be associated with brain damage
in Extremely Premature Infants. The Journal of Pediatric, volume 132, Issue 3
Kusmarjadi & Chandra. 2008. Persalinan Preterm. http://botefilia.com/index.php diakses tanggal 23
Februari 2011
Poutney, T. 2007. Physiotherapy for Children. Elsevier Health Science. http://books.google.co.id diakses
tanggal 21 Februari 2011.
Vojta Therapy: Treatment History. http://www.cerebral-palsy-injury.com/vojta-therapy-history.html diakses
tanggal 21 Februari 2011.
Vojta Method. http://www.physiobob.com/forum/paediatric-physiotherapy/457-vojta-therapy-
cp.html diakses tanggal 21 Februari 2011.
Wong, D. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Read
more: http://www.artikel.indonesianrehabequipment.com/search/label/Fisioterapi%20NICU#ixzz
5EehXgTn9

You might also like