Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 30

LAPORAN AUDIT ENERGI

LAMPU HEMAT ENERGI JENIS ESSENTIAL


Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Audit Energi

Oleh :
Fajar Ramadhan
NIM. 151734009
Pembimbing : Ir. Conny Kurniawan Wachjoe, M.Eng., Ph.D.

PROGRAM STUDI DIV TEKNIK KONSERVASI ENERGI


JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
SISTEM PENCAHAYAAN

A. Tujuan
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat:

1. Menjelaskan prinsip kerja sistem pencahayaan.


2. Menjelaskan alat yang diperlukan untuk pengukuran sistem pencahayaan.
3. Melakukan pengukuran pada sistem pencahayaan.
4. Menginterpretasi data pengukuran sistem pencahayaan.
5. Menampilkan profil energi sistem pencahayaan.
6. Menghitung kinerja sistem pencahayaan.
7. Mencari peluang penghematan pada sistem pencahayaan.
8. Melaporkan hasil audit sistem pencahayaan.

B. Tinjauan Pustaka
Cahaya merupakan suatu keharusan agar dapat melakukan aktivitas dengan baik
serta untuk menciptakan kenyamanan visual. Cahaya matahari dan kubah langit
telah menjadi sumber utama cahaya hingga saat ini. Bahkan sampai saat ini,
sebagian besar kebutuhan kita akan pencahayaan sebenarnya dapat dipenuhi oleh
pencahayaan alami jika bangunan dirancang dengan tepat. Namun, pencahayaan
buatan dengan listrik tidak dapat dihindari pada saat cahaya alami tidak tersedia,
atau di dalam ruangan tanpa akses ke pencahayaan alami.

Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan


yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.
Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang
dikerjakannya secara jelas dan cepat.
Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi :

1. Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga
dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang
diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya
1/6 daripada luas lantai.

Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan


penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap,
sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu:
 Variasi intensitas cahaya matahari.
 Distribusi dari terangnya cahaya.
 Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan.
 Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung.

2. Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya
selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan
sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi.
Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun
yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut:
 Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail
serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat
 Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman
 Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja
 Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata,
tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang.
 Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.
Sistem pencahayaan buatan yang sering dipergunakan secara umum dapat
dibedakan
atas 3 macam yakni :
1. Sistem Pencahayaan Merata
Pada sistem ini iluminasi cahaya tersebar secara merata di seluruh ruangan. Sistem
pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan
tugas visual khusus. Pada sistem ini sejumlah armatur ditempatkan secara teratur di
seluruh langit-langit.

2. Sistem Pencahayaan Terarah


Pada sistem ini seluruh ruangan memperoleh pencahayaan dari salah satu arah
tertentu.Sistem ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan
tampak lebih jelas. Lebih dari itu, pencahayaan terarah yang menyoroti satu objek
tersebut berperan sebagai sumber cahaya sekunder untuk ruangan sekitar, yakni
melalui mekanisme pemantulan cahaya. Sistem ini dapat juga digabungkan dengan
sistem pencahayaan merata karena bermanfaat mengurangi efek menjemukan yang
mungkin ditimbulkan oleh pencahayaan merata.

3. Sistem Pencahayaan Setempat


Pada sistem ini cahaya dikonsentrasikan pada suatu objek tertentu misalnya tempat
kerja yang memerlukan tugas visual. Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai
dalam suatu ruang, maka diperlukan sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan
kebutuhannya. Sistem pencahayaan di ruangan, termasuk di tempat kerja dapat
dibedakan menjadi 5 macam yaitu:
1. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu
diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada
kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang
mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya.
Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada
didalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan.

2. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)


Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu
diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan
sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui
bahwa langit-langit dan dinding yang diplester putih memiliki effiesiean
pemantulan 90%, sedangkan apabila dicat putih effisien pemantulan antara 5-90%.

3. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)


Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari,
sedangka sisanya dipantulka ke langit-langit dan dindng. Dalam pencahayaan
sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke
bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih
ditemui.
4. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas,
sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal
disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada
sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.

5. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)


Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas
kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit
dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang
baik.

Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan


sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada
permukaan kerja. Penggunaan tiga cahaya utama adalah hal umum yang berlaku di
dunia film dan photography. Pada presentasi arsitektural penggunaannya akan
sedikit berbeda, walaupun masih dalam kerangka pemikiran yang sama. Agar
pembaca lebih mudah memahami topik ini, saya menyertakan ilustrasi-ilustrasi
gambar di bawah ini. Harap diingat bahwa topik ini tidak terkait dengan
penggunaan software apapun, baik 3D Studio MAX, Lightwave, Maya, Softimage,
ataupun software lainnya. Salah satu cara mudah untuk melakukan pencahayaan
adalah dengan membuat warna seragam pada seluruh material pada 3D scenes.
Teknik pecahayaan dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

1. Cahaya Utama (Key Light)


Key Light merupakan pencahayaan utama dari gambar kita, dan merepresentasikan
bagian paling terang sekaligus mendefiniskan bayangan pada gambar. Key Light
juga merepresentasikan pencahayaan paling dominan seperti matahari dan lampu
interior. Meski demikian peletakannya tidak harus persis tepat pada sumber
pencahayaan yang kita inginkan. Key light juga merupakan cahaya yang paling
terang dan menimbulkan bayangan yang paling gelap. Biasanya Key Light
diletakkan pada sudut 450 dari arah kamera karena akan menciptakan efek gelap,
terang serta menimbulkan bayangan.

2. Cahaya pengisi (Fill light)


Fungsi fill light adalah melembutkan sekaligus mengisi bagian gelap yang
diciptakan oleh key light. Fill Light juga berfungsi menciptakan kesan tiga dimensi.
Tanpa fill light ilustrasi kita akan berkesan muram dan misterius, seperti yang biasa
kita lihat pada film X-Files dan film-film horor (disebut sebagai efek film-noir).
Keberadaan fill light menghilangkan kesan seram tersebut, seraya memberi image
tiga dimensi pada gambar. Dengan demikian penciptaan bayangan (cast shadows)
pada fill light pada dasarnya tidak diperlukan. Rasio pencahayaan pada fill light
adalah setengah dari key light. Meskipun demikian rasio pencahayaan tersebut bisa
disesuaikan dengan tema ilustrasi. Tingkat terang Fill light tidak boleh menyamai
Key Light karena akan membuat ilustrasi kita berkesan datar. Pada dasarnya fill
light diletakkan pada arah yang berlawanan dengan key light, karena memang
berfungsi mengisi bagian gelap dari key light. Pada gambar di bawah key light
diletakkan pada bagian kiri kamera dan fill light pada bagian kanan. Fill light
sebaiknya diletakkan lebih rendah dari key light.

3. Cahaya Latar (Back Light)


Back Light berfungsi untuk menciptakan pemisahan antara objek utama dengan
objek pendukung. Dengan diletakkan pada bagian belakang benda back light
menciptakan "garis pemisah" antara objek utama dengan latar belakang
pendukungnya.
Pada ilustrasi di atas back light digunakan sebagai pengganti cahaya matahari untuk
menciptakan "garis pemisah" pada bagian ranjang yang menjadi fokus utama dari
desain. Karena cahaya matahari pada sore hari menjelang matahari terbenam
bernuansa jingga, maka diberikan warna jingga pada back light tersebut. Selain itu
back light juga menyebabkan timbulnya bayangan sehingga bagian cast-shadow
pada program 3D sebaiknya diaktifkan.

Pada dasar-dasar pencahayaan, selain tiga pencahayaan utama terdapat dua


pencahayaan lain yang mendukung sebuah karya menjadi terlihat nyata yang
disebut cahaya tambahan. Cahaya tambahan terdapat 2 macam yaitu :

1. Cahaya Aksentuasi (Kickers light)


Kickers berfungsi untuk memberikan penekanan (aksentuasi) pada objek-objek
tertentu. Lampu spot adalah yang terbaik digunakan karena mempunyai kemiripan
dengan sifat lampu spot halogen yang biasa dipergunakan sebagai elemen interior.
Intensitas cahaya aksentuasi tidak boleh melebihi key light karena akan
menciptakan "over exposure" sehingga hasil karya jadi terlihat seperti photo yang
kelebihan cahaya.

2. Cahaya Pantul (Bounce light)


Setiap benda yang terkena cahaya pasti akan memantulkan kembali sebagian
cahayanya. Misalnya cahaya matahari masuk melalui jendela dan menimbulkan
"pendar" pada bagian tembok dan jendela. Warna pendaran cahaya tersebut juga
harus disesuaikan dengan warna material yang memantulkan cahaya. Semakin
tingga kadar reflektifitas suatu benda, seperti kaca misalnya, semakin besarlah
"pendar" cahaya yang ditimbulkannya. Pada program-program 3D tertentu seperti
Lightwave dan program rendering seperti BMRT dari Renderman, atau Arnold
renderer. Efek Bounce Light bisa ditimbulkan tanpa menggunakan bounce light
tambahan. Program secara otomatis menghitung pantulan masing-masing benda
berdasarkan berkas-berkas photon yang datang dari arah cahaya. Namun karena
photon adalah sistem partikel, maka perhitungan algoritma pada saat rendering akan
semakin besar. Artinya waktu yang diperlukan untuk rendering akan semakin besar.
Ada kalanya proses ini memakan waktu 10 kali lebih lama dibandingkan dengan
menciptakan bounce light secara manual satu persatu.

Proses simulasi photon yang lebih dikenal sebagai radiosity tersebut sangat handal
untuk menciptakan gambar still image, tetapi tidak dianjurkan untuk membuat
sebuah animasi. Penggunaannya akan sangat tergantung kepada kondisi yang
pembaca alami dalam proses pembuatan ilustrasi. Bounce light merupakan elemen
yang sangat penting dalam menciptakan kesan nyata pada gambar kita. Tanpa
bounce light maka ilustrasi arsitektur akan berkesan seperti gambar komputer biasa
yang kaku dan tidak berkesan hidup.
Pemantulan cahaya dibagi atas 2 bagian yaitu :

1. Specular Reflection
Pantulan sinar cahaya pada permukaan yang mengkilap dan rata seperti cermin
yang memantulkan sinar cahaya kearah yang dengan mudah dapat diduga.

2. Diffuse Reflection
Pantulan sinar cahaya pada permukaan tidak mengkilap seperti pada kertas atau
batu. Pantulan ini mempunyai distribusi sinar pantul yang tergantung pada struktur
mikroskopik permukaan.

Lampu biasanya menggunakan listrik untuk memproduksi cahaya, tetapi listrik


yang digunakan juga menghasilkan panas. Ini mengurangi efisiensi sistem
pencahayaan disamping juga meningkatkan beban pendinginan didalam bangunan.
Sebagai aturan praktis, setiap 3 watt energi pencahayaan yang dihemat
menghasilkan 1 watt pengurangan energi pendinginan. Rasio ini bervariasi dan
tergantung pada jenis lampu, bangunan, desain dan pengoperasiannya.
Secara umum, sistem pencahayaan pada bangunan di Indonesia mengkonsumsi
energi terbesar kedua, setelah sistem pendinginan udara.

Penggunaan panas dan sistem pencahayaan menjadi hal yang penting dalam
menunjang kehidupan manusia. Sebelum ditemukannya lampu, penerangan
diperoleh dari pembakaran bahan bakar secara langsung (api unggun, obor, lampu
minyak, dsb). Di abad ke -21, prinsip yang sama masih digunakan untuk
menghasilkan panas dan cahaya, melalui penggunaan lampu pijar. Walaupun, saat
ini telah digunakan produk-produk penerangan yang lebih canggih dan beraneka
ragam.

Pemakaian energi untuk penerangan diperkirakan 20-45% untuk bangunan


komersial dan 3-10% untuk industri (pabrik). Pemakaian yang tinggi tersebut perlu
dievaluasi, apakah telah memenuhi aturan standar yang telah ditetapkan. Pemakaian
yang melebihi standar dapat dihemat dengan berbagai cara tertentu.
1. Cahaya
Cahaya adalah satu bagian jenis gelombang elektromagnetik yang memiliki
panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dapat dibedakan dalam spektrumnya.

Fenomena pancaran cahaya dari suatu benda bisa terjadi dari fenomena:
 Pijar. Zat padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila
dipanaskan sampai suhu 1000K. Intensitas meningkat dan penampakan
menjadi semakin putih jika suhu naik.
 Muatan Listrik. Jika arus listrik dilewatkan melalui gas maka atom dan
molekul memancarkan radiasi dimana spektrumnya merupakan
karakteristik dari elemen yang ada.
 Electro luminescence. Cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan
melalui padatan tertentu seperti semikonduktor atau bahan yang
mengandung fosfor.
 Photoluminescence. Radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap,
biasanya oleh suatu padatan, dan dipancarkan kembali pada berbagai
panjang gelombang. Bila radiasi yang dipancarkan kembali tersebut
merupakan fenomena yang dapat terlihat maka radiasi tersebut disebut
fluorescence atau phosphorescence.

Gambar 1 Radiasi Cahaya Tampak

2. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaaan
lingkungan yang aman dan nyaman serta berkaitan erat dengan produktivitas
manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapa melihat objek-objek
yang dikerjakannya secara jelas dan cepat.
Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi :
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar
matahari. Dengan sinar matahari dapat menghemat energi listrik.
2. Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya selain cahaya alami, contohnya adalah lampu.

3. Intensitas Cahaya
 Candela, adalah satuan intensitas cahaya dari sisi sumber yang
memancarkan radiasi monokromatik dengan frekuensi 540×1012 Hz.
 Lumen, adalah satuan flux cahaya yang jatuh pada setiap meter persegi
(m2) pada lingkaran dengan radius 1m jika sumber cahanya isotropic 1
candela (Lumen=Candela/m2)
 Lux, adalah iluminasi yang dihasilkan jika 1 lumen jatuh pada bidang 1m2
(di sisi penerima) (Lux=Lumen/m2)

Gambar 2 Candela, Lumen dan Lux


4. Jenis –jenis Sistem Pencahayaan
Jenis sistem pencahayaan bergantung pada jenis lampu yang digunakan. Berikut
ini tabel jenis-jenis lampu:

 Lampu Pijar
Lampu pijar adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui
penyaluran arus listrik melalui filamen yang kemudian memanas dan
menghasilkan cahaya.
Efikasi: 12 lumen/Watt
Indeks Perubahan Warna: 1A
Temperatur lampu: hangat (2500-2700K)
Umur lampu: 1000-2000 jam

Gambar 3 Lampu Pijar

 Lampu Halogen
Lampu halogen adakan sebuah lampu pijar di mana sebuah filamen
wolfram disegel di dalam sampul transparan kompak yang diisi dengan
gas lembam dan sedikit unsur halogen seperti iodin atau bromin.
Efficacy – 18 lumens/Watt
Indeks Perubahan Warna – 1A
Suhu Warna – Hangat (3.000K-3.200K)
Umur Lampu – 2000-4.000 jam
Kelebihan
a) Lebih kompak
b) Umur lebih panjang
c) Lebih banyak cahaya
d) Cahaya lebih putih (suhu warna lebih tinggi)
Kekurangan
a) Lebih mahal
b) IR meningkat
c) UV meningkat
d) Masalah handling

 Lampu LED
Lampu LED adalah lampu yang menggunakan teknologi LED atau Light
Emitting Diode, yaitu semikondutor yang bekerja mengubah energi listrik
yang diterimanya menjadi cahaya.

Gambar 4 Lampu LED

 Lampu TL
Lampu TL adalah lampu listrik yang memanfaatkan gas neon dan lapisan
Fluorescent sebagai pemendar cahaya pada saat dialiri arus listrik. Tabung
lampu TL ini diisi oleh semacam gas yang pada saat elektrodanya mendapat
tegangan tinggi gas ini akan terionisasi sehingga menyebabkan elektron-
elektron pada gas tersebut bergerak dan memendarkan lapisan
fluorescent pada lapisan tabung.

Gambar 5 Lampu TL
Komponen Pencahayaan
1. Reflector/luminer. Tingkat pemantulan bahan reflektor dan bentuk reflektor
berpengaruh langsung terhadap efektifitas dan efisiensi fitting. Reflektor
konvensional yang menyebar memiliki tingkat pemantulan 70-80% apabila
baru. Bahan yang lebih baru dengan daya pemantulan yang lebih tinggi atau
semi-difusi memiliki daya pemantulan sebesar 85%. Pendifusi/Diffuser
konvensional menyerap cahaya lebih banyak dan menyebarkannya daripada
memantulkannya ke area yang dikehendaki.

2. Gir:
a) Balas, adalah alat untuk membatasi arus, untuk melawan karakteristik
tahanan negatif dari berbagai lampu. Untuk lampu neon, membantu
meningkatkan tegangan awal yang diperlukan untuk memulai penyalaan.
b) Ignitor, digunakan untuk penyalaan awal lampu metal halide dan uap
sodium intensitas tinggi
Tabel Karakteristik Kinerja Pencahayaan dari Luminer
Kinerja Sistem Pencahayaan
Berdasarkan SNI, kinerja sistem pencahayaan dibagi menjadi dua:
1. Intensitas pencahayaan. Standar Intensitas minimum yang dipersyaratkan untuk
ruangan tertentu berdasarkan fungsi ruangan tersebut.

Standar SNI untuk Intensitas Pencahayaan

2. Daya Pencahayaan
Standar SNI untuk daya listrik maksimum

Penentuan intensitas dan daya pencahayaan


 Penentuan intensitas cahaya sesuai dengan hasil pengukuran.
I = sigma lux/jumlah pengukuran
= Intensitas rata-rata (lumen/watt)

 Penentuan daya pencahayaan :


W = V I Cos phi (Watt)
Daya pencahayaan = W / area
Dimana area diasumsikan sama dengan area meja dengan ukuran lebar = 60
cm & panjang = 120 cm

 Besarnya efikasi ditentukan:


E = Intensitas pencahayaan / daya pencahayaan
= I / (W/m2) lumen/watt
C. Prosedur Kerja

Mempelajari dan memahami sistem pencahayaan dan menganalisis parameter-


parameter yang berpengaruh dalam sistem pencahayaan.

Mencari informasi-informasi mengenai objek yang akan di audit, misalnya mencatat


nameplat lampu, mencari tahu spesifikasi objek yang akan diaudit, dan mencari
standard-standard yang dapat menjadi acuan dalam mengaudit objek.

Menggunakan alat pelindung diri untuk mengindari kecelakaan kerja

Merangkai rangkaian pada meja praktikum untuk menghubungkan lampu


dengan sumber listrik. Dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Sebelum sumber arus diberikan pastikan saling terhubung terminal sumber


dan terminal lampu.
Ukur nilai dimensi meja praktikum, misalnya panjang, lebar, tinggi. Dan ukur nilai
intensitas cahaya alami sebelum praktikum berlangsung.

Nyalakan CB yang menghubukan lampu dengan sumber listrik, dan nyalakan alat
ukur listrik yang terpasang pada meja praktikum.

Menunggu sistem berjalan selama 5 menit, kemudian ukur nilai intensitas cahaya
dari lampu menggunakan luxmeter. Mengukur dilakukan di tiga posisi berbeda pada
meja praktikum.

Ukur parameter-parameter listik yang ada pada alat ukur selama 5 menit sekali,
seperti tegangan, arus, faktor daya, dan daya pada sistem selama proses
berlangsung.

Catat hasil praktikum ke dalam data pengamatan setiap 5 menit sekali.

Setelah selesai, matikan CB yang terhubung dan rapihkan alat-alat praktikum.


E. Informasi dan Deskripsi Kondisi
Dalam praktikum ini dilakukan di ruang laboratorium konservasi energi (gedung U
lantai 1), kami mengukur nilai lux dari lampu philips jenis esensial 11 W dengan
menggunakan luxmeter, meja kerja yang digunakan berukuran 151x 63 cm, dengan
ketinggian sebesar 57 cm, warna meja kerja yang menjadi objek pengukuran
berwarna putih dan sedikit kotor. Ruangan di laboratorium konservasi energi
berwarna krem kotor,lantai lab berwarna putih sedikit kotor, ketika praktikum
lampu Fluorescent yang berjumlah 6 pasang di lab tersebut dinyalakan. Kondisi
ruangan memiliki 9 buah jendela dengan dimensi 1,5 x 0,6 meter dan 9 buah jendela
dengan dimensi 0,6 x 0,6 meter, kondisi jendela tidak tertutupi kain hordeng
sehingga cahaya alami masuk ke ruangan, ukuran cahaya alami yang masuk ke
ruangan sebesar 52 lux. Alat ukur tegangan, arus, faktor daya, dan daya sudah
terpasang pada meja kerja. Nilai intensitas cahaya alami sebesar 52 lux dan lampu
ruangan berjumlah enam buah memiliki nilai intensitas sebesar 125 lux.

Tabel 1. Spesifikasi Lampu Philips Jenis Esensial 11 W


Spesifikasi Lampu Philips Jenis Esensial 11 W
Parameter Nilai Satuan
Daya (P) 11 Watt (W)
Tegangan (V) 220-240 Volt (V)
Frekuensi (f) 50-60 Hz
Arus (I) 80 mA
Lumen 594 Lm
Efikasi 54 Lm/watt
Meja Praktikum

63 cm
(Berwarna Putih Sedikit Kotor)

151 cm

Gambar 1. Dimensi Meja Praktikum dari atas


Titik lampu

13 cm
50 cm

94 cm

151 cm
Gambar 2. Dimensi titik lampu
Atap Meja Praktikum

57 cm
Meja Praktikum

Gambar 3 Dimensi tinggi lampu terhadap meja

Gambar 4. Single line diagram


F. Perhitungan
Intensitas Cahaya = 216,06 lux = 216,06 lumen/m2

𝑃
Daya Pencahayaan =𝐴
𝑉 . 𝐼 . 𝐶𝑜𝑠 𝜃
=
𝐴
224,68 x 0,065 x 0,38
=
0,9513

= 5,843 watt/m2
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑐𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
Efikasi = 𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑐𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛

216,06
=
5,843

= 36,977 lumen/watt (BASELINE)


Dari hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa nilai Efikasi Lampu Philips Jenis Esensial
11W adalah sebesar 36,977 lumen/watt
Intensiatas lampu = 216,06 lux
Daya Pencahayaan = 5,843 watt/m2
E =RxK
𝑁 . 𝐹 . 𝑈 .𝑀
R =
A
1 . 594 . 0,2 . 𝑀
R =
0,9513

misalnya nilai utility factor atau U = 0,2


R = 12,49M Lumen/watt
Misalnya nilai faktor perawatan atau M = 0,6
R = 7,49 lumen/watt
Bandingkan dengan Baseline sebesar 36,977 lumen/watt
36,977
U = x 0,2
7,49

U = 0,98737
Nilai utility factor sebesar 0,98737
Opsi 1 : Untuk memperbaiki nilai efikasi lampu dapat dilakukan dengan cara
melakukan perawatan, misalnya dengan cara membersihkan lampu dari debu maka
perubahan nilai M menjadi 0,8.

𝑁. 𝐹. 𝑈. 𝑀. 𝐾
E =
A
0,8
E = x 36,977
0,6

E = 49,30267 lumen/watt
0,8
Nilai Lux = 𝑥 216,06 lux
0,6

= 288,08 lux
Maka didapatkan nilai efikasi setelah pembersian lampu sebesar 49,30267
lumen/watt

Opsi 2 : Untuk memperbaiki nilai efikasi lampu dapat dilakukan dengan cara
mengganti lampu dengan merk dan jenis yang sama tanpa dibersihkan, sehingga
membuat nilai M menjadi 0,7.

𝑁. 𝐹. 𝑈. 𝑀. 𝐾
E =
A
0,7
E = 𝑥 36,977
0,6

E = 43,13983 lumen/watt
0,7
Nilai Lux = x 216,06 lux
0,6

= 252,07 lux
G. Pembahasan

Dalam praktikum audit sistem pencahayaan kami menggunakan lampu philips jenis
esensial 11W, praktikum dilakukan di laboratorium konservasi energi gedung
kuliah U, kami melakukan pengamatan pada sebuah meja dengan dimensi 151 x 63
cm, pada meja tersebut memiliki karakteristik berwarna putih sedikit kotor, tinggi
lampu dari meja sebesar 57 cm. Kondisi lab konservasi meliputi warna tembok
krem sedikit kotor, warna lantai putih sedikit kotor, memiliki 9 jendela berdimensi
1,5 x 0,6 meter dan 9 jendela yang berukuran 0,6 x 0,6 meter, jendela ini tanpa kain
hordeng sehingga cahaya alami dapat masuk ketika pengukuran, nilai intensitas
cahaya alami sebesar 52 lux. Pada saat praktikum lampu dalam ruangan dinyalakan,
jumlah lampu yang dinyalakan sebanyak 6 buah dengan ukuran lumen pada meja
kerja sebesar 125 lux. Pengukuran nilai parameter dilakukan setiap selang waktu 5
menit sekali, kami melaakukan pengukuran sebanyak 6 kali. Parameter-parameter
yang diukur selama praktikum antara lain nilai intensitas cahaya, tegangan, arus,
faktor daya dan daya. Alat ukur yang digunakan sudah terpasang di meja kerja.
Pengukuran intensitas cahaya yang dihasilkan dari lampu rata-rata sebesar 216,06
lux, dengan nilai daya penyinaran sebesar 5,843 watt/m2, dan nilai efikasi sebesar
36,977 lumen/watt. Baseline yang saya dapat sebesar 36,977 lumen/watt sedangkan
standard dari spesifikasi lampu intensitasnya sebesar 594 lux dan efikasinya
sebesar 54 lumen/watt. Perbedaan tersebut disebabkan karena pengaruh dari faktor
utilitas dan faktor perawatan. Faktor utilitas yang berpengaruh adalah warna meja
kerja yang tidak putih bersih atau terdapat sedikit kotoran, jendela yang tidak
dipasang hordeng sehingga membat cahaya alami masuk ke dalam ruangan, warna
cat tembok yang sedikit kotor, dan ketinggian pemasangan lampu ini yaitu sebesar
57 cm. Faktor perawatan yaitu terdapat debu pada lampu, bedu ini dapat
mempengaruhi intensitas cahaya lampu yang terukur, semakin besar ketebalan debu
maka nilai intensitas lampunya semakin rendah.

Dari hasil yang sudah didapatkan maka kita dapat menentukan peluang untuk
mengefisiensikan lampu tersebut, kami telah menganalisis peluang untuk
mengefisiensikan lampu philips jenis esensial 11 W dengan 2 opsi pilihan, opsi
pertama adalah melakukan perawatan pada lampu dengan cara membersihkan
lampu dari debu, dengan langkah tersebut pengaruh yang dirasakan adalah nilai M
atau mantanance factor semakin tinggi dari nilai M sebelumya, dalam perhitungan
kami nilai M naik dari 0,6 menjadi 0,8. Kenaikan ini mengakibatkan perbaikan nilai
efikasi lampu yaitu dari 36,977 menjadi 49,30267 lumen/watt dan nilai lux dari
216,06 lux menjadi 288,08 lux.

Opsi kedua adalah dengan mengganti lampu yang baru dengan jenis yang sama
yaitu philips jenis esensial 11 W, penggantian lampu tersebut mengakibatkan
perubahan nilai utility factor dari 0,6 menjadi 0,7 dan peningkatan nilai intensitas
cahaya lampu dari 216,06 lux menjadi 252,07 lux dan nilai efikasi dari dari 36,977
lumen/watt menjadi 43,13983 lumen/watt.
H. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah kami buat didapatkan hasil bahwa

1. memperbaiki nilai efikasi dari lampu philips jenis esensial 11 W dapat


dilakukan dengan cara merubah nilai utility factor dan mantanance factor.
2. Untuk merubah nilai utility factor dengan cara menutup jendela dengan
hordeng sehingga tidak ada cahaya alami yang masuk ke ruangan, ngecat
ulang meja kerja sampai putih bersih sehingga efek pantulan dapat optimal.
3. Untuk merubah nilai mantanance dengan cara mengganti lampu yang baru
dengan merk dan jenis yang sama dan membersihkan lampu dari debu.
4. Nilai Intensitas cahaya lampu yang terukur sebesar 216,06 lux dan efikasi
sebesar 36,977 lumen/watt.
5. Opsi untuk yang kami pilih untuk meningkatkan nilai efikasi pada sistem
pencahayaan ini adalah dengan membersihkan lampu daari debu pengotor,
analisis perbaikannya efikasinya sebesar 49,30267 lumen/watt, dan luxnya
sebesar 288,08 lux.
DAFTAR PUSTAKA

Blocher, Richard. Dasar Elektronika. Yogyakarta : Penerbit Andi; 2003

HaGe. 2008. Instalasi Penerangan : Teori Dasar Pencahayaan http://dunia-

listrik.blogspot.co.id/2008/12/instalasi-penerangan-teori-dasar.html [12

Maret 2018]

Hakim, Lukman. 2014. Analisa Performa Sistem Pencahayaan Ruang Kelas

Mengacu Pada Standar Kegiatan Konservasi Energi. Jurnal Teknik Elektro

dan Komputer, Politeknik Caltex Riau Vol.2, No.1, April 2014, 51-58.

Pekanbaru

Muhaimin, Teknologi Pencahayaan, Refika Aditama, Malang, 2001.

Noname. http://eprints.polsri.ac.id/1467/3/Bab%202.pdf [12 Maret 2018]

Noname. SNI 03-6197-2000: Konservasi Energi Pada Sistem Pencahayaan, Badan

Standarisasi nasional, 2000

Philips Raih Penghargaan Penemuan Terbaik 2009


LAMPIRAN

Gambar 1. Kondisi meja Gambar 2. Luxmeter

Gambar 3. Kondisi ketika pengukuran

You might also like