BAB II Benar Kak Sarinah

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Defenisi
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari Bahasa India
kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum Masehi. Kata lepra ada disebut dalam
kitab injil, terjemahan dari bahasa Hebrew Zaarath, yang sebenarnya beberapa
penyakit kulit lainnya. (Linuwih, 2010)
Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan dengan kuman
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat dan menahun. Saraf
tepi/perifer sebagai afinitas pertama kemudian kulit dan mukosa saluran napas
bagian atas, kemudian dapat ke organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat.
(RI, 2015)
2. Etiologi
Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan
oleh G.A Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum
juga dapat dibiakkkan dalam media artificial. Mycobacterium leprae berbentuk
basil dengan ukran 3-8 Um x 0,5Um, tahan asam dan alcohol, serta positif-
Gram. (Linuwih, 2010)
3. Cara Penularan
Sampai saat ini hanya manusia satu-satunya yang dianggap sebagai
sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse
dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar timus. Kuman kusta
banyak ditemukan dimukosa hidung manusia. Pada pasien kusta tipe
Lepromatosa telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas merupakan sumber
kuman.
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2 sampai 5 tahun akan
tetapi dapat juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila Mycobacterium
leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh pasien dan masuk ke dalam tubuh
orang lain.
Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama
dengan pasien. Pasien yang sudah minum obat MDT tidak menjadi sumber
penularan kepada orang lain. Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta
setelah kontak dengan pasien kusta karena adanya factor kekebalan tubuh.
4. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda tersangka kusta:
1. Tanda-tanda pada kulit
a. Bercak kulit yang eritema atau hipopigmentasi (gambaran yang paling
sering ditemukan), datar atau menimbul
b. Bercak hipoestesi atau anestesi
c. Bercak yang tidak gatal
d. Baal atau parestesi pada tangan dan kaki
e. Kulit mengkilap atau kering bersisik
f. Adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat (anhidrosis) dan atau talis
mataidak berambut (madarosis)
g. Bengkak atau penebalan pada wajah dan cuping telinga
h. Lepuh tidak nyeri pada tangan dan kaki
2. Tanda-tanda pada saraf
a. Nyeri tekan dan atau spontan pada saraf
b. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk, dan nyeri pada anggota gerak.
c. Kelemahan anggota gerak dan atau kelopak mata (WHO 2012)
d. Adanya cacat (deformitas)
e. Luka (ulkus) yang sulit sembuh
3. Lahir dan tinggal di daerah endemik kusta dan mempunyai kelainan kulit
yang tidak sembuh dengan pengobatan rutin, terutama biIa terdapat
keterlibatan saraf tepi.
Tanda-tanda tersebut merupakan tanda-tanda tersangka kusta dan belum
dapat digunakan sebagai dasar diagnosis penyakit kusta. Jika diagnosis kusta
masih belum dapat ditegakkan, tindakan yang dapat dilakukan adalah:
- Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (seperti panu, kurap, kudis,
psoriasis, vitiligo)
- Pengambilan kerokan jaringan kulit
- Bila tidak ada petugas terlatih dan tidak tersedia sarana pemeriksaan
kerokan jaringan kulit, tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya tanda
utama. Jika ditemukan tanda utama, diagnosis kusta dapat ditegakkan.
Bila masih meragukan, suspek harus dirujuk.
Perlu diingat bahwa tanda-tanda utama tersebut dapat tetap ditemukan
pada pasien yang sudah sembuh atau release from treatment (RFT).
Anamnesis yang teliti perlu dilakukan untuk menghindari pengobatan
uiang yang tidak perlu.
5. Patofisiologi dan Pathway
Mycobacterium Leprae adalah organisasi tahan asam intrasel yang
sangat sulit tumbuh dalam biakan, tetapi dapat ditumbuhkan dalam almadilo
(trenggileng), kuman ini tumbuh lebih lambat dari pada micobacretium lain dan
tumbuh paling subur pada suhu 32 C sampai 34 C, yakni suhu kulit manusia dan
suhu tubuh inti armadilo, seperti M. Tuberkulosis, M. Leprae tidak
mengeluarkan toksin dan virulensinya didasarkan pada sifat dinding selnya.
Dinding selnya cukup mirip dengan dinding M. Tuberkulosis sehingga
imunisasi BCG sedikit banyak memberi perlindungan terhadap infeksi M.
Leprae. Imunitas seluler tercermin oleh reaksi hipersensitivitas, tapi lambat
terhadap penyuntikan ekstrak bakteri yang disebut lepromin kedalam kulit.
Kusta lepramatosa mengenai kulit, saraf perifer, kamera anterior mata,
saluran pernapasan atas (hingga laring), testis, tangan dan kaki. Organ vital dan
susunan saraf pusat jarang terkena, mungkin karena suhu inti tubuh terlalu
tinggi untuk tumbuhnya Mycobacterium Leprae. (aljazuli, 2014). Lesi
lepramatosa mengandung agregat makrofat penuh lemak (sel kusta), yang
sering terisi oleh massa basil tahan asam. Kegagalan menahan infeksi
membentuk granuloma mencerminkan rendahnya respon Th1. Terbentuk lesi
makuler, popular, nodular diwajah, telinga, pergelangan tangan, siku, dan lutut.
Seiring dengan perkembangan penyakit, lesi nodular menyatu untuk
menimbulkan fasies leonine (muka singa) yang khas, sebagian besar lesi kulit
hipoestetik atau anestetik. Lesi dihidung dapat menyebabkan peradangan
persisten dan pembentukan duh yang penuh basil. Saraf perifer terutama nervus
ulnaris dan perineus dibagian yang dekat kulit, diserang mycobakteri disertai
reaksi peradangan minimal. Hilangnya sensibilitas dan kelainan-kelainan trofik
ditangan dan kaki mengikuti lesi saraf. Kelenjar limfe memperlihatkan agregat
makrofak berbusa didaerah parakorteks (sel T), disertai pembesaran sentrum
germinativum, pada penyakit tahap lanjut, agregat makrofak juga terbentuk di
pulpa merah limpa dan hati. Testis biasanya banyak mengandung basil, disertai
dektruksi tubulus seminiferus dan sterilitas. (Contran, 2009)
Pathway
Etiologi:
Mycobacterium leprae
(Bersifat BTA dan Obliga Tintraseluller)

Menyerang saraf perifer, kulit, mukosa saluran pernapasan bagian atas

Derajat imunitas tinggi Derajat imunitas

Tuberkuloid Terjadi proses lepromatosis

Gangguan saraf tepi, saraf Benjolan-benjolan kecil


perifer disertai rontok bulu
rambut, cuping telinga,
muka singa, kemerahan
Kelainan kulit berupa
bercak putih, bercak
tampak kering dan mati
Gangguan rasa nyaman
rasa sama sekali
nyeri

Kecacatan akibat
kerusakan jaringan tubuh
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dengan spektrum
yang berada diantara dua bentuk klinis dari lepra yaitu bentuk lepramatosa dan
tuberkuloid.
Pada bentuk lepramatosa;
1. Kelainan kulit berbentuk; nodula, papula, macula dan infiltrate yang difus
tersebar simetris bilateral dan biasanya ekstensif dan dalam jumlah banyak.
Terkenanya daerah hidung dapat membentuk krusta, tersumbatnya jalan
napas dan dapat terjadi epistaksis.
2. Mata dapat menimbulkan; iritis dan keratitis
3. Pada kusta tuberkuloid
Pada bentuk tubekuloid;
Lesi kulit biasanya tunggal dan jarang, batas lesi tegas, mati rasa atau
hipoetesi asimetris bilateral, saraf biasanya cenderung menjadi semakin berat.
Kusta bentuk borderline mempunyai gambaran dari kedua tipe kusta
diatas dan lebih labil. Mereka cenderung menjadi tipe lepramatosa jika
penderita tidak diobati dengan benar dan menjadi tipe tuberkuloid pada
penderita yang diobati dengan benar. (Firdaus J. unoli, 2012)
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah memutuskan mata
rantai penularan, mencegah resisten obat, memperpendek masa pengobatan,
meningkatkan keteraturan berobat dan mencegah terjadinya cacat atau
mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan.
Dengan matinya kuman, maka sumber penularan dari pasien, terutama
tipe MB ke orang lain terputus. Cacat yang sudah terjadi sebelum pengobatan
tidak dapat diperbaiki dengan MDT.
Multi Drug Therapy (MDT) adalah kombinasi dua atau lebih obat anti
kusta salah satunya Rifampisin sebagai anti kusta yang bersifat bakterisidal kuat
sedangkan obat anti kusta lain bersifat bakteriostatik. Adapun kelompok orang
yang mendapatkan MDT antara lain:
1. Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum pernah mendapat MDT
2. Pasien yaitu pasien yang mengalami relaps, default, pindah berobat dan
ganti klasifikasi/tipe.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh WHO. Sebagai berikut:
1. Pasien Pasusibasiler (PB)
Dewasa
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum didepan petugas)
 2 kapsul rifampsisin@300 mg (600 mg)
 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Pengobatan harian: hari ke-2-28
 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 6 blister yang diminum selama
6-9 bulan
2. Pasien Multibasiler (MB)
Dewasa
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum didepan petugas)
 2 kapsul rifampsisin@300 mg (600 mg)
 3 tablet lampren @100 mg (300 mg)
 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Pengobatan harian: hari ke-2-28
 1 tablet lampren 50 mg
 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama
12-18 bulan
3. Dosis MDT PB untuk anak (umur 10-14 tahun)
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum didepan petugas)
 2 kapsul rifampsisin 150 mg dan 300 mg
 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Pengobatan harian: hari ke-2-28
 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 6 blister yang diminum selama
6-9 bulan
4. Dosis MDT MB untuk anak (umur 10-14 tahun)
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum didepan petugas)
 2 kapsul rifampsisin 150 mg dan 300 mg
 3 tablet lamren @ 50 mg (150 mg)
 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Pengobatan harian: hari ke-2-28
 1 tablet lamren 50 mg selang sehari
 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama
12-18 bulan
Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk
blister.
Dosis anak disesuaikan dengan berat badan:
 Rifampisin: 10-15 mg/kgBB
 Dapson: 1-2 mg/kgBB
 Lamren: 1 mg/kgBB
Obat penunjang pendamping MDT yaitu vitamin/roboransia
Pasien dengan keadaan khusus seperti
1. Hamil dan menyusui: regimen MDT aman untuk ibu hamil dan
anaknya
2. Tuberculosis: bila seseorang menderita tuberculosis (TB) dan kusta,
maka pengobatan antituberkulosis dan MDT dapat diberikan
bersamaan, dengan dosis rifampisin sesuai dosis untuk tuberkulosis.
a. Untuk pasien TB yang menderita kusta tipe PB
Untuk pengobatan kusta cukup ditambahkan dapson 100 mg,
karena rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama
pengobatan tetap sesuai dengan jangka waktu pengobatan PB
b. Untuk pasien TB yang menderita kusta tipe MB
Pengobatan kusta cukup dengan dapson dan lampren karena
rifampisinsudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap
disesuaikan dengan jangka waktu pengobatan MB. Jika
pengobatan TB sudah selesai maka pengobatan kusta kembali
sesuai blister MDT.
3. Untuk pasien PB yang alergi terhadap dapson, dapson dapat diganti
dengan lampren
4. Untuk pasien MB yang alergi terhadap dapson, pengobatan hanya
dengan dua macam obat saja, yaitu dan lampren sesuai dosis dan
jangka waktu pengobatan MB.
Efek samping dan penanganan pasien kusta jarang mengalami efek
samping dari obat-obat kusta yang diberikan. (RI, Pedoman
Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta , 2015)
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan bakteriologis; kerokan kulit pada cuping telinga kiri atau
kanan
B. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
Menurut friedman 1998 proses keperawatan merupakan pusat bagi semua
tindakan keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam
kerangka referensi tertentu, konsep tertentu dan teori.
a. Definisi
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individual mempunyai peran masing –
masing yang merupakan bagian dari keluarga. (Suprayitno, 2004 : 1)
Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga
mempunyai ikatan emosional , dan mengembangkan dalam intelaransi sosial,
peran dan tugas. (Muhlisin, 2012)
Dari kedua definisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keluarga
adalah:
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau terpisah tetapi tetap
memperhatikan satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing – masing
mempunyai peran sosial: suami, istri, anak, kakak dan adik.
d. Mempunyai tujuan: menciptakan dan mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.
(Muhlisin, 2012)
Dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga friedman (1998) menjelaskan proses
asuhan keperawatan keluarga terdiri dari 5 langkah dasar meliputi;
1. Pengkajian
Menurut Suprayitno (2004) kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian
meliputi; pengumpulan informasi dengan cara sistematis dengan menggunakan
suatu alat pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa
a. Pengumpulan data
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal,
dan tipe keluarga.
2) Latar belakang budaya/kebiasaan keluarga
a) Kebiasaan makan
b) Pemanfaatan fasilitas kesehatan
c) Pengobatan tradisional
3) Status sosial ekonomi
a) Pendidikan
b) Pekerjaan dan penghasilan
4) Tingkat perkembangan dan riwayat keluarga
Menurut friedman dalam Suprayitno (2004) riwayat keluarga mulai lahir
hingga saat ini termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta
pengalaman kesehatan.
Hub.Kel
No Nama Jenis Umur Pendidikan Status Imunisasi
KK
BCG Polio DPT Hepatitis Campak Ket
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3
5) Aktifitas
Aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan
tekanan darah (hipertensi). Serangan hipertensi dapat timbul sesudah
atau waktu melakukan kegiatan fisik seperti olahraga.

6) Data lingkungan
a) Karakteristik rumah
b) Karakteristik lingkungan
7) Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga
melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. Menurut Parad
dan Caplan dalam Suprayitno (2004: 7) struktur keluarga terdiri dari 4
elemen yaitu:
a. Struktur peran keluarga, menggambarkan peran masing – masing
anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya dilingkungan
masyarakat atau peran formal dan informal.
b. Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang
dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan.
c. Pola kominikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan
komunuikasi ayah - ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak
dengan anak dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dan
keluarga inti.
d. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota
keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk
mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.
8) Fungsi Keluarga
Menurut friedman dalam Suprayitno (2004) fungsi keluarga adalah
sebagai berikut;
a. Fungsi efektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang
utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan anggota lain. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota
keluarga.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi ( socialization and social
placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat
melatih anak untuyk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
c. Fungsi reproduksi ( the reproductive function adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi ( the economic function ) yaitu keluarga berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat
untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan ( the health care
function ) yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki pruduktivitas tinggi,fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
9) Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami
masalah yang belum terselesaikan.
10) Pemeriksaan fisik anggota keluarga
Pemeriksaan fisik dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kaki
untuk semua anggota keluarga. Setelah ditemukan masalah kesehatan,
pemeriksaan fisik lebih terfokuskan.
11) Koping keluarga
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping
keluarga tidak efektif, maka ini menjadi stress anggota keluarga yang
berkepanjangan.
2. Diagnosa
Perumusan diagnosis keperawatan dapat diarahkan kepada sasaran
individu dan atau keluarga. Komponen diagnosis keperawatan melipti
masalah(Problem), penyebab (Etiologi), dana tau tanda (Sign).
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga menggunakan aturan yang
telah disepakati, teridir dari;
1. Masalah (Problem, P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota
(individu) keluarga.
2. Penyebab (Etiology, E) adalah suatu pernyataan yang dapat
menyebabkan masalah dengan mengacu kepada lima tugas keluarga,
yaitu mengenal masalah, mengambil keputusan yang tepat, merawat
anggota keluarga, memelihara lingkungan atau memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Tanda (Sign, S) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang
diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak yang
mendukung masalah dan penyebab.
Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi 3
kelompok yaitu;
1. Diagnosis aktual adalah masalah keperawatan yang sedang dialami
keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat
2. Diagnosis risiko/risiko tinggi adalah masalah keperawatan yang
belum terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan
aktual dapat terjadi dengan cepat. Apabila tidak segera mendapat
bantuan perawat.
3. Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga
ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya
dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan
dapat ditingkatkan
No Kriteria Skor Bobot
Sifat masalah:
· Tidak/kurang sehat. 3
1 1
· Ancaman kesehatan. 2
· Krisis atau keadaan sejahtera. 1
Kemungkinan masalah dapat diubah:
· Dengan mudah. 2
2 2
· Hanya sebagian. 1
· Tidak dapat. 0
Potensial masalah untuk dicegah:
· Tinggi. 3
3 1
· Cukup. 2
· Rendah. 1
Menonjolnya masalah:
· Masalah berat harus segera ditangani 2
4 · Ada masalah, tetapi tidak perlu harus 1 1
segera ditangani
· Masalah tidak dirasakan 0

Penilaian (skoring) diagnosis keperawatan


Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosis keperawatan lebih dari
satu. Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan
Maglaya (1978).
Proses skoringnya dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan;
 Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
 Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot

Skor yang diperoleh


x bobot
Skor tertinggi

 Jumlahkan skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah
bobot yaitu lima)

You might also like