Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan
fisik dan biologis dari seorang wanita yang mengalaminya. Sebagian besar kaum
wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui
tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat
menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan biologis yang kompleks,
memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang
terjadi..
Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai beberapa
macam perubahan post partum. Beberapa perubahan dibutuhkan oleh wanita dalam
menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-
bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun biologis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan post partum?
2. Apa saja perubahan fisiologis yang terjadi pada saat nifas?
3. Bagaimana pemeriksaan fisik pada ibu post partum?
4. Bagaimana kebutuhan nutrisi ibu pada saat nifas?
5. Bagaimana kebutuhan nutrisi ibu menyusui?

C. Tujuan Pembahasan
1. Memahami dan mengetahui pengertian post partum.
2. Memahami dan mengetahui perubahan fisiologis pada saat nifas.
3. Memahami dan mengetahui pemeriksaan fisik pada ibu post partum.
4. Memahami dan mengetahui kebutuhan nutrisi ibu pada saat nifas.
5. Memahami dan mengetahui kebutuhan nutrisi ibu menyusui.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI POST PARTUM / NIFAS


Berikut ini adalah beberapa pengertian dari nifas:
1. Nifas disebut juga sebagai puerperium atau periode pasca persalinan/ post
partum.
2. Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai, dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Hanifa W, dalam Ilmu Kebidanan, 1995).
3. Istilah puerperium (berasal dari kata puer artinya anak, parele artinya
melahirkan) menunjukkan periode 6 minggu yang berlangsung antara
berakhirnya periode persalinan dan kembalinya organ-organ reproduksi wanita
ke kondisi normal seperti sebelum hamil (Reeder, dalam Maternity Nursing,
1987)
4. Puerperium (masa nifas) adalah periode pemulihan dari perubahan anatomis
dan fisiologis yang terjadi selama kehamilan.
5. Masa nifas atau puerperium adalah masa yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti ke keadaan
sebelum hamil, dimana masa ini berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Maryunani, 2009).
6. Periode postpartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir periode inpartu) sehingga kembalinya reproduksi wanita
pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga puerperium, dan wanita yang
mengalami puerperium disebut puerpera. Periode pasca partum berlangsung
sekitar 6 minggu (Varney, 2007).
7. Nifas adalah periode 6 minggu pasca persalinan, disebut juga
masa involusi (periode dimana sistem reproduksi wanita pasca persalinan
kembali kepada keadaannya seperti sebelum hamil) (Marjono, 1999).
8. Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan waktu kembali
pada keadaan tidak hamil dan penyesuaian terhadap penambahan keluarga baru
(Hamilton, 1995).
9. Postpartum adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6
miggu (Prawirohardjo, 1995).

2
10. Postpartum adalah masa sesudah persalinan yang memerlukan masa
penyesuaian fisik dan psikologis, mulai dari kelahiran bayi sampai dengan
kembalinya organ-organ reproduksi kepada keadaan semula seperti pada
sebelum hamil (Bobak, 1995).

B. FISIOLOGIS POST PARTUM


1. Perubahan sistem reproduksi
a. Uterus
Pada uterus terjadi proses involusi, adalah proses kembalinya uterus
kedalam keadaan sebelum hamil. Proses ini dimulai setelah plasenta keluar
akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Dalam 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai kurang lebih 1 cm diatas
umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung
dengan cepat. Fundus turun kira-rira 1-2 cm dalam 24 jam. Pada hari pasca
partum ke enam fundus nomal akan berada pada di pertengahan antara
umbilicus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa di palpasi pada abdomen pada
hari ke 9 pasca partum.

Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :


1) Iskemia miometrium

3
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemia dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
sempat mengendur. Hal ini disebabkan karena penurunan hormone
esterogen dan progesterone.
3) Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplay darah ke uterus. Proses ini menbantu untuk
mengurangi perdarahan. Penurunan ukuran uterus yang cepat itu di
cerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun krluar dari
abdomen dan kembali menjadi organ pelvis.

Diametar
Berat
bekas
Involusi Tinggi fundus uteri uterus Keadaan serviks
melekat
(gr)
plasenta (cm)
Bayi lahir Setinggi pusat 1.000
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 12,5 Lembek
Satu minggu Pertengahan pusat- Beberapa hari setelah
500 7,5
simfisis post partum dapat di lalui
Dua minggu Tak teraba di atas 2 jari
350 3-4
simfisis Akhir minggu pertama
Enam Bertambah kecil dapat dimasuki 1 jari
50-60 1-2
minggu
Delapan
Sebesar normal 30
minggu

b. Involusi tempat plasenta

4
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat
luka ini mengecil, pada akhir minggu ke 2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir
nifas 1-2 cm. penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan
nifas bekas plasenta mengandung banyak mengandung pembuluh darah besar
yang tersumbat oleh thrombus.
Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka
bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini
sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi di ikuti pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka. endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
c. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut
kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur
yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita
mengeluh "kandungannya turun" setelah melahirka oleh karena ligamen, fasia,
dan jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendur.
d. Perubahan pada Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan
yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan
menganga seperti corong Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-
olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin.
warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Beberapa hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui oleh 2
jari pinggir-pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan dalam
persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan
lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari kanalis servikallis.
Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks
memanjang seperti celah. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium
eksternum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil. Pada umumnya
ostium eksternum lebih besar dan tetap terdapat retak-retak dan robekan-
robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh karena
5
robekan ke samping ini terbentuklah bibir depan dan bibir belakang pada
serviks.
e. Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan
keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut
dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat
daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau
yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda
pada setiap wanita. Sekret mikroskopik lokia terdiri atas eritrosit, peluruhan
desidua, sel epitel, dan bakteri, Lokia mengalami perubahan karena proses
involusi Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya di
antaranya sebagai berikut.
1) Lokia rubra/merah (kruenta)
Lokia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan
mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari
desidua dan chorion. Lokia ini terdiri atas sel desidua, verniks caseosa,
rambut lanugo, sisa mekoneum, dan sisa darah
2) Lokia sanguinolenta
Lokia ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena
pengaruh plasma darah, pengeluarannya pada hari ke-3-5 hari
postpartum.
3) Lokia serosa
Lokia ini muncul pada hari ke-5-9 postpartum. Warnanya biasanya
kekuningan atau kecokelatan. Lokia ini terdiri atas lebih sedikit darah
dan lebih banyak serum, juga terdiri atas leukosit dan robekan laserasi
plasenta.
4) Lokia alba
Lokia ini muncul lebih dari hari ke-10 postpartum. Warnanya lebih
pucat, putih kekuningan, serta lebih banyak mengandung leukosit,
selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati.
6
Bila pengeluaran lokia tidak lancar, maka disebut lochiastasis. Jika lokia
tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa
plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan
retroflexio uteri. Lokia mempunyai suatu karekteristik bau yang tidak sama
dengan sekret menstrual. Bau yang paling kuat pada lokia serosa dan harus
dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi.
Lokia disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam postpartum
yang selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lokia rubra, sejumlah
kecil sebagai lokia serosa, dan sejumlah lebih sedikit lagi lokia alba. Umumnya
jumlah lokia lebih sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring
daripada berdiri. Hal terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas
manakala wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar
manakala dia berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan lokia kira-kira 8 oz
atau sekitar 240-270 ml.
f. Perubahan pada vagina dan Perineum
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa
vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali
secara bertahap pada ukuran sebelum hamil selama 6-8 minggu setelah bayi
lahir. Rugae akan kembali terlihat sekitar minggu keempat, walaupun tidak
akan menonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih
secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-
kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina
terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium.
Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina
dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat
koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan
menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas
larut air saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.

2. Perubahan tanda-tanda vital


a. Suhu badan
Satu hari postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5-38°C) sebagai akibat
kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan. dan kelelahan. Apabila
keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan
7
naik lagi karena ada pembentukan ASI dan payudara menjadi bengkak,
berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan
adanya infeksi pada endomentrium, mastisis, traktus genitalis, atau sistem lain
b. Nadi
Denyut nadi norma pada orang dewasa 60-80 x/menit. Sehabis melahirkan
biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
c. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah
melahirkan karena ada pendarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartumdapat
menandakan terjadinya preeklamsia postpartum.
d. Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi
Bila suhu nadi tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali
apabila ada gangguan khusus pada saluran napas.

3. Perubahan sistem kardiovaskular


a. Volume Darah
Perubahan volume darah bergantung pada beberapa faktor, misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi, serta pengeluaran cairan
ekstravaskular (edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat
penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi
perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah menurun
dengan lambat. Pada minggu ke-3 dan ke-4 setelah bayi lahir,volume darah
biasanya menurun sampai mencapai volume darah sebelum hamil. Pada
persalinan pervaginami ibu kehilangan darah sekitar 300-400 CC. Bila
kelahiran melalui SC, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan
terdiri atas volume darah dan hematokrit (haemoconcentration). Pada persalinan
per vaginam, hematokrit akan naik, sedangkan pada SC, hemaktokrit cenderung
stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Tiga perubahan fisiologi pascapartum yang terjadi pada wanita antara
lain sebagai berikut :
1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh
darah maternal 10-15% .

8
2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus
vasodilatasi.
3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskular yang disimpan selama wanita
hamil.
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya
melintasi sirkulasi uteroplasenta tiba tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini
meningkat pada semua jenis kelahiran.

4. Perubahan sistem Hematologi


Selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma, serta
faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah lebih mengental dengan
peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat di mana jumlah sel darah putih dapat mencapai
15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari
masa postpartum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih biasa naik sampai 25.000-30,000
tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama,
Jumlah hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-
awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah. Volume plasenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah akan dipengaruhi oleh status gizi wanita
tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan
darah sekitar 200-500 ml Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada
hari ke-3 sampai ke-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu
postpartum.

5. Sistem pencernaan pada masa nifas


a. Nafsu Makan
Ibu biasanya merasa lapar segera setelah melahirkan sehingga ia boleh
mengonsumsi makanan ringan. Ibu sering kali cepat lapar setelah melahirkan
9
dan siap makan pada 1-2 jam post-primordial, dan dapat ditoleransi dengan diet
yang ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh
makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan
sering ditemukan.
Sering kali untuk pemulihan nafsu makan, diperlukan waktu 3-4 hari
sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun
setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama
satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong
jika sebelum melahirkan diberikan enema.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia
bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c. Pengosongan Usus
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare
sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi.
Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang
dirasakannya di perineum akibat episiotomi laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan
buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.
Kebiasaan mengosongkan usus secara regular perlu dilatih kembali untuk
merangsang pengosongan usus.
Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang
berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan
seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk
defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam
minggu pertama. Supositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu
nifas. Akan tetapi, terjadinya konstipasi juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya
pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila ibu buang air
besar.

6. Perubahan sistem perkemihan


10
1) Fungsi Sistem Perkemihan
a. Mencapai hemostatis internal.
 Keseimbangan cairan dan elektrolit
Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri atas air dan unsur-unsur yang
terlarut di dalamnya. Sebanyak 70% -dari air tubuh terletak di dalam
sel sel dan dikenal sebagai cairan intraselular Kandungan air sisanya
disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular dibagi antara plasma
darah dan cairan yang langsung memberikan lingkungan segera untuk
sel-sel yang disebut cairan interstisial.
 Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan
keseimbangan cairan dalam tubuh.
 Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi
pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
b. Keseimbangan asam basa tubuh
Batas normal ph cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila ph 7,4 disebut
alkalosis dan jika ph <7,35 disebut asidosis.
c. Mengeluarkan sisa metabolisme, racun, dan zat toksin
Ginjal mengekskresi hasil akhir metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama: urea, asam urat, dan kreatinin.
2) Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan penyebab penurunan fungsi
ginjal selama masa postpartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu
bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira 2-8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan serta dilatasi ureter dan pelvis ginjal kembali ke
keadaan sebelum hamil. Pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius
bisa menetap selama tiga bulan.
3) Komponen Urine
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria
positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. Blood Urea Nitrogen
(BUN) yang meningkat selama pasca-partum, merupakan akibat autolisis uterus
yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga

11
menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah
wanita melahirkan, Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita. Asetonuria dapat
terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah
suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
4) Diuresis Postpartum
Dalam 12 jam pasca melahirkan ibu mulai membuang kelebihan
cairanyang tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk
mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas,
terutama pada malam hari, selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan. Diuresis
pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan
volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi
kelebihan cairan.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kgselama masa postpartum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang di
sebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water
metabolisme of pregnancy).
5) Uretra dan Kandung Kemih
Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih
dapat mengalami hiperemia dan edema, seringkali disertai di daerah-daerah kecil
hemoragi. Kandung kemih yang udema, terisi penuh, dan hipotonik dapat
mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tak sempurna, dan urine
residual. Hal ini dapat dihindari jika dilakukan asuhan untuk mendorong
terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk
berkemih. Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering
menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih.
Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi
trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir,
dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun.
Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan,
laserasi vagina, atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih.

12
Penurunan berkemih terjadi seiring diuresis postpartum dapat menyebabkan
distensi kandung kemih.
Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan
dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat
uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi
yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap
infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi
berlebih pada kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni).
Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih
biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir.

C. PEMERIKSAAN FISIK POST PARTUM


Keadaan umum
Penilaian yang dikaji antara lain: keadaan sakit pasien didapat hasil inspeksi
seperti, tampak sakit berat, sedang, ringan, badan sakit. hasil pengamatan seperti:
pasien menggunakan 02, NGT, respiratori dan lain-lain.
Tingkat kesadaran: derajat hubungan antara hemispherium cerebri dengan
reticular activaing system (dibagian atas batang otak, kesadaran mempunyai dua
komponen: fungsi mental keseluruhan serta derajat "awas-waspada", macam-
macam tingkat kesadaran: compos mentis. apatis, somnolen, sopor, soporo comatus,
coma.
Penilaian pada glasgow coma scale
Keterangan:
1) Compos mentis: sadar penuh
2) Apatis: perhatian berkurang
3) Somnolen: mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara
4) Spoor: dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan
5) Soporo comatus: hanya tinggal reflek corena (sentuhan ujung kapas pada
kornea akan menutup kornea mata)
6) Coma: tidak memberi respon sama sekali
Respon motorik
1) Nilai 6: mampu mengikuti perintah sederhana
2) Nilai 5: mampu menunjuk dengan tepat
3) Nilai 4: Flexi menjauh dari rangsang nyeri yang diberikan
13
4) Nilai 3: Flexi abnormal
5) Nilai 2: Extensensi abnormal
6) Nilai 1: Sama sekali tidak ada respon
Respon verbal/bicara
1) Dyphasia/aphasia
2) Mengalami trauma mulut
3) Dipasang ETT
4) Nilai 5: orientasi penuh
5) Nilai 4: "confuse"
6) Nilai 3: bicara tidak jelas
7) Nilai 2: bisa bersuara tapi tidak jelas
8) Nilai 1: tidak bersuara apapun walau diberi rangsangan
Membukanya mata:
1) Periksalah rangsang minimum yang bisa membuka satu/ kedua matanya
2) Nilai 4: mata membuka spontan
3) Nilai 3: Mata baru membuka kalau diajak bicara
4) Nilai 2: Mata membuka hanya kalau dirangsang kuat/nyeri
5) Nilai 1 Tidak membuka mata walaupun diberikan rangsang nyeri
1. Kepala
Pemeriksaan sistematik: keadaan rambut dan higienis, hidrasi kulit daerah
dahi, ada tidaknya Palpebrae, bagaimana dengan sclera dan conjunctiva,
tekanan bola mata, pupil dan repleks cahaya, visus ketajaman penglihatan,
rongga hidung dari depan, daun telinga, liang telinga dan membran tympani,
fungsi pendengaran, hiegene rongga mulut, gigi-geligi, lidah, tonsil dan faring.
2. Payudara
Pada saat pemeriksa melakukan pemeriksaan payudara sebelumnya lakukan
pemeriksaan pandang (Inspeksi) pada kedua payudara dimana ibu dalam posisi
duduk kedua tangan dibelakang kepala, lihat simetris atau tidaknya, warna kulit,
penonjolan putting susu, warna sekitar areola mama Selanjutnya pemeriksa
melakukan palpasi pada payudara ibu, dimana ibu dalam posisi tidur dan
perhatikan tingkat kenyamanan ibu, raba payudara yang terjauh dari pemeriksa
dengan tangan kanan dapat secara melingkar searah jarum jam, tanya rasa nyeri
saat diraba, raba ada tidaknya benjolan atau bisa juga meraba payudara pada
empat kuadran atas. bawah, kiri, kanan dengan tangan kiri menyanggah
14
payudara tangan kanan memeriksanya begitu juga dengan payudara yang
sebelahnya dilakukan dengan langkah yang sama.
3. Uterus
Pada pemeriksaan uterus sama halnya dengan pemeriksaan payudara
dilakukan terlebih dahulu periksa pandang warna perut, pembesaran pada perut,
kemudian lakukan pemeriksaan raba (Palpasi) yakni: periksa ada tidaknya rasa
nyeri saat diraba, periksa kontraksi uterus, kemudian raba tinggi fundus.
4. Kandung kemih
Kondisi kandung kemih sangat berpengaruh terhadap keadaan kontraksi
uterus, sehingga pemeriksaan kandung kemih jangan diabaikan karena jika
kontraksi terhambat oleh kandung kemih yang penuh bisa berakibat keluar
darah yang cukup banyak (pendarahan), pemeriksaan kandung kemih dilakukan
bersamaan saat memeriksa pembesaran uterus, jika kandung kemih penuh
anjurkan ibu buang air kecil, jika ibu tidak bisa buang air kecil secara
spontan, dapat dikeluarkan dengan kateter sekali pakai.
5. Genitalia dan perineum
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan secara perineum, pada
pemeriksaan ini harus dilakukan aseptic dan antiseptic, sebelum melakukan
pemeriksaan anjurkan ibu untuk membersihkan daerah genetalia dengan sabun
dan air mengalir dan pemeriksa terlebih dahulu mempersiapkan: sepasang
sarung tangan, kom berisi kapas terdesinfektan tingkat tinggi (DTT) dan diberi
air DTT secukupnya.
Pemeriksa mencuci tangan dengan langkah cuci tangan benar, ibu diminta
menekuk kedua kakinya dan membuka kedua pahanya, kemudian pemeriksa
menggunakan sarung tangan kedua tangannya, diperhatikan daerah genitalia
dan perineum ibu apakah bersih atau tidak, warnanya ada tidak nya tanda-tanda
infeksi, ada tidaknya pengeluaran dari vagina ibu, jika ada luka pada
perineumnya perhatikan kondisi lukanya. Jika daerah genitalia dan perineum
ibu masih diberiskan dengan langkah yang benar.
Langkah melakukan vulpa hygiene:
1) Mencuci tangan
2) Memakai sarung tangan
3) Pakaian bagian bawah dilepaskan, badan bagian bawaj diberi selimut
4) Perak dan pengalas dipasang di bawah bokong pasien
15
5) Pasang pispot di bawah bokong pasien
6) Berilah waktu apabila pasien ingin BAB/BAK
7) Siram vulva dan dengan air yang dialirkan dari tempatnya, kemudian
pis diangkat
8) Jepitlah kapas lembab dengan pinset steril
9) Bersihkan mulai dari simfisis pubis menuju ke bawah secara zig zag
kapas tidak terlewatkan ke kulit dan tidak ada bagian kulit yang
terlewatkan
10) Lakukan langkah 8 dan kemudian bersihkan dari lipatan paha atas
menuju ke arah luar sampai seluruh permukaan kulit bagian dalam
bersih
11) Lakukan langkah 10 pada paha kanan
12) Langkah berikutnya dari atas labium mayor kiri ke arah bawah
13) Lakukan langkah 12 pada labium mayor kanan
14) Telunjuk dan ibu jari tangan kiri membuka labium minor
15) Bersihkan dari klitoris menuju ke bawah sampai anus
16) Bila anus masih kotor, bagian ini boleh diulang. Pakaikan pembalut bila
perlu
17) Perak dan pengalas diangkat, pakaian bagian bawah dikenakan
18) Buatlah pasien merasa nyaman
19) Sarung tangan dilepaskan, rendam dalam larutan chlorin (0,5%) selama
10 menit
20) Mencuci tangan
21) Alat-alat dibersihkan dan dirapikan kembali
Kemudian lakukan pemeriksaan raba pada daerah genetalia dan perineum
apakah ada rasa nyeri, ada tidaknya pembengkakan, buka daerah lobang vagina
ibu perhatikan ada tidaknya tanda-tanda infeksi dan raba ada tidaknya rasa
nyeri dan pembengkakan, pengeluaran lokhia, penjahitan laserasi atau luka
episiotomi, luka, ada tidaknya hemoroid.
6. Ektremitas bawah
Pada pemeriksaan ekstremitas ibu masa nifas yang dilakukan seperti halnya
pemeriksaan ekstremitas pada umumnya akan tetapi lakukan pemeriksaan
terutama ada tidaknya edema, tanda-tanda tromboflebitis, nyeri tungkai dengan
melakukan pemeriksaan raba betis ibu ada tidaknya nyeri tekan, ada tidaknya
16
varises, kemerahan pada daerah tersebut kemudian lakukan pemeriksaan tanda
Homan, dengan cara:
 Kaki pasien diluruskan, satu tangan memegang pergelangan kaki, dan
tangan yang lain berada pada telapak kaki dan mendorong ke arah paha
ibu.
 Mempersilakan ibu untuk duduk ditepi tempat tidur sambil kedua kaki
menjuntai (dalam keadaan rileks); periksa repleks pada kedua kaki ibu
cara mengetuk kedua kaki (sela ujung sendi) patella kanan kiri dengan
menggunakan repleks hamer's; memberitahukan ke pada ibu bahwa
pemeriksaan telah selesai, angkat selimut dan rapihkan kembali kalau
perlu bantu ibu merapihkan pakaian.
 Melakukan interpretasi data: diagnose, masalah dan kebutuhan.
 Melakukan identifikasi secara benar terhadap diagnosa masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulkan se hingga ditemukan diagnosa atau masalah yang
spesifik. Misalnya diagnosa seperti post partum hari pertama,
subinvolusi, anemia post parturm, preeklampsia, post seksio sesarea.
Sedangkan masalah seperti ibu kurang informasi, ibu tidak pernah ANC,
sakit pada luka episiotomi, keluhan mulas yang mengganggu
kenyamanan, payudara bengkak dan sakit. Untuk kebutuhan misalnya
penjelasan tentang pencegahan infeksi, tanda-tanda bahaya, kontak bayi
sesering mungkin, penyuluhan parawatan payudara, bimbingan
menyusui, penjelasan KB, imunisasi bayi, kebiasaan yang tidak
bermanpaat atau berbahaya (Varney, 1997).
 Merumuskan diagnosa/masalah aktual, setelah data dikaji lakukan
analisis data kemudian simpulkan data tersebut dalam rumusan berupa
diagnosa, masalah dan kebutuhan.
Rumusan diagnosa, masalah dan kebutuhan adalah dalam literatur
Saifuddin, 2006:
1) Apakah masa nifas berlangsung normal atau tidak (seperti involusi
uterus, pengeluaran lokhia dan pengeluaran ASI serta perubahan sistem
tubuh, termasuk keadaan psikologis

17
2) Adakah keadaan gawat darurat pada ibu (seperti perdarahan, kejang dan
panas).
3) Adakah penyulit/masalah dengan ibu yang memerlukan
perawatan/rujukan (seperti abses pada payudara)
4) Apakah dalam kondisi normal atau tidak (seperti bernafas refleks, masih
menyusu melalui penilaian Apgar, keadaan gawat darurat pada bayi
seperti panas, kejang, asfiksia hipotermi dan perdarahan)
5) Adakah bayi dalam keadaan gawat darurat (seperti demam, kejang,
asfiksia, hipotermi, perdarahan pada tali pusat)
6) Adakah bayi bermasalah perlu dirujuk untuk penanganan lebih lanjut
seperti kelainan/cacat, BBLR

D. NUTRISI PADA IBU NIFAS


Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama kebutuhan
protein dan karbohidrat Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi
air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI
berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot,
serta kebiasaan makan yang memuaskan. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam
mengatur nutrisinya, yang terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan
air susu yang berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
bayinya.
1) Kebutuhan kalori selama menyusui proporsional dengan jumlah air susu ibu
yang dihasilkan dan lebih tinggi selama menyusui dibanding selama hamil. Rata-
rata kandungan kalori ASI yang dihasilkan ibu dengan nutrisi baik adalah 70
kal/100 ml dan kira kira 85 kal diperlukan oleh ibu untuk tiap 100 ml yang
dihasilkan. Rata-rata ibu menggunakan kira-kira 640 kaluhari untuk 6 bulan
pertama dan 510 kal/hari selama 6 bulan kedua untuk menghasilkan jumlah susu
normal. Rata- rata ibu harus mengonsumsi 2.300 2.700 kal ketika menyusui.
Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme,
cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI, serta sebagai ASI itu sendiri yang
akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan yang
dikonsumsi juga perlu memenuhi syarat, seperti susunannya harus seimbang
porsinya cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, serta tidak
mengandung alkohol, nikotin, bahan pengawet, dan pewarna.
18
2) Ibu memerlukan tambahan 20 gr protein di atas kebutuhan normal ketika
menyusui. Jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500 kal yang dianjurkan. Protein
diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel sel yang rusak atau mati.
Sumber protein dapat dari protein hewani dan protein nabati. Protein hewani
antara lain telur, daging, ikan, udang, kerang, susu, dan keju. Sementara itu,
protein nabati banyak terkandung dalam lahu, tempe, kacang kacangan, dan lain-
lain.
3) Nutrisi lain yang diperlukan selama laktasi adalah asupan cairan. Ibu menyusui
dianjurkan minum 2-3 liter per hari dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah
(anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui). Mineral, air, dan vitamin
digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan mengatur
kelancaran metabolisme di dalam tubuh. Sumber zat pengatur tersebut bisa
diperoleh dari semua jenis sayur dan buah-buahan segar.
4) Pil zat besi (Fe) harus diminum, untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40
hari pascabersalin.
5) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali yaitu pada 1 jam setelah
melahirkan dan 24 jam setelahnya agar dapat memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASI.
Kekurangan gizi pada ibu menyusui dapat menimbulkan gangguan kesehatan
pada ibu dan bayinya. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak.bayi
mudah sakit, dan mudah terkena infeksi, Kekurangan zat-zat esensial menimbulkan
gangguan pada mata ataupun tulang.

E. NUTRISI IBU MENYUSUI


1) Mengonsumsi tambahan kalori, 500 kalori tiap hari.
2) Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan
vitamin yang cukup.
3) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari.
4) Tablet zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama
40 hari pasca-persalinan.
5) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) untuk memberi asupan vitamin A
juga kapsul kepada bayinya, yaitu dengan melalui ASI-nya.
Penyuluhan kesehatan pada ibu nifas.
1. Pengaruh status gizi ibu nifas yang menyusui ibu
19
Bila kebutuhan energi wanita usia reproduksi sebesar 2100 kalori/hari
seorang menyusui memerlukan asupan rata 2700 kalori dalam kesehariannya.
Tambahan sebesar 500-700 kalori tersebut diperlukan untuk keperluan
biosintesis ASI. Ekstra energi tersebut pun tidak semuanya harus didapatkan
dari intake makanan yan dikonsumsi ibu menyusui sehari-hari, 200 kalori
ternyata telah tersedia di berupa cadangan deposit yang telah dibentuk sejak
dimulainya proses kehamilan. Sisa 300-500 kalorihari yang diharapkan
diperoleh dari intake makanan keseharian ibu menyusui. Jadi tidak tepat bila
dikatakan seorang ibu menyusui harus makan dengan porsi besar agar tidak
kelaparan dan produksi ASI lancar, karena dengan porsi sedikit tapi sering pun
ibu menyusui sudah dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya.
2. Produksi Asl pada ibu menyusui yang mengalami malnutrisi
Wanita dengan masalah gizi tetap mampu memproduksi ASI normal, tetapi
jika kondisi malnutrisi yang ekstrem dan berkepanjangan dapat memengaruhi
kandungan beberapa zat yang terdapat dalam ASI terlebih lagi jika asupan
energi ibu menyusui kurang dari 1500 kalori/hari akan menurunkan produksi
ASI sebesar 15%. Kandungan keseluruhan lemak akan menurun disertai
dengan perubahan pola asam lemak yang ada. Komponen imun dalam ASI dan
kolostrum kuantitasnya akan rendah seiring dengan semakin buruknya status
nutrisi ibu menyusui. Tetapi jika kondisi tersebut dibiarkan berkepanjangan
maka akan memengaruhi keadaan gizi ibu menyusui tersebut. Oleh karena itu,
pemberian suplementasi sangat diperlukan, khususnya untuk kepentingan
kesehatan dan status gizi ibu di masa yang akan datang.
Di daerah yang termasuk endemik defisiensi vitamin A, diharapkan setiap
ibu nifas mengonsumsi suplementasi vitamin A sebanyak 200.000 IU. Asupan
tambahan vitamin tersebut hendaknya diberikan selama 8 minggu pertama
setelah persalinan. Pemberian selama masa kehamilan hendaknya dihindari
mengingat mungkin munculnya efek teratogenik pada janin. Suplementasi
yodium juga perlu dilakukan pada ibu hamil dan ibu menyusui di daerah yang
tergolong mengalami defisiensi yodium. Dengan pemberian supplementasi
diharapkan konsentrasi mikronutrisi tersebut dapat meningkat dalam tubuh ibu.
3. Produksi ASI
Untuk mendapatkan ASI yang banyak, sebaiknya ibu mengonsumsi sayuran
hijau, kacang-kacangan dan minum sedikitnya 8 gelas sehari, dimulai sejak
20
masa kehamilan. Karena ini merupakan awal yang baik untuk mendapatkan
ASI yang banyak, serta perawatan payudara dengan menggunakan Baby Oil
dan massage di sekitar payudara selama hamil juga dapat membantu puting
yang tenggelam. Selama bayi masih dalam kandungan dan setelah melahirkan,
Ibu dianjurkan untuk mengonsumsi susu dan makanan bergizi lainnya agar
produksi ASI semakin meningkat lain untuk memperbanyak ASI.
4. Berikut ini adalah beberapa cara lain untuk memperbanyak ASI:
a. Mengonsumsi makanan yang bergizi
b. Usahakan ibu mau mengonsumsi susu madu
c. Minumlah air putih minimal 8 gelas sehari
d. Mengonsumsi sayur hijau dapat membantu menghasilkan ASI (misalnya:
sayur daun katukdan bayam, sayur jantung pisang, sayur daun pepaya, dll)
e. Mengonsumsi kacang-kacangan baik untuk memproduksi ASI (misalnya:
kacang hijau atau kacang goreng/rebus yang dapat dijadikan camilan untuk
iu menyusui)
f. Banyak makan buah-buahan yang mengandung air
g. Usahakan ibu tidak mengalami stres, sedih, marah atau perasaan-perasaan
negatif lainnya
h. Tambahkan vitamin bila diperlukan

21
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Masa nifas atau puerperium adalah masa yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti ke keadaan sebelum
hamil, dimana masa ini berlangsung selama kira-kira 6 minggu
Masa nifas juga sebagai masa pemulihan bagi organ reproduksi, pada masa ini,
terjadi berbagai macam perubahan dari segi fisiologi. seperti, involusi uterus, involusi
tempat plasenta, perubahan ligament, perubahan pada vagian, dan lain-lain. Selain itu
di masa nifas biasanya juga di sertai masa menyusui bagi ibu, oleh karena itu
diperlukan asupan nutrisi tambahan dan diet yang tepat yang sangat erat kaitannya
dengan produksi ASI. Karena kompleksnya perubahan yang tejadi pada masa nifas,
proses pemeriksaan fisik yang dilakukan pun dengan memperhatikan banyak aspek.
Diantaranya, payudara, uterus, kandung kemih, dan genetalia.
2. Saran
Diharapkan kepada perawat dapat menggunakan proses keperawatan sebagai
kerangka kerja untuk perawatan pasien dengan post partum. Dan dapat memberikan
informasi mengenai kubutuhan nutrisi yang benar sesuai dengan anjuran.

22
DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, Anik. 2010. Biologi Reproduksi Dalam Kebidanan.Jakarta: Trans Info Media.
Nurjanah, Siti Nunung, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan Postpartum: Dilengkapi dengan
Asuhan Kebidanan Post Sectio Caesarea.Bandung: PT Refika Aditama.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media.
Vivian, N.L.D., dan Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta:
Salemba Medika.

23

You might also like