Professional Documents
Culture Documents
Makalah Post Partum Fix
Makalah Post Partum Fix
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan
fisik dan biologis dari seorang wanita yang mengalaminya. Sebagian besar kaum
wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui
tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat
menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan biologis yang kompleks,
memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang
terjadi..
Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai beberapa
macam perubahan post partum. Beberapa perubahan dibutuhkan oleh wanita dalam
menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-
bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun biologis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan post partum?
2. Apa saja perubahan fisiologis yang terjadi pada saat nifas?
3. Bagaimana pemeriksaan fisik pada ibu post partum?
4. Bagaimana kebutuhan nutrisi ibu pada saat nifas?
5. Bagaimana kebutuhan nutrisi ibu menyusui?
C. Tujuan Pembahasan
1. Memahami dan mengetahui pengertian post partum.
2. Memahami dan mengetahui perubahan fisiologis pada saat nifas.
3. Memahami dan mengetahui pemeriksaan fisik pada ibu post partum.
4. Memahami dan mengetahui kebutuhan nutrisi ibu pada saat nifas.
5. Memahami dan mengetahui kebutuhan nutrisi ibu menyusui.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
10. Postpartum adalah masa sesudah persalinan yang memerlukan masa
penyesuaian fisik dan psikologis, mulai dari kelahiran bayi sampai dengan
kembalinya organ-organ reproduksi kepada keadaan semula seperti pada
sebelum hamil (Bobak, 1995).
3
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemia dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
sempat mengendur. Hal ini disebabkan karena penurunan hormone
esterogen dan progesterone.
3) Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplay darah ke uterus. Proses ini menbantu untuk
mengurangi perdarahan. Penurunan ukuran uterus yang cepat itu di
cerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun krluar dari
abdomen dan kembali menjadi organ pelvis.
Diametar
Berat
bekas
Involusi Tinggi fundus uteri uterus Keadaan serviks
melekat
(gr)
plasenta (cm)
Bayi lahir Setinggi pusat 1.000
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 12,5 Lembek
Satu minggu Pertengahan pusat- Beberapa hari setelah
500 7,5
simfisis post partum dapat di lalui
Dua minggu Tak teraba di atas 2 jari
350 3-4
simfisis Akhir minggu pertama
Enam Bertambah kecil dapat dimasuki 1 jari
50-60 1-2
minggu
Delapan
Sebesar normal 30
minggu
4
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat
luka ini mengecil, pada akhir minggu ke 2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir
nifas 1-2 cm. penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan
nifas bekas plasenta mengandung banyak mengandung pembuluh darah besar
yang tersumbat oleh thrombus.
Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka
bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini
sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi di ikuti pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka. endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
c. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut
kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur
yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita
mengeluh "kandungannya turun" setelah melahirka oleh karena ligamen, fasia,
dan jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendur.
d. Perubahan pada Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan
yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan
menganga seperti corong Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-
olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin.
warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Beberapa hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui oleh 2
jari pinggir-pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan dalam
persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan
lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari kanalis servikallis.
Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks
memanjang seperti celah. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium
eksternum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil. Pada umumnya
ostium eksternum lebih besar dan tetap terdapat retak-retak dan robekan-
robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh karena
5
robekan ke samping ini terbentuklah bibir depan dan bibir belakang pada
serviks.
e. Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan
keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut
dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat
daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau
yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda
pada setiap wanita. Sekret mikroskopik lokia terdiri atas eritrosit, peluruhan
desidua, sel epitel, dan bakteri, Lokia mengalami perubahan karena proses
involusi Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya di
antaranya sebagai berikut.
1) Lokia rubra/merah (kruenta)
Lokia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan
mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari
desidua dan chorion. Lokia ini terdiri atas sel desidua, verniks caseosa,
rambut lanugo, sisa mekoneum, dan sisa darah
2) Lokia sanguinolenta
Lokia ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena
pengaruh plasma darah, pengeluarannya pada hari ke-3-5 hari
postpartum.
3) Lokia serosa
Lokia ini muncul pada hari ke-5-9 postpartum. Warnanya biasanya
kekuningan atau kecokelatan. Lokia ini terdiri atas lebih sedikit darah
dan lebih banyak serum, juga terdiri atas leukosit dan robekan laserasi
plasenta.
4) Lokia alba
Lokia ini muncul lebih dari hari ke-10 postpartum. Warnanya lebih
pucat, putih kekuningan, serta lebih banyak mengandung leukosit,
selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati.
6
Bila pengeluaran lokia tidak lancar, maka disebut lochiastasis. Jika lokia
tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa
plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan
retroflexio uteri. Lokia mempunyai suatu karekteristik bau yang tidak sama
dengan sekret menstrual. Bau yang paling kuat pada lokia serosa dan harus
dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi.
Lokia disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam postpartum
yang selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lokia rubra, sejumlah
kecil sebagai lokia serosa, dan sejumlah lebih sedikit lagi lokia alba. Umumnya
jumlah lokia lebih sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring
daripada berdiri. Hal terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas
manakala wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar
manakala dia berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan lokia kira-kira 8 oz
atau sekitar 240-270 ml.
f. Perubahan pada vagina dan Perineum
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa
vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali
secara bertahap pada ukuran sebelum hamil selama 6-8 minggu setelah bayi
lahir. Rugae akan kembali terlihat sekitar minggu keempat, walaupun tidak
akan menonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih
secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-
kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina
terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium.
Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina
dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat
koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan
menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas
larut air saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.
8
2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus
vasodilatasi.
3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskular yang disimpan selama wanita
hamil.
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya
melintasi sirkulasi uteroplasenta tiba tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini
meningkat pada semua jenis kelahiran.
11
menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah
wanita melahirkan, Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita. Asetonuria dapat
terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah
suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
4) Diuresis Postpartum
Dalam 12 jam pasca melahirkan ibu mulai membuang kelebihan
cairanyang tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk
mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas,
terutama pada malam hari, selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan. Diuresis
pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan
volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi
kelebihan cairan.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kgselama masa postpartum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang di
sebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water
metabolisme of pregnancy).
5) Uretra dan Kandung Kemih
Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih
dapat mengalami hiperemia dan edema, seringkali disertai di daerah-daerah kecil
hemoragi. Kandung kemih yang udema, terisi penuh, dan hipotonik dapat
mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tak sempurna, dan urine
residual. Hal ini dapat dihindari jika dilakukan asuhan untuk mendorong
terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk
berkemih. Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering
menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih.
Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi
trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir,
dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun.
Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan,
laserasi vagina, atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih.
12
Penurunan berkemih terjadi seiring diuresis postpartum dapat menyebabkan
distensi kandung kemih.
Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan
dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat
uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi
yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap
infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi
berlebih pada kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni).
Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih
biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir.
17
2) Adakah keadaan gawat darurat pada ibu (seperti perdarahan, kejang dan
panas).
3) Adakah penyulit/masalah dengan ibu yang memerlukan
perawatan/rujukan (seperti abses pada payudara)
4) Apakah dalam kondisi normal atau tidak (seperti bernafas refleks, masih
menyusu melalui penilaian Apgar, keadaan gawat darurat pada bayi
seperti panas, kejang, asfiksia hipotermi dan perdarahan)
5) Adakah bayi dalam keadaan gawat darurat (seperti demam, kejang,
asfiksia, hipotermi, perdarahan pada tali pusat)
6) Adakah bayi bermasalah perlu dirujuk untuk penanganan lebih lanjut
seperti kelainan/cacat, BBLR
21
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Masa nifas atau puerperium adalah masa yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti ke keadaan sebelum
hamil, dimana masa ini berlangsung selama kira-kira 6 minggu
Masa nifas juga sebagai masa pemulihan bagi organ reproduksi, pada masa ini,
terjadi berbagai macam perubahan dari segi fisiologi. seperti, involusi uterus, involusi
tempat plasenta, perubahan ligament, perubahan pada vagian, dan lain-lain. Selain itu
di masa nifas biasanya juga di sertai masa menyusui bagi ibu, oleh karena itu
diperlukan asupan nutrisi tambahan dan diet yang tepat yang sangat erat kaitannya
dengan produksi ASI. Karena kompleksnya perubahan yang tejadi pada masa nifas,
proses pemeriksaan fisik yang dilakukan pun dengan memperhatikan banyak aspek.
Diantaranya, payudara, uterus, kandung kemih, dan genetalia.
2. Saran
Diharapkan kepada perawat dapat menggunakan proses keperawatan sebagai
kerangka kerja untuk perawatan pasien dengan post partum. Dan dapat memberikan
informasi mengenai kubutuhan nutrisi yang benar sesuai dengan anjuran.
22
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani, Anik. 2010. Biologi Reproduksi Dalam Kebidanan.Jakarta: Trans Info Media.
Nurjanah, Siti Nunung, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan Postpartum: Dilengkapi dengan
Asuhan Kebidanan Post Sectio Caesarea.Bandung: PT Refika Aditama.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media.
Vivian, N.L.D., dan Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta:
Salemba Medika.
23