Tugas Matakuliah CBR Ahmad

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

TUGAS MATAKULIAH : BAHASA INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : Drs. Rosmaini M.Pd.

CRITICAL BOOK REPORT

OLEH
AHMAD NAWAWI : 4161220003

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat, rahmat dan Anugerah yang selalu diberikan kepada penyusun sehingga
dapat menyelesaikan tugas critical book report ini.
Penyusun menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan.
Oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua
pihak demi perbaikan tulisan ini dimasa mendatang. Penyusun berharap agar
tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 10
Maret 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Critical book review merupakan kegiatan mengulas isi buku dengan
menitikberatkan pada evaluasi (penjelasan, interpretasi dan analisis) mengenai
keunggulan dan kelemahan buku, apa yang menarik dari buku tersebut,
bagaimana isi buku tersebut bisa mempengaruhi cara berpikir dan menambah
pemahaman terhadap suatu bidang kajian tertentu.
Mahasiswa dapat menguji pikiran pengarang/penulis lewat sudut
pandangnya dengan berdasarkan pengetahuan & pengalaman yang dimiliki
Melalui kegiatan critical book review mahasiswa di ajak untuk berfikir kritis
mengenai suatu permasalahan, menilai dan menganalisis suatu kajian secara
objektif serta mampu memandang suatu permasalahan dari sudut pandang yang
berbeda.

Tujuan Penulisan
Alasan dibuatnya CBR ini adalah sebagai salah satu persyaratan penyelesaian
tugas, khususnya mata kuliah Bahasa Indonesia, serta untuk menambah wawasan
yang luas akan pengetahuan khususnya di bagian evaluasi dalam bidang
pendidikan. Meningkatkan daya kritis serta menguatkan materi Bahasa Indonesia.

Manfaat
1. Penyelesaian tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
2. Menambah pemahaman mahasiswa tentang materi atau isi buku yang di bahas
3. Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk menyampaikan pendapat secara
luas
IDENTITAS BUKU

Judul : BAHASA INDONESIA ( Pedoman Guru Membaca dan Menulis


Permulaan)

TIM PENYUSUN NASKAH BAHASA INDONESIA

1. Ny. S.A. : Ackbar Penanggung jawab merangkap anggota


2. Drs. A.S. Broto : Ketua merangkap anggota
3. Sekertaris merangkap anggota : Drs. M, Toyib Usman
4. Prof. I.P. Simanjuntak M.A. : Anggota
5. Anwar Jasin M.Ed : Anggota
6. Drs. E. Karwapi : Anggota
7. S.Ramdonana B.A. : Anggota
8. Drs. Harimurti Kridalaksana : Anggota
9. Ny. Dra. S. Chamdiah : Anggota
10. Ny. Murniati Basuki : Anggota
11. Drs. Achmad Nuryani : Anggota
PENDAHULUAN

A. Bahasa
Saat kapan bahasa itu termaknai? , didalam pendahuluan yang terdapat
pada buku ini yaitu di jelaskan pada saat muncul padanya ( anak )
penyadaran bahwa bunyi yang di ucapkan yang terdengar oleh nya itu
mempunyai makna, saat inilah permulaan anak berusaha untuk menguasai
bahasa. Dan dengan penguasaan bahasa itu timbul pula fungsi bahasa
dalam kehidupan anak.

1. Fungsi bahasa
Fungsi bahasa yang tertera yaitu : bahasa sebagai wahana untuk makna
dan bahasa sebagai alat komunikasi dengan lingkungan.
Diperjelas dalam uraian sebagai berikut
a. Bahasa sebagai wahana untuk makna.
Pada waktu anak mengucapkan bunyi tampak padanya, betapa
reaksi ibunya atau orang lain yang mendengar bunyi itu. Di atas
telah di katakan bahwasanya aksi dan reaksi inilah yang
menimbulkan penyadaran baginya bahwa bahasa itu mempunyai
fungsi, dan fungsi itu merupakan wahana bagi berbagai makna
yang muncul dalam kehidupannya.
i) Bahasa sebagai wahana untuk fakta
Dorongan untuk meniru, tetapi terutama dorongan untuk
menyelidiki ( eksploirasi ) membawa anak pada pengamatan
berbagai fakta di lingkungannya dan menghubungkan fakta itu
dengan rangkaian bunyi tertentu yang di dengarnya. Dorongan
meniru membuat anak mengucapkan rangkaian bunyi yang di
dengarnya dan meletakkan relasi antara rangkaian bunyi itu dengan
fakta yang di alaminya.
ii) Bahasa sebagai wahana untuk relasi.
Dalam perkembangan anak sehubungan dengan kemampuannya
menguasai bahasa tampak padanya( di sekelilingnya ) adanya
berbagai jenis benda ( dengan berbagai macam warna, bentuk dan
ukuran ). Lambat laun dapatlah di lihatnya ‘relasi” antara bentuk,
atau warna maupun warnna tertentu dengan fungsi benda itu,
umpamanya : di lihatnya bahwa celananya kecil sedang celana
ayahnya jauh lebih besar dari celananya sendiri. Maka hasil
pengamatannya itu menimbulkan pemahaman bahwa ada relasi
antara besar dan kecilnya celana dengan pemilik celana itu.
iii). Bahasa sebagai wahana untuk nilai
dalam uraian mengenai “ bahasa sebagai wahana untuk relasi”
sudah ada contoh mengenai ‘penilaian’ suatu kejadian atau
kenyataan.
Umpamanya : bola ini besar, bola itu lebih besar. ‘ nilai” yang di
nyatakan dengan bahasa disini, ialah “ besar dan lebih”.
b. Bahasa sebagai alat komunikasi
Rangkaian bunyi yang di ucapkan oleh anak tampak reaksi dari
lingkungannya. Pada masa permulaan reaksi itu terutama datang
dari ibu si anak. Telah juga di katakan bahwa sifat dan corak reaksi
lingkungan itu sedikit-banyak tergantung pada cara anak
mengungkapkan rangkaian bunyi itu. Dari cara itu ibu/orang di
lingkungan anak dapat menanggapi maksud anak mengeluarkan
rangkaian bunyi yang di maksudkan itu. Kejadian seperti di
uraikan ini telah menunjukkan bahwa rangkaian bunyi, yang di
sebut bahasa itu, mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi.
PENGAJARAN BAHASA
Kalau dalam kehidupan sehan-hari anak dalam perkembangannya itu
mempelajari penggunaan bahasa dengan mendengar, memahami, dan meniru
penggunaan bahasa menurut keadaan di lingkungannya, maka pengajaran bahasa
di sekolah dilakukan secara sistematis. Dengan "sistematis" dimaksudkan, bahwa:
-pengajaran itu secara teliti disesuaikan dengan taraf perkembangan psikis anak
yang belajar;
-bagian pelajaran bahasa itu mendapat pelayanan sesuai dengan fungsinya dalam
penggunaan bahasa sebagai alat berkomunikasi (jadi tidak terutama
mementingkan tata bahasa atau ejaan umpamanya, sedang hal-hal yang
menyangkut lafal atau kemahiran berbicara kurang mendapat perhatian!);
-bahan yang disajikan menjadi perangsang untuk perkembangan penguasaan
bahasa anak.
Di sarnping pengertian yang dikemukakan di atas mengenai ''secara
sistematis", maka hendaknya juga diberikan perhatian secukupnya, yang dapat
menjadi unsur penghambat dalam perkembangan penguasaan bahasa oleh anak
yang sedang belajar. Karena perkembangan penguasaan bahasa ini - khususnya
dalam fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi di antara manusia yang
"sebahasa" - mengenai "bahasa lisan" dan "bahasa tulisan", maka dalam bab ini
akan diusahakan menguraikan berbagai aspek dari pengajaran bahasa lisan dan
bahasa tulisan. Yang berkenaan dengan bahasa lisan akan disoroti: pelajaran
cakapan/wicara, bercerita, membaca. Dan yang berkenaan dengan bahasa tulisan
akan dikemukakan hal yang menyangkut: mengarang, menyusun laporan.
A. Pengajaran Bahasa Lisan.
Sukar untuk menentukan dengan angka yang menyatakan persentase
perbandingan penggunaan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Akan tetapi
dapat dikemukakan dengan pasti bahwa peranan bahasa lisan jauh
lebih besar dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan peranan
bahasa tulisan. Untuk mencapai tujuan dengan pelajaran bahasa lisan,
maka hendaknya dipegang teguh makna dari "berkomunikasi dengan
bahasa lisan", yakni menggunakan bahasa yang mencerminkan dengan
sejelas-jelasnya yang dimaksud oleh pem-bicara sehingga dapat mudah
ditanggapi dan ditangkap oleh pendengar. Untuk mencapainya, maka
anak hendaknya dibiasakan berbicara dengan jelas (lafal dan nadanagu
ucapan), serta menggunakan hukum bahasa daiam penyusunan kalimat
yang digunakan (pengetahuan bahasa). Di samping itu hendaknya anak
dibiasakan pula dengan cepat dan teliti meriangkap yang diucapkan
oleh "orang lain" ketika berkornunikasi. Pernbiasaan ini dalam pada itu
ada yang bersifat lisan, tetapi ada juga yang bersifat tulisan (dan
karena itu sering digabungkan dengan latihan penggunaan ejaan yang
setepat-tepatnya).

1. Latihan lafal dan nada/lagu ucapan.


Sehubungan dengan kebiasaan daiam berbagai bahasa daerah untuk
mengucapkan beberapa bunyi tertentu, maka sering terjadi pengucapan kata-kata
dalam Bahasa Indonesia yang jelas dipengaruhi oleh ucapan bahasa daerah. Ada
umpamanya bahasa daerah yang "menyederhanakan" ucapan menjadi "e" (satai
diucapkan sate; cabai diucapkan cabe, dan sebagai-nya); bunyi "au" sering
kedengaran ucapannya menjadi "o", umpamanya: pulau menjadi pulo, kuntau
menjadi kunto, burung bangau menjadi bango, dan sebagainya. Kebalikannya pun
terkadang kedengaran juga: cabai diucap-kan seakan-akan caba + i pulau
diucapkan seakan-akan pula + u dan sebagainya. Banyak lagi contoh lain yang
dapat dikemukakan sebagai akibat dari kebiasaan mengucapkan suatu bunyi
tertentu dalam bahasa daerah. Bunyi konsonan ada juga yang diucapkan dalam
bahasa Indonesia serupa dengan pengucapan kata dalam bahasa daerah, yang
menggunakan konsonan itu, umpamanya saja: konsonan t, b, dan d.
Di samping pengucapan berbagai vokal, konsonan dan diphtong (bunyi
kembar, seperti ai, au) ada lagi pengaruh bahasa daerah dalam pengucapan Bahasa
Indonesia. Yang dimaksudkan ialah pemberian tekanan pada suku kata tertentu,
atau pun pengucapan kata/kalimat dengan nada dan lagu tertentu. Oleh karena
perkembangan penguasaan Bahasa Indonesia mencakup pula aspek pengucapan
bunyi dan pemberian tekanan pada suku kata dan sebagainya itu, maka ada
baiknya dalam pengajaran Bahasa Indonesia hal ini mendapat perhatian dunia
pengajaran terutama di Sekolah Dasar. Oleh karena dalam soal latihan ucapan ini
bukanlah lamanya suatu latihanyang penting, melainkan seringnya latihan itu
diadakan. Sebab itu sebaiknya setiap hari — pada permulaan semua pelajaran,
atau pada permulaan pelajaran Bahasa Indonesia — diadakan latihan ucapan itu
selama 2-3 menit, Kata-kata yang dilatihkan pengucapannya hendaknya
mempunyai arti bagi anak, walaupun belum perlu bahwa kata itu telah dipahami
oleh anak. Setiap latihan digunakan untuk belajar mengucapkan suatu bunyi
dengan wajar. Dengan demikian perlu diperhatikan, agar latihan bunyi au jangan
dilakukan sekaligus dengan latihan bunyi ai , dan sebagainya. Bahan untuk
melatihkan ucapan kata (tekanan pada suku kata tertentu demikian pula yang
berkenaan dengan nada/lagu kalimat) hendaknya di: kumpulkan oleh guru dari
ucapan murid-muridnya ketika di kelas atau pun ketika mereka sedang bermain-
main. Jumlah kata/kalimat yang dilatihkan ini pun tidak perlu banyak dalam satu
latihan; yang penting, ialah seringnya latihan itu diadakan.
Catatan: Dalam Bagian Khusus Buku Pedoman ini akan selalu
dicantumkan hal yang berkenaan dengan latihan lafal dan ucapan kata/kalimat ini.
2. Pelajaran Bercerita.
Setiap manusia selalu terdorong untuk menurutsertakan orang lain dalarn
pengalamannya. Pelaksanaan dorongan inilah dasar dari pada bercerita: Anak
ingin memberitakan yang dillhat, didengar, dilakukan atau dialamin.ya kepada
temannya. Dengan demikian jelas, bahwa pelajaran bercerita dua segi ini
menyangkut gi pengembangan penguasaan bahasa oleh anak, yakni: •bercerita
sendiri (oleh anak) dan mendengarkan •cerita (oleh orang lain). Bercerita oleh
anak ditujukan untuk menambah kemahiran anak rne" nyampaikan yang hendak
diberitakannya dalam bahasa yang baik dan ucapan yang tidak menimbulkan
keraguan makna yang diucapkan itu. Di samping itu hendaknya kelancaran
bercerita turut mendapat perhatian. Dan kecuali hal di atas — Yang dapat juga
dianggap mengenai aspek keteknisan penguasaan bahasa — bercerita oleh murid
itu menambah kemampuari anak melakukan observasi, menuangkan hasil
observasi itu dalam bahasa. Dan mengadakan observasi berarti memperkembang
kemampuan anak mengadakan analisa dan sintesa dari keadaan di sekitarnya,
kemudian melakukan evaluasi pula sehingga dalam ceritanya kelak dapat tampak
pendirian anak yang bercerita. Mendengarkan cerita orang lain membawa anak
pada pengembangan kemampuannya untuk mendengarkan dan menangkap
ucapan/cerita orang
A. Bercerita sendiri.
Bercerita sendiri oleh anak dapat dikelompokkan dalam: i) bercerita
tentang pengalarnan sendiri; bercerita tentang hal yang pernah didengar atau
dibacanya sendiri. Dalam kedua jenis bercerita ini hendaknya selalu diberikan
kesempatan kepada murid lain untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas bagi
mereka yang mendengarkan. Tanya jawab mengenai cerita murid ini dapat
menambah ketelitian anak mendengarkan dan menceritakan. "Lompatan-
lompatan" dalam cerita dengan demikian dapat "diisi" oleh anak yang bercerita,
setelah ada pertanyaan dikemukakan oleh murid lain. Sesuai dengan taraf
perkembangan psikhis anak maka bercerita oleh anak itu menunjukkan sifat-sifat
khas pada umur 6-7 tahun (kelas Sekolah Dasar) pada umur 8-10 tahun (kelas
III—V Sekolah Dasar) dan pada umur 11-14 tahun atau murid kelas VI Sekolah
Dasar. Sifat khas ini akan dikemukakan dalam uriaan berikut.
i) Bercerita tentang pengalaman sendiri. Di atas telah dikemukakan bahwa
ada kecenderungan pada setiap manusia untuk mengikutsertakan orang lain dalam
pengalarnannya. Oleh karena itu anak senang sekali menceritakan hal-hal yang di-
alaminya sendiri. — Pada taraf ke—I (kelas I—II) anak menceritakan yang
dilihatnya di jalan ketika pergi ke sekolah, atau pada hari kemarinnya ketika
pulang dari sekolah. Sehubungan dengan itu ada baiknyfi, kalau guru selalu
memberikan kesempatan kepada murid-muridnya mencerita-kan pengalaman
demikian dengan bertanya (pada permulaan waktu belajar, atau pun ketika
pelajaran Bahasa Indonesia akan dimulai): "Siapa yang mempunyai cerita tentang
yang dilihatnya, dialaminya tadipagi atau kemarin?" Tidak perlu semua murid
yang menunjuk-kan jarinya diberi giliran bercerita: cukup seorang dua orang saja
pada satu kesempatan, kecuali kalau jam pelajaran itu berkenaan dengan
"bercakap-cakap"!.

3. Pelajaran cakapan dan wicara.


Yang dituju dengan pelajaran bercakap-cakap, ialah mengembangkan
kemampuan anak menangkap dan menanggapi (dengan cepat) yang dikemuka"
kan oleh orang lain serta dengan cepat pula menyusun jawaban atas Yang
dikatakan oleh orang lain itu. Dalam pelajaran bercakap-cakap ini ada beberapa
daya psikhis yang dengan sengaja diperkembang, yakni daya mengan2disa,
menilai dan mengaillu' kesimpulan. Kemampuan penguasaan bahasa
diperkembang dalarn mengartikan yang diucapkan oleh orang lain, serta
kemampuan untuk menyusun jawaban dengan cepat pula. Di samping itu dapat
juga ditanamkan beberapa kebiasaan (orang dewasa) pada waktu cakapan itu,
umpamanya saja: kebiasaan menerima tamu, kebiasaan memperbincangkan
sesuatu dengan orang lain, dan lain sebagainya. Pelajaran bercakap-cakap itu pun
amat erat berhubungan dengan taraf perkembangan psikhis anak, demikian pula
kemampuannya menggunakan bahasa.
- Pada taraf ke-I (Iihat uraian dalam bagian tentang "bercerita") cakapan
itu hanya mengenai hal-hal kongkrit yang dialami oleh anak. Umpamanya saja:
"Nanti pulang dari sekolah ibu pergi ke pasar!" — "Untuk Apa?" — "Ibu mau beli
baju!" "Baju siapa?" — "Baju untuk aku!" — "Kamu ikut?" — "Ya. Aku boleh
memilih!" — "Enak benar, ya.!" — "Ah, tidak! 'Kan lebih baik, kalau mernili.h
sendiri!" dan seterusnya. Di kelas II (Sekolah Dasar) cakapan itu sudah "metuas"
pada perbincangan mengenai kegiatan di luar sekolah dan lingkungan keluarga.
Umpama saja: dapat diadakan cakapan mengenai "berlayang-layang", "main
gasing", "berenang di sungai", "menggembalakan kerbau" dan sebagainya. Pada
taraf perkembangan anak yang ke—I mungkin "cakapan" itu baru pada taraf
"tanya jawab" antara anak yang menceritakan pengalamannya dengan teman-
temannya sekelas. Baru kemudian mungkin pada kelas II
- dapat diatur pelajaran cakapan antara dua anak atau lebih. Untuk itu
mungkin sudah dapat guru berkata: "Anak-anak! Besok kita akan inengadakan
cakapan. Kamu boleh pilih dengan siapa kamu mengadakan cakapan. Boleh juga
kamu memilih tentang apa cakapan itu!"
- Pada taraf ke—II pelajaran cakapan ini sudah dapat diperluas dengan
menggabungkan pelajaran mengenai beberapa kebiasaan. Umpama saja: bertamu
ke rumah tetangga atau menerima tamu ayah/ibu,dan sebagainya. Pelajaran itu
dapat dibimbing oleh guru dengan mengatakan umpamanya: "Sekarang kita akan
belajar menerima tamu. Tamu itu hendak menemui ayah/ibu. Yang membuka
pintu untuk tamu itu, ialah kamu sendiri. Setelah kamu buka pintu dan melihat ada
tamu, apa yang kamu tanyakan kepadanya? Atau: apa yang kamu lakukan?" dan
seterusnya.
4. Pelajaran melaporkan ( suatu kejadian).
Menurut hakekatnya pelajaran "melaporkan"sama dengan "menceritakan
pengalaman", yang telah diuraikan di atas. Bedanya hanya terletak pada ketelitian
dalam pelaporan itu: murid hendaknya dapat memberitakan sampai sekecil-
kecilnya hal yang perlu diketahui. Latihan "melaporkan" ini sudah dapat dimulai
menjelang akhir taraf per. kembangan psikhis anak yang ke-II, demikian pula
perkembangan penguasaan bahasa. Kepada murid yang mengadakan karya wisata
ke kebun binatang, ke musium, atau pun ke tempat lain dapat dikatakan (sebelum
mereka berangkat): "Nanti kalau sudah kembali, kamu harus melaporkan yang
kamu lihatialami!" Perintah ini menyuruh anak mengadakan observasi dengan
teliti dan kalau perlu membuat catatan yang dilihatnya. Hasil laporan ini dapat
ditarnbah pertanyaan dari murid lain atau dari guru. Tujuan "latihan melaporkan"
ini, ialah membiasakan murid melaporkan sesuatu dengan teliti dan dalam bahasa
yang lancar penggunaannya. Dalam pengajaran "bahasa tulisan" akan
dikemukakan juga perlunya melatih murid memberikan laporan tertulis. Latihan
lisan dan tertulis ini dianggap penting, karena dalam kehidupan sehari-hari sering
muncul keharusa.n melaporkan sesuatu. Laporan itu hendaknya teliti dan benar.
5. Pelajaran berdiskusi.
Berdiskusi pada dasarnya ialah melakukan cakapan yang terpusat pada
suatu masalah. Cakapan dapat mencakup berbagai masalah, yang disinggung
secara sepintas lalu, tetapi dalam diskusi diusahakan mendekati persoalannya dari
berbagai segi. Dengan demikian mungkinlah tercapai kejelasan yang meyakinkan
mengenai pokok persoalan yang didiskusikan itu. Sehubungan dengan penyorotan
pokok pembicaraan itu dari berbagai sudut, maka mungkin sekali terdapat
pendirian yang bertentangan dalam diskusi itu. kegunaan diskusi didapat dal.am:
Sehubungan dengan yang diuraikan secara singkat di atas ini, maka
- latihan bagi anak untuk cepat menangkap makna yang diucapkan oleh orang
lain;
- dengan cepat pula merurnuskan pendiriannya sendiri, yang mungkin berlawanan
dengan yang a. dikemukakan lawan berdiskusi, tetapi rnungkin pula menunjukkan
aspek tertentu dari persoalan, yang tidak oleh "lawannya", sehingga terdapat
perbedaan pendapat;

6. Pelajaran Membaca.
Sering dianggap bahwa membaca ialah menyuarakan lambang-
lambang tertulis. (dengan lafal dan nada serta lagu yang tepat). Akan tetapi
cara demikian sebenarnya hanya mencakup "teknik membaca". "Membaca"
yang sebenarnya, ialah mencamkan yang dinyatakan dengan limbang-lambang
tertulis itu. Walaupun ada juga bahasa tulisan — terutama sajak dan prosa
berirama — yang sebaiknya disuarakan ketika membacanya,tetapi kebanyakan
kegiatan membaca itu dilakukan tanpa suara.
a. Pelajaran membaca teknis.
Tujuan pelajaran "membaca teknis", ialah menambah kelancaran murid
menpbah lambang-lambang tertulis menjadi suara atau ucapan yang
mengandung makna, sedang makna itu dipahami oleh murid yang
membaca.
b. Pelajaran membaca dalam hati.
"Membaca dalam hati", ialah jenis membaca tanpa menyuarakan yan
dibaca itu. Jenis membaca ini lebih diutamakan,karena penelitian telah
membuktikan bahwa "membaca dalam hati" lebih cepat jalannya dari
membaca dengan menyuarakan yang dibaca. Mata lebth cepat menanggapi
yang dibaca itu dibandingikan dengan kecepatan mulut menguca kan yang
dibaca pula, penyuaraan yang dibaca itu dilakukan setelah mata
menangkap) menanggapi bahan yang hendak dibaca. Dengan demikian
maka "dihilangkan" penggunaan waktu untuk menyuarakan bacaan, kalau
seseorang membaca dalam hati.
c. Pelajaran membaca cepat.
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang harus dapat membaca
suatu pengumuman, pemberitahuan, berita di surat kabar dalam waktu
sesingkat-singkatnya. Tetapi waktu membaca suatu pelajaran pun
hendaknya dapat dilakukan dalam waktu singicat. Sehubungan dengan itu
maka sejak murid telah lancar membaca (diharapkan telah dicapai oleh
murid sejak kelas III Sekolah Dasar), hendaknya diusahakan pula
memupuk kecepatannya mem-baca. Oleh karena itu perlu ada pelajaran
membaca cepat. Pelajaran itu di kelas rendah dapat diberikan dua kali
sebulan dan di kelas V — VI dapat diadakan dua atau tiga kali dalam satu
bulan.
Bahan untuk "membaca dalam hati" hendaknya dipilih bahan baru,
maka untuk pelajaran "membaca cepat" hendaknya diberikan bahan
bacaan, yang sudah pernah dibaca oleh murid. Tujuan yang hendak
dicapai, ialah "melatih mata pelajar untuk secepat-cepatnya bergerak
ketika membaca) sambil "menjangkau" sebanyak-banyaknya perkataan
yang hendak dibaca itu". Itu sebabnya maka diusahakan supaya kecepatan
dan kemampuan mata jangan dihambat perkembangannya dengan bahan
yang belum dipahami oleh murid. Kemajuan yang dicapai anak dalam
pelajaran "membaca cepat" hendak-nya diketahui oleh murid sendiri.
Dengan demilkian diketahuinyalah, apakah ia dalam waktu sebulan
mencapai kemajuan atau tidak.
d. Pelajaran Bahasa Tulis.
Salah satu penemuan terbesar dalam sejarah perkembangan
kebudayaan manusia, ialah penemuan "baliasa tulisan". Dengan bahasa
tulisan itu dapat diwariskan harta kebudayaan kepada keturunan dalarn
bentuk yang lebih tepat dari pada yang mungkin dilakukan dengan cara
lisan. Hal inti jelas kelihatan umpamanya pada perbedaan yang tampak
pada "cerita rakyat" (cerita yang diturunkan secara lisan) dan hasil
sastera dari masa lampau. Sehubungan dengan yang dikemukakan di
atas dapatlah dikatakan, bahwa manusia dari masa sekarang dapat
mengetahui, apa yang terjadi pada masa lampau serta dapat pula ia
mewariskan sesuatu kepada keturunannya, yang akan membacanya
pada masa yang masih akan datang. Seperti halnya dengan membaca,
maka bahasa tulisan mengenal teknik menulis" dan "isi" yang
dituliskan.
i. Pelajaran mengenai penggunaan tanda baca.
Setelah murid menguasai teknik menulis (dan juga membaca)
permulaan, mulailah diajarkan kepada merekapenggunaan
huruf besar, titik, koma, tanda seru, dan tanda tanya, tiitk koma
dan tanda kutip. Pada umumnya yaitu pertama tama di
perkenalkan, ialah titik. Setiap kalimat di akiri dengan titik.

e. Pelajaran Mendengarkan.
Pelajaran mendengarkan dalam pelaksanaannya mendengarkan
bahasa "lisan". Sehubungan dengan itu soal sekitar "latihan
mendengarkan" ini dibicarakan tersendiri. Dalam berkomunikasi
dengan penggunaan bahasa bukan hanya pembicara yang harus mampu
menyampaikan hasratnya dalam bahasa yang tepat dan baik, tetapi
yang mendengar suatu ucapan pun harus pula dengan tepat dapat
menangkap yang diucapkan pembicara itu. Kalau kedua hal ini telah
ter-penuhi, maka komunikasi itu akan berjalan lancar dan tidak akan
menimbul-kan salah paham. Untuk mencapai kemampuan yang
disebut terakhir itu, maka di sekolah (sejak dari kelas I) diadakan
pelajaran/latihan mendengarkan. Latihan ini ada yang diberikan pada
waktu-waktu tertentu, tetapi ada juga yang dilakukan secara mendadak
selama 3-5 menit. Tetapi hendaknya latihan demikian itu sering
diberikan. Ada tiga jenis latihan mendengarkan, yakni: 1. melakukan
sesuatu yang diucapkan oleh orang lain (guru atau murid lain); 2.
mengucapkan kembali yang diucapkan oleh orang lain (guru atau
murid lain) dan 3. menuliskan sesuatu yang diucapkan oleh orang lain
(guru atau murid lain). Ketiga jenis latihan mendengarkan ini akan
dibicarakan dengan singkat dalam uraian berikut:
1. Latihan mendengarkan dengan melakukan yang diucapkan.
Guru mengatakan kepada murid "Saya akan mengatakan
sesuatu. Kemudian seorang di antara kamu akan saya minta
melakukannya di depan kelas! Perhatikan baik-baik dan lihat
apakah murid yang saya minta melakukan-nya tepat
melaksnakan tugasnya!" Murid lain turut mengawasi, apakah
ka-limat yang diucapkan guru itu tepat dilakukan/diperankan
oleh murid yang mendapat giliran. Guru mengatakan: -Panggil
tukang kebun kemari!
-Bersihkan papan tulis! - Buka mulutmu lebar-lebar! dan
sebagainya. Kiranya diperhatikan, bahwa kalimat itu jangan
lebih panjang dari 5 per-kataan, terutama pada permulaan kelas
II. Di kelas III dan di kelas yang lebih tinggilagi telah dapat
digunakan kalimat yang lebih panjang, yang "diceraikan"
pengucapannya dengan lagu kalimat, umpamanya: -Kalau
kamu mau ambil sepotong kue ini untukmu! - Pergi sebentar
keluar dan lihat apa tukang kebun ada! dan sebagainya.

f. Pelajaran Pengetahuan Bahasa.


Menggunakan bahasa berarti berkomunikasi dengan orang lain,
dekat (bahasa lisan) maupun jauh (bahasa tulisan). Supaya
mengadakan "komu-nikasi" itu jangan sampai menimbulkan salah
paham, maka orang yang me-lakukan komunikasi itu harus
menggunakan bahasa yang tepat. Yang dimaksud "bahasa tepat", ialah
penggunaan kata, bentuk kalimat, caranya mengucapkan (bahasa lisan)
atau menuliskan (bahasa tulisan) menurut keadaan yang dihadapi.
Berbicara atau mengirim surat kepada teman menuntut penggunaan
kata dan susunan kalimat yang berlainan dari yang hendaknya
diperlukan, kalau seseorang berbicara dengan orang lain yang lebih tua
atau lebih tinggi ke-dudukannya.
Sesuai dengan yang dikatakan di atas, pengetahuan bahasa itu
mencakup tata bahasa (aturan atau kaidah bahasa), penggunaan kata
menurut keadaan yang dihadapi. Bermacam-macam cara (metodik)
dapat digunakan untuk menambah pengetahuan bahasa, seperti yang
dimaksudkan di atas ini. Ada umpamanya yang mulai dengan
mengajarkan hukum bahasa dan berdasarkan itu diberikan berbagai
contoh. Ada pula yang tidak mengajarkan hukum bahasa itu menurut
rumusan yang lazim dikenal dalam ilmu tata bahasa, melainkan yang
disajikan ialah contoh kalimat/bentuk kata yang sebaiknya digunakan.
Di Sekolah Dasar kiranya tidak perlu diajarkan istilah seperti awalan,
sisipan, akhiran", demikian pula "pokok kalimat, sebutan, ke-terangan"
atau "kata benda, kata kerja, dan sebagainya". Istilah demikian baru
perlu diketahui oleh murid di SLTP.
Sehubungan dengan pendirian di atas (mengenai penyajian hukum
dan istilah tata bahasa), maka dalam buku Pelajaran Bahasa Indonesia
untuk Sekolah Dasar tidak ada latihan yang menggunakan istilah tata
bahasa.
g. Pelajaran Apresiasi Sastra.
Walaupun bukan dimaksudkan untuk mengajak murid Sekolah Dan;
melatih diri untuk menilai suatu sajalc, atau pun hasil sastera yang lain,
tetapi perkembangan emosionalitas murid hendaknya mendapat
bagiannya juga dalampelajaran bahasa. Untuk mencapai tujuan
terakhir ini sejak dari kelas I sudah ada beberapa sajak yang dapat
diajarkan kepada anak untuk dihafalkan dan diucapkan di depan kelas.
Sajak yang dipilih itu hendaknya: - ada yang berisi humor atau pun
kelakar, yang dapat menyebabkan murid tertawa; - ada yang tersusun
kata-katanya sedemikian, sehingga rangkaian bunyi yang diucapkan itu
menimbulkan keharuan yang diinginkan oleh penggubah sajak; - ada
yang berisi pujian, pujaan atau pun sanjungan terhadap seseorang
(hendaknya sajak demilcian dipilih dengan saksama dan jangan sampai
menimbulkan "kultus individu" pada murid) dan lain-lain.

h. Koreksi dan Penilaian.


Pelajaran Bahasa tidak luput dari koreksi. Anak belum tahu bentuk
yang seharusnya digunakannya. Oleh karena itu selalu ada kemungkinan
is membuat kesalahan. Kesalahan ini harus diperbaiki. Tetapi cara yang
digunakan sering mematikan keinginan murid untuk menambah mutu
KEUNGGULAN , KELEMAHAN dan SARAN

KEUNGGULAN
menurut saya buku ini sudah layak di baca untuk kalangan guru yang
menggunakannya sebagai acuan dalam mengajar, karena buku ini menjelaskan
secara terperinci mengenai pembahasan yang di bahas, serta menjadikan pembaca
khususnya guru menjadi mudah dalam memahami makna dari sebuah kalimat
yang di ungkapkan dalam buku ini karena di dalam buku ini di lengkapi dengan
contoh tindakan dari sebuah pengertian per sub-bab nya.

KELEMAHAN
Menurut saya, buku ini memiliki desain sampul yang kurang menarik,
tidak terdapat keterangan penulis,jumlah halaman ISBN. Juga tidak adanya corak
warna yang di dalam buku ini, sehingga kesannya seperti buku yang di fotokopy.

SARAN
Alangkah baiknya buku ini di lengkapi dengan desain cover yang lebih
menarik, jangan hanya menggunakan warna kuning sebagai dasar warna
keseluruhan, karena kurang menarik kalau hanya memiliki 1 warna, dan juga isi
dalam buku ini sebaiknya di lengkapi dengan gambar, misalnya tindakan anak
saat berbicara dengan guru atau lainnya, juga di lengkapi warna di dalamnya,
sehingga kesannya tidak seperti buku yang di fotokopy.
DAFTAR PUSTAKA

Ackbar Ny. S.A., (1979). Bahasa indonesia (pedoman gru membaca dan menulis
permulaan ). C.V. “Remaja Karya”. Bandung

You might also like