Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
MAKALAH
MAKALAH
HOME CARE
“PERAWATAN PASIEN STROKE DI RUMAH”
OLEH :
KELOMPOK 11
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nyalah penulisan
Makalah Perawatan Pasien Stroke di Rumah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Makalah ini disusun bukan semata-mata karena petunjuk untuk
mendapatkan nilai, namun di latarbelakangi pula untuk memperluas wawasan kita
khususnya tentang materi perawatan pasien stroke di rumah. Untuk itu penyusun
berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini tentunya
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang objektif
yang bersifat membangun guna tercapainya kesempurnaan yang diinginkan.
Penata sepenuhnya menyadari, tanpa bantuan dan kerjasama dari pihak
yang terkait, makalah ini tidak akan sesuai dengan harapan. Untuk itu pada
kesempatan yang baik ini tidak lupa disampaikan terima kasih dan penghargaan
sebesar-besarnya kepada pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan penulisan ............................................................................ 2
1.4 Manfaat penulisan .......................................................................... 2
a) Manfaat teoritis ........................................................................ 2
b) Manfaat praktis ........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar stroke ....................................................................... 3
2.2 Perawatan pasien stroke di rumah ................................................ 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan masalah
1) Bagaimanakah konsep dasar stroke ?
2) Bagaimanakah perawatan pasien stroke di rumah?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar stroke
2) Untuk mengetahui dan memahami perawatan pasien stroke di rumah
1.4 Manfaat
Manfaat (output) yang diharapkan dapat memberikan dua manfaat yaitu
sebagai berikut.
a) Manfaat Teoritis
1. Manfaat teoritis yang dimaksudkan agar makalah ini dapat dijadikan
sebagai tambahan bahan bacaan serta sebagai dokumentasi bagi
pembaca.
2. Makalah ini dibuat sebagai pengaya wawasan yang menjadi motivasi
bagi penulis untuk melakukan penulisan makalah yang berbasis
keilmuan guna meningkatkan kualitas pendidikan khususnya tentang
perawatan pasien stroke di rumah.
b) Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi mahasiswa yaitu dapat mengimplementasikan atau
menerapkan perawatan pasien stroke di rumah dengan baik dan benar
sesuai dengan standar operasional yang berlaku.
2. Manfaat bagi institusi, diharapkan penulisan makalah ini dapat
dijadikan sebagai salah satu acuan di dalam menyusun materi khusunya
tentang perawatan pasien stroke di rumah.
3. Manfaat bagi dosen, diharapkan penulisan makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan acuan di dalam mengajar sehingga mampu meningkatkan
pemahaman mahasiswa mengenai perawatan pasien stroke di rumah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
B. Penyebab stroke
Stroke adalah akibat gangguan peredaran darah otak. Penyebab stroke
yang sering terjadi adalah :
- Penyumbatan pembuluh darah arteri akibat endapan benda – benda darah
pada dinding pembuluh
3
- Pecah pembuluh akibat kelemahan pada dinding pembuluh darah atau
kelainan pada keadaan darah sendiri
- Endapan pada dinding pembuluh darah atau pada dinding jantung yang
terlepas dan menyumbat pembuluh darah yang lebih kecil. Endapan yang
lepas ini disebut embolus.
Penyebab stroke yang lain lebih jarang terjadi seperti cacat bawaan
pada dinding pembuluh darah atau kelainan pada sistem pembekuan darah.
Keadaan – keadaan tertentu menyebabkan seseorang terancam serangan
stroke. Keadaan ini disebut dengan factor risiko. Factor risiko tersebut
antara lain :
a. Hipertensi. Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan
terjadinya penebalan dinding pembuluh darah. Penebalan ini dapat
menyumbat atau merusak dinding pembuluh darah yang kemudian dapat
pecah.
b. Pasien dengan diabetes. Gula darah yang tidak terkontrol, pada pasien ini
sering terjadi stroke jenis istemik atau infark karena sumbatan umumnya
pada pembuluh darah kecil.
4
oklusi trombolitik dan oklusi embolitik. Penyebab pasti stroke
iskemia masih belum dapat ditentukan dengan pasti. Lima belas
persen stroke iskemia disebabkan oleh stroke lakunar. Iskemia
serebrum disebabkan karena berkurangnya aliran darah ke otak yang
berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit, dimana
bila terjadi lebih dari beberapa menit akan terjadi infark pada
jaringan otak. (Price dan Wilson, 2006) Lewis et al (2011)
menyatakan bahwa stroke iskemik dihasilkan dari tidak adekuatnya
aliran darah ke otak yang disebabkan adanya sumbatan sebagian atau
total pembuluh darah arteri. Transient Ischemic Attack (TIA)
biasanya prekursor terjadinya stroke iskemik. Stroke iskemik
disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah yang
menuju ke otak. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh dua hal. Yang
pertama adalah karena adanya penebalan dinding pembuluh darah (
atheroschlerosis) dan bekuan darah bercampur lemak yang
menempel pada dinding pembuluh darah, yang dikenal dengan
istilah thrombus. Yang kedua adalah akibat tersumbatnya pembuluh
darah otak oleh emboli, yaitu bekuan darah yang berasal dari
thrombus di jantung. Thrombus atau bekuan darah di jantung ini
biasanya terjadi pada pasien yang terpasang katup jantung buatan,
setelah serangan miokard infark akut, atau pasien dengan gangguan
irama jantung berupa febriasi atrial, yaitu irama jantung yang tidak
teratur yang berasal dari serambi jantung.
5
otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadian berlangsung saat
melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak
dibagi 2 yaitu:
Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisme) terutama karena
hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons, dan serebelum.
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisme berry atau
arterivenous malvormation (AVM). Aneurisma yang pecah ini
berasalh dari pembuluh darah sirkulasi willis dan cabang-
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993).
Pecahnya arteri dan keluar ke ruang subarachnoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyaeri
dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia, dll).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Otak dapat berfungsi jika
kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
6
kerusakan dan kekurangan aliran darah otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. (Price & Wilson, 2006).
7
Defisit sensori pada pasien stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan audiotorius
(Smeltzer & Bare, 2008). Defisit visual umum terjadi karena jaras visual
terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri. Defisit visual ini terdiri dari
hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama), diplopia (penglihatan ganda), serta
penurunan ketajaman penglihatan. Defisit sensori yang lain yaitu hilangnya
respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan
dingin) dan tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/ atau lingkungan) juga dapat terjadi pada penderita
stroke. Defisit perseptual ini terdiri dari gangguan skem/maksud tubuh
(amnesia atau menyangkal terhadap ektremitas yang mengalami paralisis;
kelainan unilateral), disorientasi (waktu, tempat, orang), apraksia
(kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek dengan tepat) dan
agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indera). Selain itu juga dapat terjadi kelainan dalam menemukan letak objek
dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan menilai jauhnya, kerusakan
memori untuk mengingat letak spasial objek atau tempat, serta disorientasi
kanan kiri (Smeltzer & Bare, 2008).
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Defisit bahasa dan kemunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut yaitu afasia ekspresif, berupa kesulitan dalam mengubah suara
menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami. Pada afasia ekspresif, pasien
stroke dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata. Afasia
reseptif yaitu kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan. Pada afasia jenis
ini, pasien stroke mampu untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata
dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang kesalahan ini. Afasia global
adalah kombinasi afasia ekspresif dan reseptif, dimana pasien stroke tidak
8
mampu berkomunikasi pada setiap tingkat. Aleksia dimanifestasikan
sebagai ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan. Sedangkan
agrafasia dimanifestasikan sebagai ketidakmampuan untuk
mengekspresikan ide-ide dalam tulisan (Smeltzer & Bare, 2002).
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik pada pasien stroke
muncul bila terjadi kerusakan pada lobus frontal serebrum. Disfungsi dapat
ditujukan dengan lapang perhatian yang terbatas, peningkatan
distraksibilitas (mudah buyar), kesulitan dalam pemahaman, kehilangan
memori (mudah lupa), ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan
atau berpikir secara abstrak, ketidakmampuan untuk mentransfer
pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain, dan kurang motivasi yang
menyebabkan pasien mengalami rasa frustasi dalam program rehabilitasi
yang dilakukan (Smeltzer & Bare, 2008).
Disfungsi aktifitas mental dan psikologik yang umumnya terjadi pada
pasien stroke, biasanya dimanifestasikan dengan labilitas emosional yang
menunjukkan reaksi dengan mudah atau ridak tepat. Selain itu, biasanya
pasien stroke menunjukkan kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial,
penurunan toleransi terhadap stres, rasa ketakutan, pemusuhan, frustasi, dan
mudah marah. Pada tahap lanjut dapat terjadi kekacauan mental, menarik
diri, isolasi dan depresi (Smeltzer & Bare, 2008).
Disfungsi kandung kemih biasanya dimanifestasikan dengan
inkontinesia urinarius yang biasanya terjadi sementara. Hal ini terjadi karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Lesi unilateral karena stroke mengakibatkan
sensasi dan kontrol parsial kandung kemih, sehingga klien sering
mengalami dorongan/rasa ingin berkemih dan inkontinensia urine. Jika lesi
ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang
mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih kehilangan
semua kontrol miksinya. Sedangkan kerusakan fungsi usus biasanya
diakibatkan karena penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi atau
immobilisasi. Hal ini biasanya menimbulkan masalah konstipasi dan
9
pengerasan feses pada pasien stroke. Inkontinensia urine dan alvi yang
berkelanjutan menunjukkan kerusakan neurologi luas (Smeltzer & Bare,
2008).
Masalah fisik yang dihadapi oleh penderita kelumpuhan pascastroke
sangat berdampak pada aktivitas sehari-hari individu. Keterbatasan yang
dialami oleh penderita kelumpuhan pascastroke akan sangat mempengaruhi
kehidupan penderita. Untuk melihat tingkat keparahan kelumpuhan atau
kecacatan stroke, berikut ada skala yang digunakan yaitu Skala Kecacatan
Stroke (The Modified Rankin Scale):
Kecacatan derajat 0
Tidak ada gangguan fungsi
Kecacatan derajat 1
Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau
gangguan minimal. Pasien mampu melakukan tugas dan kewajiban
sehari-hari.
Kecacatan derajat 2 (Slight disability)
Pasien tidak mampu melakukan beberapa aktivitas seperti sebelumnya,
tetapi tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain
Kecacatan derajat 3 (Moderate disability)
Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan
sendiri tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin membutuhkan
tongkat.
Kecacatan derajat 4 (Moderately severe disability)
Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, perlu bantuan
orang lain untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti mandi,
pergi ke toilet, merias diri, dan lain-lain.
Kecacatan derajat 5 (Severe disability)
Pasien tepaksa terbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air besar
dan kecil tidak terasa (inkontinensia), memerlukan perawatan dan
perhatian.
Derajat 6 (Kematian)
10
2.2 Perawatan pasien stroke di rumah
Selama perawatan dirumah, keluarga berperan penting dalam upaya
peningkatan kemampuan pasien untuk mandiri, meningkatkan rasa percaya
diri pasien, meminimalkan kecacatan menjadi seringan mungkin. Proses
pemulihan di rumah ini membutuhkan pemahaman keluarga tentang apa yang
dapat dilakukan keluarga dan pengasuh mengenai masalah yang mungkin
timbul akibat stroke dan cara keluarga dalam mengatasinya.
A. Pengaturan posisi tidur
Masyarakat mempunyai persepsi mengenai postur pasien stroke yang
khas (typical stroke patient) . sebenarnya hal ini dapat dicegah dengan
mengatur posisi pasien dengan tepat sedini mungkin. Posisi pasien harus
diubah 2 – 3 jam.
a. Posisi terbaring terlentang
o Posisi kepala, leher dan punggung lurus
o Letakkan bantal dibawah bahu dan lengan yang lemah secara hati –
hati. Sehingga bahu terangkat ke atas dengan tangan agak ditinggikan
dan memutar ke arah luar siku dan pergelangan tangan agak
ditinggikan.
o Letakkan pula bantal di bawah pangkal paha yang lemah dengan
posisi kaki agak memutar ke arah dalam, lutut agak ditekuk.
11
Gambar 2. Posisi berbaring miring ke sisi yang sehat
12
2. Gerakan menekuk dan meluruskan siku
o Pegang lengan atas pasien dengan tangan satu, tangan lainnya
menekuk dan meluruskan siku
13
5. Gerakan memutar ibu jari
o Pegang telapak tangan dan keempat jari dengan satu tangan, tangan
lainnya memutar ibu jari tangan
14
2. Gerakan menekuk dan meluruskan lutut
o Pegang lutut pasien dengan satu tangan, tangan lainnya memegang
tungkai pasien
o Lakukan gerakan menekuk dan meluruskan lutut
15
C. Latihan aktif anggota gerak atas dan bawah
1. Latihan I :
o Anjurkan pasien untuk mengangkat tangan yang lemah atau lumpuh
menggunakan tangan yang sehat ke arah atas
o Letakkan kedua tangan ke atas kepala
o Kembalikan tangan ke posisi semula, ke bawah
2. Latihan II :
o Anjurkan pasien mengangkat tangan yang lemah atau lumpuh
melewat dada kearah tangan yang sehat
o Kembali ke posisi semula
3. Latihan III :
o Anjurkan pasien mengangkat tangan yang lemah atau lumpuh ke atas
kepala
o Kembali ke posisi semula
16
Gambar 16. Latihan III pada tangan
4. Latihan IV :
o Tekuk siku yang lemah atau lumpuh menggunakan tangan yang sehat
o Luruskan siku kemudian angakt tangan keatas
o Letakkan kembali tangan yang lemah di tempat tidur
5. Latihan V :
o Pegang pergelangan tangan yang lemah atau lumpuh menggunakan
tangan yang sehat
o Angkat ke atas dada
o Putar pergelangan tangan kearah dalam dan kearah luar
o Kembali ke posisi semula
17
Gambar 19. Latihan VI pada jari-jari tangan
7. Latihan VII :
o Anjurkan pasien meletakkan kaki yang sehat di bawah lutut yang
lemah
o Turunkan kaki yang sehat sehingga punggung kaki yang sehat
bersentuhan dengan pergelangan kaki yang lemah
o Angkat ke dua kaki ke atas dengan bantuan kaki yang sehat, kemudian
turunkan pelan – pelan
8. Latihan VIII :
o Angkat kaki yang lemah menggunakan kaki yang sehat ke atas sekitar
3 cm
o Anjurkan kaki sejauh mungkin kea rah satu sisi, kemudian ke sisi
satunya
o Kembali ke posisi semula dan ulangi lagi
18
Bila tidak ada komplikasi dan kondisi pasien memungkinkan, pada
hari ketiga posisi kepala di tempat tidur ditinggikan secara bertahap, mulai
dari 45 derajat, 60 derajat, dan akhirnya pasien berlatih duduk bersandar di
tempat tidur. Hari berikutnya pasien berlatuh duduk berjuntai tanpa bersandar
di tempat tidur, dan bila pasien telah mampu duduk minimal 30 menit pada
hari berikutnya pasien berlatih duduk ke kursi roda, serta selanjutnya berlatuh
berdiri dan berjalan.
19
yang lemah sebaiknya diganjal dengan bantal, baik saat berbaring atau
duduk untuk memperlancar arus balik darah ke jantung dan mencegah
terjadinya bengkak edema pada tangan dan kaki. Apabila pasien
mengalami hemiparese perhatiakan posisi duduk, berdiri dan berbaring,
melatih pasien untuk melakukan aktivitas secara rutin serta mengaktifkan
gerak anggota tubuh secara rutin terutama bagian yang lemah.
Keluarga dan pengasuh dapat mencegah terjadinya kekakuan pada
tangan dan kaki yang lemah dengan melaukan latihan gerakan sendi,
melanjutkan latihan yang telah dilakukan di rumah sakit. Sebaiknya latihan
ini dilakukan minimal dua kali sehari. Untuk mempertahankan dan
meningkatkan kekuatan otot latihan harus dilakukan oleh fisioterapis 3-4
kali seminggu, sedangkan sisa hari yang lain dapat dilakukan oleh
keluarga atau pengasuh.
Keluarga atau pengasuh juga dapat membantu pasien berlatih
berjalan kembali dengan beberapa cara. Yang pertama, berdirilah di sisi
yang lemah atau di belakang pasien untuk memberi rasa aman pada pasien.
Hindari penggunaan alat bantu jalan kecuali bila sangat diperlukan sesuai
anjuran fisioterapis.
20
menggunakan tangan yang masih lemah dibawah pengawasan pengasuh.
Dengan mengaktifkan tangan yang lemah akan memberikan simulasi
kepada sel-sel otak untuk berlatih kembali aktifitas yang dipelajari
sebelum sakit.
21
Gambar 25. Pasien mengalami rasa kebas atau baal
4. Gangguan Keseimbangan
Pada saat mulai latihan mobilisasi seringkali pasien pasca stroke
mengalami gangguan keseimbangan pada saat duduk, berdiri, atau
berjalan. Berikut ini beberapa cara melatih keseimbangan pasien.
22
lemah. Gerakan membimbing lengan ini dapat dilakukan berulang kali
sampai pasien mampu mempertahankan keseimbangan duduknya.
23
5. Gangguan Berbicara dan Gangguan Berkomunikasi
Bila stroke menyerang otak kiri dan mengenai pusat bicara,
kemungkinan pasien akan mengalami gangguan bicara atau afasia. Secara
umum Afasia terbagi dalam tiga jenis; afasia motorik, afasia sensorik, dan
afasia global. Pasien afasia motorik ditandai dengan ketidakmampuan
pasien mengungkapkan atau mengekspresikan kata-kata, tetapi pasien
memahami apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Sebaliknya, pasien
afasia sensorik tidak memahami perbicaraan orang lain, tetapi pasien dapat
mengeluarkan kata-kata. Akibatnya pasien afasia sensorik terlihat tidak
nyambung kalau diajak berbicara, oleh karena otak tidak mampu
menginterpretasikan pembicaraaan orang lain meskipun fungsi
pendengaran baik. Sedangkan bila kerusakan otak luas dan menyerang
pusat ekspresi dan pusat pengertian bicara di otak kiri, pasien akan
mengalami afasia global. Pasien tidak mampu memahami pembicaraan
orang lain dan tidak mampu mengungkapkan kata-kata secara verbal.
Hal yang harus dipahami oleh keluarga adalah, bahwa pasien afasia
tetap membutuhkan kesempatan untuk mendengar pembicaraan orang lain
secara normal. Bila keluarga mengabaaikan pasien stroke yang mengalami
afasia, misalnya mendiamkan atau menganggap seolah-olah pasien tidak
memahami pembicaraan keluarga, pasien akan merasakan frustasi dan
sakit hati. Pada saat berbicara dengan pasien afasia usahakan agar wajah
kita menghadap lurus ke arah pasien.
Hal ini akan membantu pasien untuk melihat gerak bibir dan
eksspresi wajah kita. Usahakan untuk mempergunakan kalimat-kalimat
pendek dan berikan tekanan pada kata-kata yanng penting. Jika
memungkinkan gunakan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan irama suara
sehingga pasien dapat memahami perkataan kita. Bila pasien tidak
mengerti perkataan kita, usahakan untuk mengucapkan dengan kalimat
yang artinya sama.
Anjurkan dan berikan kesempatan kepada pasien untuk
berkomunikasi secara total, yaitu dengan mempergunakan ekspresi wajah
24
dan gerakan tubuh. Jangan cemas bila pasien memberikan jawaban yang
kurang jelas.
Agar memahami pembicaraan pasien, sebaiknya keluarga
mendengarkan secara cermat dan memperhatikan kata-kata kunci,
selanjutnya keluarga dapat mengira-ngira apa yang ingin pasien katakan.
Jangan gusar bila tebakan keluaga benar, minta maaf dan anjurkan pasien
untuk mengulangi kata-katanya.
Keluarga sebaiknya menggunakan kalimat verbal ketika melakukan
kegiatan. Misalanya pada saat menyisir rambut pasien keluarga atau
pengasuh dapat mengatakan “Saya akan menyisir rambut Ibu, ini sisirnya,
bolehkah saya menyisir rambut Ibu?”. Bila biasanya pasien menggunakan
alat bantu dengar, gigi palsu, atau kaca mata, anjurkan pasien
menggunakannya pada saat berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk membantu pasien memahami pembicaraan orang lain,
usahakan berbicara perlahan, tenang, dengan intonasi suara normal, jangan
berteriak. Gunakan bahasa orang dewasa, kalimat pendek, dan berikan
rangsangan visual jika memungkinkan.
Seringkali pasien troke dengan afasia, khususnya afasia motorik
merasa frustasi karena tidak mampu mengungkapkan apa yang diinginkan,
sebagai akibatnya paasien marah atau bahkan mengauk. Salah satu upaya
untuk mengatasinya adalah dengan menyediakan papan komunikasi.
Papan komunikasi ini berisi gambar atau simbol aktifitas kegiiatan
harian paisen. Yang perlu diingat adalah, bahwa papan komunikasi
mengantisipasi keinginan pasien dan mencegah pasien frustasi. Pasien
dapat belajar berkomunikasi melalui papan komunikasi tersebut, sehingga
dapat membantu pasien dalam berkomunikasi secara non verbal melalui
gambar atau simbol yang ada pada papan komunikasi tersebut. Untuk
mempercepat pemulihan, pasien stroke dengan afasia dianjurkan untuk
berlatih dengan terapis wicara secara teratur minimal 2 kali seminggu.
25
Gambar 28. Melatih pasien stroke dengan gangguan
bicara dan komunikasi
6. Gangguan Menelan
Gangguan menelan merupakan salah satu masalah kesehatan akibat
serangan stroke. Biasanya pasien menunjukkan gejala tersedak pada saat
makan atau minum, keluar nasi dari hidung, pasien terlihat tidak mampu
mengontrol keluarga air liur dari mulut atau mengiler, memerlukan aktu
yang lama untuk makan, dan tersisa makanan di mulut setelaah makan.
Selama di rumah sakit, pasien dengan gangguan menelan biasanya makan
dan minum melalui selang lambung. Kadang pasien pulang ke rumah
sudah tidak terpasang selang tetapi masih mengalami kelemahan pada
otot-otot menelannya, sehingga maasih memerlukan penanganan khusus.
Untuk mengatasi masalah ini, bila memungkinkan pasien harus duduk di
kursi pada waktu makan atau minum. Bila terpaksa harus makan di tempat
tidur, pasien harus didudukkan tegak 60-90 derajat. Ketika pasien
menelan, anjurkan pasien untuk menekuk leher dan kepala untuk
mempermudah menutupnya jalan nafas ketika pasien menelan. Pada
wwaktu pasien menelan anjurkan untuk memutar kepala (menengok) ke
sisi yang lemah. Pergunakan sendok kecil dan tempatkan makanan pada
sisi yang sehat. Pastikan bahwa makanan telah tertelan semua, sebelum
memberikaan suapan berikutnya. Pertahankan pasien tetap duduk tegak
setengah jam setelah makan. Pastikan mulut pasien telah kosong sehabis
makan, sehingga tidak tersisa makanan di mulut pasien. Bersihkan gigi
26
dan mulut sebelum dan setelah pasien makan untuk menghindari
terjadinya infeksi jamur dan gigi berlubang.
Bila pasen masih terpasang selang atau NGT pada waktu pulang
Gangguan menelan pada pasien pasca stroke sebagian besar
bersifat sementara, hanya sekitar 15-20% yang bersifat menetap,
27
sehingga beberapa pasien pulang ke rumah masih terpasang selang NGT
untuk makan atau minum. Selang NGT adalah selang yang dimasukkan
ke lambung malalui lubang hidung pasien. Selang ini harus diganti
secara periodik. Waktu penggantian selag tergantung bahan selangm
ada yang setiap 7 hari, 30 hari, atau ada juga yang setiap 90 hari atau
setiap 3 bulan. Kebutuhan kalori bagi pasien pasca stroke bervariasi,
tergantung kepada usia, jenis kelamin, berat badan, tingkat aktifitas,
suhu tubuh, dan kondisi kesehatan secara umum atau penyakit yang
menyertasi. Laki-laki membutuhkan sekitar 2300-3100 kalori per hari,
sedangkan perempuan membutuhkan sekitar 1700-2500 kalori per hari.
Biasanya makan cair dibagi atau diberikan dalam 6 kali sehari, yaitu pk.
06-09-12-15-18-21. Pasien, pengasuh, dan keluarga harus memahami
bahwa bagi pasien yang mengalami gangguan menelan, cairan lebih
berbahaya dari pada makanan lunak.
Peralihan cara memberikan makanan dari selang NGT ke oral
harus atas rekomendasi tim stroke. Pasien akan dilatih makan per oral
muai dari makanan dengan konsistensi lunak atau semi padat,
selanjutnya bertahap ke bentuk yang lebih cair. Pada tahap awal, bila
tim stroke memutuskan pasien mulai makan per oral, selang NGT akan
diganti ke ukuran yang lebih kecil. Bila pasien telah mampu menelan
makanan lunak misalnya bubur, tetapi belum mampu menelan cairan,
maka selang NGT harus tetap terpasang. Selanjutnya secara bertahap
menu akan dimodifikasi ke yang lebih cair dan akhirnya semua
makaanan dan minuman diberikan per oral. Hindari mengguunakan
gelas atau sedotan pada awal latihan minum karena dapat menyebabkan
pasien tersedak. Sebaiknya gunakan sendok kecil. Gejala tersedak ini
disebabkan karena koordikasi otot lidah dan mulut belum baik atau bisa
juga karena adanya gangguan fungsi pusat menelan di otak.
7. Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan pada pasien pasca stroke bervariasi, muai dari
pandangan dobel, pandangan kabur, pandangan gelap seperti tertutup layar
28
lebar pada sebelah mata, atau berkurangnya lapang pandang. Bila pasien
mengalami gangguan lapang pandang, pada saat pasien makan letakkan
nampan makanan pada ssisi yang dapat dilihat oleh pasien. Orientasikan
atau beritahukan pasien tampat dan barang yang ada disekitar pasien,
terutama pada sisi yang tidak dapat dilihat oleh pasien. Untuk melatih
penglihatan pasien, sebaiknya pengasuh atau keluarga menghampiri pasien
dari sisi yang mengalami gangguan lapang pandang pada pasien. Tutup
salah satu mata pasien menggunakan kain kasa secara bergantian setiap
dua jam.
29
Gambar 30. Mencegah/ mengatasi kebiasaan pasien ngompol
30
Cara mengenakan kemeja:
- Masukkan terlebih dahulu lengan yang lemah kedalam lengan
kemeja
- Tarik lengan kemeja ke atas sampai bahu
- Putar kemeja ke lengan yang sehat dari belakang
- Masukkan tangan yang sehat ke lengan kemeja satunya
31
itu, keluarga juga dapat me-reorientasiikan kembali pemahaman pasien
terhadap tempat, waktu dan orang. Sebagai contoh, keluarga dapat
mengatakan, “Selamat pagi bapak/Ibu, hari ini hari Senin Tanggal 4
Februari 2018, kita jalan-jalan yuk, mumpung udaranya cerah, sinar
matahari terang, supaya badan bapak/ibu menjadi segar.” Secara tidak
langsung, sambil berkomunikasi keluarga sudah melatih daya ingat pasien
mengenai waktu dan cuaca.
Hal lain yang dapat dilakukan keluarga adalah dengan meletakkan
benda yang menunjukkan waktu di kamar pasien. Selain itu, keluarga juga
dapat mengajak pasien untuk membicarakan mengenai masa lalu yang
menyenangkan. Bila memungkinkan, akan lebih menarik lagi bila
menggunakan “bahasa ibu” pada saat berkomunikasi dengan pasien.
32
keagamaan. Bila diperlukan dapat dilakukan konsultasi oleh psikolog atau
diberikan obat anti depresan oleh dokter yang merawat. Keluarga atau
pengasuh sebaiknya membuat buku harian yang berisi kondisi pasien,
masalah yang terjadi, obat-obatan dan menu yang dikonsumsi, serta
kegiatan lain yaang dilakukan pasien bersama pengasuh dan keluarga.
Catatan harian sebaiknya juga berisi kemajuan yang dialami pasien, baik
kemajuan ketrampilan fisik maupun kemajuan respon emosi pasien.
Bila memungkikan pasien dilibatkan dalam menyusun suatu rencana,
termasuk encana melewatkan waktu dengan bepergian ke tempat yang
telah disetujui bersama. Rencana bepergian keluar ruumah paling tidak
sekali dalam seminggu, baik sekedar rekreasi atau berkunjung ke rumah
kerabat atau teman. Bila keluarga yang merawat pasien atau pengasuh
merasa jenuh, sekali waktu dapat dicari pengganti sementara, tetapi orang
lain mengenai perasaan yang dirasakan merupakan salah satu cara
menghilangkan kejenuhan. Keluarga dan pengasuh harus bersikap optimis,
bahwa pasien akan mengalami kemajuan. Tidak ada salahna merayakan
bersama pasien perubahan atau kemajuan yang terjadi, walau sekecil
apapun kemajuan tersebut. Menangis merupakan hal yang manusiawi.
Menangislah kalau memang anda ingin menangis. Keluarga dan pengasuh
hendaknya berpikir mengenai apa yang dapat pasien lakukan, bukan apa
yang tidak dapat dilakukan pasien.
33
stroke mengalami hal sebaliknya, yaitu terjadi peningkatan libido dan
kepuasan seksual bertambah. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
bertambah erat relasi antar pasangan atau terjdinya perubahan elemen
psikis ke arah lebih baik.
Pasien pasca stroke dan pasangannya membutuhkan konsultasi
seksual dari tim kesehatan yang kompeten. Tetapi sebagian besar pasangan
ini tidak dapat menyampaikan secara verbal, sehingga dokter dan tim
kesehatan lain harus aktif menanyakan secara langsung apakah pasien dan
pasangannya mengalami masalah seksual ini. Pasien pasca stroke
diperbolehkan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya
setelah terserang stroke. Seringkali pasien membutuhkan waktu untuk
kembali mampu melakukan hubungan seksual. Hal ini disebabkan karena
dampak dari stroke, misalnya kelumpuhan atau kekakuan yang
mempersulit pasien dalam mengatur posisi. Tetapi masalah ini secara
umum dapat diatasi dengan bantuan dan konsultasi dari tim stroke.
Beberapa pasien laki-laki mengeluh tidak mampu mempertahankan ereksi.
Hal yang menjadi penyebabnya adalah antara lain; stroke itu sendiri,
penyakit diabetes, merokok, atau efek samping obat yang dikonsumsi oleh
pasien, misalnya obat anti hipertensi. Tidak perlu khawatir, pada saat ini
sebagian besar maalah tersebut di atas telah mampu ditangani oleh dokter
dan tim stroke.
34
perlu berikan instruksi. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila merasa
tidak kuat mengangkat sendiri, cari bantuan orang lain.
35
Gambar 33 . Latihan mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi
36
Sistole Diastole
Zona merah > atau = 180 mmHg > atau = 110 mmHg
Zona kuning 140-179 mmHg 90-109 mmHg
Zona hijau < 140 mmHg < 90 mmHg
Tapi tidak < 90 mmHg Tapi tidak <60 mmHg
37
Zona hijau : < atau = 2.6 mmol/L
38
b) Dibutuhkan penyesuaian obat anti diabetes, diskusikan dengan
dokter yang merawat
c) Ingatkan pasien untuk patuh minum obat sesuai anjuran dokter
d) Anjurkan pasien untuk mengonsumsi diet khusus dengan jumlah
kalori sesuai anjuran dokter
Bila berada pada zona kuning : awas/ hati-hati
a) Kontrol teratur ke dokter yang merawat
b) Tingkatkan aktivitas latihan
c) Perbaiki kebiasaan makan dengan mengonsumsi menu seimbang
d) Dibutuhkan penyesuaian obat-obatan. Diskusikan dengan dokter
yang merawat
Bila berada pada zona hijau : terkontrol bagus
a) Pasien diabetes terkontrol
b) Lanjutkan pola gaya hidup sehat, kebiasaan makan yang sehat,
dan obat-obatan yang diberikan dokter
c) Kontrok kesehatan secara teratur ke dokter atau pelayanan
kesehatan
d) Ingat untuk mengontrol kesehatan secara menyeluruh atau general
check up setiap tahun.
39
Selain kadar gula darah yang meningkat, yang harus lebih
diwaspadai oleh keluarga dan pengasuh adalah terjadinya penurunan
kadar gula darah menjadi kurang dari 80 mg/dl. Hal ini harus diatasi
segera dengan mengonsumsi gula, antara lain dengan cara :
1. Makan atau “ngemil” secepatnya
2. Secepatnya konsumsi :
- minum air gula atau madu 2 - 4 sendok teh
- minum ½ gelas jus buah
- minum ½ gelas “soft drink”
- 3 tablet gula atau permen
3. Pantau kembali gula darah tiap 15 menit
40
1) Pasien kejang
a. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama pasien kejang
b. Jauhkan barang-barang yang dapat membahayakan fisik pasien
c. Tidurkan pasien terlentang tanpa bantal, miringkan kepala ke satu sisi
d. Jangan mencoba memasukkan sesuatu apapun ke mulut pasien selama
kejang karena dapat menyebabkan gigi patah
e. Berikan obat anti kejang per rectal sesuai anjuran dokter
f. Bila kejang berlanjut hubungi dokter dan segera bawa pasien ke
rumah sakit
g. Catat waktu dan lamanya kejang, gerakan anggota badan pada saat
pasien kejang, dan catat apakah pasien ngompol dan mengalami
penurunan kesadaran setelah kejang
h. Bagi pasien pasca stroke yang mengalami kejang berulang diskusikan
dengan dokter obat anti kejang yang harus dikonsumsi oleh pasien
i. Pada pasien yang mendapat terapi anti kejang (mis: penytoin) dalam
waktu lama, diskusikan apakah perlu dan kapan waktu untuk
pemeriksaan kadar penytoin dalam darah.
41
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke adalah suatu “brain attack”atau “serangan otak”. Serangan ini
terjadi akibat kurangnya suplai oksigen ke dalam otak. Penyebab stroke yang
sering terjadi akibat adanya penyumbatan pembuluh darah arteri oleh endapan
benda – benda darah pada dinding pembuluh. Secara garis besar terdapat 2
macam jenis stroke, yaitu stroke iskemik atau penyumbatan dan stroke
pendarahan. Tanda dan gejala stroke bervariasi, tergantung pada lokasi dan
besarnya kerusakan sel otak akibat kurangnya suplai oksigen sekitar 90 %
pasien yang terserang stroke menunjukkan tanda dan gejala yaitu: tiba – tiba
mengalami kelemahan atau kelumpuhan separoh badan. Tanda dan gejala
lainnya adalah tiba – tiba kehilangan rasa peka, bicara cadel atau pole,
gangguan bicara dan berbahasa, gangguan menelan, kehilangan rasa peka,
proses berkemih terganggu, gangguan penglihatan, mulut mencong atu tidak
simetris ketika menyeringai, gangguan daya ingat, nyeri kepal hebat, vertigo,
kesadaran menurun dan beberapa tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan
adanya gangguan pada fungsi otak.
Selama perawatan dirumah, keluarga berperan penting dalam upaya
peningkatan kemampuan pasien untuk mandiri, meningkatkan rasa percaya
diri pasien, meminimalkan kecacatan menjadi seringan mungkin. Perawatan
pasien stroke di rumah dapat dilakukan mulai dari pengaturan posisi pasien
yang harus dirubah setiap 2-3 jam mulai dari berbaring terlentang, miring ke
sisi yang sehat maupun yang sakit untuk mencegah adanya luka tekan pada
kulit. Selain itu perlu juga dilakukan latihan pasif dan aktif pada anggota
gerak atas dan bawah untuk mencegah kekakuan pada otot dan sendi.
Berbagai masalah yang mungkin dialami pasien pasca stroke seperti
kelumpuhan, gangguan berkomunikasi, gangguan menelan, dan lain
sebagainya sehingga sangat perlu dilakukannya perawatan di rumah yang
melibatkan keluarga atau pengasuh untuk membantu agar pasien tidak
mengalami serangan stroke secara berulang. Perawatan pasien stroke di
42
rumah dapat dilakukan dengan terapi ataupun latihan yang disesuaikan
dengan jenis masalah yang dihadapi oleh pasien. Adapun beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasien stroke di rumah antara lain :
menjaga kesehatan punggung pengasuh atau keluarga, mencegah terjadinya
luka di kulit pasien akibat tekanan, mencegah terjadinya kekakuan otot dan
sendi. Pasien yang sudah mengalami serangan stroke memiliki risko akan
terkena serangan stroke berulang sehingga bagi pasien stroke yang memiliki
penyakit lain, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, penyakit
kencing manis atau penyakit lain, keluarga harus mengingatkan pasien untuk
mengontrol kesehatannya secara teratur ke dokter atau pelayanan kesehatan.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, agar dapat memberikan pemahaman
bagi tenaga kesehatan dan keluarga mengenai perawatan pasien stroke di
rumah. Bagi tenaga kesehatan agar selalu memberikan perawatan yang baik
bagi pasien tanpa adanya pembedaan, sehingga pasien merasa berharga untuk
menjalani kehidupannya. Khususnya pada perawatan pasien stroke, sangat
dibutuhkan kesabaran karena membutuhkan waktu yang sangat panjang bagi
mereka untuk secara perlahan mencapai pemulihan, sehingga dalam hal ini
sangat diperlukan juga peran serta keluarga dalam memberikan perawatan di
rumah bagi pasien. Apabila keluarga belum mengetahui cara untuk
memberikan perawatan yang benar, diharapkan makalah ini dapat dijadikan
sebagai pedoman dan harus tetap melakukan koordinasi dengan dokter
ataupun tenaga kesehatan lainnya. Pasien stroke di rumah sangat perlu
mendapatkan perawatan sehingga kolaborasi antara perawat dan keluarga
sangat diperlukan dalam hal ini.
43
DAFTAR PUSTAKA
Chan, C. 2002. Total Stroke Management Acute Care and Rehabilitation. Jakarta:
RS Dr Cipto Mangunkusumo.
Mulyatsih, E. & Ariza, A. 2008. Stroke: Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke
di Rumah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
44