MAKALAH

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 47

MAKALAH

HOME CARE
“PERAWATAN PASIEN STROKE DI RUMAH”

OLEH :
KELOMPOK 11

1. Ni Kadek Dita Agustiari (P07120016054)


2. Luh Putu Shintya Bagaswari K. (P07120016056)
3. Kadek Ona Utari Dewi (P07120016069)

PROGRAM STUDI D-III JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nyalah penulisan
Makalah Perawatan Pasien Stroke di Rumah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Makalah ini disusun bukan semata-mata karena petunjuk untuk
mendapatkan nilai, namun di latarbelakangi pula untuk memperluas wawasan kita
khususnya tentang materi perawatan pasien stroke di rumah. Untuk itu penyusun
berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini tentunya
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang objektif
yang bersifat membangun guna tercapainya kesempurnaan yang diinginkan.
Penata sepenuhnya menyadari, tanpa bantuan dan kerjasama dari pihak
yang terkait, makalah ini tidak akan sesuai dengan harapan. Untuk itu pada
kesempatan yang baik ini tidak lupa disampaikan terima kasih dan penghargaan
sebesar-besarnya kepada pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, Februari 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan penulisan ............................................................................ 2
1.4 Manfaat penulisan .......................................................................... 2
a) Manfaat teoritis ........................................................................ 2
b) Manfaat praktis ........................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar stroke ....................................................................... 3
2.2 Perawatan pasien stroke di rumah ................................................ 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................... 42
3.2 Saran ............................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 44

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sindroma akibat gangguan peredaran darah otak (PPDO) atau yang
dikenal dengan istilah stroke, merupakan penyebab utama kecacatan pada
kelompok usia 45 tahun ke atas. Stroke sering menimbulkan permasalahan
yang kompleks, baik dari segi kesehatan, ekonomi, sosial, serta membutuhkan
penanganan yang komprehensif, termasuk upaya pemulihan dalam jangka
lama bahkan sepanjang sisa hidup pasien.
Dari segi neurologik, tindakan medis dan upaya pemulihan yang
dilakukan berdasarkan pada usaha untuk mencegah kerusakan sel otak yang
semula aktif atau menjadi hipoaktif. Dengan perkataan lain berusaha
memanfaatkan semaksimal mungkin keberadaan sel-sel otak yang masih
sehat. Untuk mencapai harapan ini, diperlukan latihan-latihan yang pada
hakekatnya merupakan proses belajar kembali. Sambil menunggu terjadinya
lintasan penghubung yang baru dan memacu perbaikan-perbaikan fungsional
otak, latihan-latihan ini juga bertujuan mencegah terjadinya penurunan
kekuatan otot dan sendi, sehingga tercapai keselarasan antara perbaikan di
tingkat pusat dan terpeliharanya kondisi otot penggerak.
Perhatian harus juga diberikan pada keluarga pasien karena anggota
keluarga sangat memengaruhi respon pasien terhadap keadaan yang
dideritanya. Mereka ikut berperan terhadap keberhasilan dan kegagalan upaya
pemulihan. Pada awal setelah terjadinya stroke, pasien merasa bingung dan
mengalami ketergantungan yang sangat besar terhadap orang lain, untuk itu
diperlukan seorang pengasuh atau carer yang dapat membantu pasien saat
pasien membutuhkan pertolongan dan membantu melatih pasien secara
bertahap untuk mencapai kemandirian. Pengasuh adalah seorang yang
ditunjuk oleh keluarga, sebaiknya dengan persetujuan pasien, untuk menjadi
pendamping pasien umumnya minimal 6 bulan. Pengasuh ini dapat salah satu
anggota keluarga pasien atau bisa juga orang lain yang telah diberi
penyuluhan secara khusus untuk menjadi pengasuh stroke.

1
1.2 Rumusan masalah
1) Bagaimanakah konsep dasar stroke ?
2) Bagaimanakah perawatan pasien stroke di rumah?

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar stroke
2) Untuk mengetahui dan memahami perawatan pasien stroke di rumah

1.4 Manfaat
Manfaat (output) yang diharapkan dapat memberikan dua manfaat yaitu
sebagai berikut.
a) Manfaat Teoritis
1. Manfaat teoritis yang dimaksudkan agar makalah ini dapat dijadikan
sebagai tambahan bahan bacaan serta sebagai dokumentasi bagi
pembaca.
2. Makalah ini dibuat sebagai pengaya wawasan yang menjadi motivasi
bagi penulis untuk melakukan penulisan makalah yang berbasis
keilmuan guna meningkatkan kualitas pendidikan khususnya tentang
perawatan pasien stroke di rumah.

b) Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi mahasiswa yaitu dapat mengimplementasikan atau
menerapkan perawatan pasien stroke di rumah dengan baik dan benar
sesuai dengan standar operasional yang berlaku.
2. Manfaat bagi institusi, diharapkan penulisan makalah ini dapat
dijadikan sebagai salah satu acuan di dalam menyusun materi khusunya
tentang perawatan pasien stroke di rumah.
3. Manfaat bagi dosen, diharapkan penulisan makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan acuan di dalam mengajar sehingga mampu meningkatkan
pemahaman mahasiswa mengenai perawatan pasien stroke di rumah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar stroke


A. Pengertian stroke
Stroke merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan suatu gangguan neurologis yang disebabkan terputusnya
aliran darah ke sebagian otak (Black & Hawks, 2009). Smeltzer dan Bare
(2008) mendefinisikan stroke/ Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/
Cerebro Vascular Disease (CVD), Cerebro Vascular Accident (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah
sebagian otak.
Istilah Cerebro Vascular Disease (CVD) menunjukkan setiap kelainan
serebral yang disebabkan karena proses patologis pembuluh darah serebral
yang disebabkan karena proses patologis pembuluh darah serebral seperti
sumbatan pada lumen pembuluh darah otak oleh trombus atau embolus,
pecahnya pembuluh darah serebri, lesi atau perubahan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan peningkatan viskositas atau perubahan lain pada
kualitas darah yang menyebabkan pasokan oksigen dan nutrisi ke serebral
terhambat (Mokhtar, 2009 dan Standford Stroke Center, 2009).
Stroke adalah suatu “brain attack”atau “serangan otak”. Sesuai dengan
istilah “serangan”, kejadian stroke hampir selalau tiba – tiba dengan gejala
yang beragam. Gejala yang paling sering ditemukan adalah keadaan
lumpuh setengah badan dengan atau yanpa penurunan kesadaran. Stroke
sering dihubungkan dengan keadaan “stress”walaupun hal ini tidak selalu
ada.

B. Penyebab stroke
Stroke adalah akibat gangguan peredaran darah otak. Penyebab stroke
yang sering terjadi adalah :
- Penyumbatan pembuluh darah arteri akibat endapan benda – benda darah
pada dinding pembuluh

3
- Pecah pembuluh akibat kelemahan pada dinding pembuluh darah atau
kelainan pada keadaan darah sendiri
- Endapan pada dinding pembuluh darah atau pada dinding jantung yang
terlepas dan menyumbat pembuluh darah yang lebih kecil. Endapan yang
lepas ini disebut embolus.

Penyebab stroke yang lain lebih jarang terjadi seperti cacat bawaan
pada dinding pembuluh darah atau kelainan pada sistem pembekuan darah.
Keadaan – keadaan tertentu menyebabkan seseorang terancam serangan
stroke. Keadaan ini disebut dengan factor risiko. Factor risiko tersebut
antara lain :
a. Hipertensi. Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan
terjadinya penebalan dinding pembuluh darah. Penebalan ini dapat
menyumbat atau merusak dinding pembuluh darah yang kemudian dapat
pecah.
b. Pasien dengan diabetes. Gula darah yang tidak terkontrol, pada pasien ini
sering terjadi stroke jenis istemik atau infark karena sumbatan umumnya
pada pembuluh darah kecil.

Selain itu terdapat beberapa keadaan yang dapat memperbesar risiko


untuk terkena stroke, yaitu :
a. Usia tua
b. Obesitas
c. Penyakit jantung
d. Kebiasaan merokok
e. Kebiasaan makan – makanan yang mengandung kolesterol tinggi

C. Macam-macam jenis stroke


Secara garis besar terdapat 2 macam jenis stroke :
a) Stroke iskemik atau penyumbatan. Iskemia serebrum ini
menduduki 80-85% dari seluruh kasus stroke. Penyakit
serbrovaskular iskemia ini dibagi menjadi dua kategori besar yaitu

4
oklusi trombolitik dan oklusi embolitik. Penyebab pasti stroke
iskemia masih belum dapat ditentukan dengan pasti. Lima belas
persen stroke iskemia disebabkan oleh stroke lakunar. Iskemia
serebrum disebabkan karena berkurangnya aliran darah ke otak yang
berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit, dimana
bila terjadi lebih dari beberapa menit akan terjadi infark pada
jaringan otak. (Price dan Wilson, 2006) Lewis et al (2011)
menyatakan bahwa stroke iskemik dihasilkan dari tidak adekuatnya
aliran darah ke otak yang disebabkan adanya sumbatan sebagian atau
total pembuluh darah arteri. Transient Ischemic Attack (TIA)
biasanya prekursor terjadinya stroke iskemik. Stroke iskemik
disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah yang
menuju ke otak. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh dua hal. Yang
pertama adalah karena adanya penebalan dinding pembuluh darah (
atheroschlerosis) dan bekuan darah bercampur lemak yang
menempel pada dinding pembuluh darah, yang dikenal dengan
istilah thrombus. Yang kedua adalah akibat tersumbatnya pembuluh
darah otak oleh emboli, yaitu bekuan darah yang berasal dari
thrombus di jantung. Thrombus atau bekuan darah di jantung ini
biasanya terjadi pada pasien yang terpasang katup jantung buatan,
setelah serangan miokard infark akut, atau pasien dengan gangguan
irama jantung berupa febriasi atrial, yaitu irama jantung yang tidak
teratur yang berasal dari serambi jantung.

b) Stroke pendarahan. Stroke ini 70 % disebabkan oleh pecahnya


pembuluh darah ke otak oleh karena tekanan darah tinggi atau
hipertensi. Sisanya biasanya disebabkan oleh rupture atau pecahnya
aneurysma, yaitu pembuluh darah yang berstekstur tinggi dan
mengembang. Stroke hemoragik menduduki 15-20% dari semua
kasus stroke. Pendarahan intrakranium ini dapat terjadi di jaringan
otak itu sendiri (parenkim), ruang subarachnoid, subdural atau
epidural. Stroke jenis ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah

5
otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadian berlangsung saat
melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak
dibagi 2 yaitu:
 Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisme) terutama karena
hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons, dan serebelum.

 Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisme berry atau
arterivenous malvormation (AVM). Aneurisma yang pecah ini
berasalh dari pembuluh darah sirkulasi willis dan cabang-
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993).
Pecahnya arteri dan keluar ke ruang subarachnoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyaeri
dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia, dll).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Otak dapat berfungsi jika
kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi

6
kerusakan dan kekurangan aliran darah otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. (Price & Wilson, 2006).

D. Tanda dan gejala stroke


Tanda dan gejala stroke bervariasi, tergantung pada lokasi dan
besarnya kerusakan sel otak akibat kurangnya suplai oksigen sekitar 90 %
pasien yang terserang stroke tiba – tiba mengalami kelemahan atau
kelumpuhan separoh badan. Tanda dan gejala lainnya adalah tiba – tiba
kehilangan rasa peka, bicara cadel atau pole, gangguan bicara dan
berbahasa, gangguan menelan, kehilangan rasa peka, proses berkemih
terganggu, gangguan penglihatan, mulut mencong atau tidak simetris ketika
menyeringai, gangguan daya ingat, nyeri kepal hebat, vertigo, kesadaran
menurun dan beberapa tanda dan gejala lain yang menunjukkan adanya
gangguan fungsi otak.
Smeltzer dan Bare (2008) menyebutkan stroke dapat menyebabkan
berbagai defisit neurologis yang bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang terkena), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesoris). Beberapa defisit
neurologis yang dapat ditimbulkan akibat stroke yaitu defisit motorik,
defisit sensori, defisit perceptual, kerusakan bahasa dan komunikasi,
kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, disfungsi aktifitas mental dan
psikologik, dan gangguan eliminasi.
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volenteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motor
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh), dan
hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh). Defisit motorik yang
lainnya adalah disatria (kerusakan otot-otot bicara) dan disfagia (kerusakan
otot-otot menelan) (Smeltzer & Bare 2002). Lewis et al (2011)
menyebutkan bahwa defisit motorik pada stroke adalah efek yang paling
sering ditemukan. Defisi motorik meliputi kerusakan (1) mobilitas, (2)
fungsi respirasi, (3) menelan dan berbicara, (4) reflex gag, (5)
ketidakmampuan self-care.

7
Defisit sensori pada pasien stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan audiotorius
(Smeltzer & Bare, 2008). Defisit visual umum terjadi karena jaras visual
terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri. Defisit visual ini terdiri dari
hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama), diplopia (penglihatan ganda), serta
penurunan ketajaman penglihatan. Defisit sensori yang lain yaitu hilangnya
respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan
dingin) dan tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/ atau lingkungan) juga dapat terjadi pada penderita
stroke. Defisit perseptual ini terdiri dari gangguan skem/maksud tubuh
(amnesia atau menyangkal terhadap ektremitas yang mengalami paralisis;
kelainan unilateral), disorientasi (waktu, tempat, orang), apraksia
(kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek dengan tepat) dan
agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indera). Selain itu juga dapat terjadi kelainan dalam menemukan letak objek
dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan menilai jauhnya, kerusakan
memori untuk mengingat letak spasial objek atau tempat, serta disorientasi
kanan kiri (Smeltzer & Bare, 2008).
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Defisit bahasa dan kemunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut yaitu afasia ekspresif, berupa kesulitan dalam mengubah suara
menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami. Pada afasia ekspresif, pasien
stroke dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata. Afasia
reseptif yaitu kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan. Pada afasia jenis
ini, pasien stroke mampu untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata
dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang kesalahan ini. Afasia global
adalah kombinasi afasia ekspresif dan reseptif, dimana pasien stroke tidak

8
mampu berkomunikasi pada setiap tingkat. Aleksia dimanifestasikan
sebagai ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan. Sedangkan
agrafasia dimanifestasikan sebagai ketidakmampuan untuk
mengekspresikan ide-ide dalam tulisan (Smeltzer & Bare, 2002).
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik pada pasien stroke
muncul bila terjadi kerusakan pada lobus frontal serebrum. Disfungsi dapat
ditujukan dengan lapang perhatian yang terbatas, peningkatan
distraksibilitas (mudah buyar), kesulitan dalam pemahaman, kehilangan
memori (mudah lupa), ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan
atau berpikir secara abstrak, ketidakmampuan untuk mentransfer
pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain, dan kurang motivasi yang
menyebabkan pasien mengalami rasa frustasi dalam program rehabilitasi
yang dilakukan (Smeltzer & Bare, 2008).
Disfungsi aktifitas mental dan psikologik yang umumnya terjadi pada
pasien stroke, biasanya dimanifestasikan dengan labilitas emosional yang
menunjukkan reaksi dengan mudah atau ridak tepat. Selain itu, biasanya
pasien stroke menunjukkan kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial,
penurunan toleransi terhadap stres, rasa ketakutan, pemusuhan, frustasi, dan
mudah marah. Pada tahap lanjut dapat terjadi kekacauan mental, menarik
diri, isolasi dan depresi (Smeltzer & Bare, 2008).
Disfungsi kandung kemih biasanya dimanifestasikan dengan
inkontinesia urinarius yang biasanya terjadi sementara. Hal ini terjadi karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Lesi unilateral karena stroke mengakibatkan
sensasi dan kontrol parsial kandung kemih, sehingga klien sering
mengalami dorongan/rasa ingin berkemih dan inkontinensia urine. Jika lesi
ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang
mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih kehilangan
semua kontrol miksinya. Sedangkan kerusakan fungsi usus biasanya
diakibatkan karena penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi atau
immobilisasi. Hal ini biasanya menimbulkan masalah konstipasi dan

9
pengerasan feses pada pasien stroke. Inkontinensia urine dan alvi yang
berkelanjutan menunjukkan kerusakan neurologi luas (Smeltzer & Bare,
2008).
Masalah fisik yang dihadapi oleh penderita kelumpuhan pascastroke
sangat berdampak pada aktivitas sehari-hari individu. Keterbatasan yang
dialami oleh penderita kelumpuhan pascastroke akan sangat mempengaruhi
kehidupan penderita. Untuk melihat tingkat keparahan kelumpuhan atau
kecacatan stroke, berikut ada skala yang digunakan yaitu Skala Kecacatan
Stroke (The Modified Rankin Scale):
 Kecacatan derajat 0
Tidak ada gangguan fungsi
 Kecacatan derajat 1
Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau
gangguan minimal. Pasien mampu melakukan tugas dan kewajiban
sehari-hari.
 Kecacatan derajat 2 (Slight disability)
Pasien tidak mampu melakukan beberapa aktivitas seperti sebelumnya,
tetapi tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain
 Kecacatan derajat 3 (Moderate disability)
Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan
sendiri tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin membutuhkan
tongkat.
 Kecacatan derajat 4 (Moderately severe disability)
Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, perlu bantuan
orang lain untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti mandi,
pergi ke toilet, merias diri, dan lain-lain.
 Kecacatan derajat 5 (Severe disability)
Pasien tepaksa terbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air besar
dan kecil tidak terasa (inkontinensia), memerlukan perawatan dan
perhatian.
 Derajat 6 (Kematian)

10
2.2 Perawatan pasien stroke di rumah
Selama perawatan dirumah, keluarga berperan penting dalam upaya
peningkatan kemampuan pasien untuk mandiri, meningkatkan rasa percaya
diri pasien, meminimalkan kecacatan menjadi seringan mungkin. Proses
pemulihan di rumah ini membutuhkan pemahaman keluarga tentang apa yang
dapat dilakukan keluarga dan pengasuh mengenai masalah yang mungkin
timbul akibat stroke dan cara keluarga dalam mengatasinya.
A. Pengaturan posisi tidur
Masyarakat mempunyai persepsi mengenai postur pasien stroke yang
khas (typical stroke patient) . sebenarnya hal ini dapat dicegah dengan
mengatur posisi pasien dengan tepat sedini mungkin. Posisi pasien harus
diubah 2 – 3 jam.
a. Posisi terbaring terlentang
o Posisi kepala, leher dan punggung lurus
o Letakkan bantal dibawah bahu dan lengan yang lemah secara hati –
hati. Sehingga bahu terangkat ke atas dengan tangan agak ditinggikan
dan memutar ke arah luar siku dan pergelangan tangan agak
ditinggikan.
o Letakkan pula bantal di bawah pangkal paha yang lemah dengan
posisi kaki agak memutar ke arah dalam, lutut agak ditekuk.

Gambar 1. Posisi terbaring terlentang

b. Posisi berbaring miring ke sisi yang sehat


o Bahu yang lemah atau lumpuh harus menghadap ke depan, lengan
yang lemah posisi memeluk bantal dengan siku diluruskan
o Kaki yang lumpuh diposisikan di deapan, di bagian bawah paha dan
tungkai diganjal bantal, letut agak ditekuk

11
Gambar 2. Posisi berbaring miring ke sisi yang sehat

c. Posisi berbaring miring ke sisi yang lemah


o Lengan yang lemah atau lumpuh menghadap ke dapan, posisikan
bahwa bahu pasien tidak memutar secara berlebihan
o Kaki yang lemah agak ditekuk, yag sehat menyilang ke atas kaki yang
lemah dengan ganjal bantal

Gambar 3. Posisi berbaring miring ke sisi yang lemah

B. Latihan pasif anggota gerak atas dan bawah


a) Latihan pasif anggota gerak atas
1. Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu
o Tangan satu memegang siku, tangan lainnya memegang lengan
pasien
o Luruskan siku, naikkan dan turunkan lengan dengan siku tetap
lurus

Gambar 4. Gerakan menekuk dan meluruskan


sendi bahu

12
2. Gerakan menekuk dan meluruskan siku
o Pegang lengan atas pasien dengan tangan satu, tangan lainnya
menekuk dan meluruskan siku

Gambar 5. Gerakan menekuk dan meluruskan siku

3. Gerakan memutar pergelangan tangan


o Pegang lengan bawah pasien dengan satu tangan, satu tangan
lainnya menggenggam telapak tangan pasien
o Putar pergelangan tangan pasien kearah luar (terlentang) dan ke
arah dalam (telungkup)

Gambar 6. Gerakan memutar pergelangan tangan

4. Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan


o Pegang lengan bawah pasien dengan satu tangan, tangan lainnya
memegang pergelangan tangan pasien
o Tekuk pergelangan tangan ke atas dan ke bawah

Gambar 7. Gerakan menekuk dan meluruskan


pergelangan tangan

13
5. Gerakan memutar ibu jari
o Pegang telapak tangan dan keempat jari dengan satu tangan, tangan
lainnya memutar ibu jari tangan

Gambar 8. Gerakan memutar ibu jari

6. Gerakan menekuk dan meluruskan jari – jari tangan


o Pegang pergelangan tangan pasien dengan satu tangan, tangan
lainnya menekuk dan meluruskan jari – jari tangan pasien

Gambar 9. Gerakan menekuk dan meluruskan


jari-jari tangan

b) Gerakan pasif anggota gerak bawah


1. Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha
o Pegang lutut dengan satu tangan, tangan lainnya memegang
tungkai
o Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tepat lurus

Gambar 10. Gerakan menekuk dan meluruskan


pangkal paha

14
2. Gerakan menekuk dan meluruskan lutut
o Pegang lutut pasien dengan satu tangan, tangan lainnya memegang
tungkai pasien
o Lakukan gerakan menekuk dan meluruskan lutut

Gambar 11. Gerakan menekuk dan


meluruskan lutut

3. Gerakan latihan pangkal paha


o Gerakan kaki pasien menjauh dan mendekati badan atau kaki
satunya

Gambar 12. Gerakan latihan pangkal paha

4. Gerakan memutar pergelangan kaki


o Pegang tungkai pasien dengan satu tangan, tangan lainnya memutar
pergelangan tangan

Gambar 13. Gerakan memutar pergelangan kaki

15
C. Latihan aktif anggota gerak atas dan bawah
1. Latihan I :
o Anjurkan pasien untuk mengangkat tangan yang lemah atau lumpuh
menggunakan tangan yang sehat ke arah atas
o Letakkan kedua tangan ke atas kepala
o Kembalikan tangan ke posisi semula, ke bawah

Gambar 14. Latihan I pada tangan

2. Latihan II :
o Anjurkan pasien mengangkat tangan yang lemah atau lumpuh
melewat dada kearah tangan yang sehat
o Kembali ke posisi semula

Gambar 15. Latihan II pada tangan

3. Latihan III :
o Anjurkan pasien mengangkat tangan yang lemah atau lumpuh ke atas
kepala
o Kembali ke posisi semula

16
Gambar 16. Latihan III pada tangan

4. Latihan IV :
o Tekuk siku yang lemah atau lumpuh menggunakan tangan yang sehat
o Luruskan siku kemudian angakt tangan keatas
o Letakkan kembali tangan yang lemah di tempat tidur

Gambar 17. Latihan IV pada siku

5. Latihan V :
o Pegang pergelangan tangan yang lemah atau lumpuh menggunakan
tangan yang sehat
o Angkat ke atas dada
o Putar pergelangan tangan kearah dalam dan kearah luar
o Kembali ke posisi semula

Gambar 18. Latihan V pada pergelangan tangan


6. Latihan VI :
o Tekuk dan luruskan jari – jari yang lemah dengan tangan yang sehat
o Putar lakukan gerakan memutar ibu jari yang lemah

17
Gambar 19. Latihan VI pada jari-jari tangan

7. Latihan VII :
o Anjurkan pasien meletakkan kaki yang sehat di bawah lutut yang
lemah
o Turunkan kaki yang sehat sehingga punggung kaki yang sehat
bersentuhan dengan pergelangan kaki yang lemah
o Angkat ke dua kaki ke atas dengan bantuan kaki yang sehat, kemudian
turunkan pelan – pelan

Gambar 20. Latihan VII pada kaki

8. Latihan VIII :
o Angkat kaki yang lemah menggunakan kaki yang sehat ke atas sekitar
3 cm
o Anjurkan kaki sejauh mungkin kea rah satu sisi, kemudian ke sisi
satunya
o Kembali ke posisi semula dan ulangi lagi

Gambar 21. Latihan VIII pada kaki

18
Bila tidak ada komplikasi dan kondisi pasien memungkinkan, pada
hari ketiga posisi kepala di tempat tidur ditinggikan secara bertahap, mulai
dari 45 derajat, 60 derajat, dan akhirnya pasien berlatih duduk bersandar di
tempat tidur. Hari berikutnya pasien berlatuh duduk berjuntai tanpa bersandar
di tempat tidur, dan bila pasien telah mampu duduk minimal 30 menit pada
hari berikutnya pasien berlatih duduk ke kursi roda, serta selanjutnya berlatuh
berdiri dan berjalan.

Gambar 22. Early mobilization

D. Masalah pada pasien stroke dan perawatan untuk mengatasi


Berikut ini berbagai masalah yang mungkin dialami pasien pasca stroke
dan cara keluarga mengatasinya :
1. Kelumpuhan atau kelemahan
Sekitar 90 % pasien stroke mengalami kelemahan atau kelumpuhan
separoh badan. Biasanya kelemahan tangan sering terjadi dibandingkan
kaki. Sehingga biasanya pasien telah mampu berjalan tetapi lengannya
masih mengalami kelemahan. Apabila sewaktu pulang ke rumah pasien
belum mampu bergerak sendiri, aturlah posisi pasien senyaman mungkin,
tidur terlentang tau miring ke salah satu sisi, dengan memberi perhatian
khusus pada bagian lengan atau kaki yang lemah. Posisi tangan dan kaki

19
yang lemah sebaiknya diganjal dengan bantal, baik saat berbaring atau
duduk untuk memperlancar arus balik darah ke jantung dan mencegah
terjadinya bengkak edema pada tangan dan kaki. Apabila pasien
mengalami hemiparese perhatiakan posisi duduk, berdiri dan berbaring,
melatih pasien untuk melakukan aktivitas secara rutin serta mengaktifkan
gerak anggota tubuh secara rutin terutama bagian yang lemah.
Keluarga dan pengasuh dapat mencegah terjadinya kekakuan pada
tangan dan kaki yang lemah dengan melaukan latihan gerakan sendi,
melanjutkan latihan yang telah dilakukan di rumah sakit. Sebaiknya latihan
ini dilakukan minimal dua kali sehari. Untuk mempertahankan dan
meningkatkan kekuatan otot latihan harus dilakukan oleh fisioterapis 3-4
kali seminggu, sedangkan sisa hari yang lain dapat dilakukan oleh
keluarga atau pengasuh.
Keluarga atau pengasuh juga dapat membantu pasien berlatih
berjalan kembali dengan beberapa cara. Yang pertama, berdirilah di sisi
yang lemah atau di belakang pasien untuk memberi rasa aman pada pasien.
Hindari penggunaan alat bantu jalan kecuali bila sangat diperlukan sesuai
anjuran fisioterapis.

Gambar 23. Mencegah kecacatan seminimal mungkin

2. Mengaktifkan Tangan yang Lemah


Pada pasien yang masih mengalami kelemahan pada anggota gerak
atas, beri dukungan kepada pasien untuk mengaktifkan tangan yang lemah
tersebut. Anjurkan pasien makan, minum, mandi atau kegiatan harian lain

20
menggunakan tangan yang masih lemah dibawah pengawasan pengasuh.
Dengan mengaktifkan tangan yang lemah akan memberikan simulasi
kepada sel-sel otak untuk berlatih kembali aktifitas yang dipelajari
sebelum sakit.

Gambar 24. Mengaktifkan tangan yang lemah dengan makan


dan minum secara mandiri

3. Gangguan Sensibilitas (pasien mengalami rasa kebas atau baal)


Selain mengalami kelemahan sepato badan, seringkali pasien pasca
stroke mengalami gangguan sensibilitas atau hilang rasa separo badan.
Untuk mengatasi masalah ini, keluarga sebaiknya menghampiri dan
berbicara dengan pasien dari sisi tubuh yang lemah. Saat berkomunikasi,
pengasuh dapat menyentuh dan menggosok dengan lembut tangan yang
mengalami kelemahan. Keluarga dianjurkan memberikan motivasi kepada
pasien agar menggunakan tangan yag lemah sebanyak atau sesering
mungkin, terutama pada saat melakukan aktifitas sehari-hari, seperti
makan, minum, atau kegiatan harian lain. Keluarga dan pengasuh
hendaknya menjauhkan dan menghindarkan baramg atau keadaan yang
dapat membahayakan keselamatan pasien, misalnya : nyala api, benda
tajam dan benda berbahaya lainnya. Keluarga juga harus selalu
mengingatkan pasien untuk tidak mencoba sesuatu, misalnya air panas
menggunakan tangan yang lemah.

21
Gambar 25. Pasien mengalami rasa kebas atau baal

4. Gangguan Keseimbangan
Pada saat mulai latihan mobilisasi seringkali pasien pasca stroke
mengalami gangguan keseimbangan pada saat duduk, berdiri, atau
berjalan. Berikut ini beberapa cara melatih keseimbangan pasien.

a. Melatih Keseimbangan Duduk


Penolong duduk di sebelah sisi yang lemah, bila diperlukan
penolong lainnya di sisi yang sehat bila diperlukan. Letakkan lengan
anda yang dekat dengan pasien di belakang punggung pasien, demikian
pula tangan penolong satunya. Tarik bersama-sama pasien ke arah
duduk tegak. Bila pasien telah mampu menjaga keseimbangan waktu
duduk, letakkan bantal di belakang kepala, leher dan bahu yang lemah,
etakkan juga satu bantal dibawah lengan yang lemah.
Cara lain melatih pasien duduk adalah penolong duduk di sisi
yang lemah, satu tangan penolong menopangg pergelangan tangan
pasien dan tangan satunya menopang lengan atas. Selanjutnya penolong
membimbing lengan pasien ke sisi yang lemah dengan tujuan untuk
memindahkan berat badan ke sisi yang lemah. Dengan demikian akan
terjadi keseimbangan beban badan antara sisi yang sehat dan sisi yang

22
lemah. Gerakan membimbing lengan ini dapat dilakukan berulang kali
sampai pasien mampu mempertahankan keseimbangan duduknya.

Gambar 26. Melatih keseimbangan duduk

b. Melatih Keseimbangan Berdiri


Untuk melatih keseimbangan berdiri, keluarga dapat menyediakan
cermin besar supaya pasien dapat melihat apakah berdirinya sudah
tegak atau belum. Bila keadaan memungkinkan, beri kesempatan
kepada pasien untuk berusaha berdiri sendiri semaksimal mungkin.
Keluarga atau peengasuh dapat berdiri di samping sisi pasien yang
lemah untuk memberikan rasa aman. Idealnya pada saat latihan berjalan
pasien tidak menggunakan alat bantu seperti tongkat, tripod, ataupun
walker. Tetapi bila keadaan tida memungkinkan seperti usia lanjut,
nyeri sendi, atau pasien mengalami patah tulang, fisioterapis akan
merekomendasikan alat bantu jalan yang sesuai dengan keadaan pasien.

Gambar 27. Melatih keseimbangan berdiri

23
5. Gangguan Berbicara dan Gangguan Berkomunikasi
Bila stroke menyerang otak kiri dan mengenai pusat bicara,
kemungkinan pasien akan mengalami gangguan bicara atau afasia. Secara
umum Afasia terbagi dalam tiga jenis; afasia motorik, afasia sensorik, dan
afasia global. Pasien afasia motorik ditandai dengan ketidakmampuan
pasien mengungkapkan atau mengekspresikan kata-kata, tetapi pasien
memahami apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Sebaliknya, pasien
afasia sensorik tidak memahami perbicaraan orang lain, tetapi pasien dapat
mengeluarkan kata-kata. Akibatnya pasien afasia sensorik terlihat tidak
nyambung kalau diajak berbicara, oleh karena otak tidak mampu
menginterpretasikan pembicaraaan orang lain meskipun fungsi
pendengaran baik. Sedangkan bila kerusakan otak luas dan menyerang
pusat ekspresi dan pusat pengertian bicara di otak kiri, pasien akan
mengalami afasia global. Pasien tidak mampu memahami pembicaraan
orang lain dan tidak mampu mengungkapkan kata-kata secara verbal.
Hal yang harus dipahami oleh keluarga adalah, bahwa pasien afasia
tetap membutuhkan kesempatan untuk mendengar pembicaraan orang lain
secara normal. Bila keluarga mengabaaikan pasien stroke yang mengalami
afasia, misalnya mendiamkan atau menganggap seolah-olah pasien tidak
memahami pembicaraan keluarga, pasien akan merasakan frustasi dan
sakit hati. Pada saat berbicara dengan pasien afasia usahakan agar wajah
kita menghadap lurus ke arah pasien.
Hal ini akan membantu pasien untuk melihat gerak bibir dan
eksspresi wajah kita. Usahakan untuk mempergunakan kalimat-kalimat
pendek dan berikan tekanan pada kata-kata yanng penting. Jika
memungkinkan gunakan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan irama suara
sehingga pasien dapat memahami perkataan kita. Bila pasien tidak
mengerti perkataan kita, usahakan untuk mengucapkan dengan kalimat
yang artinya sama.
Anjurkan dan berikan kesempatan kepada pasien untuk
berkomunikasi secara total, yaitu dengan mempergunakan ekspresi wajah

24
dan gerakan tubuh. Jangan cemas bila pasien memberikan jawaban yang
kurang jelas.
Agar memahami pembicaraan pasien, sebaiknya keluarga
mendengarkan secara cermat dan memperhatikan kata-kata kunci,
selanjutnya keluarga dapat mengira-ngira apa yang ingin pasien katakan.
Jangan gusar bila tebakan keluaga benar, minta maaf dan anjurkan pasien
untuk mengulangi kata-katanya.
Keluarga sebaiknya menggunakan kalimat verbal ketika melakukan
kegiatan. Misalanya pada saat menyisir rambut pasien keluarga atau
pengasuh dapat mengatakan “Saya akan menyisir rambut Ibu, ini sisirnya,
bolehkah saya menyisir rambut Ibu?”. Bila biasanya pasien menggunakan
alat bantu dengar, gigi palsu, atau kaca mata, anjurkan pasien
menggunakannya pada saat berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk membantu pasien memahami pembicaraan orang lain,
usahakan berbicara perlahan, tenang, dengan intonasi suara normal, jangan
berteriak. Gunakan bahasa orang dewasa, kalimat pendek, dan berikan
rangsangan visual jika memungkinkan.
Seringkali pasien troke dengan afasia, khususnya afasia motorik
merasa frustasi karena tidak mampu mengungkapkan apa yang diinginkan,
sebagai akibatnya paasien marah atau bahkan mengauk. Salah satu upaya
untuk mengatasinya adalah dengan menyediakan papan komunikasi.
Papan komunikasi ini berisi gambar atau simbol aktifitas kegiiatan
harian paisen. Yang perlu diingat adalah, bahwa papan komunikasi
mengantisipasi keinginan pasien dan mencegah pasien frustasi. Pasien
dapat belajar berkomunikasi melalui papan komunikasi tersebut, sehingga
dapat membantu pasien dalam berkomunikasi secara non verbal melalui
gambar atau simbol yang ada pada papan komunikasi tersebut. Untuk
mempercepat pemulihan, pasien stroke dengan afasia dianjurkan untuk
berlatih dengan terapis wicara secara teratur minimal 2 kali seminggu.

25
Gambar 28. Melatih pasien stroke dengan gangguan
bicara dan komunikasi
6. Gangguan Menelan
Gangguan menelan merupakan salah satu masalah kesehatan akibat
serangan stroke. Biasanya pasien menunjukkan gejala tersedak pada saat
makan atau minum, keluar nasi dari hidung, pasien terlihat tidak mampu
mengontrol keluarga air liur dari mulut atau mengiler, memerlukan aktu
yang lama untuk makan, dan tersisa makanan di mulut setelaah makan.
Selama di rumah sakit, pasien dengan gangguan menelan biasanya makan
dan minum melalui selang lambung. Kadang pasien pulang ke rumah
sudah tidak terpasang selang tetapi masih mengalami kelemahan pada
otot-otot menelannya, sehingga maasih memerlukan penanganan khusus.
Untuk mengatasi masalah ini, bila memungkinkan pasien harus duduk di
kursi pada waktu makan atau minum. Bila terpaksa harus makan di tempat
tidur, pasien harus didudukkan tegak 60-90 derajat. Ketika pasien
menelan, anjurkan pasien untuk menekuk leher dan kepala untuk
mempermudah menutupnya jalan nafas ketika pasien menelan. Pada
wwaktu pasien menelan anjurkan untuk memutar kepala (menengok) ke
sisi yang lemah. Pergunakan sendok kecil dan tempatkan makanan pada
sisi yang sehat. Pastikan bahwa makanan telah tertelan semua, sebelum
memberikaan suapan berikutnya. Pertahankan pasien tetap duduk tegak
setengah jam setelah makan. Pastikan mulut pasien telah kosong sehabis
makan, sehingga tidak tersisa makanan di mulut pasien. Bersihkan gigi

26
dan mulut sebelum dan setelah pasien makan untuk menghindari
terjadinya infeksi jamur dan gigi berlubang.

Gambar 29. Melatih pasien stroke dengan gangguan menelan

 Bila pasen masih terpasang selang atau NGT pada waktu pulang
Gangguan menelan pada pasien pasca stroke sebagian besar
bersifat sementara, hanya sekitar 15-20% yang bersifat menetap,

27
sehingga beberapa pasien pulang ke rumah masih terpasang selang NGT
untuk makan atau minum. Selang NGT adalah selang yang dimasukkan
ke lambung malalui lubang hidung pasien. Selang ini harus diganti
secara periodik. Waktu penggantian selag tergantung bahan selangm
ada yang setiap 7 hari, 30 hari, atau ada juga yang setiap 90 hari atau
setiap 3 bulan. Kebutuhan kalori bagi pasien pasca stroke bervariasi,
tergantung kepada usia, jenis kelamin, berat badan, tingkat aktifitas,
suhu tubuh, dan kondisi kesehatan secara umum atau penyakit yang
menyertasi. Laki-laki membutuhkan sekitar 2300-3100 kalori per hari,
sedangkan perempuan membutuhkan sekitar 1700-2500 kalori per hari.
Biasanya makan cair dibagi atau diberikan dalam 6 kali sehari, yaitu pk.
06-09-12-15-18-21. Pasien, pengasuh, dan keluarga harus memahami
bahwa bagi pasien yang mengalami gangguan menelan, cairan lebih
berbahaya dari pada makanan lunak.
Peralihan cara memberikan makanan dari selang NGT ke oral
harus atas rekomendasi tim stroke. Pasien akan dilatih makan per oral
muai dari makanan dengan konsistensi lunak atau semi padat,
selanjutnya bertahap ke bentuk yang lebih cair. Pada tahap awal, bila
tim stroke memutuskan pasien mulai makan per oral, selang NGT akan
diganti ke ukuran yang lebih kecil. Bila pasien telah mampu menelan
makanan lunak misalnya bubur, tetapi belum mampu menelan cairan,
maka selang NGT harus tetap terpasang. Selanjutnya secara bertahap
menu akan dimodifikasi ke yang lebih cair dan akhirnya semua
makaanan dan minuman diberikan per oral. Hindari mengguunakan
gelas atau sedotan pada awal latihan minum karena dapat menyebabkan
pasien tersedak. Sebaiknya gunakan sendok kecil. Gejala tersedak ini
disebabkan karena koordikasi otot lidah dan mulut belum baik atau bisa
juga karena adanya gangguan fungsi pusat menelan di otak.

7. Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan pada pasien pasca stroke bervariasi, muai dari
pandangan dobel, pandangan kabur, pandangan gelap seperti tertutup layar

28
lebar pada sebelah mata, atau berkurangnya lapang pandang. Bila pasien
mengalami gangguan lapang pandang, pada saat pasien makan letakkan
nampan makanan pada ssisi yang dapat dilihat oleh pasien. Orientasikan
atau beritahukan pasien tampat dan barang yang ada disekitar pasien,
terutama pada sisi yang tidak dapat dilihat oleh pasien. Untuk melatih
penglihatan pasien, sebaiknya pengasuh atau keluarga menghampiri pasien
dari sisi yang mengalami gangguan lapang pandang pada pasien. Tutup
salah satu mata pasien menggunakan kain kasa secara bergantian setiap
dua jam.

8. Gangguan Buang Air Kecil


Sekitar 80% pasien pasca stroke mengalami inkontinensia urin.
Tanda dan gejalanya antara lain pasien tidak dapat menahan berkemih,
urin keluar tanpa disadari oleh pasien, dan frekuensi berkemih yang
meningkat. Bagi pasien afasia yang mengalami inkontinensia, keluarga
dianjurkan menyediakan bel atau penanda lain yang mudah dijangkau oleh
pasien. Pada siang hari, berikan pasien minum satu gelas setiap 2 jam dan
hindari minum pada malam hari. Untuk mengantisipasi agar pasien tidak
mengompol, keluarga atau pengasuh dapat menawarkan pasien uuntuk
berkemih secara teratur setiap dua atau tiga jam, atau sesuai dengan pola
buang air kecil pasien sebelumnya. Sebaiknya tersedia urinal yang mudah
dijangkau oleh pasien. Bila paasien laki-laki dan belum mampu
menggunakan urinal, terutama pada malam hari, keluarga dapat memasang
kondom kateter yang dihubungkan dengan selang ke kantong penampung
urin atau urine bag. Pada pasien yang tidak mengalami gangguan fungsi
luhur dan mampu bersikap kooperatif, keluarga atau pengasuh dapat
menganjurkan pasien untuk berlatih “Kegel Exercise”. Yaitu salah satu
latihan mengencangkan dan melemaskan otot-otot panggul yang bertujuan
untuk menguatkan otot panggul, yang pada akshirnya meningkatkan
kemampuan pasien dalam mengontrol buang air kecil atau berkemih.

29
Gambar 30. Mencegah/ mengatasi kebiasaan pasien ngompol

9. Gangguan Buang Air Besar


Masalah buang air besar pada pasien pasca stroke bervariasi, seperti
konstipasi (sulit buang air besar), diare, dan buang air besar tidak terasa.
Masalah yang paling sering ditemukan adalah konstipasi. Banyak hal yang
menyebabkan terjadinya konstipasi, antara lain ttirah baring lama, kurang
aktifitas fisik, asupan kurang serat, kurang air minum, dan efek samping
obat. Keluarga dapat membantu pasien agar tidak mengalami konstipasi
dengan cara memotivasi pasien untuk bergerak aktif, mengkonsumsi
makanan tinggi serat, minum air putih minial 2 liter atau 8 gelas perhari,
dan membiasakan diri duduk di kloset secara teratur setiap pagi. Pada
beberapa pasien yang mengakami konstipasi berulang, biasanya dokter
akan memberikan laxative per oral atau glycerin melalui rectal sesuai
kondisi pasien.

10. Kesulitan Menggunakan Pakaian


Berpakaian secara mandiri merupakan salah satu kegiatan yang
harus dipelajari kembali oleh pasien pasca stroke.

30
 Cara mengenakan kemeja:
- Masukkan terlebih dahulu lengan yang lemah kedalam lengan
kemeja
- Tarik lengan kemeja ke atas sampai bahu
- Putar kemeja ke lengan yang sehat dari belakang
- Masukkan tangan yang sehat ke lengan kemeja satunya

 Cara mengenakan celana:


- Masukkan kaki yang lemah terlebih dahulu lengan yang lemah
terlebih dahulu ke dalam celana
- Setelah itu masukkan kaki yang sehat kedalam celana
- Jika keseimbangan berdiri pasien telah baik, celana langsung ditarik
ke atas
- Jika keseimbangan berdiri pasien belum naik pasien berbaring
dahulu, baru celana ditarik keatas secara bergantian

Gambar 31. Cara berpakaian dan menggunakan celana


pada pasien stroke

11. Gangguan Memori


Pasien pasca stroke kadang juga mengalami gangguan fungs luhur
berupa gangguan memori atau gangguan daya ingat. Keluarga dapat
melatih daya ingat pasien dengan melihat foto album keluarga, temaan,
dan kerabat, atau gambar-gambar yang pernah dikenal oleh pasien. Selain

31
itu, keluarga juga dapat me-reorientasiikan kembali pemahaman pasien
terhadap tempat, waktu dan orang. Sebagai contoh, keluarga dapat
mengatakan, “Selamat pagi bapak/Ibu, hari ini hari Senin Tanggal 4
Februari 2018, kita jalan-jalan yuk, mumpung udaranya cerah, sinar
matahari terang, supaya badan bapak/ibu menjadi segar.” Secara tidak
langsung, sambil berkomunikasi keluarga sudah melatih daya ingat pasien
mengenai waktu dan cuaca.
Hal lain yang dapat dilakukan keluarga adalah dengan meletakkan
benda yang menunjukkan waktu di kamar pasien. Selain itu, keluarga juga
dapat mengajak pasien untuk membicarakan mengenai masa lalu yang
menyenangkan. Bila memungkinkan, akan lebih menarik lagi bila
menggunakan “bahasa ibu” pada saat berkomunikasi dengan pasien.

12. Perubahan Kepribadian dan Emosi


Sebagian pasien pasca stroke dapat mengalami perubahan
kepribadian dan emosi. Hal ini terutama terjadi pada pasien stroke dengan
afasia. Pasien afasia tidak mampu mengungkapkan apa yang mereka
inginkan, sehingga seringkali pasien menjadi frustasi, marah, kehilangan
harga diri dan emosi pasien menjadi labil. Keadaan ini pada akhirnya
menyebabkan pasien menjadi depresi. Emosi labil ditandai dengan pasien
mudah sekali menangis, atau kadang mudah tertawa. Sedangkan tanda dan
gejala depresi antara lain bicara pasien menjadi pelan dan lambat, pasien
menolak minum obat, tidak mempunyai motivasi untuk latihan fisioterapi,
atau pasien menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung.
Untuk mengatasi hal tersebut, keluarga dan pengasuh dapat
memberikan support mrntal dan sealalu me-reorientasikan pasien pada
realita. Keluarga dan pengasuh juga secara bersama-sama sebaiknya
mengenal dan membuat daftar mengenai hal-hal atau keadaan yang
membuat pasien merasa jenuh dan frustasi, dan bagaimana cara
mengantisipasinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
melakukan kegiatan yang menyenangkan secara bersama-sama di luar
rumah, atau mengikutsertakan pasien pada acara keluarga atau acara

32
keagamaan. Bila diperlukan dapat dilakukan konsultasi oleh psikolog atau
diberikan obat anti depresan oleh dokter yang merawat. Keluarga atau
pengasuh sebaiknya membuat buku harian yang berisi kondisi pasien,
masalah yang terjadi, obat-obatan dan menu yang dikonsumsi, serta
kegiatan lain yaang dilakukan pasien bersama pengasuh dan keluarga.
Catatan harian sebaiknya juga berisi kemajuan yang dialami pasien, baik
kemajuan ketrampilan fisik maupun kemajuan respon emosi pasien.
Bila memungkikan pasien dilibatkan dalam menyusun suatu rencana,
termasuk encana melewatkan waktu dengan bepergian ke tempat yang
telah disetujui bersama. Rencana bepergian keluar ruumah paling tidak
sekali dalam seminggu, baik sekedar rekreasi atau berkunjung ke rumah
kerabat atau teman. Bila keluarga yang merawat pasien atau pengasuh
merasa jenuh, sekali waktu dapat dicari pengganti sementara, tetapi orang
lain mengenai perasaan yang dirasakan merupakan salah satu cara
menghilangkan kejenuhan. Keluarga dan pengasuh harus bersikap optimis,
bahwa pasien akan mengalami kemajuan. Tidak ada salahna merayakan
bersama pasien perubahan atau kemajuan yang terjadi, walau sekecil
apapun kemajuan tersebut. Menangis merupakan hal yang manusiawi.
Menangislah kalau memang anda ingin menangis. Keluarga dan pengasuh
hendaknya berpikir mengenai apa yang dapat pasien lakukan, bukan apa
yang tidak dapat dilakukan pasien.

13. Gangguan Seksual


Banyak pasien pasca stroke dan pasangannya mengalami penurunan
fungsi seksual, baik penurunan libido, berkurangnya gairah seksual,
menurunnya kemampuan untuk ereksi dan orgasme, berkurangnya lubriasi
vaginal, sehingga terjadi penurunan frekuensi hubungan sesual antar
pasangan. Faktor utama penyebab penurunan fungsi seksual ini adalah
faktor fisik, psikis, dan sosial. Selain itu, pendapat umum tentang
seksualitas juga berpengaruh antara lain; takut mengalami impotensi, tidak
dapat berdiskusi tentang masalah seksual, dan merasa tidak mampu
berpartisipasi dalam hubungan seksual. Tetapi, sekitar 10% pasien pasca

33
stroke mengalami hal sebaliknya, yaitu terjadi peningkatan libido dan
kepuasan seksual bertambah. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
bertambah erat relasi antar pasangan atau terjdinya perubahan elemen
psikis ke arah lebih baik.
Pasien pasca stroke dan pasangannya membutuhkan konsultasi
seksual dari tim kesehatan yang kompeten. Tetapi sebagian besar pasangan
ini tidak dapat menyampaikan secara verbal, sehingga dokter dan tim
kesehatan lain harus aktif menanyakan secara langsung apakah pasien dan
pasangannya mengalami masalah seksual ini. Pasien pasca stroke
diperbolehkan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya
setelah terserang stroke. Seringkali pasien membutuhkan waktu untuk
kembali mampu melakukan hubungan seksual. Hal ini disebabkan karena
dampak dari stroke, misalnya kelumpuhan atau kekakuan yang
mempersulit pasien dalam mengatur posisi. Tetapi masalah ini secara
umum dapat diatasi dengan bantuan dan konsultasi dari tim stroke.
Beberapa pasien laki-laki mengeluh tidak mampu mempertahankan ereksi.
Hal yang menjadi penyebabnya adalah antara lain; stroke itu sendiri,
penyakit diabetes, merokok, atau efek samping obat yang dikonsumsi oleh
pasien, misalnya obat anti hipertensi. Tidak perlu khawatir, pada saat ini
sebagian besar maalah tersebut di atas telah mampu ditangani oleh dokter
dan tim stroke.

E. Prinsip merawat pasien stroke di rumah


1) Menjaga kesehatan punggung pengasuh atau keluarga
Merawat pasien stroke merupakan suatu proses perawatan jangka
panjang yang memerlukan waktu. Pada waktu mengangkat pasien
keluarga atau pengasuh harus mempertahankan posisi punggung tetap
lurus untuk mencegah pengasuh sakit punggung di kemudian hari. Yang
harus diperhatikan pada waktu mengangkat pasien antara lain,
pertahankan punggung tetap lurus, tekuk lutut jangan punggung,
renggangkan kedua kaki, dekatkan badan ke pasien, pegang punggung,
serta pastikan pasien mengetahui apa yang akan anda kerjakan dan bila

34
perlu berikan instruksi. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila merasa
tidak kuat mengangkat sendiri, cari bantuan orang lain.

2) Mencegah terjadinya luka di kulit pasien akibat tekanan


Pada waktu pulang ke rumah kadang beberapa pasien pasca stroke
belum mampu bergerak sendiri. Pada pasien ini berisiko mengalami luka
di kulit akibat tekanan, sehingga peran keluarga sangat penting untuk
mencegah terjadinya luka ini. Pengasuh harus merubah posisi tidur
pasien setiap 2-3 jam baik siang maupun malam. Perhatikan daerah yang
berisiko terjadi luka, seperti tumit, lutut, bokong, siku, punggung, telinga,
khususnya pada sisi tubuh yang mengalami kelemahan. Pada saat
merubah posisi pasien, cobalah untuk mengangkat pasien dan jangan
menggeser untuk menghindari terjadinya luka. Upaya lain adalah oleskan
pelembab atau minyak kelapa pada daerah yang tertekan. Bila pasien
masih sering mengompol pengasuh harus memperhatikan kebersihan
daerah kemaluan dan mempertahankan supaya tetap kering.

Gambar 32 .Tindakan mencegah terjadinya luka tekan

3) Mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi


Untuk mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi, keluarga
atau pengasuh dapat melakukan latihan gerak sendi lengan dan tungkai
secara pasif dan aktif bila memungkinkan minimal 2 kali sehari. Latihan
gerak sendi lengan meliputi gerakan sendi bahu, gerakan menekuk dan
meluruskan siku dan gerakan memutar pergelangan tangan. Latihan
gerak sendi tungkai meliputi gerakan menekuk dan meluruskan pangkal
paha, gerakan menekuk dan meluruskan lutut, gerakan menjauh dan
mendekati badan, dan gerakan memutar pergelangan kaki.

35
Gambar 33 . Latihan mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi

F. Cara mencegah serangan ulang stroke


Pasien yang pernah stroke memiliki risiko untuk terkena serangan ulang
stroke. Untuk menghindari atau meminimalkan risiko ini, keluarga atau
pengasuh sebaiknya berdiskusi dengan dokter dan tim medik lain yang
merawat di rumah sakit untuk mengeksplorasi faktor-faktor risiko yang
menyebabkan pasien terserang stroke. Bagi pasien stroke yang memiliki
penyakit lain, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, penyakit
kencing manis atau penyakit lain, keluarga harus mengingatkan pasien untuk
mengontrol kesehatannya secara teratur ke dokter atau pelayanan kesehatan.
 Pedoman umum mengontrol faktor resiko stroke
1) Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua lengan
kiri dan kanan. Biasanya akan terjadi peningkatan tekanan darah pada
saat latihan, sehingga tekanan darah yang akurat akan didapat minimal 30
menit sesudah latihan. Tekanan darah bersifat fluktuatif, ukurlah tekanan
darah pada saat yang berbeda dalam sehari dan usahakan pasien rileks
pada saat diukur tekanan darahnya. Terget tekanan darah adalah 130/ 80
mmHg bila pasien menderita DM, gangguan ginjal, penyakit jantung, dan
stroke. Hasil pengukuran tekanan darah dapat dibagi dalam 3 zona :

36
Sistole Diastole
 Zona merah > atau = 180 mmHg > atau = 110 mmHg
 Zona kuning 140-179 mmHg 90-109 mmHg
 Zona hijau < 140 mmHg < 90 mmHg
Tapi tidak < 90 mmHg Tapi tidak <60 mmHg

Tindakan berdasarkan hasil pemerikasaan tekanan darah :


 Bila hasil berada pada zona merah : bahaya
a) Pantau apakah pasien sudah minum obat anti hipertensi dengan
benar
b) Anjurkan pasien beristirahat 10-20 menit dan kemudian ukur
kembali tekanan darahnya
c) Bila hasil pengukuran tetap pada zona merah, konsultasikan pada
dokter sesegera mungkin
 Bila hasil berada pada zona kuning : hati-hati
a) Perhatikan asupan nutrisi pasien, terutama kurang asupan garam
b) Ingatkan pasien untuk kontrol ke dokter sesuai anjuran
c) Mungkin diperlukan penyesuaian dosis ataupun jenis obat anti
hipertensi, diskusikan dengan dokter mengenai penyesuaian ini.
 Bila berada pada zona hijau : terkontrol bagus
a) Tekanan darah pasien terkontrol bagus
b) Teruskan pola gaya hidup sehat, kebiasaan makan yang sehat, dan
obat-obatan yang diberikan dokter
c) Kontrok kesehatan secara teratur ke dokter atau pelayanan
kesehatan
d) Ingat untuk mengontrol kesehatan secara menyeluruh atau general
check up setiap tahun.

2) Hasil pemeriksaan kolesterol LDL darah


Hasil pengukuran dibagi dalam 3 zona
 Zona merah : > atau = 4.1 mmol/ L
 Zona kuning : 2.6 – 4.1 mmol/ L

37
 Zona hijau : < atau = 2.6 mmol/L

Tindakan berdasarkan hasil pengukuran :


 Bila berada pada zona merah : bahaya
a) Jangan lewatkan janji pertemuan dengan dokter yang merawat
b) Pasien tampak membutukan penyesuaian obat-obatan, diskusikan
dengan dokter yang merawat
c) Pasien harus lebih patuh mengonsumsi obat penurun kolesterol
d) Konsumsi diet rendah lemak
 Bila berada pada zona kuning : awas/ hati-hati
a) Kontrol teratur ke dokter atau pelayanan kesehatan
b) Tingkatkan aktivitas latihan
c) Perbaiki pola makan pasien, konsumsi menu seimbang
d) Mungkin diperlukan penyesuaian obat-obatan. Diskusikan dengan
dokter yang merawat.
 Bila berada pada zona hijau : terkontrol bagus
a) Kolesterol LDL terkontrol bagus
b) Lanjutkan pola gaya hidup sehat, kebiasaan makan yang sehat,
dan obat-obatan yang diberikan dokter
c) Kontrok kesehatan secara teratur ke dokter atau pelayanan
kesehatan
d) Ingat untuk mengontrol kesehatan secara menyeluruh atau general
check up setiap tahun.

3) Hasil pemeriksaan HbA1c Diabetes


Hasil pemeriksaan dapat dibagi dalam 3 zona :
 Zona merah : HbA1c > 9 %
 Zona kuning : HbA1c 7 – 9 %
 Zona hijau : HbA1c < 7 %
Tindakan berdasarkan hasil pengukuran :
 Bila berada pada zona merah : bahaya
a) Pasien membutuhkan pemeriksaan medis sesegera mungkin

38
b) Dibutuhkan penyesuaian obat anti diabetes, diskusikan dengan
dokter yang merawat
c) Ingatkan pasien untuk patuh minum obat sesuai anjuran dokter
d) Anjurkan pasien untuk mengonsumsi diet khusus dengan jumlah
kalori sesuai anjuran dokter
 Bila berada pada zona kuning : awas/ hati-hati
a) Kontrol teratur ke dokter yang merawat
b) Tingkatkan aktivitas latihan
c) Perbaiki kebiasaan makan dengan mengonsumsi menu seimbang
d) Dibutuhkan penyesuaian obat-obatan. Diskusikan dengan dokter
yang merawat
 Bila berada pada zona hijau : terkontrol bagus
a) Pasien diabetes terkontrol
b) Lanjutkan pola gaya hidup sehat, kebiasaan makan yang sehat,
dan obat-obatan yang diberikan dokter
c) Kontrok kesehatan secara teratur ke dokter atau pelayanan
kesehatan
d) Ingat untuk mengontrol kesehatan secara menyeluruh atau general
check up setiap tahun.

4) Hasil pemeriksaan kadar gula darah


Hasil pengukuran dibagi dalam 3 zona :
Sebelum makan pagi 2 jam sesudah makan
 Zona merah > 126 mg/dl > 200 mg/dl
 Zona kuning 110 – 126 mg/dl 140 – 200 mg/dl
 Zona hujau < 126 mg/dl < 140 mg/dl
Tindakan berdasarkan hasil pengukuran :
 Bila berada pada zona merah : bahaya
a) Diabetes tidak terkontrol. Secepatnya konsul ke dokter yang
merawat.
b) Check apakah obat-obat atau insulin sudah dikonsumsi sesuai
anjuran dokter.

39
Selain kadar gula darah yang meningkat, yang harus lebih
diwaspadai oleh keluarga dan pengasuh adalah terjadinya penurunan
kadar gula darah menjadi kurang dari 80 mg/dl. Hal ini harus diatasi
segera dengan mengonsumsi gula, antara lain dengan cara :
1. Makan atau “ngemil” secepatnya
2. Secepatnya konsumsi :
- minum air gula atau madu 2 - 4 sendok teh
- minum ½ gelas jus buah
- minum ½ gelas “soft drink”
- 3 tablet gula atau permen
3. Pantau kembali gula darah tiap 15 menit

 Bila berada pada zona kuning : awas/ hati-hati


a) Kontrol teratur ke dokter yang merawat
b) Tingkatkan level aktivitas
c) Perbaiki kebiasaan makan dan minum pasien ke pola konsumsi
nutrisi yang seimbang
 Bila berada pada zona hijau : terkontrol bagus
e) Kadar gula terkontrol
f) Lanjutkan pola gaya hidup sehat, kebiasaan makan yang sehat,
dan obat-obatan yang diberikan dokter
g) Kontrok kesehatan secara teratur ke dokter atau pelayanan
kesehatan
h) Ingat untuk mengontrol kesehatan secara menyeluruh atau general
check up setiap tahun.

G. Pertolongan pertama di rumah


Setelah pasien stroke pulang ke rumah, pasien mempunyai risiko
mengalami komplikasi atau serangan ulang yang dapat membahayakan jiwa
pasien. Sebelum pasien dibawa ke rumah sakit, keluarga atau pengasuh dapat
melakukan pertolongan pertama untuk mencegah terjadinya perburukan.

40
1) Pasien kejang
a. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama pasien kejang
b. Jauhkan barang-barang yang dapat membahayakan fisik pasien
c. Tidurkan pasien terlentang tanpa bantal, miringkan kepala ke satu sisi
d. Jangan mencoba memasukkan sesuatu apapun ke mulut pasien selama
kejang karena dapat menyebabkan gigi patah
e. Berikan obat anti kejang per rectal sesuai anjuran dokter
f. Bila kejang berlanjut hubungi dokter dan segera bawa pasien ke
rumah sakit
g. Catat waktu dan lamanya kejang, gerakan anggota badan pada saat
pasien kejang, dan catat apakah pasien ngompol dan mengalami
penurunan kesadaran setelah kejang
h. Bagi pasien pasca stroke yang mengalami kejang berulang diskusikan
dengan dokter obat anti kejang yang harus dikonsumsi oleh pasien
i. Pada pasien yang mendapat terapi anti kejang (mis: penytoin) dalam
waktu lama, diskusikan apakah perlu dan kapan waktu untuk
pemeriksaan kadar penytoin dalam darah.

2) Pasien tiba-tiba tidak sadar


a. Baringkan pasien terlentang tanpa bantal, posisi kepala miring ke satu
sisi
b. Lepaskan gigi palsu bila ada
c. Jangan memberikan makan atau minum per oral
d. Segera bawa ke rumah sakit terdekat

3) Bila tiba-tiba pasien menunjukkan tanda atau gejala stroke ulang,


seperti lumpuh separo badan, sulit berkomunikasi, bicara cadel, tersedak
waktu makan segera bawa ke rumah sakit terdekat.

41
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stroke adalah suatu “brain attack”atau “serangan otak”. Serangan ini
terjadi akibat kurangnya suplai oksigen ke dalam otak. Penyebab stroke yang
sering terjadi akibat adanya penyumbatan pembuluh darah arteri oleh endapan
benda – benda darah pada dinding pembuluh. Secara garis besar terdapat 2
macam jenis stroke, yaitu stroke iskemik atau penyumbatan dan stroke
pendarahan. Tanda dan gejala stroke bervariasi, tergantung pada lokasi dan
besarnya kerusakan sel otak akibat kurangnya suplai oksigen sekitar 90 %
pasien yang terserang stroke menunjukkan tanda dan gejala yaitu: tiba – tiba
mengalami kelemahan atau kelumpuhan separoh badan. Tanda dan gejala
lainnya adalah tiba – tiba kehilangan rasa peka, bicara cadel atau pole,
gangguan bicara dan berbahasa, gangguan menelan, kehilangan rasa peka,
proses berkemih terganggu, gangguan penglihatan, mulut mencong atu tidak
simetris ketika menyeringai, gangguan daya ingat, nyeri kepal hebat, vertigo,
kesadaran menurun dan beberapa tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan
adanya gangguan pada fungsi otak.
Selama perawatan dirumah, keluarga berperan penting dalam upaya
peningkatan kemampuan pasien untuk mandiri, meningkatkan rasa percaya
diri pasien, meminimalkan kecacatan menjadi seringan mungkin. Perawatan
pasien stroke di rumah dapat dilakukan mulai dari pengaturan posisi pasien
yang harus dirubah setiap 2-3 jam mulai dari berbaring terlentang, miring ke
sisi yang sehat maupun yang sakit untuk mencegah adanya luka tekan pada
kulit. Selain itu perlu juga dilakukan latihan pasif dan aktif pada anggota
gerak atas dan bawah untuk mencegah kekakuan pada otot dan sendi.
Berbagai masalah yang mungkin dialami pasien pasca stroke seperti
kelumpuhan, gangguan berkomunikasi, gangguan menelan, dan lain
sebagainya sehingga sangat perlu dilakukannya perawatan di rumah yang
melibatkan keluarga atau pengasuh untuk membantu agar pasien tidak
mengalami serangan stroke secara berulang. Perawatan pasien stroke di

42
rumah dapat dilakukan dengan terapi ataupun latihan yang disesuaikan
dengan jenis masalah yang dihadapi oleh pasien. Adapun beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasien stroke di rumah antara lain :
menjaga kesehatan punggung pengasuh atau keluarga, mencegah terjadinya
luka di kulit pasien akibat tekanan, mencegah terjadinya kekakuan otot dan
sendi. Pasien yang sudah mengalami serangan stroke memiliki risko akan
terkena serangan stroke berulang sehingga bagi pasien stroke yang memiliki
penyakit lain, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, penyakit
kencing manis atau penyakit lain, keluarga harus mengingatkan pasien untuk
mengontrol kesehatannya secara teratur ke dokter atau pelayanan kesehatan.

3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, agar dapat memberikan pemahaman
bagi tenaga kesehatan dan keluarga mengenai perawatan pasien stroke di
rumah. Bagi tenaga kesehatan agar selalu memberikan perawatan yang baik
bagi pasien tanpa adanya pembedaan, sehingga pasien merasa berharga untuk
menjalani kehidupannya. Khususnya pada perawatan pasien stroke, sangat
dibutuhkan kesabaran karena membutuhkan waktu yang sangat panjang bagi
mereka untuk secara perlahan mencapai pemulihan, sehingga dalam hal ini
sangat diperlukan juga peran serta keluarga dalam memberikan perawatan di
rumah bagi pasien. Apabila keluarga belum mengetahui cara untuk
memberikan perawatan yang benar, diharapkan makalah ini dapat dijadikan
sebagai pedoman dan harus tetap melakukan koordinasi dengan dokter
ataupun tenaga kesehatan lainnya. Pasien stroke di rumah sangat perlu
mendapatkan perawatan sehingga kolaborasi antara perawat dan keluarga
sangat diperlukan dalam hal ini.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. 2000. Pedoman dan Cara Penanganan Penderita Stroke di Unit


Stroke. Jakarta: RS Dr Cipto Mangunkusumo.

Chan, C. 2002. Total Stroke Management Acute Care and Rehabilitation. Jakarta:
RS Dr Cipto Mangunkusumo.

Mulyarsih, E. 2004. Perawatan Pasien Stroke di Rumah: Makalah Seminar Stroke


Dapat Dicegah. Jakarta: Yastroki.

Mulyatsih, E. & Ariza, A. 2008. Stroke: Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke
di Rumah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

44

You might also like