Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Broiler

Broiler adalah istilah yang diberikan pada ayam pedaging yang telah

mengalami pemuliaan sehingga menjadi ternak yang unggul. Siregar et al. (1980)

menyatakan bahwa broiler merupakan hasil hibridisasi antara ayam tipe berat

seperti Cornish dan Plymouth Rock yang dikhususkan untuk produksi daging.

Broiler juga didefinisikan sebagai ayam potong jenis ras atau ayam pedaging

jantan maupun betina muda berumur sekitar 6-8 minggu yang dipelihara secara

intensif, guna memperoleh produksi daging yang optimal (A. A. K, 1996).

Srigandono (1996) juga menyatakan bahwa broiler merupakan ayam yang

dipelihara dengan tujuan untuk produksi daging.

Broiler sebagai ayam pedaging unggul mempunyai banyak kelebihan

diantaranya adalah pertumbuhannya cepat dengan ukuran tubuh yang relatif besar,

struktur dagingnya empuk, berkulit licin dan lunak, tulang rawannya belum

mengeras, sehingga sebagian besar pakan yang dikonsumsi diubah menjadi

daging dan dalam waktu 6-8 minggu bobot hidupnya dapat mencapai 1,75-2 kg

(Irawan, 1996). Wahyu (1992) juga menyatakan bahwa broiler adalah ayam muda

jantan atau betina berumur 6-10 minggu yang mempunyai pertumbuhan cepat,

daging yang empuk, dada relatif lebar dengan kulit yang licin dan lunak. Sanjaya

(1995) menyatakan bahwa ayam broiler merupakan ternak yang paling ekonomis

sebagai penghasil daging dan memiliki ciri khas yaitu pertumbuhannya cepat, siap

dpotong pada usia muda, harga terjangkau, efisien dalam penggunaan ransum,

menghasilkan daging berserat yang lunak bila dibandingkan dengan ternak lain,

5
6

efisien dalam penggunaan kandang dan secara ekonomi merupakan usaha yang

dapat memutar modal dengan cepat.

Di Indonesia, broiler dipotong pada umur 5-6 minggu dengan berat

berkisar 1,3-1,4 kg/ekor (Rasyaf 1989; Murtidjo, 2002). Hal yang senada juga

dinyatakan oleh Priyanto (1996) yang menyatakan bahwa broiler siap dipotong

pada umur 35-45 hari dengan berat badan 1,2 – 1,9 kg/ekor. Pemotongan ayam

broiler pada saat berat yang masih rendah ini disebabkan oleh kesediaan

konsumen yang cenderung membeli karkas utuh yang tidak terlalu besar dan pada

berat ini daging ayam broiler masih lunak belum banyak lemak serta tulangnya

tidak begitu keras (Murtidjo, 2002). Lebih lanjut dijelaskan oleh Amrullah (2004)

bahwa karkas yang berukuran kecil 0,8-1,0 kg dipasarkan dalam bentuk utuh,

karena konsumen di Indonesia lebih suka dapat memperolehnya dalam bentuk

irisan komersial seperti paha, dada, sayap dan lain sebagainya.

Broiler memiliki keistimewaan yang dibatasi oleh umur, sifat, daging, cara

memelihara, pemberian pakan, bibit, pengolahan dan cara memasaknya. Menurut

Rasyaf (2001) pemeliharaan ternak ayam pedaging atau ayam broiler dapat

dibedakan menjadi dua fase pemeliharaan, yaitu : 1) Masa pemeliharaan awal atau

starter, yaitu pemeliharaan ayam yang berumur satu sampai empat minggu dan 2)

Masa pemeliharaan akhir atau finisher yaitu pemeliharaan ayam pada umur lima

minggu sampai ternak tersebut dipanen.

Populasi broiler sudah tersebar di seluruh belahan dunia, dimana pada

masing-masing tempat hidupnya ternak tersebut diberi istilah yang berbeda-beda.

Misalnya di Eropa istilah yang diberikan untuk ayam broiler adalah “Friyer” yaitu

ayam muda yang berumur kurang dari 16 minggu dengan ciri-ciri dagingnya
7

lunak kulit agak licin dan tulang bagian dada masih tampak lunak. Sedangkan

istilah broiler yang disembelih pada umur kurang dari delapan bulan dengan ciri

khas dagingnya masih lunak, kulit agak licin, tulang dada agak keras disebut

dengan istilah Roaster. Irawan (1996) labih lanjut mengemukakan bahwa ditinjau

dari umur dan berat hidup ayam, maka konsumen daging ayam di Asutralia

membedakan empat kelas broiler, yaitu:

1. Poussins adalah ayam yang dipotong pada umur 7-8 minggu dengan

berat hidup berkisar antara 1,5 kg – 2,0 kg.

2. Grillers adalah ayam yang dipotong pada umur 9-11 minggu dengan

berat hidup 3,0 kg-3,5 kg.

3. Small-Roaster adalah ayam yang dipotong umur 12-15 minggu dengan

berat hidup sekitar 3,5 kg-4,0 kg.

4. Prime-Roaster adalah ayam yang dipotong pada umur lebih dari 16

minggu dengan berat lebih dari 4 kg.

2.2. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah sebuah komponen yang akan dialami oleh setiap

mahluk hidup, demikian halnya pada ternak pasti juga akan mengalaminya.

Dalam ilmu produksi ternak, pertumbuhan merupakan faktor yag sangat penting,

karena kinerja pertumbuhan ternak sebagai manifestasi dari perkembangan

kumulatif jaringan pernyusun tubuh ternak dan dapat memberi gambaran baik

buruknya kualitas pengelolaan ternak. Ditinjau dari aspek ekonomi, informasi

kinerja pertumbuhan ternak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan

keputusan dalam penentuan kapan ternak harus dijual atau dipotong.


8

Demikian halnya dengan peternakan ayam broiler, pertumbuhan

merupakan kriteria utama dalam menentukan produksi ternak. Hal ini sesuai

dengan pendapat Fuad (1986) yang menyatakan bahwa berat hidup pada ayam

broiler merupakan sifat ekonomi karena harga seekor ayam ditentukan oleh berat

hidupnya.

Pertumbuhan adalah manifestasi dari perubahan sel yang mengalami

pertambahan jumlah (hyperplasia), pembesaran ukuran (hypertrophi) dan

pertambahan material struktural non selular (non protoplasmik). Pertumbuhan ini

terjadi sejak berlangsungnya pembuahan sel telur oleh spermatozoa. Soeparno

(1998) mendefinisikan pertumbuhan yaitu merupakan pertambahan ukuran, yang

meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh

seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia terutama

air, lemak, protein dan abu pada karkas. Pertumbuhan adalah suatu proses pada

mahluk hidup yang merupakan perkembangan bagian-bagian dari protoplasma

yang dapat ditentukan melalui perubahan berat di dalam organ (Sussman, 1960).

Tillman et al. (1991) mendefinisian pertumbuhan sebagai sebuah fenomena

universal yang bermula dari sel telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai

hewan tersebut menjadi dewasa. Selain itu, pertumbuhan juga dapat diartikan

sebagai perubahan dalam bobot badan yang meliputi perubahan bagian-bagian

komponen karkas yaitu tulang, daging dan lemak dengan kecepatan yang berbeda

(Mc Donald et al., 1998). Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat

kompleks, meliputi pertambahan berat badan serta semua bagian tubuh secara

serentak dan merata (Maynard dan Loosli, 1979).


9

Pertumbuhan dalam bentuk peningkatan berat badan dan jaringan

pembangun seperti urat, daging, tulang, otak dan semua jaringan tubuh merupakan

pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990). Secara umum pertumbuhan dinyatakan

dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan

berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya (Tillman et al., 1991).

Jika dilihat dari sudut kimiawi, pertumbuhan murni adalah suatu pertumbuhan

jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh, sedangkan

penambahan berat akibat penimbunan lemak dan air dalam tubuh bukan

merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi. 1990).

Titus dan Frits (1971) melaporkan bahwa kecepatan pertumbuhan pada

ternak tergantung dari beberpa faktor diantaranya jenis kelamin, umur, spesies dan

kualitas ransum. Hal yang sama juga dinyatakan oleh North (1978) bahwa suatu

pertumbuhan juga dipengaruhi oleh galur, tipe ayam, jenis kelamin, pakan serta

tata laksana pemeliharaan dan kondisi lingkungan. Tillman et al., (1991) juga

menyatakan laju pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas

ransum serta suhu lingkungan.

Soeparno (1998) juga melaporkan bahwa jaringan tubuh mempunyai

pertumbuhan maksimal dengan urutan jaringan saraf, tulang, otot dan terakhir

jaringan lemak. Selanjutnya dijelaskan juga pertumbuhan ternak dipengaruhi

banyak faktor, diantaranya spesies (genetik), jenis kelamin, umur dan kualitas

serta kuantitas pakan. Bangsa ternak yang besar akan lebih berat, tumbuh lebih

cepat dan lebih berat pada saat mencapai kedewasaan dari pada ternak yang

mempunyai ukuran yang lebih kecil. Ternak jantan juga mempunyai pertumbuhan

yang lebih cepat dari pada ternak betina (Kuspartoyo, 1990).


10

2.3. Produksi Karkas Broiler

Dalam produksi ternak ayam pedaging, selain berat badan dan “Feed

Convertion Ratio” (FCR), kualitas karkas merupakan hal yang perlu diperhatikan.

Karkas ayam broiler adalah bagian dari ayam broiler hidup, setelah dipotong,

dibului, dikeluarkan jeroannya dan lemak abdominalnya, dipotong kepala, leher

dan kedua kakinya (Standard Nasional Indonesia, 1995).

Soeparno (1998) juga mendefinisikan karkas ayam, yaitu berat tubuh ayam

setelah pemotongan dikurangi kepala, darah, bulu, kaki serta organ-organ internal,

tetapi paru-paru dan ginjal masih ada. Selain itu, Murtidjo (2002) juga

menyatakan bahwa karkas ayam pedaging adalah daging bersama tulang ayam

hasil pemotongan, setelah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher, dari

kaki sampai batas lutut serta isi rongga perut ayam.

Secara kuantitatif karkas dinilai berdasarkan persentase karkas. Persentase

karkas adalah faktor yang sangat penting untuk menilai karkas (Hartono, 1999).

Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot

hidupnya (Anon., 1997). Pada ayam pedaging , persentase karkas sering dipakai

penduga berat daging yang umumnya berkisar antara 65-70% dari berat karkas,

yang artinya ayam jika dipotong akan kehilangan 1/3 berat dari berat potongnya,

karena bagian bulu, kaki, leher, kepala, isi perut, jeroan dan ekor dipisahkan dari

bagian tubuh. Besarnya daging siap masak adalah 75 % dari berat hidup untuk

ayam pedaging, 76% untuk roaster dan 72% untuk capon (Rasyaf, 2001).

Laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan

komposisi kimia komponen karkas dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor

lingkungan. Williamson dan Payne (1997) juga menyatakan bahwa presentase


11

karkas akan dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur dan keadaan fisik

ternak. Djamaluddin (1987) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi karkas adalah umur, bobot badan, perlemakan dan kualitas

ransum, serta isi saluran pencernaan. Persentase karkas dipengaruhi oleh pakan,

cara penangkapan, perlakuan, penyembelihan, dan penanganan setelah

penyembelihan (Irawan, 1996). Siregar et al. (1980) menyatakan bahwa faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi persentase karkas ayam per individu adalah

kondisi kesehatan ayam, keadaan bulu, besarnya dada dan komposisi fisik,

keadaan punggung dan keadaan sayap serta perlemakannya.

Komposisi fisik karkas terdiri dari komponen tulang, daging dan lemak

subkutan termasuk kulit (Parakkasi, 1983). Proporsi tulang, daging dan lemak

sebgai komponen utama karkas dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, temperatur,

kelembaban dan nutrisi (Soeparno, 1992). Apabila salah satu komponen fisik

karkas meningkat maka komponen fisik karkas yang lainnya cenderung akan

menurun. Faktor yang mempengaruhi nilai ekonomi karkas meliputi berat karkas,

jumlah daging dan kualitas daging yang dihasilkan. Peni dan Rukmiasih (2000)

menyatakan bahwa daging merupakan salah satu tempat penimbunan zat-zat gizi

dalam tubuh yang terdapat pada serabut-serabut otot. Serabut-serabut ini akan

membesar dengan bertambahnya umur sampai dewasa fisiologi dan masuknya

zat-zat gizii yang cukup.

2.4. Recahan dan Komposisi Fisik Karkas (Dada dan Paha)

Karkas unggas biasanya dijual kepada konsumen dalam bentuk karkas

utuh, belahan kiri dan kanan, seperempat karkas atau potongan-potongan dari
12

karkas yaitu dada, paha, punggung dan sayap. Bahkan di daerah Bali karkas ayam

pedaging biasanya dimanfaatkan secara utuh dan tidak terpotong-potong,

termasuk didalamnya karkas dengan kaki, leher, dan kepala kecuali jeroannya

yang dikeluarkan. Kadang-kadang ayam pedaging didaerah ini dimanfaatkan atau

digunakan dalam keadaan hidup untuk kepentingan upacara agama.

Mountney (1976) menyatakan bahwa recahan karkas yang bernilai

komersial berbeda meliputi bagian dada, paha, sayap, punggung depan dan

punggung belakang, dimana bagian dada dan paha mempunyai berat yang paling

tinggi dan mempunyai nilai ekonomi yang paling tinggi diantara recahan karkas

yang lainnya. Bagian dada terdiri dari sternum dan otot yang terkait. Sternum bisa

dalam bentuk utuh (dada penuh) atau dibelah menjadi dua bagian yaitu bagian

kanan dan kiri (Soeparno, 1998). Pada permukaan dada terdapat otot yang besar

disebut dengan otot pectoralis. Otot pectoralis berlokasi di bagian sternum pada

dada depan (“brisket”) dan meluas ke bagian dada belakang. Paha terdiri dari otot

besar dan pada umumnya menghasilkan daging dengan keempukan yang sedang

sampai empuk serta harga yang mahal. Paha (“leg”) dipisahkan pada bagian ace

tubulum, otot pelvik diikutkan, sedangkan tulang pelvik tidak diikutkan pada paha.

Bagian proximal yang disebut “Thigh” dapat dipisahkan dari bagian distal paha

(“Drumstick”) pada sendi antara femur dan tibia (Soeparno, 1998).

Komposisi fisik karkas terdiri dari komponen daging, tulang dan lemak

subkutan termasuk kulit (Parakkasi, 1983). Seperti yang dilaporkan oleh

Barhiman (1976) bahwa karkas ataupun komposisi fisik karkas terdiri dari

komponen tulang, otot daging, lemak berbeda-beda sesuai dengan besar bobot
13

badan ayam tersebut. Jika salah satu komponen fisik karkas meningkat maka

komponen fisik karkas lainnya akan menurun. (Parakkasi, 1983).

2.5. Jagung QPM " Quality Protein Maize"

Penggunaan jagung sebagai bahan pakan ternak sudah berlangsung

sejak lama, terlebih pada masyarakat pedesaan. Penggunaannya dilakukan

dengan mencampurkan bahan-bahan lain seperti dedak padi, konsentrat, bungkil

kedelai, tepung ikan dan bahan lainnya yang mudah diperoleh dilokasi setempat

(bahan baku lokal) menjadi suatu susunan ransum. Jagung merupakan bahan

pakan ternak dengan kandungan energi metabolisme sebesar 3370 Kkal/kg dan

protein 8,6% (Scott et al., 1982), mempunyai potensi yang baik untuk

meningkatkan energi pada ransum berprotein tinggi. Anggrodi (1990) menyatakan

bahwa pakan yang baik adalah pakan yang seimbang antara energi, protein dan

zat-zat pakan lainnya. Nitis (1980) menyatakan bahwa keseimbangan

kandungan energi dan protein dalam ransum lebih penting dari pada kuantitas

energi dan protein dalam ransum tersebut. Beberapa jenis QPM dipasarkan

dengan merek dagang antara lain jagung putih atau jagung kuning Srikandi.

Jagung kuning adalah jagung yang terdiri sekurang-kurangnya 90%

berwarna kuning dan sebanyaknya-banyak 10% jagung berwarna lain. Jagung

adalah tanaman biji-bijian yang dikonsumsi oleh ternak dan manusia sebagai

sumber energi dan protein. Kandungan protein pada jagung berkisar 8-11%, padi

7-9%, dan gandum 11-14% (Vasal, 2002). Mutu protein dari tanaman jagung

dianggap rendah karena kekurangan dua asam amino lisin dan triptofan yaitu

masing-masing 0,225% dan 0,05% dari total protein biji (Cordova, 2001). Bila
14

jagung digunakan sebagai pakan maka protein ternak juga kekurangan dua

asam amino ini. Dengan demikian diet sehat untuk manusia dan ternak

monogastrik harus memasukkan lisin dan triptofan dari sumber lain.

“Quality Protein Maize” (QPM) atau jagung kuning srikandi adalah jenis

jagung yang mengandung lisin dan triptofan dua kali lipat dari pada jagung biasa,

yakni masing-masing 0,475% dan 0,11% dari total protein biji. Awalnya jagung

ini tidak disukai karena produksinya rendah, tidak tahan lama, dan memiliki

endosperm lunak. Melalui suatu program seleksi berulang dan setelah beberapa

siklus seleksi, akhirnya dihasilkan “Quality Protein Maize” (QPM) atau

jagung kuning srikandi dengan endosperm lebih keras (Bjarnason dan Vasal,

2001) dan produksinya lebih tinggi dari pada jagung biasa (Cordova ,2001)

2.6. Organ Dalam Ayam Broiler

Organ dalam ayam broiler yang dikeluarkan dari rongga dada dan perut

pada waktu penyembelihan adalah saluran pencernaan, hati, jantung, limpa, lemak

dan lain-lainnya, beberapa organ dalam tersebut mempunyai nilai komersial yang

cukup tinggi, seperti hati, jantung dan ventrikulus (Priyanto, 1996).

Menurut Tillman et al. (1991) pada umumnya, bagian-bagian penting dari

saluran pencernaan ternak unggas terdiri dari mulut, farink, esofagus, ventrikulus,

usus halus dan usus besar. Ditambahkan oleh Yupardhi et al. (2001) bahwa

saluran pencernaan unggas dapat dianggap sebagai sebuah pipa yang berlapis tiga

(Muskularis, submukosa, dan mukosa) dengan modifikasi pada daerah spesifik

untuk melaksanakan berbagai fungsi. Blakely dan Bade (1991) juga menyatakan

bahwa saluran pencernaan ternak unggas terdiri dari mulut, kerongkongan,


15

tembolok, proventriculus, ventriculus, usus halus, caeca, usus besar dan kloaka.

Makanan akan digerakkan oleh gelombang peristaltik di sepanjang saluran

pencernaan. Gelombang ini juga meyebabkan bagian-bagian yang tercerna

bersentuhan dengan dinding saluran pencernaan, yang selanjutnya diabsorbsi

melalui saluran lendir usus dan masuk kedalam tubah (Tillman et al., 1991).

Yupardhi et al. (2001) menyatakan bahwa lambung pada unggas terbagi

atas proventrikulus dan ventrikulus. Menurut Srigandono (1996) bahwa

proventrikulus adalah bagian dari saluran pecernaan pada unggas yang terletak

sebelum ventrikulus. Proventrikulus mempunyai lapisan submukosa yang

berkembang dengan baik dan kaya akan kelenjar seksoris yang menghasilkan

HCL dan pepsin. Rasyaf (1992) menyatakan bahwa dinding proventrikulus

menghasilkan asam hydrochlorik dan enzim pepsin yang berperan dalam

pencernaan protein di dalam makanan dan pada bagian ini pula terjadi proses

pencernaan kimiawi, dimana sebelumnya sudah ada sedikit pencernaan fisik.

Ventrikulus (“Gizzard”) adalah bagian dari saluran pencernaan yang

mempunyai dinding sangat tebal dan kuat untuk menggiling makanan

(Srigandono, 1996). Organ ini berkontraksi secara teratur dan butir-butur batu

kecil (“grit”) yang ada didalamnya akan membantu pencernaan makanan sehingga

makanan menjadi pasta yang halus (Sutardi, 1980). Untuk membuat permukaan

penggerus yang keras dan untuk melindungi mukosa yang lunak, dihasilkan kolin

yaitu suatu kompleks protein (Polisakarida) yang dieksresikan oleh kelenjar

dalam lapisan mukosa. Setelah itu, makanan yang halus masuk ke duodenum.

Usus halus (intestinum tenue) unggas lebih pendek dari pada usus halus,

yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum yang banyak mengandung sel piala
16

(sel goblet). Duodenum bentuknya melingkar dan ditengahnya terdapat pankreas.

Dari pankreas ini akan keluar cairan pankreas dan masuk bagian bawah di ujung

duodenum berguna untuk menetralkan asam yang dikeluarkan oleh

proventrikulus. Jejunum adalah bagian tengah dari usus halus, terletak diantara

duodenum dan ileum. Di bagian bawah ileum populasi mikroorganisme yang

dominan adalah Lactobacillus. Ileum adalah bagian terakhir dan terpanjang dari

usus halus. Pada bagian ini dikeluarkan pula cairan pahit atau cairan empedu yang

dihasilkan oleh hati, berguna untuk mencerna lemak dalam usus halus. Peranan

usus halus yang paling penting adalah menyerap kandungan nutrisi yang semula

telah diurai dan dihaluskan oleh alat-alat pencernaan dan enzim yang ada (Rasyaf,

1992). Anggorodi (1995) menambahkan bahwa bagian utama semua pencernaan

pada aneka ternak unggas berlangsung di dalam usus halus.

Usus besar (Intestinum Crassum) terdiri dari colon, caecum dan rectum

yang tidak terdiferensiasi dan bermuara bersama ureter dalam kloaka yang

berbentuk seperti lonceng (Yupardhi et al., 2001). Menurut rasyaf (1992) usus

besar berfungsi sebagai buangan fases bersama-sama urine. Air asal urine diserap

kembali dalam usus besar untuk ikut mengatur kandungan air sel-sel tubuh dan

keseimbangan air.

Usus buntu (Caecum) terletak diantara usus halus dan usus besar, setiap

ceca panjangnya mencapai 15 cm pada ayam dewasa yang kesehatannya normal.

Pada caecum terjadi sedikit penyerapan air dan aktivitas bakteria sehingga dapat

berlangsung pencernaan serat kasar dan protein serta sintesis vitamin (Amarullah,

2004).
17

Selain saluran pencernaan, jantung merupakan organ dalam yang

mempunyai fungsi sangat fital. Jantung terbagi oleh sebuah septum menjadi 2

belahan, kiri dan kanan, setiap belahan kemudian dibagi dalam dua rongga yaitu

atrium dan ventrikel. Jantung mempunyai fungsi yang sangat penting bagi

kehidupan ternak yaitu berfungsi sebagai organ pemompa yang memelihara

peredaraan darah keseluruh bagian tubuh (Yupardhi, et al., 2001).

Hati (hepar) merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh. Hati menerima

hampir semua zat yang diabsorbsi dari intestinum tenue melalui daerah portal.

Jadi, jelas bahwa banyak fungsi hepar berkaitan dengan metabolisme zat-zat itu.

Fungsi utama hati adalah sekresi getah empedu, metabolisme protein, karbohidrat

dan lemak, detoksikasi bahan yang merusak, penyimpanan vitamin, destruksi

eritrosit dan pembentukan protein darah (Yupardhi et al., 2001).

Limpa adalah organ limfoid yang terbesar dari tubuh, karena itu, susunan

histologinya lebih kompleks dari pada jaringan limfoid. Limpa terbungkus oleh

kapsula dan terdiri atas sel SRE. Limpa terbagi atas 2 bagian, yaitu cortex yang

terdiri dari jaringan limfoid serta terdapat limfosit, serta bagian pulpa

merah/medulla terdiri dari eritrosit (Yupardhi et al., 2001).

Penimbunan lemak dapat disebabkan karena semakin tingginya energi

ransum tanpa diikuti dengan peningkatan protein. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Suharsono (1976) pada ayam pedaging yang mendapatkan bahwa

imbangan energi dan protein dalam pakan dapat mempengaruhi rataan persentase

lemak abdominal, baik pada temperatur rendah maupun pada temperatur tinggi.

Selanjutnya dinyatakan bahwa semakin tinggi imbangan energi dan protein dalam
18

ransum, persentase berat lemak abdominalnya lebih tinggi bila dibandingkan

dengan energi dan protein rendah.

2.7. Starbio sebagai Sumber Probiotik dalam Ransum

Peningkatan atau penurunan konsumsi ransum berhubungan dengan

kualitas pakan yang teresedia sehingga dapat mempengaruhi karakteristik atau

kualitas karkas. Salah satu alternatif peningkatan kualitas karkas ayam pedaging

adalah dengan meningkatkan kapasitas pencernaan yang dapat dilakukan melalaui

pemberian probiotik yang dicampur dengan ransum. Penggunaan probiotik secara

komersial dalam industri peternakan, khususnya unggas relatif baru. Beberapa

tahun terakhir, para peneliti telah mendokumentasikan hasil-hasil penggunaan

probiotik kedalam ransum unggas.

Istilah probiotik pertama kali diperkenalkan oleh Lilly dan Stillwell (1956)

dalam Jin et al., (1997), yakni faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang

dihasilkan oleh mikroorganisme. Menurut Fuller (1989) menyatakan bahwa

probiotik merupakan hasil bioteknologi yang memanfaatkan bakteri alam yang

ditambahkan dalam pakan ternak. Selanjutnya Yulianto (2001) mendefinisikan

dalam keadaan hidup, jumlahnya banyak (lebih dari satu juta per gram) dan tetap

hidup serta stabil dalam ekosistem usus. Ritonga (1992) menyatakan bahwa

kriteria probiotik adalah bakteri tersebut tidak patogen terhadap ternak dan

manusia. Bakteri tersebut harus merupakan mikroorganisme yang normal didalam

saluran pencernaan dan sanggup melakukan kolonialisasi didalam saluran

pencernaan, harus tahan terhadap asam-asam lambung, enzim-enzim pencernan,


19

asam dan garam empedu maupun respon kekebalan tubuh ternak, serta sanggup

memproduksi zat-zat anti bakteri patogen.

Secara umum manfaat penambahan probiotik adalah membantu sistem

pencernaan ayam, agar lebih memudahkan pencernaan dan meningkatkan

kapasitas daya cerna sehingga diperoleh zat pakan yang lebih banyak untuk

pertumbuhan maupun produksi (Barrow, 1992) penggunaan probiotik pada ternak

unggas juga sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan zat atau enzim

yang dapat membantu penecernaan dan dapat menekan pertumbuhan

mikroorganisme yang merugikan (Ritonga, 1992) manfaat lain adalah ditunjukkan

dengan meningkatnya katersediaan lemak dan protein bagi ternak, disamping itu

juga meningkatkan kandungn vitamin B kompleks melalui fermentasi makanan.

Menurut Samadi, (2002) menyatakan bahwa probiotik juga dapat meningkatkan

kekebalan (“immunity”) dan mencegah alergi makanan dan kanker (“colon

cancer”). Jin et al. (1997) menambahkan bahwa penggunaan probiotik pada ternak

ayam dapat mempertahankan keseimbangan populasi mikroba dalam saluran

pencernaan dan menurunkan aktivitas enzim bakteri, meningkatkan kecernaan zat-

zat makanan dan menurunkan kadar gas amoniak faeses. Dengan sifat tersebut

diharapkan dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum, produksi dapat

dicapai dan absorbsi absolut pakan di dalam saluran pencernaan ayam dapat

ditingkatkan.

Salah satu sumber probiotik yang dapat disuplementasikan kedalam

ransum unggas adalah starbio. Menurut Sumarto yang dikutip oleh Rai et al.

(1996) penggunaan probiotik starbio dalam ransum ternak akan mampu

meningkatkan efisiensi penggunaan ransum melalui mekanisme kerja starbio yang


20

mampu mencerna lemak, serat dan protein ransum menjadi bahan yang mudah

diserap. Kemampuan kerja starbio ini disebabkan karena starbio yang digunakan

dalam industri peternakan marupakan mikroorganisme yang tergolong dalam

spesies Laktobacillus (L. Acidophillus, L. Lactis, L. Plantarum) dan

Bifidobacterium (B. bihidum dan B. thermophilum) disamping itu terdapat juga

bakteri Streptococcus lactis dan jenis fungsi seperti Aspergilus niger dan

Aspergilus oryzae (Samadi, 2002). Bakeri asam laktat seperti Lactobacillus dan

Bifidobacteria serta jenis fungi Saccharomyces cerevisiae adalah contoh-contoh

probiotik yang diproduksi secra komersial. Prinsip kerja dari probiotik ini adalah

bekerja secara anaerob menghasilkan asam laktat yang mengakibatkan turunnya

pH saluran pencernaan yang menghalangi perkembangan dan pertumbuhan

bakteri-bakteri pathogen.

Kelebihan lain dari starbio yang banyak digunakan oleh produsen pakan

adalah bentuknya bubuk, dapat stabil bila disimpan dalam suhu 80-900C, dan bila

disimpan dalam suhu kamar yang normal dapat stabil dalam jangka waktu panjang

(Anon., 1998). Hasil analisis proksimat probiotik starbio adalah kadar air 19,71%

protein kasar 10,42%, ekstrak eter 0,11% serat kasar 8,37% dan abu 51,54%.

Penggunaan starbio pada pakan ayam pedaging dapat menurunkan protein

kasar 1-20% dengan jalan penambahan jagung atau bekatul. Keuntungan

pemanfaatan starbio dalam ransum adalah biaya pakan menjadi lebih murah,

karena penggunaan pakan sangat efisien dan mengakibatkan konversi pakan lebih

baik, bobot badan lebih baik, ternak lebih sehat dan tidak mudah terserang

penyakit, mortalitas berkurang dan sanitasi kandang lebih baik karena bebas dari

bau amoniak (Anon., 1999).

You might also like