Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 37

Laporan Kasus

Chronic Heart Failure et causa HHD + Hipertensi + DM tipe 2

Diajukan Oleh :
1. Bellavia Fransisca, S.Ked –
2. Dewi Dwipayanti Giri, S.Ked –
3. Tsa Zakiah, S.Ked -
4. Widjayanti, S.Ked - 17360157

Pembimbing :
dr. Toni Prasetya, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2018
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN

MR : 043157

Nama lengkap : Ny. R

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : 01-12-1970

Umur : 47 tahun

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Rajabasa, Bandar Lampung

MRS : 12/03/2018 pukul 18:18 WIB

II. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesa


Jam : 18:20 WIB

Keluhan utama : Sesak sejak ± 3 hari yang lalu memberat pada hari ini

Keluhan tambahan : Kaki, tangan dan perut bengkak, nyeri dada, batuk, mual,
nafsu makan menurun

1
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan sejak ± 3
hari dan memberat pada hari ini. Os juga mengeluh kaki, tangan dan perut bengkak
sejak ± 3 hari yang lalu, os juga merasakan nyeri dan panas pada dada sebelah kiri
menjalar ke punggung. Batuk (+), mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun. Os
mengaku sebelumnya juga pernah mengalami sakit serupa.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Os mengatakan bahwa sejak lebih dari 8 tahun SMRS, os menderita


penyakit darah tinggi dan kencing manis. Awalnya os mengeluh sering lemas dan
sering merasa haus pada malam hari dan BAK pada malem hari lebih dari 5 kali
dan minum lebih dari 10 gelas semalam dikarenakan merasa haus.. Beliau
mengatakan bahwa os memiliki sakit maag sejak lama yang dirasakan hilang
timbul,terutama jika telat makan. Demam disangkal. BAK dan BAB normal. BAB
disertai darah disangkal. Karena keluhan sering lemas dan pusing itu keluarga os
membawa os ke RS dan didapatkan bahwa os memiliki gula darah yang tinggi dan
tekanan darah yang tinggi, sejak saat itu os rutin meminum obat untuk mengontrol
gula darah dan tekanan darahnya.

Os biasanya meminum obat rutin dari RS untuk kontrol gula darah dan
hipertensi , os meminum obat amlodipine 10 mg untuk darah tingginya dan
metformin untuk gula darahnya. Os mengaku rutin mengkonsumsi obat tersebut.

Kurang lebih 1 tahun SMRS keluarga os mengaku bahwa os pernah masuk


RS dikarenakan lemas dan sesak nafas , kembali mengalami keluhan yang sama
yaitu sesak nafas dan nyeri dada disertai pembengkakan pada kedua kaki, os
mengaku merasa lebih nyaman jika berbaring dengan bantal yang lebih tinggi .
mual (+), muntah (-), BAB dan BAK normal. Demam disangkal

2
3 bulan SMRS os kembali mengalami keluhan yang sama yaitu nafas terasa
sesak dan nyeri dada namun keluhan tersebut hilang timbul. Sehingga os tidak pergi
ke RS.

3 hari SMRS os merasa sesak dan juga mengeluh kaki, tangan dan perut
bengkak, os juga merasakan nyeri dan panas pada dada sebelah kiri menjalar ke
punggung. Batuk (+), mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun. Lalu os dibawa
keluarganya ke IGD RSPBA.

Batu ginjal/saluran
- Cacar - Malaria -
kemih
 Cacar air - Disentri - Burut (hernia)
- Difteri - Hepatitis - Penyakit prostat
- Batuk rejan - Tifus abdomen - Wasir
- Campak - Hipotensi  Diabetes
 Influenza - Sifilis - Alergi
- Tonsilitis - Gonore - Tumor
- Kholera  Hipertensi - Penyakit Jantung
Demam rematik Ulkus
- - - Asma Bronkhial
akut ventrikulus
- Pneumonia - Ulkus duodeni - Gagal Ginjal
- Pleuritis  Gastritis - Sirosis Hepatis
- Tuberkulosis - Batu empedu

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keadaan
Hubungan Diagnosa Penyebab Meninggal
Kesehatan
Kakek - - Umur
Nenek - - Umur

3
Ayah - - Umur
Ibu - - Umur
Saudara - Baik -
Anak-anak - Baik -

VI. RIWAYAT KEBIASAAN

 Os jarang berolahraga dan memiliki aktivitas fisik yang minimum


 Riwayat minum obat rutin tidak disangkal

VII. RIWAYAT ALERGI

Os tidak memiliki alergi terhadap makanan, cuaca lingkungan maupun obat-


obatan.

VII. RIWAYAT GIZI

Os mengaku sejak dahulu tidak mengontrol makanannya, suka makan asin


dan makan yang manis- manis.

Frekuensi/ hari : 3 kali sehari

Jumlah/ hari : sedang

Variasi/ hari : variatif

Nafsu makan : menurun

VIII. PEMERIKSAAN FISIK

Kulit

- Bintik merah gatal - Rambut - Keringat malam


pada tubuh

4
- Kuku kotor - Kuning/ikterus - Ptekie

Kepala

- Trauma  Sakit kepala


- Sinkop - Nyeri sinus

Mata

- Nyeri - Konjungtiva anemis


- Sekret - Gangguan penglihatan
- Ikterus

Telinga

- Nyeri - Tinitus
 Sekret - Gangguan pendengaran
- Kehilangan pendengaran

Hidung

- Trauma - Gejala penyumbatan


- Nyeri - Gangguan penciuman
- Sekret - Pilek
- Epistaksis

Mulut

 Bibir kering - Lidah pucat


- Gusi - Gangguan pengecapan
- Selaput - Stomatitis

5
Tenggorokan

- Nyeri tenggorokan - Perubahan suara

Leher

 Peningkatan JVP - Nyeri leher


- Tumor

Dada (Jantung/Paru)

 Nyeri dada  Sesak nafas


- Berdebar - Batuk darah
- Ortopnoe  Batuk

Abdomen (Lambung/Usus)

- Rasa kembung  Perut membesar


 Mual - Wasir
- Muntah - Mencret
- Muntah darah - Tinja berdarah
- Sukar menelan - Tinja berwarna dempul
- Nyeri perut - Tinja berwarna hitam
- Benjolan

Saluran kemih/ Alamat kelamin

- Disuria - Kencing nanah


- Ngompol - Kolik

6
 Poliuri - Oliguria
- Polaksuria - Anuria
- Hematuria - Retensi urin
- Kencing batu - Kencing menetes

Syaraf dan Otot

- Anestesi - Sukar menggigit


- Parastesi (kedua tangan) - Ataksia
 Otot lemah - Hipo/ hiper-esthesia
- Kejang - Pingsan
- Afasia - Kedutan (tiek)
- Amnesia  Pusing
- Lain-lain - Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas

Ekstremias superior dextra et sinistra

 Edema pitting - Deformitas


- Nyeri sendi - Sianosis
- Ptekie

Ekstremitas inferior dextra et sinistra

 Edema pitting - Deformitas


- Nyeri sendi - Sianosis
- Ptekie

7
Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Bentuk badan : Normal

Mobilitas (aktif/pasif) : Pasif

Berat badan rata-rata (kg) : 60 kg

Tinggi badan (cm) : 155 cm

IMT : 25,0 Berat badan lebih (Obesitas 1)

Keadaan gizi : cukup

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 98 x/menit,

Suhu : 36,5⁰C

Pernapasan : 32 x/menit

GDS : 190

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku : wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif

Alam perasaan : biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah

Proses pikir : wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi

Keadaan spesifik

Kepala

8
Ekspresi wajah : gelisah Simetris muka : simetris

Rambut : normal Pembuluh temporal : tidak teraba

Leher

Tekanan vena jugularis : 5 +3 cmH2O

Tumor (-)
Thorax

Bentuk : normal

Sela iga : melebar

Paru depan belakang

Inspeksi Kanan : Simetris, retraksi (-)

Kiri : Simetris, retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Ronkhi paru kanan dan kiri

Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus kordis teraba
Perkusi, Kanan Atas : ics II linea parasternalis dextra
Kanan Bawah : ics IV linea parasternalis dextra
Kiri Atas : ics II linea parasternalis sinistrs
Kiri Bawah : ics VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen

9
Inspeksi : Asites (+),distended (-), venektasi(-), caput medusa (-), ikterik (-),

Auskultasi : Bising usus (+), 6 x/menit

Palpasi : Nyeri tekan (+) regio epigastrium

Hati : Teraba, nyeri tekan (+)

Limpa : Tidak teraba, nyeri tekan (-)

Ginjal : Tidak teraba, nyeri ketok cva (-)

Perkusi : Timpani, shifting dullnes (+)

Ekstremitas

Ekstremitas superior dextra dan sinistra: Edema pitting (+), Deformitas (-)

Bengkak (-), Sianosis (-)

Nyeri sendi (-) Ptekie (-)

Ekstremitas inferior dextra dan sinistra: Edema pitting (+), Deformitas (-)

Bengkak (-), Sianosis (-)

Nyeri sendi (-), Ptekie (-)

XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : 12 Maret 2018


HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Hemoglobin 9,5 Lk: 14-18 gr%

10
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 7000 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
 Basofil 0 0-1 %
 Eosinofil 0 1-3%
 Batang 1 2-6 %
 Segmen 72 50-70 %
 Limfosit 20 20-40 %
 Monosit 7 2-8 %
Lk: 4.6- 6.2 ul
Eritrosit 4,1
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 50-54 %
Hematokrit 28%
Wn: 38-47 %
Trombosit 351.000 159.000-400.000 ul
MCV 78 80-96 fl
MCH 23 27-31 pg
MCHC 29 32-36 g/dl

Laboratorium : 14 Maret 2018


KIMIA DARAH
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Urea 99 10-50
Kreatinin 8,7 Lk: 0,6-1,1 mg/dl
Wn:0,5-0,9 mg/dl

PEMERIKSAAN RADIOGRAFI THORAX 14 Maret 2018

11
Kesan :
Cardiomegali, CTR ≥ 50 %

EKG

Kesan : Atrial fibrillation, supra ventricular takikardi, right ventricular


hypertrophy

XIII. RIWAYAT PERKEMBANGAN PASIEN DI RAWAT INAP

Hari pertama perawatan di bangsal penyakit dalam RSPBA os mengeluh sesak


nafas terus menerus yang dirasakan memberat. OS mengeluh mengeluh kaki,
tangan dan perut bengkak, os juga merasakan nyeri dan panas pada dada sebelah
kiri menjalar ke punggung. Batuk (+), mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun.
Tekanan darah masih tinggi. Os sering terlihat gelisah.

12
Hari kedua os mengatakan masih sesak nafas namun berkurang namun masih
terasa lemas, mual dan tidak nafsu makan masih dirasakan. Os merasa sering batuk.
Kepala terasa berat. Tekanan darah masih tinggi. Ekstremitas atas dan bawah dextra
sinistra dan abdomen masih edema. Os terlihat gelisah.

Hari ketiga dirawat os mengatakan sesak nafas semakin berkurang. Mual


muntah sudah tidak dirasakan hanya badan masih sedikit lemas nafsu makan sudah
membaik, tekanan darah normal. Ekstremitas atas dan bawah dextra sinistra dan
abdomen masih edema.

XIV. DAFTAR MASALAH

Anamnesis

1. Sesak nafas
2. Lemas
3. Sakit kepala
4. Tidak nafsu makan

Pemeriksaan Fisik :

1. TD 150/100
2. Asites
3. Ekstremitas edema
4. JVP ↑
5. Hepar teraba
6. Nyeri tekan epigastrium

Pemeriksaan Laboratorium :

1. Hb 9,5
2. Eritrosit 4,1
3. Hematokrit 28%

13
4. MCV 78
5. MCH 23
6. MCHC 29
7. Urea 99
8. Kreatinin 8,7
EKG :
Atrial fibrillation, supra ventricular takikardi, right ventricular hypertrophy

Rontgen :

Cardiomegali, CTR ≥ 50 %

XV. DIAGNOSIS

Chronic Heart Failure et causa HHD + Hipertensi + DM tipe 2

XVI. DIAGNOSIS BANDING

CHF et causa CAD + Hipertensi +DM tipe 2

CHF et causa Cardiomiopati + Hipertensi + DM tipe 2

XVII. PENATALAKSANAAN

- IVFD RL x tpm (makro)


Ringer Laktat digunakan sebagai pengganti cairan.
- Furosemide 3x1 tab
Merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan
cara diuretic yaitu membuang cairan atau garam berlebih di tubuh melalui
urine sehingga beban kerja jantung berkurang.
- O2 3L
Digunakan untuk meringankan sesak nafas.
- Digoxin 3x1/2 tab
Digoxin adalah salah satu obat yang digunakan dalam penanganan masalah
ritme jantung dan gagal jantung kongestif. Digoxin mengendalikan detak
14
jantung dan meningkatkan kekuatan serta efisiensi jantung sehingga sirkulasi
darah menjadi lebih baik. Akibatnya, pembengkakan pada tangan dan
pergelangan kaki juga turut reda.
- Bicnat 2x1
Bic Nat merupakan jenis obat yang digunakan untuk menambah asupan
elektrolit yang kurang akibat pengeluaran ion yang berlebih dari dalam
tubuh.
- Asam folat 3x1 tab
Asam folat digunakan untuk mengobati kekurangan asam folat dan
beberapa jenis anemia (kekurangan sel darah merah)
- Omeprazole vial 2x1
Omeprazole adalah obat yang mampu menurunkan kadar asam yang
diproduksi di dalam lambung.
- Diet 1700 kkal
Diet dilakukan untuk mengurangi retensi cairan serta natrium dan
meminimalkan kerja jantung.

XVIII. RENCANA PEMERIKSAAN DAN TINDAKAN

- Darah Lengkap
- Cek UC
- EKG
- GDS per hari
- Rontgen Thorax
- Aff infus (vemplon saja)

XIX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

15
BAB II
ANALISIS KASUS

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan


curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan
pengisian ini meningkat, mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena,
maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Pada kasus didapatkan bahwa os
memiliki gaya hidup yang kurang baik, os mengaku sejak dahulu tidak mengontrol
makanan yang dikonsumsi , makanan asin, tinggi karbohidrat dan makanan manis
serta tinggi lemak sering dikonsumsi oleh os. Os juga memiliki aktivitas fisik yang
minimum dan tidak pernah berolahraga.

Os mengatakan bahwa sejak lebih dari 8 tahun SMRS, os menderita


penyakit darah tinggi dan kencing manis. Awalnya os mengeluh sering lemas dan
sering merasa haus pada malam hari dan BAK pada malem hari lebih dari 5 kali
dan minum lebih dari 10 gelas semalam dikarenakan merasa haus.. Beliau
mengatakan bahwa os memiliki sakit maag sejak lama yang dirasakan hilang
timbul,terutama jika telat makan. Demam disangkal. BAK dan BAB normal. BAB
disertai darah disangkal. Karena keluhan sering lemas dan pusing itu keluarga os
membawa os ke RS dan didapatkan bahwa os memiliki gula darah yang tinggi dan
tekanan darah yang tinggi, sejak saat itu os rutin meminum obat untuk mengontrol
gula darah dan tekanan darahnya.

Os biasanya meminum obat rutin dari RS untuk kontrol gula darah dan
hipertensi , os meminum obat amlodipine 10 mg untuk darah tingginya dan
metformin untuk gula darahnya. Os mengaku rutin mengkonsumsi obat tersebut.

Kurang lebih 1 tahun SMRS keluarga os mengaku bahwa os pernah masuk


RS dikarenakan lemas dan sesak nafas , kembali mengalami keluhan yang sama
yaitu sesak nafas dan nyeri dada disertai pembengkakan pada kedua kaki, os

16
mengaku merasa lebih nyaman jika berbaring dengan bantal yang lebih tinggi .
mual (+), muntah (-), BAB dan BAK normal. Demam disangkal

3 bulan SMRS os kembali mengalami keluhan yang sama yaitu nafas terasa
sesak dan nyeri dada namun keluhan tersebut hilang timbul. Sehingga os tidak pergi
ke RS.

Kurang lebih 3 hari SMRS os mengeluh keluhan semakin berat sesak


dirasakan memberat disertai nyeri dada ,badan juga lemas dan os merasa pusing,
kedua kaki dirasakan membengkak dan nyeri, os juga mengaku sering terbangun
pada malam hari dan susah tidur sehingga keluarga os memutuskan untuk
membawa os ke IGD RSPBA.
Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan
sejak ± 3 hari dan memberat pada hari ini. Os juga mengeluh kaki, tangan dan
perut bengkak sejak ± 3 hari yang lalu, os juga merasakan nyeri dan panas pada
dada sebelah kiri menjalar ke punggung. Batuk (+), mual (+), muntah (-), nafsu
makan menurun. Os mengaku sebelumnya juga pernah mengalami sakit serupa.
Diagnosa CHF
Pendekatan pada pasien dengan kecurigaan kegagalan jantung meliputi riwayat dan
pemeriksaan fisik, foto toraks, dan serangkaian tes yang harus dijalani. Riwayat
penyakit sendiri kurang dapat dipakai dalam menegakkan diagnosa kegagalan
jantung, tapi sering kali dapat memberi petunjuk penyebab
dari kegagalan jantung, faktor yang memperberat, dan keparahan dari penyakit.
Gejala gagal jantung dapat dihubungkan dengan penurunan cardiac output (mudah
lelah, dan kelemahan) atau retensi cairan (dyspnea, orthopnea, dan ”cardiac
wheezing”). Pada kasus dengan kegagalan pada jantung kanan dapat
menyebabkan terjadinya kongetif hepar. Retensi cairan juga menyebabkan edema
perifer dan asites. Kegagalan pada jantung kiri dapt menyebabkan gejala berupa
munculnya dyspnea on effort. Pulmonary congestion (dengan crackles dan
wheezing) dominan muncul terutama pada keadaan akut maupun subakut.
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya overload volume
adalah adanya peningkatan pada Jugular Venous Pressure. Pelebaran dari ventrikel
17
dapat dilihat pada saat palpasi precordial, dan denyutan dari apex yang terletak
lateral dari midclavicular line. Pada pasien dengan dispnea, maka
gambaran foto thoraks akan sangat membatu untuk menetukan perkiraan penyebab
dari dispnea tersebut, apakah diakibatkan karena kegagalan jantung atau karena
penyakit pada paru-paru. Gambaran radiografi pada kelainan akibat kegagalan
jantung adalah cardiomegali, cephalization dari pembuluh darah, peningkatan
marker interstitial, dan adanya pleural efusi. Apabila didapatkan beberapa tanda,
gejala, dan gambaran radiologi seperti yang disebutkan diatas maka diagnosa untuk
CHF dapat ditegakkan. Pasien dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
atau riwayat penyakit arteri koroner meningkatkan resiko terkena CHF .

Kriteria Framingham untuk CHF

*Kriteria Mayor
-Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (sesak malam hari)
-Bendungan vena sentral
-Peninggian tekanan vena jugularis
-Ronkhi paru
-Bunyi jantung S3 Gallop
-Refluks hepatojugular
-Edema paru
-Kardiomegali

*Kriteria Minor
-Batuk malam hari
-Dyspneu d'effort (sesak saat aktivitas)
-Edema ekstremitas (bengkak pada kaki atau tangan)
-Takikardi (nadi >120x/menit)
-Hepatomegali
-Efusi pleura
-Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
18
*Kriteria Mayor atau Minor
-Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor.
Pada kasus pasien memenuhi 2 kriteria mayor (Peninggian tekanan
vena jugularis, ronkhi paru) dan 2 kriteria minor (edema ekstremitas,
hepatomegali) sehingga dapat didiagnosa CHF dan karena riwayat pasien
menderita hipertensi selama 8 tahun sehingga penyebabnya bisa disebabkan
oleh HHD ( Hipertensi Heart Disease).

19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Gagal Jantung Kongestif

Definisi

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat

memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gagal jantung adalah


ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat,
mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena, maka keadaan ini
disebut gagal jantung kongestif

Etiologi Gagal Jantung


Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan
jantung untuk memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya
diakibatkan karena kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi
yang penting setelah kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis yang
menetap yang disebabkan karena tekanan atau volume overload yang menyebabkan
hipertrofi dan dilatasi dari ruang jantung, dan kegagalan jantung dapat juga terjadi
karena beberapa faktor eksternal yang menyebabkan keterbatasan dalam pengisian
ventrikel.

Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF)


Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu
gangguan mekanik (beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu beban tekanan, beban volume,tamponade jantung atau kontriksi

20
perikard, jantung tidak dapat diastole, obstruksi pengisian ventrikel, aneurisme
ventrikel, disenergi ventrikel, restriksi endokardial atau miokardial) dan
abnormalitas otot jantung yang terdiri dari primer (kardiomiopati, miokarditis
metabolic (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika) dan sekunder
(iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltrative, dan korpulmonal).
1.Gangguan irama jantung atau konduksi ,beban pengisian (preload) dan beban
tekanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi atau hipertrofi
memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat,
sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar
meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan
terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung
yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi
redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan
vasokontriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous
return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolic dan
menaikkan kembali curah jantung .Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan
redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan
sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut
di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga
terpenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan
volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan
beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolic,
dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan
dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut,

21
maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema
paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi
yang meninggi.
Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang
menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel
kanan itu terus bertambah, maka akan meransang ventrikel kanan untuk
melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas
kemempuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal
jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi akhirnya terjadi gagal jantung kiri-
kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada
daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan, tekanan dan volume akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini
menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu
diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan
dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut
(bendungan pada vena jugularis dan bendungan hepar) dengan segala akibatnya
(tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus
berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan aakibat
timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites.
Manifestasi CHF tidak hanya disebabkan karena ketidakmampuan jantung
dalam mensuplai oksigen yang adekuat ke jaringan perifer, tapi juga tergantung
pada respon sistemik dalam mengkompensasi ketidakadekuatan suplai oksigen ke
jaringan.
Beberapa faktor yang menentukan cardiac output meliputi heart rate dan
stroke volume. Stroke volume ditentukan oleh preload, kontraktilitas, dan afterload.
Variabel-variabel ini penting diketahui dalam patofisiologis CHF dan potensi
terapi. Selain itu interaksi kardiopulmonary penting juga untuk diketahui
dalam peranannya dalam kegagalan jantung
22
Mekanisme kompensasi gagal jantung
Mekanisme Frank Starling meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan
volume ventrivuler end diastolic. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolic,
berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada
filament aktin dan myosin, dan hasilnya meningkatkan tekanan pada kontraksi
berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme Frank Starling
mencocokkan output dari dua ventrikel .Pada gagal jantung, mekanisme Frank
Starling membantu mendukung kardiak output. Kardiak output mungkin akan
normal pada penderita gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan
terjadinya peningkatan volume ventricular end diastolic dan mekanisme Frank-
Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami
pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang berlebihan.
Hipertrofi otot jantung dan remodeling
Perkembangan hipertrofi otot jantung dan remodeling merupakan salah satu
mekanisme akibat meningkatnya kerja yang berlebih. Meskipun hipertrofi ventrikel
memperbaiki kerja jantung, ini juga merupakan faktor risiko yang penting bagi
morbiditas dan mortalitas. Keadaan hipertrofi dan remodeling
dapat menyebabkan perubahan dalam struktur (massa otot, dilatasi chamber) dan
fungsi (gangguan fungsi sistolik dan diastolik). Ada 2 tipe hipertrofi, yaitu pertama
Concentric hypertrophy, terjadi penebalan dinding pembuluh darah, disebabkan
oleh hipertensi.dan kedua Eccentric hypertrophy, terjadi peningkatan panjang otot
jantung disebabkan oleh dilated cardiomyopathy
Klasifikasi Gagal Jantung
Selain menggunakan kriteria Framingham, terdapat beberapa pembagian
kriteria yang dipakai pada gagal jantung, diantaranya klassifikasi menurut New
York Heart Association (NYHA), dan pembagian stage menurut American Heart
Association.
Klassifikasi fungsional yang biasanya dipakai menurut NYHA adalah (Figueroa
dan Peters, 2006) :
Klas I : tidak ada keterbatasan dalam melakukan aktifitas apapun, tidak
muncul gejala dalam aktivitas apapun.
23
Klas II : mulai ada keterbatasan dalam aktivitas, pasien masih bisa melakukan
aktivitas ringan dan keluhan berkurang saat istirahat
Klas III : terdapat keterbatasan dalam melaksanakan berbagai aktivitas, pasien
merasa keluhan berkurang dengan istirahat.
Klas IV : keluhan muncul dalam berbagai aktivitas, dan tidak berkurang
meskipun dengan istirahat.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio


kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis.
Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau
kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi
ventrikel kiri. Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada
sebagian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T,
hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia. Ekokardiografi harus dilakukan pada
semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi
ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai
dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.

. Radiologi
Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung.
Kardiomegali biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic
ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan ini
tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi siltolik karena ukuran bias
terlihat normal

Diabetes Melitus

Definisi

24
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya.

Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu


penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel
beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin.

Klasifikasi Diabetes Melitus

a. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut):

1) Autoimun.

2) Idiopatik.

Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent), lebih sering ternyata


pada usia remaja. Lebih dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin
mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang
diproduksisedikit atau tidak langsung dapat diproduksikan. Hanya sekitar 10%
dari semua penderita diabetes melitus menderita tipe 1. Diabetes tipe 1
kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor
lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi dapat menyebabkan
penghancuran selpenghasil insulin di pancreas..

25
b.Diabetes tipe 2(bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi
insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi
insulindisertai resistensi insulin).

Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non Insulin Dependent) ini tidak ada kerusakan
pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-

kadang insulin pada tingkat tinggidari normal. Akan tetapi, tubuh manusia

resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada dewasa yang
berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum dengan peningkatan usia.

Cara diagnosis

Diabetes melitus dapat dilihat dari peningkatkan kadar glukosa


darahnya. Terdapat beberapa kriteria diagnosis Diabetes Melitus berdasarkan
nilaikadar gula darah berikut ini:

1. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/

dl. Gejala klasik adalah: poliuria, polidipsia dan berat badan turun tanpa
sebab.

2.Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L).

3.Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L)

Tes Toleransi Glukosa Oraldilakukan dengan standar WHO, menggunakan


beban glukosa yang setara dengan 75 grglukosa anhidrus yang dilarutkan
ke dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM,maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu
(TTGO) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu(GDPT) tergantung dari hasil
yang dipeoleh :

26
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl(7,8-11,0
mmol/L)

GDPT : glukosa darah puasa antara 100–125 mg/dl(5,6-6,9

Patofisiologi Diabetes Melitus

Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang


lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pula dalam
peta, sehingga disebut dengan pulau-pulau Langerhans pankreas.Pulau-pulau
ini berisi sel alpha yang menghasilkan hormon glukagon dan sel beta yang
menghasilkan hormon insulin. Kedua hormon ini bekerja secara
berlawanan, glukagon meningkatkan glukosa darah sedangkan insulin bekerja
menurunkan kadar glukosa darah (Schteingart, 2006).Insulin yang dihasilkan oleh
sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka
pintu masuknya glukosa ke dalam sel. Dengan bantuan GLUT 4 yang ada pada
membran sel maka insulin dapat menghantarkan glukosa masuk ke dalam sel.

Kemudian di dalam sel tersebut glukosa di metabolisasikan menjadi ATP


atau tenaga. Jika insulin tidak ada atau berjumlah sedikit, maka glukosa tidak akan
masuk ke dalam sel dan akan terus berada di aliran darah yang akan
mengakibatkan keadaan hiperglikemia

Pada DM tipe 2 jumlah insulin berkurang atau dapat normal, namun

reseptor di permukaan sel berkurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan


lubang kunci masuk pintu ke dalam sel. Meskipun anak kuncinya (insulin)
cukup banyak,namun karena jumlah lubangnya (reseptornya) berkurang maka
jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel akan berkurang juga (resistensi insulin).
Sementara produksi glukosa oleh hati terus meningkat, kondisi ini
menyebabkan kadar glukosa meningkat

Latihan jasmani secara teratur dapat menurunkan kadar gula


darah.Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
27
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah .

Komplikasi kronik dari diabetes melitus sendiri dapat dibagi

menjadi 2 : komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.

Komlplikasi mikrovaskuler terdiri dari:

1) Retinopati diabetic
Pada retinopati diabetik prolferatifterjadi iskemia retina yang
progresif yang merangsang neovaskularisasi yang
menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam
jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi
ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi
saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang
berakibat penurunan penglihatan mendadak. Hal tersebut
pada penderita DMbisa menyebabkan kebutaan.
2) Neuropati diabetik

Neuropati diabetik perifer merupakan penyakit neuropati yang


paling sering terjadi. Gejala dapat berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari.

3) Nefropati diabetik

Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200

ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan.

Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik

28
kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. bila terjadi terus
menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan

berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan

berkembang menjadi chronic kidney disease

Komplikasi makrovaskular yang sering terjadi biasanya merupakan

makroangiopati. Penyakit yang termasuk dalam komplikasi makrovaskular

adalah :

1)Penyakit pembuluh darah jantung atau otak

2)Penyakit pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes,

biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio,

meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki

merupakan kelainan yang pertama muncul

Nefropati diabetik

Nefropati diabetic adalah penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir


di seluruh dunia dan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular. Manifestasi klinis awal adalah mikroalbuminuria. Setelah
terdeteksi adanya mikroalbuminuria, laju perkembangan dari penyakit ginjal
stadium akhir dan penyakit kardiovaskular dapat ditunda oleh manajemen
tekanan darah, glukosa, dan lipid. Nefropati diabetik ditandai dengan albuminura
menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan
dalam waktu3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi
patogenik kerusakanginjal pada tingkat glomerulus. , adanya penurunan laju

29
filtrasi glomerolus (LFG), dan peningkatan tekanan daerah arterial.Progresi
umum dari mikroalbuminuria menjadi nefropati menyebabkan banyak
yang menganggap mikroalbuminuria sebagai tanda nefropati tahap awal.
Kelainan ginjal sering terjadi sekunder pada penderita diabetes yang lama
terutama penderita diabetes tipe I. Secara klinis nefropati diabetik ditandai
dengan adanya peningkatan proteinuria yang progresif, penurunan LFG,
hipertensi, dan risiko tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskular.
Perjalanan alamiah nefropati diabetik merupakan sebuah proses dengan
progresivitas bertahap setiap tahun. Diabetes fase awal ditandai dengan
hiperfiltrasi glomerulus dan peningkatan LFG. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan perkembangan sel dan ekspansi ginjal, yang mungkin
dimediasi oleh hiperglikemia. Mikroalbuminuria biasanya terjadi setelah
5 tahun menderita penyakit Diabetes tipe 1 sedangkan nefropati yang ditandai
dengan ekskresi protein urin lebih dari 300 mg/hari, biasanya terjadi dalam waktu
10-15 tahun. Penyakit ginjal stadium terminal terjadi pada sekitar 50%
penderita DM tipe I, yang akan mengalami nefropati dalam 10 tahun.

DM tipe II memiliki patogenesis yang lebih bervariasi. Penderita sering


didiagnosis sudah dengan mikroalbuminuria yang disebabkan karena
keterlambatan diagnosis dan faktor lain yang mempengaruhi ekskresi protein.
Sebagian kecil penderita dengan mikroalbuminuria akan berkembang menjadi
penyakit ginjal tahap lanjut. Tanpa intervensi, sebanyak 30% penderita akan
berkembang menjadi nefropati dengan proteinuria yang nyata, dan setelah 20
tahun mengalami nefropati, sekitar 20% akan berkembang menjadi penyakit ginjal
tahap akhir. Diabetes yang lama menyebabkan perubahan pada pembuluh darah
kecil yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dimana kerusakan ginjal
tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal yang berat. Kerusakan ginjal dapat
dimulai sejak tahun pertama setelah terdiagnosis menderita DM tipe I dan
dapat ditemukan pada saat terdiagnosis DM tipe II. Namun diperlukan waktu

sekitar 5-10 tahun untuk menjadi masalahkerusakan ginjal yang bermakna .

30
Tekanan darah tinggi secara signifikan dapat memberikan
kontribusi pada perkembangan penyakit ginjal. Dan, penyakit ginjal itu sendiri
dapat membuat tekanan darah tinggi, sehingga menciptakan efek siklus.
Faktor-faktor yang menyebabkan nefropati diabetiktermasuk keturunan, diet
dan kondisi medis lainnya seperti tekanan darah tinggi.Kadar gula darah
tinggi, penyebab lain nefropati, dapat menyebabkan ginjal untuk menyaring
darah terlalu banyak. Seiring waktu, ini overworks ginjal dan dapat menyebabkan
protein dan limbah bocor ke dalam urin

2.Hipertensi

2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on


Detection,Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang
lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg.Hipertensi merupakan penyakit yang timbul
akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor
pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat
keluarga,jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh.Hipertensi dapat mengakibatkan
komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner
(PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi
dari organ vitalseperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan
bahkan kematian.

2.2 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yangtidak diketahui


penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,

31
hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam
ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

2)Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5%kasus.

Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen,


penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan
sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC
VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.

Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Patofisiologi

Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan


darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha
untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang
reflek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuksistem kontrol yang bereaksi
segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang
mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.

1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah

32
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis
merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding
pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol, produk
sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan
pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di
bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah,
obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada
organ atau bagian tubuh tertentu.

2)Sistem renin-angiotensin

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya


angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin Iconverting enzyme
(ACE). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.

a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone(ADH) dan rasa haus. .


Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.

b.Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur


volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.

3)Sistem saraf simpatis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh


darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

33
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Komplikasi

Hipertensi Pada Ginjal

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif


akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus.
Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit
fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi
hipoksia dan kematian ginjal. Pengurangan massa ginjal akan
mengakibatkan nefron yang masih hidup akan melakukan kompensasi
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Proses maladaptasi ini berlangsung singkat sehingga terjadi
peningkatan LFG mendadak yang akhirnya mengalami penurunan.
Hiperfiltrasi yang terjadi juga akibat peningkatan aktivitas aksis
rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal. Kerusakan progresif nefron
akan terjadi dan berlangsung lama (kronik). Kerusakan membran
glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin
sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik
koloid plasma yang berkurang.

34
DAFTAR PUSTAKA

Aris, S. 2007. Mayo Clinic. Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. PT


Intisari Mediatama : Jakarta
Depkes RI. 2013. Diaabetes Melitus.
Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Careuntuk Penyakit Diabetes Melitus.
2005
Hunt et all. 2005. Heart Failure in the Adult: A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines (Writing Committee to Update the 2001 Guidelines for the
and American Management of Heart Failure). Journal of The American
Heart Association
Medical CRITERIA. 2005. Framingham Criteria for Congestive Heart Failure. In
turn citing: Framingham study 1971
Rahajeng dan Tuminah. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesi. Maj Kedokt Indon, Volume: 59, Nomor: 12, Desember 2009
Rahma N L. 2014. Patomekanisme Penyakit Gagal Jantung Kongestif. Jurusan
Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang
Soeparman. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 11. Ed 3. Jakarta : FKUI
Sustrani L. 2006.Hipertensi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
WHO. 2010. Diabetes Melitus. http://www.who.org. Diakses pada tanggal
20 April 2012.
Wilson L M , Price SA . 2013. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses
penyakit.Vol2..ED6.p:1290
Waspadji S.. Dalam: Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S,editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, JilidIII, edisi kelima. Jakarta:
Interna publishing,2009.h.1961

35
36

You might also like