Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan data UNFPA, di dunia saat ini terdapat sekitar 737 juta jiwa

penduduk lanjut usia (lansia), yaitu usia 60 tahun lebih. Berdasarkan jumlah

tersebut sekitar dua pertiga tinggal di negara-negara berkembang, termasuk di

Indonesia. Data BPS tahun 2010 mencatat jumlah penduduk Indonesia yaitu,

sebanyak 237.641.326 jiwa dan sekitar 20 juta orang adalah penduduk lansia.

Sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk

lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia yaitu 18,1

juta jiwa atau 9,6% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah lansia tersebut

meningkat sebanyak empat kali lipat dibandingkan pada tahun 1970 yang

tercatat sekitar 5,3 juta jiwa atau 4,48% dari jumlah penduduk saat itu.

Meningkatnya jumlah lansia seiring dengan meningkatnya angka usia harapan

hidup penduduk Indonesia sehingga jumlah lansia bertambah dengan cepat.

Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah populasi lansia yang luar biasa,

pada tahun 2025 diproyeksikan sebesar 414%, ini terbesar di dunia.

Hal ini mendorong kita semua untuk bersiap menghadapinya, yaitu

dalam menghadapi konsekuensi logis akan adanya berbagai masalah yang

muncul, seiring dengan ledakan populasi lansia ini. Lanjut usia adalah setiap

orang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan

kelompok umur lainnya. Umumnya setiap orang akan mengalami proses

menjadi tua dan masa tua adalah masa hidup manusia yang terakhir. Pada masa
ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial hingga tidak

melakukan tugasnya sehari-hari lagi dan bagi kebanyakan orang masa tua kurang

menyenangkan.

Gigi memiliki fungsi untuk pengunyahan, berbicara, dan estetika. Gigi-

geligi pada lansia mungkin sudah banyak yang rusak, bahkan copot sehingga

memberikan kesulitan saat mengunyah makanan. Berkurangnya kemampuan

mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lansia. Kehilangan gigi pada lansia

berdampak pada berbagai persoalan, di antaranya dampak psikologis seperti

merasa malu, tegang, kehilangan selera makan, malnutrisi, tidur terganggu,

kesulitan bergaul, menghindar untuk keluar, tidak memiliki teman, konsentrasi

terganggu, hingga tidak dapat bekerja secara total.

Kesehatan gigi merupakan salah satu aspek dari kesehatan seseorang

yang merupakan hasil interaksi dari kondisi fisik, mental, dan sosial. Kehilangan

gigi merupakan penyebab terbanyak menurunnya fungsi pengunyahan.

Kehilangan gigi juga dapat mempengaruhi rongga mulut dan kesehatan umum

sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang secara keseluruhan.

Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab terbanyak

kehilangan gigi adalah akibat buruknya status kesehatan rongga mulut, terutama

karies dan penyakit periodontal. Lansia diharapkan minimal mempunyai 20 gigi

berfungsi, hal ini berarti bahwa fungsi pengunyahan mendekati normal,

walaupun sedikit berkurang. Demikian halnya fungsi estetik serta fungsi bicara

masih dapat dianggap normal dengan jumlah gigi minimal 20 buah.


Di kecamatan serpong sejak tahun 1995 telah berjalan kegiatan

posyandu sampai saat ini, kegiatannnya hanya terbatas pada program

pemeliharaan kesehatan umum. Padahal seperti sudah diketahui bahwa untuk

menunjang kesehatan umum tersebut dibutuhkan juga pemeliharaan kesehatan

gigi dan mulut. Dalam hal pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut khususnya

pada masyarakat lansia perlu pemikiran dan perencanaan yang sesuai berdaya

guna dan berhasil guna sehingga perlu dilakukan suatu perencanaan kebutuhan

dalam masyarakat lansia pada posyandu. Lansia di cermei ada kegiatan

pemeriksaan dan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh kader desa. Yang

dimaksud dengan kader desa adalah petugas yang pada umumnya perempuan

dimana kemampuan dan keterampilan mereka diperoleh dari berbagai sumber.

Kemampuan dan keterampilan tersebut paling utama diterima dari petugas

puskesmas dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang dianggap penting.

Dan pengetahuan dan keterampilan tersebut juga akan meningkat dengan

bertambahnya pengalaman mereka. Pengetahuan dan keterampilan ini juga akan

meningkat karena kemauan dari dokter atau petugas puskesmas yang

membeikan tambahan ilmu. Untuk mengetahui keadaan kesehatan gigi dan

mulut lansia serta pengetahuan, sikap dan perilaku mereka terhadap kesehatan

gigi dan mulut khususnya di posyandu tersebut telah aktif melaksanakan

posyandu lansia.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Peran terapis gigi dalam menangani permasalahan kesehatan gigi dan mulut

pada kelompok lansia di posyandu lansia


2. Peran terapis gigi dalam memeriksa status kesehatan gigi dan mulut pada

kelompok lansia di posyandu lansia

3. Peran terapis gigi dalam menangani kuratif pada kelompok lansia di posyandu

lansia

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran terapis gigi dalam menangani permasalahan

kesehatan gigi dan mulut pada kelompok lansia di posyandu lansia

2. Untuk mengetahui peran terapis gigi dalam memeriksa status kesehatan gigi

dan mulut pada kelompok lansia di posyandu lansia

3. Untuk mengetahui peran terapis gigi dalam menangani kuratif pada kelompok

lansia di posyandu lansia


BAB II

PEMBAHASAN

A. Lansia

1. Berdasarkan Umur

a. Kelompok middle age (45-59 tahun)

b. Kelompok elderly age (60-74 tahun)

c. Kelompok old age (75-90 tahun)

2. Berdasarkan Karakteristik lansia

a. Jenis kelamin

Jumlah lansia lebih didominasi oleh kaum perempuan. Selain itu,

terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi

antara lansia laki-laki dan perempuan.

b. Status perkawinan

Status masih berpasangan lengkap atau sudah hidup sendiri

(duda/janda) sangat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik maupun

psikologis lansia.

c. Living arrangement

Keadaan pasangan; tanggungan keluarga, misal masih harus

menanggung anak atau keluarga; tempat tinggal, rumah sendiri, tinggal

bersama anak, atau tinggal sendiri. Dewasa ini kebanyakan lansia masih

hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia sebagai kepala keluarga

atau bagian dari keluarga anaknya. Namun, akan cenderung bahwa

lansia akan ditinggalkan oleh keturunannya dalam rumah yang berbeda.


B. Cara Pengukuran Penyakit Gigi dan Mulut oleh Terapis Gigi

1. Penjaringan Data Kesehatan Gigi dan Mulut Terapis Gigi

Dalam melakukan upaya screening atau penjaringan di posyandu

lansia, terapis gigi dan mulut dapat memperoleh data terkait kesehatan gigi

dan mulut pada lansia melalui beberapa cara diantaranya, melakukan

pemeriksaan, observasi ataupun wawancara pada lansia. Umumnya

pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada lansia berupa kondisi

kebersihan dan kesehatan gigi pada lansia seperti Tingkat kebersihan gigi

yang dapat diukur dengan Indeks OHI-S dan Indeks Plak. Dan tingkat

kesehatan gigi yang diukur dengan Indeks DMF-T dan CIPTN. Selain itu,

mengetahui pola perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada

lansia menjadi sangat penting sebagai acuan untuk mengupayakan adanya

peningkatan derajat kesehatan gigi pada lansia.

Hal ini perlu menjadi perhatian dari terapis gigi dan mulut

mengingat pada usia lanjut, terjadinya penurunan kondisi baik secara fisik

dan mental pada lansia. Untuk menunjang hasil pemeriksaan gigi pada

lansia, terapis gigi dapat melakukan identifikasi masalah secara

komprehensif, yang dapat diperoleh secara objektif dan subjektif pada

lansia. Adapun data objektif dan subjektif sebagai berikut:

a. Data objektif, yaitu data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, dan

pengamatan, misalnya kondisi klinis gigi pada lansia

b. Data subjektif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan

lansia, keluhan pada lansia juga bisa diperoleh dari keterangan dari
pihak keluarga lansia, misalnya kondisi gigi dan pemeliharaan gigi pada

lansia setiap harinya.

Untuk mengumpulkan data di atas, terapis gigi dapat melakukan

pengumpulan data tentang kesehatan gigi lansia dengan cara sebagai

berikut:

a) Wawancara/anamnesa.

Wawancara/anamnesa adalah komunikasi timbal balik berbentuk

tanya jawab yang Anda lakukan dengan lansia atau keluarga lansia

tentang hal- hal yang berkaitan dengan keluhan lansia. Dalam hal

ini Anda membina hubungan baik dengan lansia sebelum memulai

wawancara/anamnesa. Wawancara dilakukan dengan penuh

keramahan, keterbukaan, menggunakan bahasa yang sederhana

dan Anda perlu memastikan kenyamanan lansia terjamin. Semua

hasil wawancara Anda catat dalam format proses keperawatan gigi

b) Pengamatan

Anda dapat melakukan pengamatan terhadap fisik, perilaku, dan

sikap lansia dalam rangka menegakkan diagnosis keperawatan

gigi. Pengamatan ini dilakukan dengan panca indra. Semakin

banyak panca indra yang terlibat maka hasil pengamatan akan

semakin baik.

c) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik perlu Anda lakukan sebagai adalah upaya

menegakkan diagnosis keperawatan gigi dengan cara sebagai

berikut :
1) Sondasi

2) Perkusi

3) Mobility

4) Palpasi

5) Auskultasi

2. Standar Pemeriksaan Penyakit Gigi dan Mulut

a. Standar pemeriksaan OHI-S

Standar pemeriksaan gigi dan mulut (green dan vermilion), dengan

menjumlahkan debris indeks (DI) dan calculus indeks (CI).

Pemeriksaan ini untuk mendapatkan data kebersihan gigi dan mulut

untuk merencanakan tindakan promotif dan preventif

1) DI : adalah skor (nilai) dari endapan lunak yang terjadi karena

adanya sisa makanan yang melekat pada gigi indeks

2) CI : adalah skor (nilai) dari endapan keras terjadi karena adanya

calculus yang pada melekat pada gigi indeks

a) Menentukan gigi- gigi indeks yang akan diperiksa untuk

pemeriksaan debris indeks (DI) dan calculus indeks (CI)

b) Menentukan gigi-gigi pengganti apabila ada gigi indeks yang

tidak ada

c) Pemeriksaan debris sesuai kriteria penilaian debris

d) Pemeriksaan debris sesuai kriteria penilaian calculus

e) Menghitung debris score dan calculus score

f) Menghitung OHIS score menurut standar WHO


b. Standar Pemeriksaan DMF-T

Standar dalam memeriksa keadaan gigi geligi seseorang yang

mengalami kerusakan, gigi yang hilang yang disebabkan oleh penyakit

karies. Tujuan pemeriksaan DMF-T untuk merencanakan upaya

promotif, preventif dan kebutuhan perawatan/kuratif.

1) DMF-T untuk gigi tetap

2) Melakukan pemeriksaan keadaan gigi geligi yang mengalami

kerusakan

3) D (decayed) :jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal

M (missing) : jumlah gigi yang telah/harus dicabut karena karies

T (filling) : jumlah gigi yang telah dicabut

4) Menghitung indeks DMF-T/def-t

5) Angka DMF-T/def-t menggambarkan banyaknya karies yang

diderita seseorang

6) Kekurangan pemeriksaan ini adalah tidak dapat menggambarkan

banyaknya karies yang sebenarnya, karena yang dihitung karies

pada satu gigi tersebut, kemungkinan yang terjadi dalam 1 gigi

terdapat lebih dari 1 karies. Juga tidak dapat menggambarkan

kedalaman karies, atau penyebab kehilangan gigi.

Jumlah DMF-T rata- rata dihitung dengan cara menjumlahkan

jumlah gigi yang karies, gigi yang hilang karena karies dan gigi

yang ditambal lalu dibagi dengan jumlah populasi.


Kategori status karies berdasarkan jumlah DMF-T rata-rata

menurut WHO mulai dari tingkat sangat rendah sampai sangat

tinggi, dapat dilihat pada (Mantiri, 2013).

Skor Kategori
0,0 – 1,1 Sangat rendah
1,2 – 2,6 Rendah
2,7 – 4,4 Sedang
4,5 – 6,5 Tinggi
>6,6 Sangat Tinggi

c. Standar Pemeriksaan CPITN (Community Periodontal Index Treatment

Needs

Indeks yang digunakan untuk mengukur kondisi jaringan

periodontal, menentukan tingkatan kondisi jaringan periodontal, serta

perkiraan akan kebutuhan perawatannya dengan menggunakan sonde

khusus yaitu periodontal probe.

Pilih gigi indeks sesuai dengan umur individu. Setelah gigi indeks

dipilih, masing-masing gigi dilakukan probing, dengan cara

menggerakan probe ke sekeliling gigi untuk menilai paling tidak enam

titik disekitar gigi yaitu, mesiofacial, midfasial, distofasial, juga

ditempat sejenis pada aspek lingual dan palatal. Temuan yang paling

parah dicatat sebagai skor sektan. Setelah mengetahui skor tertinggi

pada setiap individu maupun suatu kelompok populasi, dapat

ditentukan tipe pelayanan untuk perawatan kasus yang ditemukan,

demikian pula jenis atau tenaga kesehatan yang diperlukan


Nilai/ skor Kondisi Jaringan Periodontal
Sehat
0
Perdarahan pada gusi
1
Ada karang gigi sub gingival
2
Poket dangkal (3,5-5,5 mm)
3
Poket dalam (lebih dari 5,5 mm)
4

C. Cara Penanganan Masalah Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut pada

Lansia

Dengan adanya kerentanan terkait kondisi kesehatan gigi dan mulut pada lansia.

Maka ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh terapis gigi dan mulut yang

meliputi promotif, preventif dan kuratif terbatas adalah sebagai berikut:

1. Upaya promotif

Upaya promotif merupakan suatau upaya atau kegiatan yang

dilaksanakan dengan tujuan meningkatanya pengetahuan di bidang kesehatan

gigi dan mulut sehingga akan di ikuti meningkatnya kemampuan sasaran

dalam hal pelihara diri di bidang kesehatan gigi dan mulut yang optimal.

Adapun upaya yang dapat dilakukan terapis gigi untuk meningkatkan

perilaku kesehatan gigi pada lansia dan kader adalah sebagai berikut:

a. Melakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut tentang kesehatan gigi

dan mulut pada lansia.

Upaya promotif berupa penyuluhan terkait kesehatan gigi dan mulut

merupakan solusi terbaik yang dapat dilakukan oleh terapis gigi dan mulut

untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan lansia dalam

memelihara kesehatan gigi dan mulut. Dalam melakukan penyuluhan,

sebagai terapis gigi harus memerhatikan karakteristik sasaran yang ikut

serta dalam kegiatan penyuluhan misalnya karakter pada lansia dan juga
masalah yang dialami oleh lansia. Sehingga dalam persiapan dan

pelaksanaannya, terapis gigi dapat menentukan metode dan media

penyuluhan yang tepat bagi lansia. Melakukan penyuluhan perorangan

pada lansia menjadi sangat penting dimana pada usia lanjut umumnya

telah terjadi kurangnya kemampuan untuk menangkap dan memahami

informasi. Selain itu penyuluhan berkelompok juga dapat menjadi opsi

agar lansia dapat menyampaikan keluh kesah sesama lansia. Hal ini

penting untuk meningkatkan kondisi psikis lansia.

Selain itu, menentukan materi yang tepat bagi lansia terkait

kesehatan gigi dan mulut menjadi sangat penting dilakukan oleh terapis

gigi karena lansia memiliki karakteristik yang berbeda secara kebutuhan

fisik dan psikis dengan individu lainnya. Umumnya materi yang tepat bagi

lansia terkait pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pentingnya

menjaga perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Melakukan komunikasi interpersonal dengan menggunakan pendekatan

secara sosial, psikis dan spritual pada lansia untuk meningkatkan semangat

dan keinginan lansia agar menjaga kesehatan gigi dan mulut dan personal

hygienenya.

Dalam upaya untuk meningkatkan pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut pada lansia, Terapis gigi dan mulut dapat melakukan komunikasi

secara interpersonal dengan memerhatikan karakter pada lansia. Hal

tersebut dikarenakan, pada setiap lansia memiliki kebutuhan dan karakter

masing- masing. Seorang lansia cenderung memiliki rasa ketergantungan,

rasa ingin dipeduli, rasa ingin dimengerti.


Sehingga hal ini sangat tepat, dimana lansia dapat mengonsultasikan

terkait masalahnya, baik masalah kesehatan ataupun psikisnya secara face

to face. Hal ini sangat penting dalam upaya meningkatkan perilaku hidup

sehat dan bersih pada lansia Hal ini juga dapat memberikan ruang kepada

lansia untuk menyampaikan keluh kesah dan masalah yang dihadapinya.

c. Memberikan pelatihan kepada kader kesehatan tentang kesehatan gigi dan

mulut, yang meliputi:

Peran aktif kader menjadi sangat penting dalam mengidentifikasi

permasalahan di suatu desa, termasuk pada lansia. Dalam hal ini terapis

gigi dan mulut dapat mengoptimalkan peran kader dalam meningkatkan

dan memelihara kesehatan gigi dan mulut pada lansia. Salah satu yang

dapat dilakukan oleh terapis gigi adalah dengan memberikan pelatihan

kepada kader kesehatan gigi terkait :

1) Cara pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

2) Cara pemeriksaan karies dini secara sederhana (screening).

3) Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.

4) Cara melakukan rujukan kesehatan gigi dan mulut.

2. Upaya preventif

Upaya preventif merupakan suatu upaya yg dilaksanakan dgn tujuan

mencegah timbulnya penyakit gigi dan mulut pada lansia. Adapun upaya

yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut (Screening)

Screening (Pemeriksaan/ penjaringan) pada lansia menjadi upaya yang

dapat dilakukan oleh terapis gigi untuk mencegah dan mendeteksi berbagai
masalah pada lansia. Hal tersebut dikarenakan pada usia lanjut dimana

terjadi penurunan fisik secara drastis pada lansia, sehingga sangat rawan

terjadinya masalah kesehatan gigi dan mulut. Dengan adanya data

screening tersebut dapat dijadikan acuan oleh terapis gigi untuk

merencanakan dan melakukan intervensi selanjutnya.

b. Melakukan bimbingan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut untuk

lansia

c. Melakukan penilaian faktor resiko penyakit gigi dan mulut pada lansia

d. Melakukan pembersihan karang gigi (Scalling)

Melakukan scalling pada lansia dapat mengurangi dampak kedepannya

pada lansia. Dimana apabila karang gigi pada lansia tidak dibersihkan

maka dapat menyebabkan masalah kesehatan gigi dan mulut yang

misalnya resesi ginggiva, halitosis dan sebagainya. Terlebih lagi adanya

kerentanan pada lansia dengan riwayat penyakit umum dan sistemik yang

dapat mempengaruhi kesehatan giginya.

3. Upaya kuratif

Upaya kuratif merupakan suatu upaya kegiatan yang dilaksanan

dengan tujuan menyembuhkan penyakit gigi dan mulut untuk mencegah sakit

yang lebih lanjut dan kembalinya fungsi kunyah gigi.

a. Melakukan penambalan pada gigi lansia satu atau dua bidang dengan glass

ionomer atau bahan lainnya

b. Melakukan pencabutan gigi tetap satu akar dengan lokal anestesi;

c. Perawatan pasca tindakan.


d. Memberikan rujukan atau rekomendasi pada lansia untuk menggunakan

protesa melalui dokter gigi.

Umumnya pada lansia, masalah kehilangan gigi menjadi hal yang rentan,

sehingga terapis gigi dapat memberikan pengetahuan dan informasi

tentang penggunaan gigi palsu (protesa) agar fungsi estetika, mastikasi dan

berbicara dapat kembali. Setelah itu terapis gigi dapat membuat form

rujukan bagi lansia ke dokter gigi.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa cara

penanganan permasalahan kesehatan gigi dan mulut pada kelompok lansia di

Posyandu lansia di Desa Cermei Kecamatan Serpong dapat dilakukan dengan

upaya promotif, preventif dan kuratif. Adapun pengukuran status kesehatan gigi

dan mulut pada kelompok lansia dapat dilakukan dengan cara mengukur CIPTN

dan DMF-T. Untuk penanganan kuratif pada kelompok lansia dapat dilakukan

dengan cara melakukan penambalan dan pencabutan memberikan rujukan atau

rekomendasi pada lansia untuk menggunakan protesa melalui dokter gigi.

B. Saran

Disarankan agar aktifitas Posyandu lansia di daerah tersebut dapat

meningkatkan upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut khususnya usaha

promotif dan preventif berupa penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan gigi.

Demikian juga usaha kuratif dan rehabilitatifnya, para kader diharapkan

mempunyai kemampuan untuk mengenal penyakit dan merujuknya ke pusat

pelayanan kesehatan gigi terdekat. Bagi Puskesmas Kecamatan Serpong

diharapkan dapat membantu posyandu lansia tersebut untuk membuat suatu

sistem program pemantauan kesehatan gigi dan mulut secara berkala baik

langsung kepada lansia, khususnya tingkat kebutuhan pelayanan kesehatan gigi

dan mulut lansia.

You might also like