Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 6

Laporan Bacaan Cerita Pengaruh Hindu, “Hikayat Sri Rama”

Safiera Khaira (2125160755)


Sastra Indonesia-1

Ringkasan :

Maharaja Rawana saat kecil dibuang ke Bukit Serendib, ia bertapa di sana selama 12 tahun.
Ia pun mendapat 4 kerajaan; di dunia, keindraan, dalam bumi, dan di dalam laut. Di dunia
sendiri, Rawana membuat negeri Langkapuri. Semua kerajaan di dunia takluk pada
hukumnya, kecuali negeri Indrapurinegara, Biruhasyapurwa, Lagurkatakina, Aspahaboga.
Suatu waktu, Maharaja Balikasya dari Biruhasyapurwa, berniat memerangi Indrapurinegara,
karena negerinya pernah dikalahkan Citrabaha dari Indrapurinegara dan ayahnya pun dibunuh
oleh Citrabaha. Seorang raksasa yang sakti dikirim ke negeri Indrapuri. Banyak rakyat dan
menteri Indrapuri yang dibunuh. Terjadilah peperangan antara Balikasya dan Mentri Syaksa
dari Indrapuri. Berita ini sampai kepada Rawana, dan ia pun mendamaikan keduanya.

Alkisah, seorang raja Mandupuranegara, Dasarata Maharaja tidak mempunyai anak. Ia pun
diberi biji geliga dari Maharesi Dewata. Dari Mandudari, Dasarata beranakkan Sri Rama dan
Laksamana, dan dari Baliadari beranakkan Berdana, Citradana, dan Kikuwi Dewi.

Mendengar Dasarata memperistrikan seorang putri cantik, Rawana pun ingin memilikinya.
Tak keberatan, Dasarata memberitahu hal tersebut kepada Mandudari. Mandudari pun masuk
ke suatu bilik dan keluarlah putri yang serupa dengannya, Mandudaki. Putri itu lalu dibawa
pulang Rawana. Dasarata sangat senang istrinya tetap ada. Suatu waktu, Mandudaki hamil
dan melahirkan seorang putri cantik: Sita Dewi. Menurut ramalan, suami Sita Dewi kelak
akan membunuh Rawana. Rawana pun berniat membunuh Sita Dewi namun Mandudaki
mengusulkan jika Sita Dewi ditaruh dalam peti besi dan dihanyutkan ke laut. Ditemukanlah
peti tersebut oleh Maharesi Kala, raja negeri Darwatipurwa, saat sedang bertapa. Sita Dewi
dipelihara dengan baik. Setelah Sita Dewi berusia 12 tahun, Maharesi Kala mengadakan
sayembara pememilihan menantu. Sri Ramalah yang berhasil melakukan sayembara tersebut.

Suatu waktu, Rama dan Sita meninggalkan negeri dan pergi bertapa di dalam hutan. Dalam
perjalanan, mereka bertemu seorang Maharesi, yang memberitahu Laksamana tentang dua
kolam aneh dalam hutan itu: jernih, namun yang mandi di dalamnya akan menjadi kera, dan
yang keruh, namun merupakan obat. Rama dan Sita yang sudah menjadi kera pun
diselamatkan Laksamana. Saat kerongkongan Sita Dewi diurut, keluar mani yang kemudian
dibawa Bayu Bata dan dimasukkan ke mulut Dewi Anjani. Dewi Anjani pun hamil,
melahirkan Hanuman. Kemudian Rama bertapa di suatu tempat yang baik dalam hutan itu.
Suatu ketika, Rawana hendak menyerang matahari yang mengganggunya, namun ketika ia
kembali dari usaha yang sia-sia itu, kotanya dikawal binatang semacam ular. Ditetaklah
binatang itu namun ternyata itu adalah lidah saudaranya, Bergasinga. Surandapaki takut
Darsasinga dibunuh Rawana, lalu dibawalah anaknya itu ke hutan dan menyuruhnya bertapa
dalam buluh betung, namun Darsasinga malah terbunuh Laksamana. Surandapaki yang marah
pun berubah menjadi wanita cantik, mendekati Rama untuk menjebaknya. Tak berhasil,
Surandapaki menghasut Rawana untuk menyerang Rama dan Laksamana. Dengan 2 raksasa
sakti, Rawana datang ke hutan pertapaan Rama. Kedua raksasa menjadikan dirinya kijang
emas dan perak. Pergilah Rama menangkap kijang itu karena Sita Dewi ingin memilikinya.
Tak lama, Rama berteriak dan Laksamana menjemputnya. Saat itu, Rawana muncul sebagai
Brahmana miskin dan meminta sedekah dari Sita. Sita pun diculik Rawana. Mengetahui hal
itu, Rama pingsan. Sesadarnya Rama, mereka pun mencari Sita. Salah satu yang ditemui di
jalan ialah Bali Raja, memberitahu bahwa anak saudaranya, Hanuman, bisa menolong Sita.

Hanuman menyamar sebagai seorang Maharesi dan menemui Sita Dewi di istana Rawana.
Namun, Sita Dewi menolak dibawa Hanuman kecuali Ramalah yang menyelamatkannya. Di
sisi lain, Rawana mulai gentar karena serangan Hanuman. Rawana berunding dengan menteri
dan anaknya tentang serangan Rama yang akan datang. Rawana tetap tak mau mengem-
balikan Sita. Pecahlah perang. Anak-anak Rawana gugur di sana, begitupun dengan Rawana.

Sekembalinya Sita kepada Rama, banyak anak raja mengunjungi Rama di Langkapuri, begitu
pun saudaranya Berdana dan Citradana. Namun, Sita tak juga memiliki anak dari Rama,
sehingga Maharesi Kala memberikan obat pada Sita. Sita pun hamil. Suatu ketika, Kikuwi
Dewi meminta Sita melukiskan rupa Rawana di atas kipas. Kipas itu pun diletakkan di
pelukan Sita saat Sita tertidur. Rama marah dan mengusir Sita dari istana. Pulanglah Sita ke
tempat Maharesi Kala. Di sana, ia melahirkan Tilawi. Suatu waktu, Maharesi Kala membawa
Tilawi berjalan-jalan. Tilawi sempat hilang dan ia pulang sendiri ke tempat ibunya. Maharesi
Kala yang takut telah kehilangan Tilawi, ia memuja lalang dan muncullah anak yang persis
Tilawi. Sepulangnya Maharesi Kala dengan anak itu, anak itu dinamakan Gusi oleh Sita.

Setelah sekian lama, Rama sadar kesalahannya dan meminta Sita kembali. Sekembalinya
Sita, Kikuwi Dewi pun meminta ampun kepada Sita. Setelah lamanya mereka bersatu lagi,
Rama dan Sita memutuskan bertapa di Indaryapuri. Setelah 40 tahun hidup bersuka-sukaan
dengan Sita dalam pertapaan, Sri Rama pun kembali dari negeri yang fana ke negeri baka.

---000---
Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak terbatas pada hal-hal yang kasat mata tentang
manusia, melainkan juga menyangkut hal-hal yang abstrak, sehingga penelitian kebudayaan
bisa melebar dan meluas serta mendalam ke seluruh penjuru hidup manusia. Kebudayaan
akan mencakup segala kesadaran, sikap, dan perilaku hidup manusia. Dari lahir sampai mati,
manusia akan menciptakan budaya. Hasil ciptaan tersebut dinamakan budaya produk atau
sering disebut budaya material. Sedangkan budaya yang sifatnya abstrak, akan tampak pada
proses budaya itu sendiri. (Supardi, 2006:21)

Unsur-unsur Kebudayaan C. Kluckholn1 dalam Koentjaraningrat (1992:7) membagi budaya


universal menjadi tujuh unsur: sistem peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian
hidup (ekonomi), kemasyarakatan, bahasa, kesenian, pengetahuan, dan sistem religi.

1. Bahasa
Menurut Koentjaraningrat, unsur bahasa adalah deskripsi terkait ciri-ciri terpenting dari
bahasa yang diucapkan oleh suatu suku bangsa beserta variasi-variasi dari bahasa itu.
2. Pengetahuan
Sistem pengetahuan secara kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan
teknologi, karena sifatnya abstrak dan berwujud dalam ide manusia. Mencakup
pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya
3. Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk suatu
masyarakat melalui berbagai kelompok sosial
4. Peralatan Hidup dan Teknologi
Berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi
yang masih sederhana, karena manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya,
sehingga dibuatlah peralatan-peralatan yang dapat memudahkan urusannya
5. Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian kelompok masyarakat atau sistem perekonomian untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya, seperti berburu, beternak, bercocok tanam, atau menangkap ikan.
6. Religi
Para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku bangsa di luar Eropa adalah sisa
dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut seluruh umat manusia pada zaman dahulu
ketika kebudayaannya masih primitif.

Siany L. dan Atiek Catur B, “Khasanah Antropologi 1” (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
1

Nasional, 2009), hal. 58-72


7. Kesenian
Mengenai benda-benda atau artefak yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran,
hiasan dan sebagainya.

Analisis Unsur Kebudayaan dalam Hikayat Sri Rama

1. Bahasa
Penggunaan bahasa dalam Hikayat Sri Rama maupun percakapan yang ada di dalamnya
menggunakan bahasa Melayu lama.
“Hai menteriku dan hulubalangku, akan dahulu kala mamangku maharaja
Datikuwaca itu mati dibunuh oleh Citrabaha anak Bamaraja”. (28: 108)
“Ya tuanku sri maharaja, hambamulah mengalahkan negeri Indrapurinegara itu.
Akan sekarang baiklah sida dititahkan dahulu melihat negeri Indrapurinegara itu dan
mendengarkan warta segala orang kaya-kaya dalam negeri itu.” (29: 108)

2. Pengetahuan
Dalam hikayat ini, pengetahuan kebanyakan terkait tentang keahlian adu kekuatan serta
keahlian memanah. Konflik antar negeri pun menggunakan keahlian berkelahi.
Maka dipanahnya hulubalang empat itu, seorang memanah, empat-empat sekali anak
panahnya datang hendak menikam maharaja Balikasya. Maka ditangkiskan maharaja
Balikasya semuhanya ke sisi, suatu pun tiada mengenai. Maka dihambat Maharaja
Balikasya keempat hulubalang itu. (85: 123-124)

3. Kekerabatan dan Organisasi Sosial


Para hulubalang dan rakyat di bawahnya tunduk sepenuhnya kepada raja yang memimpin
negeri. Hampir tak ada konflik antara organisasi sosial di antara sistem kerajaan tersebut.
Setelah Naruna duduk di atas kerajaan, terlalu adil akan segala ra’yat dan mengasih
pada segala saudaranya dan berbuat kebaktian akan saudaranya yang tuha dan tiada
raja Naruna mengubahkan laku ayahnya dan segala saudaranya, seperti mana
isti’adat yang dahulu itu juga dipakainya akan raja Naruna. (21: 106)
Maka menteri Syaksya pun duduklah di atas singgahasana kerajaan. Tatkala menteri
Syaksya kerjaaan itu pun, terlalu adil sekali memeliharakan negerinya. Sekallinta
irang isi negeri Indrapurinegara pun sukacita tiada ada orang yang menganiaya dan
teraniaya. (22: 106)

4. Peralatan Hidup dan Teknologi

Peralatan hidup yang menonjol dalam hikayat ini adalah penggunaan anak panah sebagai
alat ketangkasan saat melakukan adu kekuatan. Bahkan terdapat teknologi di sana ketika
anak panah bisa menyerang bagaikan hujan.
Maka dipanah Sri Rama kena lehernya lalu terpelanting kepalanya ke tanah. (200: 156)
Maka panah segala anak-anak raja itu pun datanglah seperti hujan dan bunyi
soraknya pun terlalu gempita sekali; datang panah itu dari empat pihak. (199: 156)

5. Mata Pencaharian Hidup (Ekonomi)

Sistem ekonomi di sini tidak diceritakan secara mendetail. Hanya disebutkan masyarakat
yang sejahtera (Sudah itu negeri pun kararlah dengan sentosanya ma’mur: bag.22:106)
tampaknya merupakan gambaran sistem ekonomi yang berjalan, berasal dari pemerintahan
yang kaya raya. Bisa disimpulkan bahwa sumber daya berasal dari rakyat, sementara jerih
payah mereka akan diupah oleh raja dan pemerintahannya.
Maka datang orang membawa hidangan nasi, bekasnya itu daripada emas dan perak,
semuhanya bertatahkan ratna mutu manikam. Maka maharaja Rawana pun santap
sama-sama dengan raja Syaksya. Maka minumlah segala raja-raja dan menteri
hulubalang dan ra’yat sekalian dan makan bagai-bagai perbuatan orang negeri
Indrapurinegara. (200: 128)

6. Religi

Kegiatan bertapa yang sering disebutkan di hikayat ini tentu identik dengan ajaran agama
Hindu, untuk mencari ketenangan batin dengan mengasingkan diri.
Setelah masuk matahari maka ia pun naik ke aras kayu itu maka kakinya diikatkannya,
kepalanya ke bawah. Dengan demikian 12 tahun lamanya bertapa. (3: 101)
Selain itu, terdapat kebiasaan masyarakat yang menyembah raja di masa pemerintahannya,
seakan menuhankan raja sebagaimana dewa bagi mereka.
Maka Jamumenteri empat bersaudara berdiri menyembah Naruna, maka segala ra’yat
pun bersaf-saf sujud menyembah Naruna. (20-21: 106)

7. Kesenian

Ditunjukkan dengan penggunaan alat-alat musik dalam sebuah perayaan, seperti siklus
pergantian raja atau perayaan penyemangat menuju peperangan.
Maka berbunyilah segala genderang, serunai, nafiri, merangu, medeli, dan segala
bunyi-bunyian terlalu azamat. Syahdan bunyi tampik sorak segala ra’yat seperti bunyi
guruh di langit dan seperti halilintar membelah pun tiada kedengaran, demikian peri
bunyi ra’yat berjalan menuju negeri Biruhasyapurwa. (60: 116-117)

Kesimpulan yang dapat ditarik disini ialah bahwa Hikayat Sri Rama pada dasarnya memiliki
ketujuh unsur kebudayaan, kecuali unsur mata pencaharian yang tidak diceritakan mendetail.
Unsur bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu lama. Pengetahuan dalam hikayat ini
kebanyakan terkait tentang keahlian beradu kekuatan dan keahlian memanah. Sistem
organisasi sosial dalam hikayat ini menuntut para hulubalang dan rakyat yang di bawahnya
tunduk sepenuhnya kepada raja. Peralatan hidup yang menonjol ialah penggunaan anak panah
sebagai alat ketangkasan. Unsur religi pada hikayat ini ialah sistem religi agama Hindu.
Sementara itu, unsur kesenian dalam hikayat ini ialah alat-alat musik dalam suatu perayaan.

Daftar Pustaka

Ikram, Achadiati. 1980. Hikayat Sri Rama: Suntingan Naskah disertai Telaah Amanat
dan Struktur. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Yock Fang, Liaw. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

Endraswara, Supardi. 2006. Metode, Teori Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta:


Pustaka Widiyatama

Koentjaraningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat

L, Siany, dan Atiek Catur B. 2009. Khasanah Antropologi 1. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.

You might also like