Laporan Acara 1 Paleontologi

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu cabang ilmu geologi yang membahas mengenai sejarah

perkembangan bumi sejak bumi terbentuk di alam semesta hingga sekarang

adalah paleontologi. Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk -

bentuk kehidupan yang pernah ada pada masa lampau termasuk evolusi dan

interaksi satu dengan lainnya serta lingkungan kehidupannya selama umur bumi

atau dalam skala waktu geologi terutama yang diwakili oleh fosil.

Belajar paleontologi berarti belajar tentang fosil. Fosil adalah sisa – sisa dari

hewan ataupun tumbuhan dari masa lalu yang tertinggal dan terkumpul dalam

lapisan tanah yang membatu. Pengetahuan tentang fosil haruslah dimiliki oleh

seorang geologist untuk menentukan umur relatif bumi, interpretasi lingkungan

pengendapan dan urutan korelasi batuan. Oleh karena itu, dilakukanlah praktikum

pengenalan fosil ini agar praktikan dapat mengenali fosil dari berbagai filum dan

mengetahui proses pembentukan fosil tersebut.

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.1.1 Tujuan

Tujuan diadakannya praktikum acara pertama fosil dan proses pemfosilan

adalah sebagai berikut.

1. Praktikan dapat mengetahui pengertian dan syarat – syarat fosil.

2. Praktikan dapat mengetahui proses pemfosilan.


3. Praktikan dapat mengetahui manfaat fosil di bidang geologi.

1.1.2 Manfaat

Adapun manfaat dari laporan praktikum ini adalah praktikan menjadi lebih

mengetahui tentang fosil serta laporan ini dapat dijadikan acuan untuk laporan

yang serupa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fosil

Berdasarkan asal katanya, fosil berasal dari bahasa latin yaitu “fossa” yang

berarti "galian", adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi

batu atau mineral. Sisa-sisa kehidupan tersebut dapat berupa cangkang binatang,

jejak atau cetakan yang telah terisi oleh mineral lain. Fosil merupakan

pencerminan dari sifat binatang atau tumbuhan, lingkungan kehidupan serta

evolusi dari kehidupan purba. Kebanyakan fosil ditemukan dalam batuan sedimen

yang permukaannya terbuka. Batu karang yang mengandung banyak fosil disebut

fosiliferus. Tipe-tipe fosil yang terkandung di dalam batuan tergantung dari tipe

lingkungan tempat sedimen secara ilmiah terendapkan. Sedimen laut, dari garis

pantai dan laut dangkal, biasanya mengandung paling banyak fosil. Hewan atau

tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada disebut fosil hidup

dan ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi.

2.2 Syarat – Syarat Fosil

Suatu fosil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

1. Organisme harus memiliki bagian keras (cangkang, tulang, gigi, jaringan

kayu), namun adanya bagian keras tidak mutlak karena pada kejadian

tertentu bagian lunak pun dapat menjadi fosil.

2. Organisme harus terhindar dari kehancuran setelah mati, baik karena

proses oksidasi maupun bakteri pembusuk atau mikroorganisme.


Apabila bagian tubuh dari bagian organisme tersebut hancur dan

membusuk maka organisme tersebut tidak akan menjadi fosil.

3. Fosil harus terawetkan secara alamiah bukan oleh produk kecerdasan

manusia.

4. Pada umumnya terekam dalam batuan sedimen atau batuan yang

berbutir halus. Jika berdasarkan proses pembentukan batuan, akan

sangat sulit bagi fosil untuk dapat bertahan pada batuan selain pada

pengendapan batuan sedimen.

5. Memiliki umur geologi dalam skala waktu geologi.

2.3 Proses Pemfosilan

Proses pemfosilan adalah proses perubahan dari organisme mati menjadi

fosil. Ketika suatu organisme mengalami kematian beberapa organisme dimakan

oleh binatang atau hancur karena organisme lainnya. Namun untuk menjadi fosil,

ada beberapa kondisi tertentu sisa atau jejak organisme yang mati dapat

terawetkan dan terbebas dari bakteri pembusuk. Organisme yang telah mati

tersebut mengalami transportasi lalu terkumpul dan terendapkan di suatu tempat.

Ada beberapa macam proses pemfosilan, yaitu sebagai berikut.

1. Pengawetan, yaitu proses yang menyebabkan suatu organisme baik

seluruh atau sebagian dari tubunya tetap terawetkan dengan sedikit

perubahan kimia maupun fisiknya. Contohnya adalah fosil amber yang

dilindungi oleh getah pohon.


Gambar 2.1 Contoh Fosil yang Mengalami Proses Pengawetan

2. Mineralisasi, yaitu proses penggantian sebagian atau seluruh tubuh

organisme oleh mineral yang lebih tahan terhadap proses pelapukan.

Proses mineralisasi dapat terjadi dengan berbagai macam cara, yaitu :

a. Permineralisasi, yaitu pada bagian lunak organisme yang telah mati

dilalui oleh air yang mengandung ion – ion terlarut (seperti silika,

kalsium karbonat dan oksida besi) dan mengalami kristalisasi yang

mengisi rongga – rongga dengan mineral. Selama proses tersebut,

tulang dan cangkang asli dari organisme tidak mengalami

perubahan.

b. Rekristalisasi, yaitu fosil yang mempunyai bentuk dan struktur

dalam yang tetap, hanya komposisi mineralnya yang berubah.

c. Replacement, yaitu mineral yang menyusun organisme dapat

mengalami pelarutan dan digantikan oleh mineral sekunder.

3. Mold dan Cast. Cangkang binatang yang tertinggal di dasar laut akan

tertutupi oleh sedimen. Kemudian sedimen mengalami kompaksi dan

membentuk batuan sedimen, dan cangkang tersebut mengalami

pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen disebut mold.


Bila cetakan atau mold terisi oleh material lain maka akan terbentuk

cast.

Gambar 2.2 Mold dan Cast

4. Karbonisasi, yaitu proses pada bagian lunak dari organisme, seperti

daun, ubur – ubur dan cacing, pada waktu mati dengan cepat mengalami

penimbunan oleh sedimen sehingga organisme mengalami kompresi

sehingga komponen yang berupa gas akan menghilang, meninggalkan

unsur karbon yang tercetak pada batuan sedimen yang terbentuk.

5. Fosil jejak (trace fossils) adalah fosil yang dibentuk oleh jejak atau

tanda – tanda lain yang ditinggalkan oleh organisme. Fosil jejak dapat

memberikan informasi kepada kita bagaimana organisme bergerak dan

kebiasaan semasa hidupnya.

Gambar 2.3 Fosil Jejak Track, Trail dan Burrow


2.4 Bentuk – bentuk Fosil

Fosil memiliki suatu bentuk yang khas. Beberapa bentuk yang sering

dijumpai pada fosil, yaitu sebagai berikut.

1. Spherical : Menyerupai bentuk cakram

2. Tabular : Berbentuk tabung

3. Filmate : Berbentuk daun

4. Plate : Berbentuk pipih

5. Conical : Menyerupai bentuk kerucut

6. Discoidal : Menyerupai cincin yang ditengahnya mempunyai pusat

7. Conveks : Menyerupai bentuk satu sisi kerang

8. Biconveks : Menyerupai bentuk dua sisi kerang yang menutup

9. Branching : Berbentuk percabangan

10. Globular : Berbentuk bundar

2.5 Manfaat Fosil di Bidang Geologi

Fosil merupakan pencerminan dari sifat binatang atau tumbuhan,

lingkungan

pengendapan serta evolusi dari kehidupan purba. Kelompok fosil digunakan

sebagai petunjuk di dalam mempelajari lingkungan kehidupannya, selang waktu

tertentu, serta penyebaran kehidupannya. Ilmu yag mepelajari tentang fosil adalah

paleontologi. Fosil sangat berguna di dalam:

1. Menentukan umur relatif batuan


Fosil yang ditemukan dalam batuan mempunyai selang waktu yang

tertentu. Dengan membandingkan urutan perlapisan (batuan sedimen) dan

kandungan fosilnya, dapat ditentukan umur relatifnya terhadap lapisan

lain.

2. Urutan korelasi

Korelasi adalah prinsip menghubungkan lapisan yang sama pada

batuan. Dengan melihat kumpulan fosil yang sama pada satu lapisan

dengan lapisan lain, maka dapat dihubungkan suatu garis kesamaan waktu

pembentukan batuan tersebut.

3. Menentukan Lingkungan pengendapan.

Beberapa binatang dapat dipelajari lingkungan hidupnya, (misalnya

laut dalam, laut dangkal atau payau, darat dan sebagainya). Hal ini akan

membantu dalam rekonstruksi paleogeografi dari pembentukan batuannya.

Dengan mempergunakan keadaan iklim dari tumbuhan dan binatang

modern sebagai bandingan dan penerapan prinsip Unifromitarianisme,

dapat diperkirakan keadaan iklim pada saat hidupnya tumbuhan dan

binatang serupa.

2.6 Skala Waktu Geologi

Pada dasarnya bumi secara konstan berubah dan tidak ada satupun yang

terdapat diatas permukaan bumi yang benar-benar bersifat permanen. Bebatuan

yang berada diatas bukit mungkin dahulunya berasal dari bawah laut. Oleh karena

itu untuk mempelajari bumi maka dimensi waktu menjadi sangat penting, dengan

demikian mempelajari sejarah bumi juga menjadi hal yang sangat penting pula.
Ketika kita berbicara tentang catatan sejarah manusia, maka biasanya ukuran

waktunya dihitung dalam tahun, abad, atau bahkan puluhan abad, akan tetapi

apabila kita berbicara tentang sejarah bumi, maka ukuran waktu dihitung dalam

jutaan tahun atau milyaran tahun.

Gambar 2.4 Skala Waktu Geologi


Skala waktu relatif dikembangkan pertama kalinya di Eropa sejak abad ke

18 hingga abad ke 19. Berdasarkan skala waktu relatif, sejarah bumi

dikelompokkan menjadi Era (Kurun) yang terbagi menjadi Eon (Masa), Eon

dibagi-bagi kedalam Period (Zaman), dan Zaman dibagi bagi menjadi Epoch

(Kala). Nama-nama seperti Paleozoikum atau Kenozoikum tidak hanya sekedar

kata yang tidak memiliki arti, akan tetapi bagi para ahli geologi, kata tersebut

mempunyai arti tertentu dan dipakai sebagai kunci dalam membaca skala waktu

geologi. Sebagai contoh, kata Zoikum merujuk pada kehidupan binatang dan kata

Paleo yang berarti purba, maka arti kata Paleozoikum adalah merujuk pada

kehidupan binatang-binatang purba, Meso yang mempunyai arti

tengah/pertengahan, dan Keno yang berarti sekarang. Sehingga urutan relatif dari

ketiga kurun tersebut adalah sebagai berikut: Paleozoikum, kemudian

Mesozoikum, dan kemudian disusul dengan Kenozoikum.


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

Dalam praktikum acara kedua Filum Protozoa dan Bryozoa alat dan bahan

yang digunakan yaitu sebagai berikut.

1. Sampel Fosil

2. Lembar kerja praktikum

3. HCl

4. Pensil

5. Penghapus

6. Kamera

7. Penggaris

3.2 Tahapan Praktikum

Adapun tahapan yang dilakukan pada saat praktikum yaitu sebagai berikut.

1. Mengambil sampel yang akan dideskripsi.

2. Lihat nomor peraga, taksonomi spesies fosil dan umur yang tertera pada

tempat sampel dan catat pada lembar kerja praktikum.

3. Tentukan taksonomi genus dan famili dari nama spesies fosil tersebut.

Untuk filum, kelas dan ordo dapat dilihat pada referensi.

4. Tetesi fosil dengan HCl dan lihat apakah bereaksi atau tidak. Jika

bereaksi berarti fosil tersebut terdiri dari komposisi kimia CaCO3 dan

jika tidak bereaksi berarti fosil tersebut terdiri dari komposisi kimia

SiO2. Apabila fosil mengandung CaCO3, maka fosil tersebut


terendapkan pada laut dangkal dan apabila fosil mengandung SiO2, maka

fosil tersebut terendapkan pada laut dalam ataupun daratan.

5. Amati fosil untuk menentukan proses pemfosilan dan bentuknya.

6. Gambar fosil dan beri keterangan pada gambar tersebut.

7. Foto fosil dengan menggunakan pembanding.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Fosil Peraga 1

Foto 4.1 Fosil Peraga 1

Fosil dengan nomor urut 1 dan nomor peraga 1079 termasuk dalam

taksonomi filum Bryophita, kelas Bryopsida, ordo Dicranales, famili

Diplotmemanidae, genus Diplotmema dan spesies Diplotmema adionthoides

SCHLOTH, serta berumur Karbon Atas atau sekitar 290 juta tahun.

Fosil ini berbentuk filmate atau berbentuk seperti daun, terbentuk melalui

proses pemfosilan karbonisasi dan komposisi kimiannya Silikaan (SiO2) yang

ditandai dengan tidak bereksinya HCl pada fosil tersebut. Dari komposisi kimia

dan taksonominya dapat di interpretasikan bahwa fosil tersebut terendapkan di

darat.

Proses pemfosilannya dimulai saat organisme mati, lalu pada bagian lunak

dari organisme, seperti daun, ubur – ubur dan cacing, pada waktu mati dengan

cepat mengalami penimbunan oleh sedimen sehingga organisme mengalami


kompresi sehingga komponen yang berupa gas akan menghilang, meninggalkan

unsur karbon yang tercetak pada batuan sedimen yang terbentuk.

Kegunaan dari fosil ini adalah digunakan sebagai penentu umur relatif

batuan, untuk menentukan urutan korelasi antar batuan serta menginterpretasikan

lingkungan pengendapannya.

4.2 Fosil Peraga 2

Foto 4.2 Fosil Peraga 2

Fosil dengan nomor urut 2 dan nomor peraga 828 termasuk dalam

taksonomi filum Echinodermata, kelas Echinoidea, ordo Spatangoida, famili

Micrasteridae, genus Micraster dan spesies Micraster corsnguinum (LESKE),

serta berumur Karbon Atas atau sekitar 290 juta tahun.

Fosil ini berbentuk globular atau membundar, terbentuk melalui proses

pemfosilan mineralisasi dan komposisi kimianya karbonatan (CaCO3) yang

ditandai dengan bereaksinya HCl. Dari komposisi kimia dan taksonominya dapat

di interpretasikan bahwa fosil tersebut terendapkan di laut dangkal.


Proses pemfosilannya dimulai saat organisme mati, lalu terjadi proses

penggantian seluruh tubuh organisme oleh mineral yang lebih tahan terhadap

proses pelapukan.

Kegunaan dari fosil ini adalah digunakan sebagai penentu umur relatif

batuan, untuk menentukan urutan korelasi antar batuan serta menginterpretasikan

lingkungan pengendapannya.

4.3 Fosil Peraga 3

Foto 4.3 Fosil Peraga 3

Fosil dengan nomor urut 3 dan nomor peraga 459 termasuk dalam

taksonomi filum Bryozoa, kelas Anthozoa, ordo Favositida, family Favositesidae,

genus Favosites dan spesies Favosites Polumophus GOLDF, serta berumur Devon

Tengah atau sekitar 370 juta tahun.

Fosil ini berbentuk branching atau bercabang, terbentuk melalui proses

pemfosilan mineralisasi dan komposisi kimianya karbonatan (CaCO3) yang

ditandai dengan bereaksinya HCl. Dari komposisi kimia dan taksonominya dapat

di interpretasikan bahwa fosil tersebut terendapkan di laut dangkal.


Proses pemfosilannya dimulai saat organisme mati, lalu terjadi proses

penggantian seluruh tubuh organisme oleh mineral yang lebih tahan terhadap

proses pelapukan.

Kegunaan dari fosil ini adalah digunakan sebagai penentu umur relatif

batuan, untuk menentukan urutan korelasi antar batuan serta menginterpretasikan

lingkungan pengendapannya.

4.4 Fosil Peraga 4

Foto 4.4 Fosil Peraga 4

Fosil dengan nomor urut 4 dan nomor peraga 1608 termasuk taksonomi

filum Coelenterata, kelas Anthozoa, ordo Cystipillida, famili Porpitesidae, genus

Porpites dan spesies Porpites Porpita, serta berumur Silur atau sekitar 435 - 423

juta tahun.

Fosil ini berbentuk discoidal atau menyerupai cincin dan memiliki pusat di

tengah, terbentuk melalui proses pemfosilan permineralisasi dan komposisi

kimianya karbonatan (CaCO3) yang ditandai dengan bereaksinya HCl. Dari


komposisi kimia dan taksonominya dapat di interpretasikan bahwa fosil tersebut

terendapkan di laut dangkal.

Proses pemfosilannya dimulai saat organisme mati, kemudian pada bagian

lunak organisme yang telah mati dilalui oleh air yang mengandung ion – ion

terlarut (seperti silika, kalsium karbonat dan oksida besi) dan mengalami

kristalisasi yang mengisi rongga – rongga dengan mineral. Selama proses tersebut,

tulang dan cangkang asli dari organisme tidak mengalami perubahan.

Kegunaan dari fosil ini adalah digunakan sebagai penentu umur relatif

batuan, untuk menentukan urutan korelasi antar batuan serta menginterpretasikan

lingkungan pengendapannya.

4.5 Fosil Peraga 5

Foto 4.5 Fosil Peraga 5

Fosil dengan nomor urut 5 dan nomor peraga 896 termasuk dalam

taksonomi filum Mollusca, kelas Gastropoda, ordo Sorbeoconcha, famili

Brotianidae, genus Brotia dan spesies Brotia (Timyea) inquinata DEFR, serta

berumur Paleosen Bawah atau sekitar 65 juta tahun.


Fosil ini berbentuk sperical atau berbentuk saluran, terbentuk melalui proses

pemfosilan mineralisasi dan komposisi kimianya karbonatan (CaCO3) yang

ditandai dengan bereaksinya HCl. Dari komposisi kimia dan taksonominya dapat

di interpretasikan bahwa fosil tersebut terendapkan di laut dangkal.

Proses pemfosilannya dimulai saat organisme mati, lalu terjadi proses

penggantian seluruh tubuh organisme oleh mineral yang lebih tahan terhadap

proses pelapukan.

Kegunaan dari fosil ini adalah digunakan sebagai penentu umur relatif

batuan, untuk menentukan urutan korelasi antar batuan serta menginterpretasikan

lingkungan pengendapannya.

4.6 Fosil Peraga 6

Fosil 4.6 Fosil Peraga 6

Fosil dengan nomor urut 6 dan nomor peraga 678 termasuk dalam

taksonomi filum Mollusca, kelas Anthozoa, ordo Scleractinia, famili

Thecosmilianidae, genus Thecosmilia dan spesies Thecosmilia annularis FLEM,

serta berumur Jura Bawah atau sekitar 195 juta tahun.


Fosil ini berbentuk tabular atau berbentuk menyerupai tabung, terbentuk

melalui proses pemfosilan mineralisasi dan komposisi kimianya karbonatan

(CaCO3) yang ditandai dengan bereaksinya HCl. Dari komposisi kimia dan

taksonominya dapat di interpretasikan bahwa fosil tersebut terendapkan di laut

dangkal.

Proses pemfosilannya dimulai saat organisme mati, lalu terjadi proses

penggantian seluruh tubuh organisme oleh mineral yang lebih tahan terhadap

proses pelapukan.

Kegunaan dari fosil ini adalah digunakan sebagai penentu umur relatif

batuan, untuk menentukan urutan korelasi antar batuan serta menginterpretasikan

lingkungan pengendapannya.

4.7 Fosil Peraga 7

Foto 4.7 Fosil Peraga 7

Fosil dengan nomor urut 7 dan nomor peraga 1980 termasuk dalam

taksonomi filum Mollusca, kelas Gastropoda, ordo Neogastropoda, famili


Ancillarianidae, genus Ancillaria dan spesies Ancillaria Glandiformis LAM, serta

berumur berumur Miosen bawah atau sekitar 22,5 juta tahun.

Fosil ini berbentuk conical atau menyerupai kerucut, terbentuk melalui

proses pemfosilan permineralisasi dan komposisi kimianya karbonatan (CaCO3)

yang ditandai dengan bereaksinya HCl. Dari komposisi kimia dan taksonominya

dapat di interpretasikan bahwa fosil tersebut terendapkan di laut dangkal.

Proses pemfosilannya dimulai saat organisme mati, kemudian pada bagian

lunak organisme yang telah mati dilalui oleh air yang mengandung ion – ion

terlarut (seperti silika, kalsium karbonat dan oksida besi) dan mengalami

kristalisasi yang mengisi rongga – rongga dengan mineral. Selama proses tersebut,

tulang dan cangkang asli dari organisme tidak mengalami perubahan.

Kegunaan dari fosil ini adalah digunakan sebagai penentu umur relatif

batuan, untuk menentukan urutan korelasi antar batuan serta menginterpretasikan

lingkungan pengendapannya.

4.8 Fosil Peraga 8

Foto 4.8 Fosil Peraga 8


Fosil dengan nomor urut 8 dan nomor peraga 993 termasuk dalam

taksonomi filum Mollusca, kelas Rhinconelata, ordo Spiriferida, famili

Brachytyrisidae, genus Brachytyris dan spesies Brachytyris Pinguins (SOW.).

Fosil ini berbentuk biconveks atau memiliki dua sisi yang menutup,

terbentuk melalui proses pemfosilan permineralisasi dan komposisi kimianya

karbonatan (CaCO3) yang ditandai dengan bereaksinya HCl. Dari komposisi

kimia dan taksonominya dapat di interpretasikan bahwa fosil tersebut terendapkan

di laut dangkal.

Proses pemfosilannya dimulai saat organisme mati, kemudian pada bagian

lunak organisme yang telah mati dilalui oleh air yang mengandung ion – ion

terlarut (seperti silika, kalsium karbonat dan oksida besi) dan mengalami

kristalisasi yang mengisi rongga – rongga dengan mineral. Selama proses tersebut,

tulang dan cangkang asli dari organisme tidak mengalami perubahan.

Kegunaan dari fosil ini adalah digunakan sebagai penentu umur relatif

batuan, untuk menentukan urutan korelasi antar batuan serta menginterpretasikan

lingkungan pengendapannya.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum ini dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.

1. Fosil adalah sisa dari hewan atau tumbuhan, baik bagian tubuh maupun

sisa aktifitas dari masa lalu yag tertinggal dan terkumpul dalam laposan

tanah yang membatu. Syarat suatu fosil yaitu memiliki bagian yang

keras, mengalami pengawetan dan terhindar dari bakteri pembusuk,

memiliki umur geologi dan terendapkan pada batuan berbutir halus atau

sedimen.

2. Proses pemfosilan adalah proses perubahan dari organisme mati

menjadi fosil. Ketika suatu organisme mengalami kematian beberapa

organisme dimakan oleh binatang atau hancur karena organisme

lainnya. Namun untuk menjadi fosil, ada beberapa kondisi tertentu sisa

atau jejak organisme yang mati dapat terawetkan dan terbebas dari

bakteri pembusuk. Organisme yang telah mati tersebut mengalami

transportasi lalu terkumpul dan terendapkan di suatu tempat. Kemudian

mengalami proses fosilisasi, baik proses pengawetan, mineralisasi

(rekristalisasi, permineralisasi, dan replacement), karbonisasi, mold dan

cast, ataupun fosil jejak. Setelah itu, dalam waktu yang sangat lama,

organisme yang telah menjadi fosil tersebut akan kembali tersingkap ke

permukaan dengan proses – proses geologi.


3. Manfaat fosil di bidang geologi yaitu untuk menentukan umur relatif

batuan, mengetahui urutan korelasi batuan dan menginterpretasikan

lingkungan pengendapan fosil tersebut.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan pada praktikum ini yaitu ada baiknya

pada saat praktikum berlangsung, masing – masing kelompok didampingi oleh

satu asisten untuk memudahkan praktikan bertanya atau tidak mengerti tentang

suatu hal.
DAFTAR PUSTAKA

Noor, Djauhari. 2009. Penghantar Geologi Edisi Pertama. Bogor : Universitas

Pakuan

Noor, Djauhari. 2010. Penghantar Geologi Edisi Kedua. Bogor : Universitas

Pakuan

Rochmanto, Budi. 2005. Diktat Matakuliah Geologi Fisik Edisi Kedua. Makassar

: Universitas Hasanuddin

Syafei, Benyamin. 2006. Pedoman Praktikum Geologi Fisik. Bandung : ITB

Sukandarrumidi. 2008. Paleontologi Aplikasi. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press
L
A
M
P
I
R
A
N
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
ACARA I : FOSIL DAN PROSES PEMFOSILAN

LAPORAN

OLEH
ANDI ZARKIA NUR
D061171305

GOWA
2018

You might also like