Professional Documents
Culture Documents
Proposal Chandra
Proposal Chandra
ABSTRAK
Di UBJ O&M TANJUNG AWAR – AWAR Tuban terdapat jalur Fire Fighting
yang menyalurkan Fluida air ke seluruh area dari UBJ O&M TANJUNG AWAR
– AWAR Tuban. Jalur Fire Fighting tersebut sepanjang ± 1.5 km mengelilingi
Admin building, Boiler house, Turbin house dan Semua pendukung dari kegiatan
dari Powerplant pembangkit listrik yang berada di UBJ O&M TANJUNG AWAR
– AWAR itu sendiri dan ada pipa yg tertanam didalam tanah sepanjang ± 1.5 km.
Proteksi yang tepat untuk pencegahan laju korosi sangatlah diperlukan untuk
menunjang kinerja dari jalur pipa tersebut.
UBJ O&M TANJUNG AWAR – AWAR Tuban mempertimbangkan
untuk mendesain seluruh pipa Fire Fighting menggunakan proteksi SACP yang
bertujuan untuk mengurangi pengaruh resistivitas tanah terhadap permukaan pipa
yang dapat mengakibatkan korosi yang mengakibatkan pipa itu bocor. Pada
penelitian Tugas Akhir ini akan dilakukan desain untuk proteksi Sacrificial Anode
Cathodic Protection pada pipa Fire Fighting selama usia desain 20 tahun .
Penelitian ini bertujuan agar mengetahui efektifitas pada Anoda yang
hendak digunakan pada pipa fire fighting yang tertanam. semakin kecil resistivitas
lingkungan maka akan semakin kecil pula investasi yang harus dikeluarkan untuk
pencegahan korosi metode sacrificial anode cathodic protection. Pada resistivitas
2000 ohm.cm adalah resistivitas yang memerlukan biaya investasi paling sedikit
dibandingkan yang lainnya. Sedangkan anoda Alumunium (Al) adalah anoda yang
memerlukan biaya paling sedikit jika dibandingkan dengan anoda Magnesium
(Mg) dan Zinc (Zn).
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.4. Batasan Masalah ......................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1. Sistem Pemadam Kebakaran (Fire Fighting)............................................... 6
1.Unit tangki penampung (Reservoir)……………………………………… 6
2.Jockey pump unit…………………………………………………………. 7
3.Electric pump unit………………………………………………………... 8
4.Diesel pump unit………………………………………………………… . 8
5.Instalasi hydrant unit……………………………………………………... 9
6.Hydrant box……………………………………………………………...10
7.Hydrant Pillar…………………………………………………………….10
2.2. Definisi Korosi ......................................................................................... 11
2.2.1 Jenis-Jenis Korosi…………………………………………………… 12
2.3 Pengaruh Oksigen Terlarut Terhadap Proses Korosi ..................................... 18
2.4 Korosi Pada Air Laut ................................................................................... 18
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi ........................................... 19
2.6 Cathodic Protection (Proteksi Katodik) .................................................... 23
2.7 Pencegahan Korosi Non Proteksi Katodik ................................................. 25
2.8 Korosi Akibat Pengaruh Kondisi Tanah .................................................... 35
2.9 Kriteria Perlindungan ................................................................................ 36
2.10 Perhitungan Teknis SACP ........................................................................ 36
2.10.1 Kalkulasi desain SACP…………………………………………….. 37
2.11 Kerangka Konseptual................................................................................ 40
BAB 3 METODE PENELITIAN ...................................................................... 46
3.1 Bentuk Penelitian...................................................................................... 46
3.2 Tempat ..................................................................................................... 46
3.3 Waktu ....................................................................................................... 46
i
3.4 Langkah Penelitian ................................................................................... 46
3.5 Tahap Identifikasi Awal ............................................................................ 48
3.6 Tahap Pengumpulan Data ......................................................................... 48
3.4.2.1 Data Primer………………………………………………………... 48
3.4.2 Data Sekunder………………………………………………………..48
3.7 Sumber Data ................................................................................................ 48
3.8 Tahap Pengolahan Data ................................................................................ 49
3.9 Tahap Analisa dan Kesimpulan .................................................................... 49
3.9.1 Analisa………………………………………………………………. 49
3.9.2 Kesimpulan………………………………………………………….. 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51
ii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
v
DAFTAR TABEL
vi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Awar – Awar” tepatnya di desa Wadung, kec. Jenu kab. Tuban. Pada pipa
Fire Fighting UBJ O&M Tanjung awar – awar yang ditanam didalam tanah
sering terjadi kebocoran terutama apada bagian yang berada di daerah vital
pada unit powerplant. Karena dengan adanya kebocoran pada pipa fire
fighting dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan.
Sehingga menjadi bahan pertimbangan daripada membuat line pipa yang
baru dengan biaya yang besar. Untuk menentukan jumlah anoda yang
digunakan ada dua pendekatan yaitu pendekatan dengan jumlah arus
proteksi yang dibutuhkan dan pendekatan dengan berat anoda yang
dibutuhkan. Dengan memvariasikan resistivitas tanah dan pemilihan
material anoda. Penelitian ini akan menganalisa sejauh mana pengaruh
variasi resistivitas lingkungan dan pemilihan tipe anoda
2
Gambar 1.1 General Layout Fire Fighting
3
teknis pada pencegahan korosi menggunakan metode SACP pada
Underground Pipe Fire Fighting ASTM A53 GR. B.
4. Mengetahui pengaruh panjang Underground pipe Fire Fighting ASTM
A53 GR. B terhadap kebutuhan teknis pada pencegahan korosi
menggunakan metode SACP pada pipa.
1.4. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, batasan masalah yang digunakan sebagai
pengarahan diskusi penelitian sebagai berikut :
1. Material pipa ASTM A53 Grade B.
2. NPS pipa 4”, 6”, 10”, 12”.
3. Pipa menggunakan Coating SSPC PA1.
4. Anoda yang digunakan yaitu anoda Mg, Zn, dan Al.
5. Resistivitas lingkungan yang digunakan 2000 ohm/cm
(freshwater/clay), 3000 ohm/cm (mars), 6500 ohm/cm (loam), 15000
ohm/cm (limestone) dan 25000 ohm/cm (gravel).
6. Metode pencegahan korosi yang digunakan adalah Sacrificial Anode
Cathodic Protection.
7. Usia Desain 20 Tahun.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat bagi perusahaan, laporan tugas akhir ini akan menjadi
referensi dan acuan kedepan mengenai proteksi yang akan
dilaksananakan.
2. Manfaat bagi institusi, laporan tugas akhir ini dapat menjadi referensi
yang dapat di pelajari oleh rekan-rekan mahasiswa lainnya.
3. Manfaat bagi peneliti, laporan ini adalah sebagai syarat kelulusan bagi
mahasiswa Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
4
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 2.1 Unit tangki penampung (Reservoir)
7
3. Electric pump unit.
Komponen ini fungsinya hampir sama dengan jockey pum tapi ini
adalah sebagai lanjutan jika jockey pump sudah tidak bisa lagi memberikan
suplai air yang cukup. Seperti juga namanya maka electric pump unit
menggunakan daya listrik tertentu untuk mengalirkan air.
8
Gambar 2.4 Diesel pump unit
9
6. Hydrant box
Berikut merupakan komponen fire hydrant yang langsung
berhubungan dengan operator. Fungsi dari komponen ini adalah sebagai
tempat untuk menyimpan peralatan pemadam api yang harus selalu siap
kapan saja digunakan.
7. Hydrant Pillar
Hydrant Pillar adalah alat untuk output air. ukuran keluaran air pada
hydrant pillar adalah 2,5 inch. biasanya disebelah hydrant pillar ada
siamese connection yang berfungsi mengalirkan air dari mobil
pemadam jika kondisi air dari tandon habis. dan hydrant box tipe C
untuk meletakkan peralatan hydrant.
10
Gambar 2.7 Hydrant Pillar
11
Gambar 2.8 Proses Pengkorosian Logam
Sumber: http://eprints.undip.ac.id/41465/3/BAB_II.pdf
12
2.2.1.2 Galvanik Corrotion
Jenis korosi lokal yang terjadi antara dua buah material baik logam
dengan logam atau nonlogam dengan logam yang mempunyai celah antara
keduanya yang mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi oksigen
(differential oxygen). Cara pengendalian korosi celah: Hindari pemakaian
sambungan paku keling atau baut, gunakan sambungan las, gunakan gasket
non absorbing, usahakan menghindari daerah dengan aliran udara. Contoh
korosi celah dapat dilihat pada Gambar 2.11.
13
2.2.1.4 Korosi Sumuran (Pitting Corrotion)
14
Gambar 2.13 Contoh Korosi Erosi
15
Gambar 2.15 Contoh Intergranural Corrotion
16
merusak permukaan logam dasar. Contoh peronggaan dapat dilihat pada
Gambar 2.18.
17
Gambar 2.20 Contoh Hydrogent Embrittlement Corrotion
18
sehingga pada umumnya laju korosi logam dalam air laut lebih tinggi
daripada air demineral.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi
19
panas pada temperatur 500-800 0C terhadap baja tahan karat akan
menyebabkan terbentuknya endapan krom karbida pada batas butir.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya korosi intergranular pada
baja tersebut. Selain itu, beberapa proses heat treatment
menghasilkan tegangan sisa. Bila tegangan sisa tesebut tidak
dihilangkan, maka dapat memicu tejadinya korosi retak tegang.
4. Sifat Mampu Fabrikasi dan Pemesinan
Merupakan suatu kemampuan material untuk menghasilkan sifat
yang baik setelah proses fabrikasi dan pemesinan. Bila suatu logam
setelah fabrikasi memiliki tegangan sisa atau endapan inklusi maka
memudahkan terjadinya retak.
20
2. Konsentrasi
Konsentrasi dari elektrolit atau kandungan oksigen akan
mempengaruhi kecepatan korosi yang terjadi. Pengaruh
konsentrasi elektrolit terlihat pada laju korosi yang berbeda dari
besi yang tercelup dalam H2SO4 encer atau pekat, dimana pada
larutan encer, Fe akan mudah larut dibandingkan dalam H2SO4
pekat. Pengaruh konsentrasi terhadap laju korosi dapat dilihat
pada gambar berikut.
21
kelarutan oksigen. Sehingga pada suatu sistem terbuka, diatas
suhu 800C, laju korosi akan mengalami penurunan karena
oksigen akan keluar sedangkan pada suatu sistem tertutup, laju
korosi akan terus menigkat karena adanya oksigen yang terlarut.
5. Kondisi Biologis
Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur dapat
menyebabkan terjadinya korosi mikrobial terutama sekali pada
material yang terletak di tanah. Keberadaan mikroorganisme
22
sangat mempengaruhi konsentrasi oksigen yang mempengaruhi
kecepatan korosi pada suatu material.
Faktor-faktor metalurgi dan lingkungan harus
dievaluasi secara integral. Dalam suatu industri, sering
diterapkan beberapa jenis logam dalam suatu kondisi
lingkungan, atau sebaliknya satu jenis logam berada dalam
beberapa jenis kondisi lingkungan. Kondisi yang paling rumit
adalah beberapa jenis logam berada pada beberapa jenis
lingkungan.
2.6 Cathodic Protection (Proteksi Katodik)
Untuk mencegah terjadinya proses korosi atau setidak-
tidaknya untuk memperlambat proses korosi tersebut, maka
dipasanglah suatu anoda buatan di luar logam yang akan diproteksi.
Daerah anoda adalah suatu bagian logam yang kehilangan elektron.
Ion positifnya meninggalkan logam tersebut dan masuk ke dalam
larutan yang ada sehingga logam tersebut berkarat. Terlihat disini
karena perbedaan potensial maka arus elektron akan mengalir dari
anoda yang dipasang dan akan menahan atau melawan arus electron
dari logam yang didekatnya, sehingga logam tersebut berubah
menjadi daerah katoda. Inilah yang disebut Cathodic Protection.
Dalam hal di atas elektron disuplai kepada logam yang
diproteksi oleh anoda buatan sehingga elektron yang hilang dari
daerah anoda tersebut selalu diganti, sehingga akan mengurangi
proses korosi dari logam yang diproteksi. Anoda buatan tersebut
ditanam dalam suatu elektrolit yang sama (dalam hal ini tanah
lembab) dengan logam (dalam hal ini pipa) yang akan diprotekasi
dan antara dan pipa dihubungkan dengan kabel yang sesuai agar
proses listrik di antara anoda dan pipa tersebut dapat mengalir terus
menerus.
Proteksi katodik merupakan salah satu cara untuk mencegah
terjadinya korosi pada logam. Prinsip kerjanya adalah dengan
mengubah benda kerja.
23
2.6.1 Sacrificial Anode Cathodic Protection (Proteksi Katodik Anoda Korban)
24
Gambar 2.24 Skema proteksi katodik anoda korban
Sumber: https://id.scribd.com/doc/208059523/Pengendalian-Korosi-Dengan-Cara-
Perlindungan-Katodik-Anodik-Dan-Pelapisan.
2. Hot dipping (Pencelupan panas) : Komponen dicelupkan ke dalam wadah
besar berisi logam pelapis yang meleleh (dalam kedaan cair). Antara
logam pelapis dan logam yang dilindungi terbentuk ikatan secara
metalurgi baik karena terjadinya proses perpaduan antarmuka (interface
alloying).
25
3. Flame spraying (Penyemprotan dengan semburan api) : Logam pelapis
berbetuk kawat diumpankan pada bagian depan penyembur api dan
meleleh kemudian segera dihembuskan dengan tekanan yang tinggi
menjadi butiran-butiran halus. Nutiran-butiran halus dengan kecepatan
100-150 m/s menjadi pipih saat menumbuk permukaan logam dan
melekat.
4. Cladding : Lapisan dari logam tahan korosi dilapiskan ke logam lain yang
tidak mempunyai ketahan korosi terhadap lingkungan kerja yang kurang
baik namun dari segi sifat mekanik, fisik dsb baik.
5. Diffusion (pelapisan difusi) : Teknik mendifusikan logam pelapis atau
pelapis bukan logam ke dalam lapisan permukanan logam yang dilindungi
dengan membentuk selapis logam paduan pada komponen.
26
Proteksi katodik untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Sir
Humphrey Davy pada tahun 1820-an sebagai sarana control korosi utama
pada alat pengiriman naval di Inggris. Kemudian lebih dikenal dan banyak
dipakai pada tahun 1930-an di Gulf Coast Amerika dalam mengendalikan
korosi pada pipa yang membawa hidrokarbon (gas bumi dan produk minyak)
bertekanan tinggi.
Di Indonesia metode ini dipergunakan secara lebih luas sejak tahun
1970an. Pada dasarnya proteksi katodik merupakan control korosi secara
elektrokimia dimana reaksi oksida pada sel galvanis dipusatkan di daerah
anoda dan menekan proses korosi pada daerah katoda dalam sel yang sama.
Dengan demikian, teknologi ini sebenarnya merupakan gabungan yang
terbentuk dari unsur-unsur elektrokimia, listrik dan pengetahuan tentang
bahan. Unsur elektrokimia mencakup dasar-dasar proses terjadinya reaksi
korosi, sedangkan unsur kelistrikan mencakup konsep dasar perilaku obyek
yang diproteksi dan lingkungannya jika arus listrik dialirkan. Prinsip kerja
sacrificial anode dapat dilihat pada Gambar 2.26.
Sumber: : http://www.agussuwasono.com/artikel/teknologi/mechanical/558-sistem-
proteksi-katodik.html
2.7.3 Coating
27
melindungi benda tersebut dari kontak langsung dengan
lingkungan. Pada sebuah pipa, coating merupakan perlindungan
pertama dari korosi. Coating dapat diaplikasikan untuk struktur
bawah tanah, transisi pipa yang keluar dari tanah menuju
permukaan dan untuk struktur pipa diatas tanah.
Berdasarkan lokasi struktur yang dilindungi maka coating
terbagi beberapa jenis yaitu coating yang dapat digunakan untuk
struktur bawah tanah, daerah transisi, permukaan tanah,
atmospheric coating, internal coating dan lining. Untuk coating
struktur bawah tanah (underground coating) yang tertanam
maupun yang terendam dalam air dimana sangat sulit untuk
melakukan maintenance, maka diperlukan perlindungan yang
cukup. Penggunaan coating jenis cat yang tipis tidak
direkomendasikan, sehingga diperlukan coating yang lebih tebal.
Efek dari handling, construction, kontak dengan batu, tekanan
dari tanah, ketahanan material dan lain-lain yang dapat merusak
coating sehingga perlu dipertimbangkan, tidak ada coating yang
bisa 100 % melindungi pipa, karena itu untuk perlindungan pipa
terhadap korosi harus ditambah dengan sistem proteksi katodik.
Tujuan dari underground coating adalah melindungi struktur
pipa dari kontak langsung dengan elektrolit dalam tanah atau
dalam air. Secara umum, karakteristik coating terutama untuk
underground adalah sebagai berikut:
1. Mudah diaplikasikan
Underground coating harus mudah diaplikasikan baik di
lapangan maupun dalam pabrik. Dan segera dapat digunakan
tanpa membutuhkan waktu lama untuk menempel dengan pipa
tanpa merusak coating tersebut.
2. Merekat kuat pada permukaan logam
Underground coating harus mempunyai daya rekat yang
sangat baik pada permukaan pipa baja. Maka dari itu material
coating harus punya daya rekat yang baik terhadap material pipa
28
yang dilindungi. Penggunaan primer dapat membantu daya rekat
coating dengan permukaan logam.
3. Tahan terhadap benturan
Underground coating harus tahan terhadap benturan dari
tanah maupun batu – batuan yang ada pada loaksi underground
pipe tanpa menyebabkan coating retak. Kalau coating
mengalami keretakan tentu akan merusak lapisan luar logam
atau pipa yang dilindungi.
4. Fleksibel
Underground coating harus cukup fleksibel atau lentur terhadap
deformasi yang diakibatkan beban mekanis seperti tarikan,
regangan, getaran, gesekan dan tahan terhadap perubahan
temperatur.
5. Tahan terhadap tegangan tanah (Soil Stress)
Tegangan tanah berpengaruh terhadap coating, misalnya adalah
kontraksi tanah liat pada lingkungan kering dan cuaca panas.
Coating harus mampu menahan tegangan tanah tanpa terjadi
kerusakan.
6. Tahan terhadap panas
Underground coating harus tahan terhadap perubahan iklim dan
cuaca, coating tidak boleh meleleh atau terlepas dari pipa
dikarenakan panas matahari atau dari pengaruh dari panas sekitar.
7. Tahan terhadap air
Underground coating tidak menyerap air dan harus kedap
terhadap air sehingga air tidak bisa masuk menyentuh permukaan
pipa. Coating ini harus benar – benar memiliki kerapatan yang tidak
bisa ditembus oleh molekul air.
8. Mempunyai tahanan listrik yang tinggi
Underground coating harus bersifat isolasi dan tidak
mengandung material yang mempunyai sifat penghantar listrik.
9. Stabil terhadap pengaruh secara fisik dan kimia
29
Tidak terjadi efek aging pada coating terhadap penetrasi
molekul molekul dari luar sehingga terjadi pelapukan atau
pengerasan coating. Maka dari itu coating harus stabil terhadap
temperatur.
10. Tahan terhadap bakteri tanah
Coating harus tahan terhadap aktivitas bakteri tanah. Jadi
material coating harus tahan terhadap bakteri yang terkandung
dalam lokasi underground pipe.
11. Tahan terhadap organisme laut
Pada pipa under water atau pipa bawah laut, organisme
laut seperti kerang, remis, barnacle dan lain-lain dapat merusak
coating, sehingga coating bawah laut harus tahan terhadap
organisme – organisme yang dapat merusak coating.
Terdapat berbagai macam coating yang bisa
diterapakan untuk melindungi logam, salah satunya yaitu line
coating. Line coating adalah coating yang hampir melapisi
seluruh permukaan pipa kecuali di jarak 6 inci pada kedua
ujung pipa dan coating yang disebut dengan girth weld atau
repair coating atau field joint coating. Field joint coating
adalah jenis coating yang diaplikasikan pada sambungan
pengelasan saat menyambung dua batang pipa. Jenis line
coating antara lain sebagai berikut:
1. Coal Tar Enamel
Coal tar enamel adalah jenis coating standar yang
sudah lama digunakan yaitu lebih dari 75 tahun. Sama seperti
fungsi dari coating pada umumnya coating tar enamel
berfungsi untuk memproteksi pipa terhadap korosi. Coal tar
enamel adalah thermoplastic polymeric coating yang
diproduksi dari coal tar pitch, coal dan produk distilasi
batubara yang sudah ditambahkan filler inert. Penggunaan
coal tar enamel yang dikombinasikan dengan fiberglass dan
30
outer wrap akan sangat efektif untuk melindungi pipa dari
korosi.
Coal tar adalah cairan berwarna hitam atau coklat
dengan viskositas yang tinggi berbau nafta atau aromatic
hydrocarbon. Coal tar adalah produk sampingan ketika
batubara dikarbonasi untuk membuat coke (kokas) atau ketika
proses gasifikasi batubara. Senyawa pembentuk coal tar
sangat kompleks, terdiri dari campuran phenol, hidrokarbon
aromatik polisiklik (PAH) dan senyawa heterosiklik sekitar
200 senyawa campuran didalamnya.
2. Asphalt enamel
Asphalt adalah salah satu material yang paling tua yang
digunakan untuk material coating. Sekitar 6000 tahun
sebelum masehi bangsa Sumeria ditemukan sudah
menggunakan asphalt sebagai pelapis anti air untuk kapal.
Pada tahun 2600 sebelum masehi bangsa Mesir juga
mengunakannya sebagai bahan pelapis Mummy untuk
pengawetan mayat dan sebagai lapisan tahan air. Selain itu
ditemukan pula dalam sejarah asphalt digunakan untuk
lapisan jalan, bangunan, sistem irigasi dan reservoir.
Asphalt enamel terdiri dari campuran bitumen dan non
fibrous mineral filler yang inert dengan warna hitam pekat.
Asphalt mempunyai sifat mekanis
kuat, tahan terhadap kondisi cuaca seperti apapun dan tahan
terhadap pengaruh dari bahan kimia. Asphalt dibuat dari crude
oil yang didistilasi dalam proses refinery. Dengan proses
oksidasi dan pencampuran dengan mineral filler maka aspal
dapat digunakan menjadi coating.
3. Extruded polyethylene
Extruded polyethylene adalah jenis coating pabrikan yang
terbuat dari lapisan film polyethylene yang diekstrusi kedalam
lapisan perekat. Senyawa plastic polyethylene tersebut
31
mempunyai masalah jika pipa mengalami tegangan yang tinggi.
Karena itulah lapisan perekat tersebut berfungsi untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya pin holes pada coating yang mungkin
timbul. Temperatur yang tinggi dan cahaya matahari dapat
merusak lapisan polyethylene coating, oleh karena itu harus
ditambahkan pigmenting dengan karbon hitam untuk mengurangi
problem tersebut. Secara umum, extruded polyethylene coating
dapat digunakan untuk melindungi pipa dengan suhu sekitar 50 o
Celcius.
Proses pembuatan extruded coating adalah masuknya resin
ekstrusi polyethylene dari slot cetakan (die) pada suhu sekitar
320 oC menuju screw berjalan. Resin yang bergerak kemudian
mendingin pada screw dan kembali ke bentuk padatnya, dan
siklus pembuatan extruded coating ini akan terus menerus terjadi
hingga membentuk lapisan. Extruded polyethylene mempunyai
kekuatan mekanikal yang tinggi dibandingkan dengan cold
applied polyethylene tape coating.
4. Fusion Bonded Epoxy
Fusion bonded epoxy dikenal juga dengan nama fusion
bond epoxy powder coating dan secara umum dikenal dengan
nama FBE coating. FBE coating berfungsi untuk memproteksi
pipa baja dari korosi. FBE coating adalah jenis thermoset
polymer. FBE masuk dalam kategori paint coating, yang
membedakannya dengan paint coating yang lain adalah proses
aplikasinya yang menggunakan metode cross linking resin.
Bubuk resin dan pengeras tidak bereaksi pada suhu normal,
namun pada suhu 180 – 250 oC bubuk tersebut mencair menjadi
cairan. FBE cair tersebut kemudian mengalir diatas permukaan
pipa dan segera mengeras melapisi pipa dengan cross linking
chemical melalui bantuan panas. Proses ini dikenal dengan nama
“fusion Bonded” (ikatan fusi) Reaksi cross linking chemical
bersifat irreversible atau sekali berubah bentuk maka coating
32
tersebut tidak bisa kembali ke bentuk aslinya (powder).
Pemanasan lanjutan yang dilakukan tidak akan membuat coating
meleleh, oleh karena itu FBE coating disebut juga thermoset
coating.
5. Liquid Epoxy
Epoxy adalah suatu kopolimer yang terbentuk dari dua
bahan kimia yang berbeda, yang disebut sebagai "resin" dan
"pengeras".
Resin ini terdiri dari monomer atau polimer rantai
pendek dengan kelompok epoksida di kedua ujung. Epoxy
resin paling umum dihasilkan dari reaksi antara
epiklorohidrin dan bisphenol-A, tetapi tidak jarang yang
terakhir akan digantikan dengan bahan kimia yang serupa.
Sedangkan pengeras terdiri dari monomer polyamine,
misalnya Triethylenetetramine (Teta).
6. Three Layer Polyethylene
Three Layer Polyethylene Epoxy (3LPE), lapisan
multilayer terdiri dari tiga komponen fungsional yaitu kinerja
tinggi fusion bonded epoxy (FBE), diikuti oleh perekat
kopolimer dan lapisan luar dari polyethylene yang tangguh
serta perlindungan tahan lama. 3LPE sistem memberikan
perlindungan pipa yang sangat baik untuk jaringan pipa
berdiameter kecil dan besar dengan suhu operasi cukup
tinggi.
Coating jenis ini adalah yang sering digunakan untuk
pipa bawah tanah, karena 3LPE memiliki tingkat ketahanan
terhadap temperatur, tekanan, dan perbedaan Ph tanah yang
lebih baik dari jenis lainnya. Selain itu 3LPE juga memiliki
tensile strenght yang lebih tinggi dan dapat menjamin untuk
perlindungan terhadap pipa dengan baik daripada jenis yang
lainnya.
33
2.7.4 Pemakaian Inhibitor
34
logam yang paling efektif adalah senyawa-senyawa organik.
Sehingga senyawa organik memiliki pasangan elektron bebas pada
rantai karbonnya atau pada sistem rantai aromatiknya yang dapat
berikatan dengan muatan positif logam, sehingga terjadi adsorpsi
antara permukaan logam dengan inhibitor. Adsorpsi ini akan
membentuk lapisan pelindung pada logam akibat adanya fisisorpsi
atau akan membentuk khelat pembatas yang tak larut akibat adanya
kemisorpsi, yang menghindarkan logam kontak langsung dengan
media korosif.
35
Arus listrik dalam beberapa kasus dapat juga menjadi
pengganggu yang cukup berbahaya terutama arus yang nyasar atau
arus yang berasal dari luar. Pada area permukaan kritis pipa, arus
mengalir dari material logam ke lingkungan dengan
pemutusan/disolusi anodik dari logam, proses tersebut dapat
memberikan laju korosi yang cukup tinggi karena dalam kondisi
seperti ini sangat tidak menguntungkan.
2.9 Kriteria Perlindungan
36
mengenai Petroleum, petrochemical and natural gas industries – Catodhic
protection of pipelines system.
Buku yang diterbitkan oleh A.W Peabody mengenai Control of
Pipelines Corrotion yang mengacu pada standard NACE juga mengatur
tentang kalkulasi mengenai desain proteksi katodik dan lebih mudah untuk
dipahami.
Perhitungan Luas Permukaan Pipa
SA = π. D . L ...............................................................................(2.1)
Dimana :
SA = Area Permukaan Pipa (m2)
D = Outside Diameter (m)
L = Length of pipe (m)
.3)
Dimana :
W = Total Berat Anoda yang Dibutuhkan (kg)
Ip = Kebutuhan Arus Proteksi (ampere)
CR = Laju Konsumsi Anode (kg/A.yr)
u = Faktor Utilisasi (%)
37
3. Jumlah Anoda Minimal
.............................................................. (2.4)
Dimana : Nmin : Jumlah Anoda Minimal (packs)
.............................................................. (2.6)
Dimana :
Lad : Panjang Jarak Antar Anoda (m)
Lpipe : Panjang Pipa (m)
N : Jumlah Anoda (packs)
6. Resistivitas Anoda Secara Horizontal
................................. (2.7)
Dimana :
Rh : Tahanan Anoda Secara Horizontal (ohm/cm)
Lanoda : Panjang Jarak Antar Anoda (m)
danoda : Diameter Anoda (m)
38
......................................…..(2.8)
Dimana :
Rv : Tahanan Anoda Secara Vertikal (ohm/cm)
Lanoda : Panjang Jarak Antar Anoda (m)
danoda : Diameter Anoda (m)
8. Kapasitas Keluaran Arus Anoda
…........................................................... (2.9)
Dimana :
Io : Arus Keluaran Anoda (amp/packs)
E : Tegangan Dorong Anoda (volts)
R :Tahanan Secara Horizontal (ohm)
9. Jumlah Anoda Minimum Dengan Pendekatan Arus Output
............................................................ (2.10)
Dimana :
Nmin-arus : Jumlah Anoda Minimum Arus (packs)
It : Arus Proteksi (A)
Io : Arus Anoda (A/pc)
10. Jumlah Anoda Dengan Pendekatan Arus Output
.......................................... (2.11)
Dimana :
Narus : Jumlah Anoda Arus (packs)
Nmin-arus : Jumlah Anoda Minimum Arus (packs)
sf2 : Safety Factor ke-2
11. Jarak Anoda Dengan Pendekatan Arus Output
........................................ (2.12)
Dimana :
LAA : Panjang Jarak Antar Anoda (m)
Lpipe : Panjang Pipa (m)
Narus : Jumlah Anoda Arus (packs)
39
........................................ (2.13)
Dimana :
TB : Jumlah Station Box (packs)
Lpipe : Panjang Pipa (m)
2.11 Kerangka Konseptual
Salah satu pencegahan korosi yang sering digunakan dengan
menggunakan proteteksi katodik. Sacrificial Anode Cathodic Protection
merupakan salah satu metode yang menggunakan anoda tumbal sebagai
logam yang dikorbankan agar terkorosi sehingga dapat melindungi
katoda atau logam yang dilindungi. Sebelumnya pernah dilakukan
penelitian tentang Analisa Proteksi Katodik dengan Menggunakan
Anoda Tumbal pada Pipa Gas Bawah Tanah PT. Pupuk Kalimantan
Timur dari Stasiun Kompressor Gas ke Kaltim-2 (Asmaudin,2014).
Analisa yang dilakukan didasarkan pada kriteria yang ditetapkan oleh
DNV RP B401 tentang Cathodic Protection Design dan NACE RP
0169 tentang Control of External Corrosionon Underground or
Submerged Metallic Piping System. Secara umum, perbandingan antara
kuat arus yang dibutuhkan dengan kekuatan arus anoda menjadi tolak
ukur pergantian anoda.
Hasil dari perbandingan tersebut, kuat arus yang dibutuhkan untuk
perlindungan proteksi katodik dalam dapat terpenuhi sehingga
dilakukan pergantian anoda tumbal. Anoda tumbal awalnya
menggunakan prepacked Magnesium 48 d5 diganti menggunakan GA-
MG-9 H-1.
Analisa Teknis dan Ekonomis Perancangan Sistem Pencegahan
Korosi pada Lambung Kapal dengan Variasi Sistem Pencegahan
Menggunakan metode Impressed Current Cathodic Protection dan
Metode Sacrificial Anode Cathodic Protection (Andi,2015) juga
salah satu penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan
penelitian ini. Pada proteksi katodik, logam yang akan dilindungi
dijadikan katoda dan reaksi oksidasi terjadi di anoda. Ada dua
40
macam proteksi katodik yaitu Sacrificial Anode Cathodic Protection
(SACP) dan Impressed Current Cathodic Protection (ICCP).
Dilakukannya penelitian tentang analisa teknis & ekonomis
perancangan sistem pencegahan korosi pada lambung kapal, dengan
variasi sistem pencegahan menggunakan ICCP dibandingkan dengan
SACP, kedua sistem dibandingkan dalam jangka 20 tahun, dari segi
teknis dengan menggunakan perbandingan perhitungan sesuai
standar DnV, yang dibandingkan dari tahap desain, tahap instalasi,
dan maintenance, dari segi ekonomis perbandingan dibedakan dari
tahap pengadaan komponen-komponen sistem, tahap instalasi, dan
tahap maintenance. Data perbandingan diperoleh dengan perhitungan
sesuai standar, studi literatur, diskusi dan interview. Hasil
perhitungan perbandingan yang diperkirakan selama 20 tahun, dari
segi teknis kedua sistem memenuhi standar yang berdasar pada
sistem perhitungan standar DnV B-401, sedangkan dari segi
ekonomis, biaya untuk sistem ICCP sebesar Rp. 203.605.000,00 dan
sistem SACP sebesar Rp. 526.770.000,00, sehingga lebih ekonomis
menggunakan sistem ICCP sebesar Rp 323.165.000,00 atau 38,65%
dari biaya untuk sistem SACP.
Dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan penelitian dengan
judul “Desain proteksi Sacraficial Anode Cathodic Protection
(SACP) pada underground pipe ASTM A53 GR. B di UBJ O&M
Tanjung Awar –awar”. Untuk menentukan jumlah anoda yang
digunakan ada dua pendekatan yaitu pendekatan dengan jumlah arus
keluaran anoda yang dibutuhkan dan pendekatan dengan berat anoda
yang dibutuhkan. Dengan memvariasikan resistivitas lingkungan dan
pemilihan material anoda. Penelitian ini akan menganalisa sejauh
mana pengaruh variasi resistivitas lingkungan dan pemilihan tipe
anoda terhadap perhitungan kebutuhan ekonomis pada metode
SACP. Berikut ini merupakan gambar 2.27 kerangka konseptual dari
tugas akhir ini.
41
Penelitian yang
akan dilakukan
42
Peneliti : Koko A.U Dengan kemampuan
Tahun : 2017 proteksi yang sama, dapat
Objek : Submarine diperoleh perhitungan
Pipeline Offshore ekonomis sebagai berikut
Panjang : 7750 meter :
Diameter ; 16 inch SACP : Rp 1817,750
Material : API 5L X46 milyar
Coating : 3LPE ICCP : Rp 326,261 juta
Anoda SACP : Bracelet ICCP lebih ekonomis
Allumunium Alloy 60%
Anoda ICCP : Mixed
Metal Oxide (MMO)
Usia Desain : 20 Tahun
43
4. Koko A.U. 2017 Analisa teknis Submarine Penggunaan
ICCP lebih
perubahan Pipeline
ekonomis
proteksi SACP dengan selisih
sekitar 950
menjadi ICCP
juta rupiah
dan
membandingkan
nilai
ekonomisnya
5. Bintang 2018 Analisa proteksi Undergroun Rencana
C.W.P SACP pada d pipe Fire Penelitian
Undergroun Fighting
pipe ASTM A53
Gr. B
44
Pelapisan (Coating)
Proteksi Katodik
Metode Inhibitor
2. Variabel Terikat
Variabel terikat terdiri dari macam proteksi katodik, yaitu SACP.
Pada proteksi katodik, kegiatan yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut.
Menentukan luasan yang diproteksi pada Underground pipe ASTM A53
GR. B.
Menghitung kebutuhan jumlah anoda pada Underground pipe ASTM
A53 GR. B.
Menghitung pengaruh Nominal Pipe Size (NPS) .
Menghitung pengaruh panjang Underground pipe ASTM A53 GR. B.
Metode
Proteksi
Pencegahan
1. Luasan yang diproteksi
pada Underground pipe
ASTM A53 GR. B.
2. Pengaruh tipe anoda
pada Underground pipe
ASTM A53 GR. B.
3. pengaruh Nominal Pipe
Size (NPS)
4. pengaruh panjang
Proteksi Sacrificial Underground pipe Fire
Katodik Anode Fighting ASTM A53 GR.
B
Keterangan:
45
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Bentuk Penelitian
Penelitian untuk tugas akhir ini berupa analisa pengurangan laju
korosi dengan menghitung anoda yang hendak di jadikan proteksi pada pipa
ASTM A53 GR.B, menggunakan variable meliputi pengaruh resistivitas
lingkungan & kadar pH dalam tanah terhadap kekuatan material. Kemudian
dilanjutkan dengan perhitungan lifetime terhadap material ASTM A53 GR.B
pada jalur Fire Fighting di UBJ O&M TANJUNG AWAR - AWAR.
3.2 Tempat
Penelitian dilakukan di beberapa tempat sesuai dengan tahapan
aktivitas yang dilakukan:
1. UBJ O&M TANJUNG AWAR - AWAR Tuban.
Tempat pengambilan data.
2. Kampus Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Penelitian dan penyusunan laporan penelitian tugas akhir.
3.3 Waktu
Waktu pengerjaan tugas akhir ini dimulai pada akhir semester 7 yaitu
diawali dengan pengajuan proposal tugas akhir dan dilanjutkan pada
semester 8 dengan waktu efektif + 6 bulan
3.4 Langkah Penelitian
Langkah penelitian dalam pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan pada
gambar 3.1
46
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian
47
3.5 Tahap Identifikasi Awal
Tahap identifikasi awal ditujukan untuk mendapatkan data dan
informasi yang digunakan penelitian ini dikumpulkan melalui:
a. Studi lapangan (field research)
Penelitian yang dilakukan dengan meninjau letak objek penelitian,
tepatnya di OBJ O&M Tanjung awar – Awar Tuban (Area perusahaan).
Data dan informasi diperoleh dari pembimbing On The Job Training dari
perusahaan OBJ O&M Tanjung awar – Awar Tuban Tuban.
b. Studi Literatur (library research)
Penelitian yang dilakukan dengan membaca dan mempelajari literatur,
buku, dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan
untuk memperoleh landasan teori yang digunakan dalam pembahasan
topik penelitian.
3.6 Tahap Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini yaitu data primer
dan data sekunder yang selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:
48
Buku yang berkaitan dengan korosi dan proteksi.
Jurnal yang diperoleh dari internet.
Pegawai divisi teknik di UBJ O&M Tanjung Awar - Awar Tuban.
3.9.1 Analisa
Pada tahap ini dilakukan analisa tentang kebutuhan teknis proteksi
Sacrificial Anode pada pipa ASTM A53 GR.B. Sacrificial Anode pada
Underground pipe ASTM A53 GR.B. Serta membandingkan data – data
tersebut berdasarkan variabel yang telah ditentukan sesuai desain perpipaan.
3.9.2 Kesimpulan
Tahap ini merupakan tahap terakhir dengan melakukan pengambilan
kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan. Setelah itu memberikan saran
agar penelitian selanjutnya bisa mencakup objek yang lebih luas dan untuk
perusahaan dapat dijadikan sebagai dan sebagai bahan pertimbangan untuk
49
perusahaan agar dapat digunakan sebagai referensi mengenai proteksi pada
korosi.
50
DAFTAR PUSTAKA
API. (2000). 570 Piping Inspection Code. U.S.A: American Petroleum Institute.
Ayu, R. “Analisa Desain Sistem Impressed Current Cathodic Protection (ICCP)
Pada Offshore Pipeline Milik JOB PERTAMINA-PETROCHINA EAST
JAVA” dalam Jurnal Teknik Kelautan ITS
A.W. Peabody: Peabody’s Control of Pipeline Corrosionn 2nd edition
DNV RP-B401 : Det nortke Veritas – Cathodic Protection Design
E-book Korosi Material. 2008. Penerbit Gadang Priyotomo, ST. Staf peneliti
Pusat Penenlitian Metelurgi-LIPI. Vol. 1, No. 1, Januari 2008
ISO 15589 part 1 and 2 (second edition). 2012. Petroleum, petrochemical and
natural gas industries – Cathodic protection of pipeline transportation
systems
Ivanov, H.(2016). “Corrotion Protection Systems in Offshore Structures” dalam
Jurnal University of Akron : Ohio’s Polytechnic University
Koko, A.U (2017). “Analisa Teknis dan Ekonomis Proteksi Impressed Current
dengan Proteksi Sacrificial Anode pada Submarine Pipeline Offshore Tuban
Loop Sepanjang 7750 meter di PT. PERTAMINA TBBM Tuban” dalam
Jurnal Teknik Perpipaan PPNS
NACE Standard RP-01-69 Control of External Corrotion on Underground or
Submerged Metallic Piping System
Nooris, D. (2016). “Analisa Perbandingan SACP dan ICCP Sebagai Proteksi
Katodik Untuk Underground Trunkline PGDP” dalam Jurnal Teknik
Perpipaan PPNS
Syahputra, B. (2015). “Analisa Teknis dan Ekonomis Perancangan Sistem
Pencegahan Korosi pada Lambung Kapal, dengan Variasi Sistem
Pencegahan Menggunakan ICCP Dibandingkan dengan SACP” dalam
Jurnal Teknik Perkapalan UNDIP. Vol. 3, No. 2.
Wiludin, A. (2013). “Analisa Teknis dan Ekonomis Penggunaan ICCP
Dibandingkan dengan SACP dalam Proses Pencegahan Korosi” dalam
Jurnal Teknik POMITS. Vol. 2, No. 1.
51