Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada


populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi.

Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia
50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat.

Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

Saat ini terdapat pilihan tindakan non operatif seiring dengan kemajuan teknologi
dibidang urologi, sehingga merupakan suatu pilihan alternatif untuk penderita muda, kegiatan
seksual aktif, gangguan obstruksi ringan, high risk operasi dan pada penderita yang menolak
operasi.

B. Rumusan Masalah

1.Apa definisi dari penyakit BPH ?

2.Apa etiologi dari penyakit BPH ?

3.Apa saja manifestasi klinis dari penyakit BPH ?

4.Bagaimana patofisiologi dari penyakit BPH ?

C. Tujuan

1. Mengetahui maifestasi klinik dari BPH.


2. Megetahui penatalaksanaan dari BPH.
3. Mengetahui diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dari BPH.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Hiperplaksia prostat benigna (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA),adalah


pembesaran,atau hiper trofi,kelenjar prostat.kelenjar prostat,membesar meluaskan keatas menuju
kandung kemih dan mengha,mbat aliran keluar urine berkemih yang tidk lampias dan retensi
urine yang memicu statis urine dapat menyebabkan hidronetrosis,hidroureter,dan infeksi saluran
kemih(urinari tract disease,UTI.)penyebab gangguan ini tidak dipahami dengan baik tetapi bukti
menunjukan adanya pengaruh hormonan.BPH sering terjadi pada pria berusia lebih dari 40
tahun.

B. ETIOLOGI

Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasia, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut;
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat;
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati;
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

Penyebab BPH belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga akibat pengaruh hormone,
yaitu terjadi perubahan keseimbangan antara hormone estrogen dan testoteron. Sebagian
besar dihasilkan oleh kedua testis, kira-kira 90 % dan sisanya diproduksi oleh kelenjar
adrenal, dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan keseimbangan testoteron dan
estrogen, hal ini disebabkan oleh berkurangnya produksi testoteron dan konvensi testoteron
menjadi estrogen pada jaringan perifer, estrogen inilah yang emudian menyebabkan
hyperplasia.

2
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :

1. Teori Hormonal.
Teori ini dibuktikan bahwa, sebelum pubertas dilakukan kastraksi, maka tidak terjadi
BPH. Selain androgen (testoteron), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH.
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu antar
hormone testoteron dan androgen.
2. Teori Reawekering (Neal, 1978)
Menyebutkan bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya.
3. Teori Growth Faktor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth faktor ini sebagai pemacu pertumbuhan strauma kelenjar prostat.
4. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat arena berkurangnya sel-sel yang mati.
5. Teori sel STEM
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Prostat, dalam hal ini kelenjar
periuretral pada orang dewasa, berada dalam keadaan seimbang antara pertumbuhan sel
dan sel yang mati. Oleh karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan
hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat,
sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
6. Dehidro Testoteron
Testoteron yang dihasilkan oleh sel Lyding Pada testis (90 %) dan sebagian kelenjar
adrenal (10 %), masuk kedalam peredaran darah dan 98 % akan terikat oleh globulin
menjadi seks hormone dinding globulin.

3
C. PATOFISIOLOGI

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-
buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal
pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo
(2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat
(2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron
estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen
pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini
sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini
akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada
traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan
pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus
trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem
simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang
bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi
keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang
disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor.
Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakulasedangkan yang besar disebut divertikel. Fase
penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu
lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua
tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala

4
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan
merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan
sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi
sehingga terjadi inkontinensia paradox(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan
refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal
ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan
membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin
dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

D. MANIFESTASI KLINIS

 prostat besar,seperti karet,dan tidak lunak(nontender).prostatisme (kompleks


gejala obstruktif dan iritatif)terlihat.
 keraguan dalam memulai berkemih,peningkatan frekuensi
berkemih,noktiria,nurgensi,mengejan.
 penurunan volume dan kekuatan aliran urin,gangguan aliran urin,urin menetes.
 sensasi berkemih yang tidak lampias,retensi urine akut(lebih dari 60 ml,dan UTI
berulaang
 keletihan,anoreksiaa,mual dan muntah,serta tidak kenyamaan pada panggul serta
pada panggul juga dilporkan terjadi,dan pada akhirnya terjadi azotemia dan gagal
ginjal akibat retensi urin kronis dan volemu residu yang besar

E. PENGAKJIAN DAN METODE DIAGNOSTIK

 pemeriksaan fisik,termasuk pemeriksaan rektal dengan jari (digital


rectalexamination,DRE),dan riwayat kesehatan
 urinalisis untuk mendeteksihematuria dan UTI
 kadar antigen spesifik prostat(prostate-specificantigen,PSA)diperiksa jika pasien
memiliki minimal 10 tahun harapan hidup dan untuk mereka yang diketahui
mengidap kaknker prosstat yang akan mengubah penanganan

5
 catatan kecepatan aliran urin dan pengukuran residu urin pascaberkemih (pospoit
residual,PVR)
 studi urodinamik,uretrokistoskopi,dan ultrasound dapat dilakukan
 pemeriksaan darah lengkap,termasuk studi tetntang pembekuan darah

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Rencana terapi bergantung pada penyebab, tungkat keparahan obstruksi dan kondisi pasien.
Terapi mencangkup :

 Segera melakukan kateteriasis jika pasien tidak dapat berkemih (konsultasikan


dengan ahli urolugi jika kateter bisa tidak dapat dimasukkan). Kistostomi
suprapubik
terkadang diperlukan.
 “ menunggu dengan penuh waspada “ untuk memantau perkembangan penyakit.

G. PENATALAKSANAAN FARMIKOLOGIS

 penyakit alfa-drenergik (misalnya, alfuzosin, terazosin) yang merekalsasikan otot


polos leher kandung kemih dan prostat, dan penyekat 5 –alfa-reduktase.
 manipulasi horminal dengan agens antiandrogen mengurangi ukuran prostat dan
mencegah pengubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT).
 menggunakan agens fitoterapeutik dan supleme diet lain serenoa repens [saw
palmetto berry] dan pygeym african [plum afrika] tidak direkomendasikan,
meskipun digunakan.

H. PENATALAKSANAAN BEDAH

 gunakan terapi invasif secara minimal: terapi pabas mikro-gelombang transuretra


( tranuretbral microwave beat treatment, TUMT: kompres panas ke jaringan
prostat) ablasi jarum transturetra (transuretbral needle ablation,TUNA melaui
jarum tipis yang ditempatkan didalam kelenjar yang memiliki risiko bedah yang
buruk).
 reaksi bedah: reaksi prostat transuretra (transuretbral resction of the prostate,
TURP, standar terpi bedah ) insisi prostat transuretra (transurebral incision of the
prostate, TUIP) elektrvaporisasi transuretra, terapi laser, dan prostatektomi
terbuka.

6
I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin
beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati
prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat
mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan
membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis
urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
1. Komplikasai Pre op
a. Pielonefritis
b. Hidronefrosis
c. Azotemia
d. Uremia
2. Post op
a. Hiponatremia dilusi (TURP)
b. Infeksi
c. Hidrokel
d. Syok
e. Retensi urin akut
f. Ileus paralitikum
g. Peningkatan suhu tubuh
h. Nyeri saat jalan

7
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

seorang pasien Tn.P usia 53 thn datang ke UGD RS Medistra diantar oleh keluarga dengan
keluhan sudah 1 bulan mengalami masalah pada saat berkemih, pasien mengeluhkan susah untuk
buang air kecil, pasien harus mengeden setiap akan akan memulai untuk berkemih dan aliran
urin yang keluaroun terputus-putus. pasien juga mengeluhkan rasa tidak puas setelah miksi, dan
apabila terasa akan berkemih pasien merasa kesulitan untuk menahannya. saat dilakaukan
pemeriksaan urine dribling urine menetes saat akan keluar dan hasil yang didapatkan urine terisa
sekitar 150cc. TTV pasien 160/100mmHg, R:26x/menit , N:98x/mnt dan pasien mengeluh nyeri
pada daerah pubis dan area visica inap untuk dirawat inap untuk mempersiapan pelaksanaan
TURP.

8
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas, disimpulkan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, 2000). Menurut Nursalam (2006)
pada usia lanjut, beberapa pria menagalami pembesaran prostate benigna. Keadaan ini dialami
oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.
Pembesaran kelenjer prostat mengakibatkan terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan
gangguan miksi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Brunner&Suddarth. keperawatan medikal bedah edisi 12. jakarta: EGC,2013

Buku Nic&Noc

Buku SDKI

10

You might also like