Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

SKENARIO 1

BENCANA ALAM

Pada saat terjadi bencana tanah longsor di lereng gunung Ijen,pemerintah setempat menerjunkan Tim brigade siaga
bencana (BSB) nasional menuju ke daerah bencana. Dalam perjalanannya tim berkoordinasi dengan pusat pelayanan
kesehatan terdekat baik puskesmas maupun rumah sakit serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Tim segera
mengaktifkan SPDGT-B, dan dibantu dengan para relawan, tim segera menyisir beberapa lokasi untuk mencari korban,
memberi pertolongan awal dan merujuk ke RS terdekat. Korban yang dirujuk masuk ke Triage-UGD RS sebuah RS tipe C.
Diantara korban tampak beberapa orang kritis dengan keluhan rata-rata berupa sesak nafas.

Adapun rincian korban bencana ini sebagai berikut: 1.Seorang ibu ,usia 50 tahun,dengan keluhan sesak dengan nafas
tersengal-sengal dan ada trauma di paha kanan 2. seorang korban usia lanjut tampak nafas yang tersengal – sengal
dengan jejas di dinding dadanya disertai ketertinggalan gerak salah satu dinding dadanya, 3. seorang wanita hamil yang
tampak lemah dengan perdarahan, dan juga sesak nafas 5.Seorang laki-laki yang terbaring lemah dan tampak pucat
dengan perut yang distended dan nadi yang lemah,juga disertai sesak nafas 6.seorang korban wanita muda terbaring
tidak sadar dengan luka berat dikepala dan puluhan korban dengan luka-luka ringan di bagian tubuhnya disertai tubuh
yang membiru.

Dari penolong yang terjun ke lokasi terdekat, mencium bau belerang yang sangat tajam yang keluar bersama air sungai
dari lereng gunung tersebut

Para petugas IGD RS tampak sibuk dan segera mengindentifikasi kondisi pasien, yang meninggal, ada yang melakukan
pewatan luka, dan ada melakukan resusitasi. Tampak beberapa petugas menggunakan sarung tangan, pakaian
pelindung bahkan ada yang menggunakan masker dan kaca mata sebagai proteksi diri sesuai prinsip patient safety
sedangkan beberapa petugas lainnya tidak menggunakan alat proteksi diri.

Jumlah korban yang terus bertambah membuat beberapa petugas yang terlihat kebingungan harus menyelamatkan
pasien yang mana dulu karena keterbatasan alat yang ada. Sementara team penolong banyak berkonsentrasi ke korban
yang berteriak dan meronta-ronta.

SPDG-T : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). SPGDT adalah sebuah sistem
penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di
Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time
saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus,
petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.

Dengan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), masyarakat dapat menelpon
call center 119 untuk mendapatkan layanan informasi mengenai rumah sakit mana yang paling siap
dalam memberikan layanan kedaruratan, advis untuk pertolongan pertama dan menggerakan angkutan
gawat darurat ambulan rumah sakit untuk penjempu tan pasien. Petugas call centre adalah dokter dan
perawat yang mempunyai kompetensi gawat darurat. SPGDT 119 bertujuan memberikan pertolongan
pertama kasus kegawatdaruratan medis, memberikan bantuan rujukan ke Rumah Sakit yang tersedia,
mengkoordinasikan pelayanan informasi penanganan medis yang terjadi pada pasien sebelum
mendapatkan pelayanan medis di Rumah Sakit.

TRIAGE UGD : Di UGD, sistem triase gawat darurat medis digunakan untuk menentukan pasien mana yang harus
ditangani lebih dahulu dibandingkan dengan pasien lainnya. Konsep awal triase gawat darurat adalah
membagi pasien menjadi 3 kategori, yaitu immediate, urgent, dan non-urgent.

 Merah: Kode warna merah diberikan kepada pasien yang jika tidak diberikan penanganan dengan
cepat maka pasien pasti akan meninggal, dengan syarat pasien tersebut masih memiliki
kemungkinan untuk dapat hidup. Contohnya seperti pasien dengan gangguan pernapasan, trauma
kepala dengan ukuran pupil mata yang tidak sama, dan perdarahan hebat.
 Kuning: Kode warna kuning diberikan kepada pasien yang memerlukan perawatan segera, namun
masih dapat ditunda karena ia masih dalam kondisi stabil. Pasien dengan kode kuning masih
memerlukan perawatan di rumah sakit dan pada kondisi normal akan segera ditangani. Contohnya
seperti pasien dengan patah tulang di beberapa tempat, patah tulang paha atau panggul, luka
bakar luas, dan trauma kepala.
 Hijau: Kode warna hijau diberikan kepada mereka yang memerlukan perawatan namun masih
dapat ditunda. Biasanya pasien cedera yang masih sadar dan bisa berjalan masuk dalam kategori
ini. Ketika pasien lain yang dalam keadaan gawat sudah selesai ditangani, maka pasien dengan kode
warna hijau akan ditangani. Contohnya seperti pasien dengan patah tulang ringan, luka bakar
minimal, atau luka ringan.
 Putih: Kode warna putih diberikan kepada pasien hanya dengan cedera minimal di mana tidak
diperlukan penanganan dokter.
 Hitam: Kode warna hitam diberikan kepada pasien yang setelah diperiksa tidak menunjukkan
tanda-tanda kehidupan. Misalnya, mereka yang masih hidup namun mengalami cedera yang amat
parah sehingga meskipun segera ditangani, pasien tetap akan meninggal

Belerang : unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang S dan nomor atom 16. Belerang merupakan
unsur non-logam yang tidak berasa. Belerang, dalam bentuk aslinya, adalah sebuah zat padat kristalin
kuning. Di alam, belerang dapat ditemukan sebagai unsur murni atau sebagai mineral-mineral sulfida
dan sulfat. Belerang adalah unsur penting untuk kehidupan dan ditemukan dalam 2 asam amino. Salah
satu contoh penggunaan umum belerang adalah dalam pupuk. Selain itu, belerang juga digunakan
dalam bubuk mesiu, korek api, insektisida, dan fungisida.

RM

1. Apa prinsip memberi pertolongan awal yang harus diperhatikan penolong?


Perhatikan ABCDE DALAM TRAUMA
Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan kejelasan dalam menetapkan prioritas.
Tujuannya adalah segera mengenali cedera yang mengancam jiwa dengan Survey Primer, seperti :
• Obstruksi jalan nafas
• Cedera dada dengan kesukaran bernafas
• Perdarahan berat eksternal dan internal
• Cedera abdomen
Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan berdasar prioritas (triage) Hal ini
tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas yang ada. Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure) ini disebut survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit.
Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim yang cedera :
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas ?
Jika ada obstruksi maka lakukan :
• Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
• Suction / hisap (jika alat tersedia)
• Guedel airway / nasopharyngeal airway
• Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
• Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
• Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
• Pernafasan buatan
Berikan oksigen jika ada. Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil
Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas dan pernafasan cukup.
Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
• Hentikan perdarahan eksternal
• Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
• Berikan infus cairan
Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri atau sama sekali tidak
sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale
 AWAKE = A
 RESPONS BICARA (verbal) = V
 RESPONS NYERI = P
 TAK ADA RESPONS = U
Cara ini cukup jelas dan cepat.
Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan
cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus dikerjakan.

2. Korban yang dirujuk masuk ke Triage-UGD RS sebuah RS tipe C. Gunanya?


Kegunaan dan pembagiannya sudah ada di KI

3. Interpretasi korban? Tata laksana yg dilakukan?


A. Seorang ibu ,usia 50 tahun,dengan keluhan sesak dengan nafas tersengal-sengal dan ada trauma di paha
kanan

B. seorang korban usia lanjut tampak nafas yang tersengal – sengal dengan jejas di dinding dadanya disertai
ketertinggalan gerak salah satu dinding dadanya

C. seorang wanita hamil yang tampak lemah dengan perdarahan, dan juga sesak nafas
Kehamilan
Prioritas ABCDE bagi pasien hamil yang mengalami trauma adalah sama dengan pasien yang tidak hamil.
Ada beberapa perubahan anatomi dan fisiologi pada kehamilan yang sangat besar pengaruhnya pada
pengelolaan trauma
Perubahan anatomi
o Uterus yang membesar mudah mengalami kerusakan akibat benturan dan tusukan
o pada kehamilan 12 minggu fundus uteri berada setinggi symphisis pubis
o pada kehamilan 20 minggu fundus uteri berada setinggi umbilicus
o pada kehamilan 36 minggu fundus uteri berada setinggi xiphoid
o Janin dilindungi oleh ketebalan dinding uterus dan cairan amnion (air ketuban)
Perubahan fisiologi
o Kenaikan tidal volume dan respiratory alkalosis
o Kenaikan denyut jantung
o Kenaikan cardiac output 30%
o Penurunan tekanan darah 15%
o Pada trimester ke III sering terjadi hipotensi pada waktu berbaring terlentang karena kompresi
(penekanan) aortocaval.
Catatan khusus
Trauma tumpul akan berakibat:
• Kontraksi otot rahim dan terjadinya kelahiran prematur
• Ruptura uteri partial atau total
• Lepasnya placenta sebagian atau total (dapat terjadi sampai dengan 48jam)
• Jika ada fraktur pelvis perdarahannya akan sangat banyak

Prioritas pengelolaannya
o Evaluasi ABCDE dari ibu
o Resusitasi ibu dengan posisi berbaring miring ke kiri (sisi kanan berada diatas) untuk menghindari
kompresi aortocaval
o Cari sumber perdarahan vagina dengan pemeriksaan spekulum dan dilatasi cervix
o Periksa tinggi fundus uteri, apakah ada nyeri tekan dan pantau detak jantung janin. Resusitasi pada
ibu berarti menyelamatkan bayinya. Pada saat jiwa ibu dalam bahaya, janin dapat dikorbankan
untuk menyelamatkan ibu. Resusitasi pasien hamil yang mengalami trauma harus menghindari
kompresi aortocaval. Gunakan posisi left lateral tilt (sisi kanan diatas)

D. Seorang laki-laki yang terbaring lemah dan tampak pucat dengan perut yang distended dan nadi yang
lemah,juga disertai sesak nafas

E. seorang korban wanita muda terbaring tidak sadar dengan luka berat dikepala dan puluhan korban dengan
luka-luka ringan di bagian tubuhnya disertai tubuh yang membiru.

4. Penolomg segera mengindentifikasi kondisi pasien, yang meninggal, ada yang melakukan pewatan luka, dan
ada melakukan resusitasi. Gunanya apa? Dan tindakan seperti apa yang dilakukan?
Berguna mengurangi faktor-faktor resiko yang dapat menurunkan tingkat keselamatan pasien.

RESUSITASI : gunanya adalah perbaikan sirkulasi agar memadai.

Tujuan akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan. Karena penyebab gangguan ini adalah kehilangan
darah maka resusitasi cairan merupakan prioritas

1. Jalur intravena yang baik dan lancar harus segera dipasang. Gunakan kanula besar (14 - 16 G). Dalam keadaan
khusus mungkin perlu vena sectie
2. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sampai suhu tubuh karena hipotermia dapat menyababkan
gangguan pembekuan darah.
3. Hindari cairan yang mengandung glukose.
4. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan darah.

Urine

Produksi urine menggambarkan normal atau tidaknya fungsi sirkulasi jumlah seharusnya adalah > 0.5 ml/kg/jam. Jika
pasien tidak sadar dengan syok lama sebaiknya dipasang kateter urine.

Transfusi darah

Penyediaan darah donor mungkin sukar, disamping besarnya risiko ketidak sesuaian golongan darah, hepatitis B dan C,
HIV / AIDS. Risiko penularan penyakit juga ada meski donornya adalah keluarga sendiri. Transfusi harus dipertimbangkan
jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah mendapat cukup koloid / kristaloid. Jika golongan darah donor yang sesuai
tidak tersedia, dapat digunakan darah golongan O (sebaiknya pack red cel dan Rhesus negatif. Transfusi harus diberikan
jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah.

Prioritas pertama : hentikan perdarahan

• Cedera pada anggota gerak :


Torniket tidak berguna. Disamping itu torniket menyebabkan sindroma reperfusi dan menambah berat kerusakan primer.
Alternatif yang disebut “bebat tekan” itu sering disalah mengerti. Perdarahan hebat karena luka tusuk dan luka amputasi
dapat dihentikan dengan pemasangan kasa padat subfascial ditambah tekanan manual pada arteri disebelah proksimal
ditambah bebat kompresif (tekan merata) diseluruh bagian anggota gerak tersebut. Kehilangan darah adalah penyebab
utama dari syok yang diderita pasien trauma

• Cedera dada

Sumber perdarahan dari dinding dada umumnya adalah arteri. Pemasangan chest tube / pipa drain harus sedini mungkin.
Hal ini jika di tambah dengan penghisapan berkala, ditambah analgesia yang efisien, memungkinkan paru berkembang
kembali sekaligus menyumbat sumber perdarahan. Untuk analgesia digunakan ketamin I.V.

• Cedera abdomen

Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin bila resusitasi cairan tidak dapat mempertahankan
tekanan sistolik antara 80-90 mmHg. Pada waktu DC laparatomy, dilakukan pemasangan kasa besar untuk menekan dan
menyumbat sumber perdarahan dari organ perut (abdominal packing). Insisi pada garis tengah hendaknya sudah ditutup
kembali dalam waktu 30 menit dengan menggunakan penjepit (towel clamps). Tindakan resusitasi ini hendaknya
dikerjakan dengan anestesia ketamin oleh dokter yang terlatih (atau mungkin oleh perawat untuk rumah sakit yang lebih
kecil). Jelas bahwa teknik ini harus dipelajari lebih dahulu namun jika dikerjakan cukup baik pasti akan menyelamatkan
nyawa.

Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia dengan ketamin.

• Infus cairan pengganti harus dihangatkan karena proses pembekuan darah berlangsung paling baik pada suuh 38,5 C.
Hemostasis sukar berlangsung baik pada suhu dibawah 35 C. Hipotermia pada pasien trauma sering terjadi jika evakuasi
pra rumah sakit berlangsung terlalu lama (bahkan juga di cuaca tropis). Pasien mudah menjadi dingin tetapi sukar untuk
dihangatkan kembali, karena itu pencegahan hipotermia sangat penting. Cairan oral maupun intravena harus dipanaskan
40-42 C. Cairan pada suhu ruangan sama dengan pendinginan.

• Resusitasi cairan hipotensif : Pada kasus-kasus dimana penghentian perdarahan tidak definitive atau tidak meyakinkan
volume diberikan dengan menjaga tekanan sistolik antara 80 - 90 mmHg selama evakuasi.

• Cairan koloid keluar, cairan elektrolit masuk ! Hasil penelitian terbaru dengan kelompok kontrol menemukan sedikit
efek negatif dari penggunaan koloid dibandingkan elektrolit untuk resusitasi cairan.

• Resusitasi cairan lewat mulut (per-oral) cukup aman dan efisien jika pasien masih memiliki gag reflex dan tidak ada
cedera perut. Cairan yang diminum harus rendah gula dan garam. Cairan yang pekat akan menyebabkan penarikan
osmotik dari mukosa usus sehingga timbullah efek negatif. Diluted cereal porridges yang menggunakan bahan dasar
lokal/setempat sangat dianjurkan.

• Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis berulang 0,2 mg/kg. Obat ini mempunyai efek
inotropik positif dan tidak mengurangi gag reflex, sehingga sesuai untuk evakuasi pasien trauma berat.

 Jagalah keamanan diri penolong.

5. Tenaga kesehatan yang terluka akan juga jadi pasien petugas menggunakan sarung tangan, pakaian pelindung
bahkan ada yang menggunakan masker dan kaca mata sebagai proteksi diri sesuai prinsip patient safety
sedangkan beberapa petugas lainnya tidak menggunakan alat proteksi diri. Apakah guna nya? Dan apakah
ada kerugiannya apabila tidak digunakan?
Sebagai proteksi diri terhadap tenaga kesehatan, karena memiliki resiko tinggi untuk tertular penyakit yang bisa
saja terdapat pada pasien, seperti penyakit yang penularannya melalui darah (HIV, Hepatitis B, dll).

6. Pasien mana yang harus didahulukan untuk ditolong?

You might also like