Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

CEMARAN SALMONELLA ENTERITIDIS PADA TERNAK


DAN PRODUKNYA
TATI ARIYANTI dan SUPAR

Balai Penelitian Veteriner, PO BOX 151, Bogor 16114

ABSTRAK

Tuntutan keamanan pangan merupakan prasyarat dalam pasar global untuk menjamin konsumen terhadap
pangan yang aman dan berkualitas. Salah satu ancaman yang berasal dari pangan asal ternak adalah
foodborne disease. Kejadian foodborne disease pada umumnya berhubungan dengan pangan asal ternak yang
tidak higienis karena mengandung mikroba patogen pada ternak yang menyebabkan kontaminasi pada proses
pasca panen dan pengolahannya. Salmonellosis merupakan foodborne disease yang sering dilaporkan terjadi
di berbagai belahan dunia. S. enteritidis adalah bakteri patogen yang dapat menginfeksi semua jenis hewan
vertebrata termasuk manusia, baik melalui kontak langsung maupun melalui produk ternak tetapi masalah
tersebut belum mendapat perhatian baik dari produsen, konsumen dan pemegang kebijakan. Pada era
globalisasi kita dituntut untuk memproduksi pangan asal ternak (daging, telur, susu) yang bebas dari
Salmonella termasuk produk jadi dari bahan baku asal ternak. Oleh karena itu Salmonella merupakan salah
satu indikator yang sangat penting dalam persyaratan keamanan pangan. Pengawasan pangan asal ternak
terhadap kontaminasi Salmonella spp menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan produsen.
Dalam pengendalian salmonellosis harus dimulai pada tingkat produksi ternak sampai dengan proses pasca
panen seperti transportasi, pemotongan, pengolahan, distribusi, pengecer dan konsumen. Pada kesempatan ini
dikemukakan hasil studi retrospektif tentang cemaran S. enteritidis dan masalahnya terhadap keamanan
pangan.
Kata kunci: Salmonella enteritidis, foodborne disease, ternak, produk ternak

PENDAHULUAN sebagai sumber protein hewani di seluruh


dunia. Salmonellosis banyak terjadi pada
Salmonella enteritidis adalah salah satu peternakan unggas dan dapat mengakibatkan
serovar atau serotipe dari subspecies kontaminasi S. enteritidis pada produk unggas
Salmonella enteritica dan termasuk dalam sehingga perlu mendapat perhatian dari
anggota famili Enterobacteriaceae (OFFICE berbagai pihak (GAST, 1997). Wabah
INTERNATIONAL DES EPIZOOTIES (OIE), 2000). salmonellosis akibat S. enteritidis yang sering
Habitat utamanya berada dalam saluran dilaporkan akibat mengkonsumsi telur
pencernaan hewan ternak dan manusia terutama telur mentah, makanan yang
(PORTILLO, 2000). S. enteritidis ditemukan mengandung telur mentah, seperti:
pada spesies unggas dan dengan mudah dapat mayonnaise, sandwich, es krim, salad, saus
ditularkan ke manusia melalui telur atau daging atau dicampur dengan susu. Di samping itu,
ayam yang terkontaminasi (AGRICULTURAL makanan yang mengandung telur yang
RESEARCH SERVICE (ARS), 2002). Infeksi dimasak kurang sempurna atau setengah
bakteri ini pada hewan atau manusia dapat matang dapat bertindak sebagai sumber
mengakibatkan penyakit dengan gangguan penularan S. enteritidis (CENTERS FOR DISEASE
pada bagian saluran pencernaan atau CONTROL and PREVENTION (CDC), 2001;
gastroenteritis dan penyakit akibat infeksi DUGUID dan NORTH, 1991; WHO, 2002). Di
Salmonella disebut salmonellosis (SERBENIUK, beberapa negara di Eropa dan Amerika wabah
2002). salmonellosis berasal dari makanan yang
Dalam rangka perkembangan produksi mengandung telur dengan kualitas terbaik
unggas untuk memenuhi kebutuhan protein (grade A) yang terkontaminasi secara vertikal
hewani (daging dan telur) maka unggas dipilih (THIAGARAJAN et al., 1994; TIMONEY et al.,
untuk dibudidayakan secara besar-besaran 1989). Sumber penularan ialah induk ayam

125
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

petelur atau pedaging yang terinfeksi S. olahannya udang, kacang-kacangan, saus,


enteritidis secara transovarial (DUGUID dan salad, kue, mentega, mayonnaise maupun
NORTH, 1991; MIYAMOTO et al., 1998). Ayam coklat (DUGUID dan NORTH, 1991; SUPARDI
petelur dapat terinfeksi S. enteritidis dari flok dan SUKAMTO, 1999 ).
ayam pembibit yang terinfeksi, pakan yang S enteritidis dikenal sebagai patogen yang
terkontaminasi atau melalui vektor rodensia. penting baik pada unggas maupun manusia.
Walaupun S. enteritidis telah ditemukan pada Phenomena keracunan makanan pada manusia
peternakan ayam petelur dan pedaging, burung berkaitan erat dengan meningkatnya jumlah
puyuh dan burung liar juga perlu ayam dan telur ayam yang terkontaminasi oleh
dipertimbangkan sebagai sumber penularan serotipe S. enteritidis (THORNS et al., 1996).
Salmonella secara horizontal (DAVISON et al., Dilaporkan terdapat 3 macam serotipe S.
1995; GAST, 1997). enteritidis yang berkaitan dengan egg-borne
Pengendalian salmonellosis dilakukan disease outbreak yang terjadi di negara-negara
dengan tujuan untuk mengurangi kejadian Eropa, Amerika, dan Inggris. Wabah
infeksi S. enteritidis pada manusia, yang dapat salmonellosis pada manusia tersebut
dimulai pada tingkat produksi di peternakan, disebabkan oleh S. enteritidis phage tipe 4, 8
sanitasi dan kebersihan kandang, monitoring dan 23 (DHILLON et al., 1999; FANTASIA dan
terhadap lingkungan, pengawasan terhadap FILETICI, 1994; HICKMAN-BRENNER et al.,
pakan, pembibitan atau hatchery, rodensia, 1991). Dari beberapa kasus salmonellosis
penanganan yang tepat terhadap daging dan diketahui bahwa S. enteritidis phage tipe 4
telur konsumsi, penyimpanan telur, penyiapan merupakan serotipe yang paling patogen
dan pengolahan telur (CARR et al., 1995; terhadap ayam terutama ayam petelur
DAVISON et al., 1995; HARA-KUDO et al., (ALISANTOSA et al., 2000; GAST dan BENSON,
2001). 1995). Strain S. enteritidis phage tipe 4 selain
ditemukan pada kelompok induk petelur dan
bibit ayam petelur juga dapat diisolasi dari
HABITAT DAN DISTRIBUSI ayam pedaging dan bibit ayam pedaging
S. ENTERITIDIS (BARROW, 1993; DHILLON et al., 1999;
DUGUID dan NORTH, 1991; GAST, 1997;
S. enteritidis adalah salah satu genus LISTER, 1988). Di Indonesia, S. enteritidis
bakteri dari famili Enterobacteriaceae, bersifat phage tipe 4 awalnya ditemukan dari ayam
Gram negatif, berbentuk batang dan tidak umur satu hari atau day old chick (DOC) yang
berspora, motil dengan flagella peritrikus, ternyata berasal dari peternakan pembibitan
bersifat fakultatif anaerobik, katalase positif, parent stock maupun grand parent
oksidase negatif, mampu memfermentasi (POERNOMO, 2000).
karbohidrat dengan menghasilkan asam dan
gas serta dapat menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon. Bakteri ini dapat tumbuh PENYEBARAN S. ENTERITIDIS
optimum pada suhu 35-37oC dan pH 6,5-7,5.
Berdasarkan skema Kauffman-White, S. Salmonellosis merupakan foodborne
enteritidis termasuk dalam grup D Salmonella disease kedua yang paling umum dilaporkan di
dengan struktur antigeniknya adalah O:1,9,12 dunia (ARS, 2001). Di Eropa, wabah
dan H:g,m;1,7 (SERBENIUK, 2002; SUPARDI dan salmonellosis telah dilaporkan sejak lebih dari
SUKAMTO, 1999). 20 tahun yang lalu. Pada tahun 1980-an terjadi
Habitat utama S. enteritidis berada dalam peningkatan yang nyata wabah S. enteritidis di
saluran pencernaan hewan berdarah panas beberapa negara di Eropa. Pada umumnya
(PORTILLO, 2000). Bakteri ini juga dapat penyakit ini bersifat epidemik yang terjadi
ditemukan pada feses maupun dari lingkungan, secara bersamaan di beberapa bagian dunia.
seperti: air, tanah, tanaman, debu, dapur atau Selama tahun 1990 penyakit terus menyebar
kantor. Pangan asal ternak yang sering sampai negara-negara berkembang dan
terkontaminasi S. enteritidis adalah telur dan mencapai puncaknya pada tahun 1992. Setelah
olahannya, daging ayam, daging sapi, susu dan tahun 1992 wabah S. enteritidis di beberapa
olahannya seperti es krim dan keju, ikan dan negara terlihat mulai menurun, berhubungan

126
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

dengan implementasi kontrol terhadap infeksi bakteri melalui pakan atau air minum.
Salmonella di peternakan yang lebih baik serta Selanjutnya bakteri tersebut masuk dan
perhatian masyarakat yang lebih besar terhadap memperbanyak diri dalam saluran pencernaan
resiko yang timbul (SCHLUNDT et al., 2004). maupun peritoneum (ALISANTOSA et al., 2000;
Di Indonesia, S. enteritidis ditemukan SHIVAPRASAD et al.; 1990). Bakteri kemudian
pertama kali pada tahun 1991 dari ayam yang akan menembus dinding usus sehingga
diperoleh dari Rumah Potong Ayam di Jakarta. menimbulkan reaksi inflamasi, selanjutnya
Pada pertengahan tahun 1994 infeksi S. dapat menembus mukosa masuk ke dalam
enteritidis pada ayam yang terjadi secara sistem pertahanan limfatik dan dapat mencapai
sporadis mulai sering dilaporkan (POERNOMO saluran darah sehingga dapat menyebabkan
et al., 1997). Dalam kurun waktu 1989-1996 di bakteremia atau abses (SUPARDI dan
laboratorium Balai Penelitian Veteriner SUKAMTO, 1999).
(Balitvet) telah berhasil mengisolasi S. Selanjutnya bakteri tersebut akan menyebar
enteritidis sebanyak 87 isolat. Dalam periode ke organ lain seperti organ reproduksi
tahun 1996-1999 jumlahnya meningkat (ovarium dan oviduk). Diduga transpor bakteri
menjadi 259 isolat (POERNOMO dan BAHRI, tersebut diperantarai oleh makrofag yang
1997; SOEDARMONO et al., 2001). Dalam terdapat pada saluran pencernaan. Infeksi S.
periode tahun 1999-2003 S. enteritidis diisolasi enteritidis pada ovarium induk ayam petelur
sebanyak 305 isolat (POERNOMO, 2004). Dari dapat menyebabkan penularan S. enteritidis
53 isolat S. enteritidis telah dilakukan phage secara vertikal (infeksi transovarial) ke telur-
typing, diketahui bahwa 2 isolat termasuk telur ayam yang dihasilkan sehingga anak-anak
phage tipe 2 dan 46 isolat adalah phage tipe 4. ayam yang ditetaskan dapat bertindak sebagai
Lima isolat berikutnya belum diketahui phage pembawa atau karier S. enteritidis. Anak ayam
tipenya. S. enteritidis yang ditemukan di tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi
Indonesia kemungkinan besar berasal dari dara atau induk dewasa yang dapat
negara Eropa karena isolat tersebut ditemukan menyebabkan kontaminasi telur selanjutnya
bersamaan dengan masuknya bibit ayam (HARA-KUDO et al., 2001; THIAGARAJAN et
petelur maupun bibit ayam pedaging dari luar al., 1994; WANG dan SLAVIK, 1998). Infeksi
negeri dan phage tipe yang ditemukan sama transovarial terjadi melalui kontak langsung S.
yaitu phage tipe 4 (POERNOMO, 2000). enteritidis pada kuning telur atau albumin
Isolat-isolat S. enteritidis yang telah selama proses pembentukan telur (oviposition)
diisolasi di Balitvet berasal dari ayam, telur yaitu selama perjalanan sel telur dari ovarium
ayam, bulu ayam, litter paper box, daging menuju infundibulum dan oviduk, sebelum
ayam, pakan ayam, karkas ayam, embrio ayam, telur tertutup kerabang dan sebelum terlindungi
air lingkungan peternakan, dari hewan lain oleh antibakterial albumin (DUGUID dan
seperti tikus, kucing, burung bayan, burung NORTH, 1991; MIYAMOTO et al., 1998).
makao, dan juga dari manusia. Wilayah Penularan secara vertikal ini juga disebutkan
penyebaran bakteri S. enteritidis tersebut sebagai kontaminasi internal pada telur (HARA-
meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, KUDO et al., 2001; WANG dan SLAVIK, 1998).
Pulau Bulan dan Sumatera Utara (POERNOMO,
2004).
Penyebaran S. enteritidis secara kontak
langsung dan tidak langsung
Infeksi S. enteritidis pada ternak dan
kontaminasi vertikal S. enteritidis yang telah memperbanyak diri
dalam saluran pencernaan selanjutnya akan
Patogenesis infeksi S. enteritidis pada diekskresikan melalui feses dan dapat
induk petelur belum dimengerti dengan jelas menyebabkan penularan bakteri tersebut secara
karena sangat komplek. Beberapa penelitian horizontal ke dalam telur dengan cara
telah dilakukan untuk menjelaskan secara menempel pada permukaan kerabang telur
lengkap patogenesis salmonellosis pada ternak (THIAGARAJAN et al., 1994). Selanjutnya
(BARROW, 1993). Infeksi S. enteritidis pada bakteri akan mengadakan penetrasi ke dalam
induk petelur diawali dengan tertelannya telur dan mencemari bagian dalam telur

127
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

(kuning telur dan albumin) melalui pori-pori yang mengkonsumsi makanan tersebut dan
kerabang telur yang tidak tertutup oleh cuticle semakin cepat timbulnya gejala klinis
(kulit ari atau selaput luar kerabang telur). (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999).
Cuticle ini berperan sebagai selaput yang VOUGHT dan TATINI (1998)
menghalangi penetrasi bakteri ke dalam telur mengemukakan bahwa wabah salmonellosis di
dengan cara menurunkan permeabilitas Inggris telah terjadi pada orang dewasa akibat
kerabang telur sehingga pori-pori kerabang mengkonsumsi es krim yang terkontaminasi S.
menjadi tertutup. Membran atau selaput bagian enteritidis sebanyak ≥ 107 CFU. Pada orang
luar dan dalam pada permukaan kerabang juga dewasa yang mengkonsumsi makanan
berperan penting sebagai barrier perlindungan terkontaminasi bakteri tersebut sebanyak 105-
telur. Pada selaput bagian dalam lebih banyak 106 CFU dilaporkan tidak menunjukkan gejala
berperan karena tersusun oleh protein dan klinis penyakit. Namun beberapa penelitian
mengandung sangat banyak lysozime yang menyatakan bahwa sejumlah kecil S. enteritidis
dapat mencegah infeksi bakterial (WANG dan dalam makanan (≤105 CFU) telah dapat
SLAVIK, 1998). Penularan secara horizontal ini menyebabkan infeksi. Hal ini dapat terjadi
juga disebut kontaminasi eksternal pada telur karena produk makanan tersebut mengandung
(HARA-KUDO et al., 2001; WANG dan SLAVIK, banyak lipid dan atau gula yang dapat
1998). melindungi Salmonella dari barrier lambung
Kontaminasi S. enteritidis pada makanan yang bersifat asam sehingga bakteri tersebut
dapat diperantarai oleh vektor mekanik dan dapat mencapai usus halus dan menimbulkan
biologik seperti rodensia, burung-burung liar, gejala penyakit.
lalat, kecoa, kumbang, kutu, parasit maupun
manusia. Pupuk dilaporkan dapat sebagai Pencemaran S. enteritidis pada telur
sarana kontaminasi S. enteritidis di peternakan.
Keberadaan S. enteritidis juga dapat ditemukan Telur merupakan salah satu sumber nutrisi
di tanah, air, udara, kayu, debu, feses dan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat
tanaman seperti buah-buahan dan sayuran makanan yang dibutuhkan oleh manusia.
(GAST, 1997; SCHLUNDT et al., 2004; Namun akhir-akhir ini telur telah banyak
SERBENIUK, 2002; WARD et al., 2003). dilaporkan sebagai sumber infeksi S. enteritidis
HOLT et al. (1998) menyampaikan bahwa pada manusia (WANG dan SLAVIK, 1998).
beberapa faktor predisposisi seperti adanya Bakteri S. enteritidis dalam jumlah besar yang
mikotoksin, perubahan komposisi pakan yang terdapat di dalam telur lebih sering sebagai
diberikan, stress dan molting pada induk ayam penyebab penyakit (CDC, 2001). Di beberapa
dapat meningkatkan keparahan infeksi negara di Eropa dan Amerika wabah
Salmonella yang ditularkan melalui transmisi salmonellosis berasal dari makanan yang
horizontal. mengandung telur dengan kualitas terbaik
(grade A) yang terkontaminasi secara vertikal
PENCEMARAN S. ENTERITIDIS PADA (THIAGARAJAN et al., 1994; TIMONEY et al.,
PRODUK PANGAN ASAL TERNAK 1989).
Lebih dari 44% wabah salmonellosis yang
terjadi di dunia melibatkan konsumsi telur,
Bahan pangan asal hewan terutama unggas,
produk asal telur yang terkontaminasi akibat
produk unggas berupa daging dan telur mentah
kontaminasi pada saat telur diinkubasi selama
sering ditemukan pada kasus sporadik dan
pengeraman dan cara memasak telur yang
wabah salmonellosis pada manusia (SCHLUNDT
kurang sempurna seperti dimasak setengah
et al., 2004; DILLON et al., 1999).
matang atau dikonsumsi masih mentah. Telur-
Salmonella mungkin terdapat pada
telur yang telah dibekukan atau dikeringkan,
makanan dalam jumlah tinggi tetapi tidak
telur-telur utuh yang tidak disimpan dalam
selalu menimbulkan perubahan dalam hal
refrigerator baik selama di retailer, di rumah-
warna, bau maupun rasa dari makanan tersebut.
rumah atau pada usaha katering juga dapat
Pada umumnya semakin tinggi jumlah
mengkontaminasi makanan. (BARROW, 1993;
Salmonella dalam suatu makanan semakin
CDC, 2001; LILLEHOJ, 2000; SUPARDI dan
besar timbulnya gejala infeksi pada manusia
SUKAMTO, 1999; WHO, 2002).

128
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

Pencemaran S. enteritidis pada produk GEJALA KLINIS AKIBAT INFEKSI S.


daging ayam ENTERITIDIS

Kontaminasi pada ternak unggas dapat Gejala klinis pada salmonellosis tergantung
terjadi sebelum disembelih yaitu akibat pada sifat virulensi dan invasi bakteri, jumlah
kontaminasi horizontal eksternal pada telur- bakteri yang teringesti, daya tahan tubuh
telur saat pengeraman telur ayam pedaging hospes yang dipengaruhi oleh umur dan
sehingga akan dihasilkan daging ayam yang kesehatan penderita (SUPARDI dan SUKAMTO,
terkontaminasi oleh S. enteritidis, selama 1999).
penyembelihan, selama atau setelah Ayam semua umur dapat terserang S.
pengolahan (GAST, 1997; SUPARDI dan enteritidis namun yang paling rentan adalah
SUKAMTO, 1999). COOPER (1994) DOC. Anak ayam umur 1 hari lebih rentan
mengemukakan bahwa proses produksi di terhadap infeksi S. enteritidis dari anak ayam
rumah pemotongan ayam tidak dapat umur 7 hari atau 4 minggu. Kadang-kadang
menjamin produk akhir produksi tersebut infeksi tersebut menyebabkan timbulnya
bebas S. enteritidis. penyakit dan kematian yang sangat tinggi pada
Tingkat prevalensi kontaminasi pada anak ayam umur kurang dari 1 minggu
daging beku di UK sebesar 80% sedang di (ALISANTOSA et al., 2000; DHILLON et al.,
USA sebesar 50% pada daging ayam mentah. 1999; LISTER, 1988). Pada anak ayam yang
Tingkat kontaminasi S.enteritidis pada daging mati, pada bagian mukosa intestinalnya terlihat
ayam segar tampaknya rendah yaitu 17 CFU/ lesi foki nekrotik, sekum berkeju, limpa dan
100 gram kulit ayam adan maksimum 1,4 x 103 hati bengkak, kemerahan, terdapat foki
CFU/gram makanan (COOPER, 1994). nekrotik, ginjal membesar dan kongesti.
Pertumbuhan S. enteritidis pada daging ayam Perihepatitis fibrinopurulen dan perikarditis.
diduga juga dapat terjadi pada saat disimpan di Lesi lain kadang-kadang diamati adanya
retailer, saat transportasi, penyimpanan di panofthalmitis, artritis purulen, airsacculitis
dapur-dapur, pemanasan saat memasak yang dan omfalitis. Anak ayam umur 24 jam yang
kurang sempurna sehingga bakteri tersebut terinfeksi melalui kontak horizontal dapat
masih dapat hidup (WHO, 2002). mensekresikan S. enteritidis sampai umur 28
Daging ayam yang tercemar S. enteritidis minggu (GAST, 1997).
selain sebagai penyebab wabah salmonellosis Infeksi S. enteritidis pada ternak atau pada
karena mengkonsumsinya juga berpotensi ayam umur lebih dari 2 minggu biasanya tidak
sebagai sumber kontaminasi silang terhadap menimbulkan gejala klinis dan tidak
makanan lain dan menyebabkan wabah mematikan, tetapi ayam yang sembuh dari
selanjutnya. Namun kontaminasi silang ini sulit infeksi dapat menjadi karier menahun yang
dideteksi. Pada beberapa kejadian mungkin sewaktu-waktu dapat mengekskresikan bakteri
tidak diketahui dan tidak dilaporkan (DUGUID S. enteritidis pada fesesnya. Kadang-kadang
dan NORTH, 1991). pada ternak atau inang spesifik, salmonellosis
Pada umumnya faktor utama kontaminasi dapat menimbulkan gejala klinis enteritis.
silang terjadi pada saat menyiapkan, mengolah Manifestasi gejala klinis tersebut dapat berupa
dan memasak makanan di dapur. Kontaminasi septikemia, enterokolitis, anoreksia, diare
terjadi melalui kontak langsung dengan daging profus dan kadang-kadang meningitis,
ayam atau perkakas dapur yang tercemar S. pneumonia, dan encephalitis (GAST, 1997;
enteritidis atau tangan yang tidak dicuci bersih. POERNOMO et al., 1997).
Kontaminasi silang ini sering ditemukan di Manusia yang terinfeksi oleh bakteri S.
dapur-dapur rumah makan, hotel, rumah sakit enteritidis biasanya bersifat khas dengan masa
atau pengusaha katering (DUGUID dan NORTH, inkubasi antara 5-72 jam tetapi gejala
1991; CDC, 2001). Terjadinya kontaminasi umumnya terjadi dalam waktu 12-36 jam
silang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor setelah menelan makanan atau minuman yang
seperti water availability (Aw), pH, packaging terkontaminasi. Diawali dengan diare,
athmosphere, kompetitif dengan mikroflora dehidrasi, sakit perut, mual-mual, dan muntah.
lain dalam usus dan waktu penyimpanan Kadang-kadang demam ringan. Umumnya
(COOPER, 1994). gejala berlangsung selama 2-7 hari seringkali

129
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

penderita sembuh tanpa pengobatan UPAYA-UPAYA PENGENDALIAN


antibiotika. Salmonella umumnya diekskresi INFEKSI S. ENTERITIDIS
dalam jumlah besar dalam feses pada awal
Kontrol terhadap infeksi S. enteritidis
terjadinya keracunan. Selanjutnya jumlah
Salmonella yang diekskresi menurun dan status
karier pada infeksi ini umumnya jarang terjadi Pengawasan bahan pangan asal hewan
dibandingkan dengan infeksi oleh S. typhi terhadap kontaminasi S. enteritidis merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah
Namun pada usia yang lebih muda, bayi,
orang-orang tua dan orang-orang dengan dan produsen. Aspek pengawasan bahan
sistem imun lemah, penyakit ini dapat menjadi pangan asal ternak meliputi keamanan,
kesehatan, keutuhan dan kehalalan (ASUH) di
parah. Pada pasien ini, infeksi dapat meluas
dari usus ke sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh mata rantai produksi yaitu dari
bagian tubuh lain dan dapat menyebabkan praproduksi, produksi, transportasi, distribusi
kematian jika tidak diobati dengan antibiotik sampai dengan dikonsumsi (CIT BAHRI, 2004;
yang tepat (CDC, 2001; GAST, 1997; GRAU, HOLT et al., 1998).
Beberapa kebijakan pemerintah terhadap
1989).
pengamanan pangan asal ternak atau hewan
meliputi pengawasan dan pembinaan
DETEKSI S. ENTERITIDIS PADA keamanan terhadap daging, susu dan telur.
TERNAK DAN PRODUKNYA Dalam pelaksanaan operasionalnya meliputi
beberapa kegiatan yaitu pemberian sertifikat
Diagnosa salmonellosis dilakukan bebas Salmonella pada Unit Usaha Pangan
berdasarkan pada sejarah penyakit, gejala Asal Hewan, labelisasi produk pangan asal
klinis atau kelainan pascamati dan pemeriksaan hewan, penerapan Hazard Analysis Critical
laboratorium dengan cara mengadakan isolasi Control Point (HACCP), program monitoring
dan identifikasi S. enteritidis baik secara dan surveilans residu serta pengembangan
biokemik maupun serotiping. Pemeriksaan sistem jaringan kerja pengawas Kesmavet
sampel yang berupa bahan makanan yang (MOERAD, 2003).
diberikan, air minum, dan bahan lain seperti Sertifikat bebas salmonellosis merupakan
sampel muntahan, feses atau darah, perlu registrasi dan sertifikasi kelayakan dan cara
dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan produksi di suatu usaha pangan asal hewan.
adanya Salmonella (DHARMOJONO, 2001; Sertifikat tersebut diberikan kepada
POERNOMO, 2004). perusahaan-perusahaan penghasil bibit ternak,
Isolasi dan identifikasi Salmonella dalam terutama ternak unggas. Pemerintah juga perlu
bahan pangan dengan menggunakan metode memeriksa pabrik-pabrik makanan ternak,
konvensional memerlukan waktu selama 7 hari rumah potong unggas atau tempat pemotongan
untuk hasil positif sedangkan apabila hasil daging , importir/ eksportir/ distributor dan
negatif diperlukan waktu sekitar 3-4 hari. peternakan ayam petelur yang juga harus bebas
Selain itu diperlukan banyak bahan media. alat, dari Salmonella sehingga jika akan
biaya dan tenaga. Akhir-akhir ini telah banyak memasukkan hewan baru sebagai pengganti,
dikembangkan beberapa metode deteksi cepat hewan tersebut harus benar-benar berasal dari
terhadap Salmonella seperti enzyme-linked peternakan yang bebas salmonellosis
immunosorbent assays (ELISAs), metode (DHARMOJONO, 2001; MOERAD, 2003).
immunodifusi, metode hibridisasi asam nukleat Pemberian atau pencantuman label pada
maupun polymerase chain reaction (PCR) kemasan daging merupakan tanda telah
(YEH et al., 2002; DE PAULA et al., 2002). dilakukannya pemeriksaan kesehatan daging
Beberapa keunggulan metode deteksi cepat lokal maupun impor. Labelisasi bersifat wajib
tersebut adalah waktu pemeriksaan yang lebih bagi unit usaha yang telah memiliki sertifikasi.
cepat, hasil pemeriksaan yang lebih tepat, lebih Adapun pedoman labelisasi disebutkan dalam
sensitif dan lebih spesifik dibandingkan dengan SK Dirjen No. 28/1997. Sistem HACCP
metode konvensional (FENG, 2001). merupakan sistem jaminan mutu yg
mendasarkan pada kesadaran dan perhatian
bahwa bahaya dapat timbul pada berbagai titik

130
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

atau tahapan produksi, akan tetapi dapat (BARROW, 1993; OIE, 2000; SCHLUNDT et al.,
dilakukan pengendalian pencegahan bahaya- 2001;). Pemberantasan vektor (burung-burung
bahaya tersebut. Sertifikat HACCP mulai liar, rodentia dan serangga) di sekitar
menjadi persyaratan wajib bagi negara peternakan. Diadakan rotasi tempat
pengimpor dan unit sarana produksi pangan penggembalaan. Usaha ini dilakukan untuk
asal hewan ekspor menerapkannya sebagai self mencegah penularan Salmonella secara
regulatory control (MOERAD, 2003). horizontal (DHARMOJONO, 2001). Vaksinasi
Program monitoring dan surveilan residu terhadap S. enteritidis di Indonesia tidak
dan cemaran mikroba bertujuan untuk direkomendasikan. (Antibodi yang terbentuk
memperoleh gambaran tingkat kandungan karena vaksinasi dapat “mengacaukan”
residu dan cemaran mikroba pada bahan pemeriksaan Pullorum test yang rutin
pangan asal hewan yang beredar di Indonesia dilakukan akibat adanya reaksi silang antara
serta memberi perlindungan pada masyarakat Salmonella spp. yang terdapat dalam Grup D).
konsumen melalui bahan pangan asal hewan Hal ini juga karena sistem proteksi humoral
yang tidak mengandung cemaran mikroba atau yang tidak bagus, karena yang bekerja Cell
residu yang dapat membahayakan kesehatan Mediated Immunity (CMI) (ARIYANTI et al.,
konsumen. Cara pengawasan residu dan 2004).
cemaran mikroba meliputi pemantauan Usaha lain yang dapat dilakukan untuk
(monitoring) di seluruh mata rantai produksi, mengurangi kontaminasi S. enteritidis pada
pangamatan (surveillance) terhadap suatu bahan pangan asal ternak antara lain
masalah residu dalam bahan pangan asal menyimpan telur ayam dalam refrigerator
hewan dan dampaknya pada kesehatan sampai akan digunakan, yang sebelumnya
manusia dan pemeriksaan (inspection) residu telur ayam dicuci dengan bersih menggunakan
dan cemaran mikroba pada bahan pangan asal air hangat suhu 65,5 oC selama 3 menit atau
hewan di laboratorium penguji yang dengan larutan deterjen pada suhu 45 oC
berwenang (MOERAD, 2003). (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999). Telur-telur
Pengembangan Sistem Jaringan Kerja yang retak dan kotor karena feses sebaiknya
Pengawas Kesmavet merupakan pengawasan dibuang, menyimpan telur-telur pada
penanganan kesehatan daging, susu dan telur. temperatur yang panas (40-140)oC selama
Pengawasan penanganan kesehatan daging lebih dari 2 jam tidak dianjurkan, menghindari
berupa pemulihan kondisi hewan, pemeriksaan makan telur mentah (minuman yang dicampur
antemortum, proses penyembelihan, dengan telur atau jamu, bahan dalam
pemeriksaan post mortum, pelayuan daging, pembuatan es krim) atau telur setengah
pengangkutan, peredaran dan pengolahan. matang, menghindari restoran yang
Pengawasan penanganan kesehatan susu menyediakan makanan dari telur-telur mentah
meliputi kesehatan ternak, higiene sanitasi yang tidak dimasak dengan matang dan tidak
lingkungan peternakan atau tempat pemerahan dipasteurisasi (CDC, 2001). Menghindari
susu atau KUD, penanganan dan penyimpanan. minum susu yang tidak dipasteurisasi.
Sedang pengawasan penanganan kesehatan Memasak dengan sempurna semua produk
telur adalah kegiatan pengawasan terhadap ternak seperti daging, telur, susu, ikan dan
kesehatan unggas, lingkungan dan kandang, produk olahannya. Mencuci tangan sebelum
pengemasan, pengangkutan. Adapun dan sesudah memegang daging dan telur
kelembagaan yang terlibat adalah Pemerintah mentah. Menggunakan alat-alat memasak yang
Pusat, Dinas Daerah dan Laboratorium telah dicuci bersih (DUGUID dan NORTH, 1991;
(MOERAD, 2003). SCHLUNDT et al., 2004; SERBENIUK, 2002).
Pengawasan Salmonella di peternakan Penyimpanan telur dalam suhu rendah
melibatkan pentingnya sanitasi dan higienik sangat penting untuk mencegah pertumbuhan
terhadap kandang, peralatan dan lingkungan kontaminan S. enteritidis dalam telur (HARA-
peternakan serta fumigasi penetasan telur ayam KUDO et al., 2001). HUMPREY (1990)
untuk mengurangi keberadaan bakteri patogen menyatakan bahwa S. enteritidis tidak dapat
dalam pengeraman di peternakan. tumbuh dan berkembang dalam kuning telur
Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian yang telah diinokulasi yang disimpan pada
masyarakat terhadap resiko yang timbul suhu 4oC dan 8oC. Pada temperatur 10oC S.

131
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

enteritidis tumbuh lambat tetapi bakteri jumlah kematian sel bakteri tetapi tidak
tersebut tumbuh relatif cepat dalam waktu yang menghilangkan infeksi atau mengeliminasi
pendek apabila disimpan pada temperatur penyakit dari peternakan (DHARMOJONO, 2001;
12oC. Menurut GAST dan BEARD dalam HARA- POERNOMO, 2004). Pemberian antibiotika
KUDO et al. (2001) melaporkan bahwa jumlah tersebut dilaporkan dapat menyebabkan
S. enteritidis pada telur-telur yang perubahan kepekaan ayam terhadap infeksi
terkontaminasi secara alam meningkat apabila Salmonella dan dapat menimbulkan resistensi
disimpan pada suhu 25oC selama 7 hari namun obat pada Salmonella (GAST, 1997; BARROW,
tingkat kontaminasi tidak berubah apabila 2000). Resistensi bakteri terhadap antibiotika
disimpan pada suhu 7oC selama 7 hari. dikendalikan oleh adanya plasmid yang disebut
Pemanasan merupakan cara yang paling faktor R atau akibat dari mutasi terjadinya
banyak dilakukan untuk membunuh transfer kromosom melalui suatu plasmid F+.
Salmonella (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999). (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999). Adanya
Bakteri Salmonella akan mati dalam kontroversi dalam penggunaan antibiotika pada
pemanasan 60oC selama beberapa menit dalam kasus-kasus salmonellosis pada saluran
larutan telur namun temperatur tersebut tidak pencernaan karena antibiotika peroral dapat
membunuh bakteri dalam telur ayam karena merusak mikroflora usus. Aplikasi antibiotika
panas tersebut lambat menembus masuk ke perlu dipertimbangkan dalam penentuan jenis
dalam isi telur ayam yang mengandung masa antibiotika karena Salmonella bersifat
yang kental. Pada telur ayam terinfeksi yang intraseluler, oleh karena itu sebaiknya memilih
direbus dengan temperatur 100oC dapat obat yang dapat mengadakan penetrasi ke
membunuh Salmonella pada kerabang telur, dalam sel. Dilihat dari aspek bakteriologik
tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa Salmonella dalam alat pencernaan sulit
cara tersebut menghasilkan putih telur yang dihilangkan karena bakteri sudah berada dalam
matang tetapi sebagian kuning telur masih sirkulasi sistem empedu dan secara intermiten
setengah matang/lunak sehingga tidak bakteri akan masuk ke dalam lumen alat
membunuh bakteri dalam kuning telur. S. pencernaan bersama empedu tersebut dan
enteritidis masih dapat ditemukan pada kuning diekskresikan melalui feses yang dapat
telur yang direbus atau dikeringkan selama 4 mencemari lingkungan dan dapat menginfeksi
menit, tetapi bakteri tersebut tidak dapat hewan lain atau manusia, bahkan tidak jarang
diisolasi dari telur ayam terinfeksi yang direbus Salmonella bertahan hidup dalam jaringan
atau dikeringkan selama 8 menit (DUGUID dan limphatik (DHARMOJONO, 2001).
NORTH, 1991). Pemanasan yang
direkomendasikan untuk membunuh
Salmonella di dalam makanan umumnya KESIMPULAN DAN SARAN
adalah selama paling sedikit 12 menit pada
suhu 66oC atau 78-83 menit pada suhu 60oC. Salmonella enteritidis merupakan bakteri
Perlakuan lain yang dapat membunuh patogen yang berasal dari ternak (ayam) dan
Salmonella adalah dengan asam asetat, H2O2, dapat ditransmisikan secara vertikal (telur)
radiasi ionisasi, radiasi ultraviolet, pemanasan maupun horizontal (daging dan produk olahan
dengan oven mikrowave (GAST, 1997; lainnya) serta dapat membahayakan kesehatan
SUPARDI dan SUKAMTO, 1999). manusia. Penanganan yang tepat terhadap
ternak dan produk olahannya sangat berguna
meningkatkan keamanan pangan asal ternak
Penggunaan antibiotika untuk pengobatan terhadap kontaminasi S. enteritidis.
salmonellosis prapanen Pengendalian salmonellosis diawali dengan
deteksi S. enteritidis pada ternak (level
Meskipun pengobatan sering diberikan produksi/peternak) dan ditunjang dengan
untuk mencegah infeksi Salmonella tetapi tidak pengawasan produk pangan asal ternak
efektif, karena tidak memberikan hasil yang meliputi keamanan dan kesehatan di seluruh
memuaskan (GAST, 1997). Pengobatan dengan mata rantai produksi yaitu dari praproduksi,
antibiotika secara klinik mungkin dapat produksi, transportasi, distribusi sampai
menyembuhkan atau efektif dalam menekan konsumsi. Perlu adanya penyuluhan tentang

132
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

pentingnya sanitasi dan higienis penanganan Salmonella in poultry houses. Avian Dis. 39:
makanan yang tepat kepada peternak, 475-179.
pedagang, industri maupun masyarakat umum. DE PAULA, A.M.R., D.S. GOLLI, M. LANDGRAF, M.T.
Upaya untuk memperoleh produk ternak DESTRO dan B.D.G. DE MELOFRANCO, 2002.
(telur, daging) yang aman, sehat dan bebas Detection of Salmonella in foods using Tecra
Salmonella menjadi tanggung jawab bersama Salmonella VIA and Tecra Salmonella
pemerintah, produsen dan konsumen. UNIQUE Rapid Immunoassays and a culture
procedure. J. of Food Protect 65 (3):552.

DAFTAR PUSTAKA DHARMOJONO., 2001. Penyakit Tifus


(Salmonellosis). Dalam Penyakit menular dari
binatang ke manusia. Edisi Pertama. Milenia
ALISANTOSA B., H. L. SHIVAPRASAD, A. S. DHILLON,
Populer. Hal.111-121.
O. SCHABERG and D. BANDLI, 2000.
Pathogenicity of Salmonella enteritidis phage DHILLON, A.S., B. ALISANTOSA, H.L. SHIVAPRASAD,
types 4, 8 and 23 in specific pathogen free O. JACK, D. SCHABERG dan D. BANDLI, 1999.
chicks. Avian Path. 29: 583-592. Pathogenicity of Salmonella enteritidis phage
types 4, 8 and 23 in broiler chicks. Avian Dis.
AGRICULTURAL RESEARCH SERVICE, 2002. A focus
43:506-515.
on Salmonella. http: //www. nal.
usda.gov/fsirio/research/fsleets/fsheet10.htm. DUGUID, J.P. dan R.A.E. NORTH, 1991. Eggs and
Salmonella food-poisoning: an evaluation. J.
ARIYANTI, T. SUPAR dan A. PRIADI, 2004.
Med. Microbiol. 34: 65-72.
Salmonellosis. Disampaikan pada Pelatihan
Pengendalian, Pencegahan dan Pemberantasan FANTASIA , M. dan F. W. A FILETICI. 1994.
Penyakit Hewan Menular Bagi Dokter Hewan Salmonella enteritidis in Italy. Internat. J.
dan Dokter Hewan Pos Keswan Berprestasi Food. Microbiol. 21: 7-13
Tingkat Nasional di Balitvet, Bogor, pada
tanggal 6 Oktober 2004. FENG, P., 2001. Rapid methods for detecting
foodborne pathogens. In Bacteriological
BAHRI, S., 2004. Beberapa aspek keamanan pangan Analytical Manual Online. FDA-CFSAN
asal ternak di Indonesia. Disampaikan pada BAM. 10th Ed.
orasi pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. GAST, R.K., 1997. Paratyphoid infections. In
Departemen Pertanian. Bogor, 2 Oktober Disease of Poultry. Tenth Edition. (Eds: B.W.
2003. CALNEK, H.J. BARNES, C.W. BEARD, L.R.
MCDOUGALD, Y.M. SAIF. Iowa State
BARROW, P.A., 1993. Salmonella control-past, university Press, ames, Iowa, USA. pp. 97-
present and future. Avian Path. 22: 651-669. 112.
CARR, L.E., E.T. MALLINSON, C.R. TATE, R.G. GAST R. K. dan S. T. BESTON, 1995. The
MILLER, E. RUSSEK-COHEN, L.E. STEWART, comparative virulences for chicks of
O.O. OPARA dan S.W. JOSEPH, 1995. Salmonella enteritidis phage type 4 isolates
Prevalence of Salmonella in broiler flock: and isolates of phage type commonly found in
Effect of litter water activity, house the United State. Avian Dis. 39: 567-574.
construction and watering devices. Avian Dis.
39: 39-44. GRAU, F. H., 1989. Salmonella: Physiology,
pathogenicity and control. In Foodborne
CENTERS FOR DISEASE CONTROL and PREVENTION, Microorganisms of Public Health
2001. Salmonella enteritidis. Disease Significance. Fourth Ed. (Eds: BUCKLE K. A.,
information, Division of Bacterial and J. A. DAVEY. M. J. EYLES, A.D. HOCKING, K.
Mycotic Diseases http: //www. cdc.gov/ncidod G. NEWTON, E. J. STUTTARD). AIFST (NSW
dbmd/diseaseinfo/salment_g.htm Branch) Food Microbiology Group. pp 85-96.
COOPER, G.L., 1994. Salmonellosis-infection in man HARA-KUDO Y., Y. SAKAKIBARA, H. KONUMA, T.
and the chicken: pathogenesis and SAWADA dan S. KUMAGAI, 2001. Laying
development of live vaccines-a review. Vet. season and egg shell cracks on growth of
Bull. 64(2):124. Salmonella enteritidis in the egg albumen
during storage. J. of Food Protection
DAVISON, S., C.E. BENSON dan R.J. ECKROADE,
4(8):1134-1137.
1995. Comparison of environmental
monitoring protocols for the detection of HICKMAN-BRENNER F. W., A. STUBES dan J. J.
FARMER, 1991. Phage typing of Salmonella

133
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

enteritidis in the United State. J. Clinic. microbial foodborne disease : Mechanisms of


Microbial. 29: 2817-2823. pathogenesis and toxin synthesis (Eds: J.W.
CARY, J.E. LINZ, D. BHATNAGAR) First
HOLT, P. S., B.W.MITCHEU dan R.K. GAST, 1998. Edition. Technomic Publishing Company.,
Airborne horizontal transmission of Inc. 851 New Holland Avenue Box 3535.
Salmonella enteritidis in molted laying Lancester, Pennysylvania 17604 USA, pp 3-7.
chickens. Avian Dis. 42: 45-52.
SOEDARMONO, P., S. POERNOMO, dan I. SUHADI,
HUMPHREY, T.J., 1990. Growth of Salmonellas in 2001. The Current Management of Salmonella
intact shell eggs: Influence of storage Typhi and Salmonella in Indonesia. Dalam
temperature. Vet. Rec. 126: 292. Typhoid Fever and Other Salmonellosis The
LILLEHOJ, E.P., C.H. YUN dan H.S. LILLEHOJ, 2000. Fourth International Symposium,,
Vaccines against the avian enteropathogens Taipei,Taiwan. pp. 25-30.
Eimeria, Cryptosporidium and Salmonella. SCHLUNDT, J., H. TOYOFUKU, J. JANSEN dan S.A.
Animal Health Res. reviews 1(1):47-65. HERBST, 2004. Emerging food-borne
LISTER, S.A., 1988. Salmonella enteritidis infection zoonoses. Rev.Sci.Tech.Off.Int.Epiz 23(2):
in broilers and broiler breeders. Vet. Rec. 512-515, 522-527.
123:350. SERBENIUK, F., 2002. Non-typhoidal Salmonella.
MIYAMOTO, T., T. HORIE, E. BABA, K. SASAI, T. http://www.wou.edu/las/natsci_math/biology/
FUKATA dan A. ARAKAWA, 1998. Salmonella boomer/Bio440/emerging2002/Salmonella2
penetration through eggshell associated with SUPARDI, I. dan SUKAMTO, 1999. Mikroorganisme
freshness on laid eggs and refrigeration. J. of penyebab penyakit menular. Dalam
Food Protection 61(3):350-353. Mikrobiologi dalam pengolahan dan
MOERAD, B., 2003. Pencemaran Salmonella spp. keamanan pangan. Edisi Pertama, Yayasan
dalam produk pangan asal ternak dan Adikarya IKAPI dengan The Ford Foundation.
kebijakan pemerintah dalam penanganan Hal. 157-173
masalah keamanan pangan. Direktorat TIMONEY, J.F., H.L. SHIVAPRASAD, R.C. BAKER dan
Kesehatan Veteriner. Direktorat Jendral B. ROWE, 1989. Egg transmission after
Produksi Peternakan. Disampaikan pada infection of hens with Salmonella enteritidis
Simposium Sehari Purna Bakti “ Teknologi phage type 4. Vet.Rec. 125: 600-601
Veteriner dalam Peningkatan Hewan dan
Produknya”. Balitvet, 12 Maret 2003. THIAGARAJAN, D., A..M. SAEED dan E.K. ASEM,
1994. Mechanism of transovarian transmission
OFFICE INTERNATIONAL DES EPIZOOTIES, 2000. Fowl of Salmonella enteritidis in laying hens.
Typhoid and Pullorum Disease. In Manual of Poultry Science (73):89-98.
Standards for Diagnostic Test and Vaccines,
pp. 697-698. THORNS C.J., M. M. BELL, M. G. SOJKA dan R. A.
NICHOLAS, 1996. Development and
POERNOMO, S, dan S. BAHRI, 1997. SALMONELLA application of enzyme-linked immunosorbent
SEROTYPING Conducted at The Bogor assay for specific detection of Salmonella
Research Institute for Veterinary Science enteritidis in chicken based on antibodies to
During April 1989-Maret 1996. Med. Journal SEF 14 fimbrial antigen, J. Clinic. Microbiol.
of Ind., 7 : 133-142. 34 (4): 729-737.
POERNOMO, S., I. RUMAWAS, dan A. SAROSA, 1997. VOUGHT, K.J. dan S.R. TATINI, 1998. Salmonella
Infeksi Salmonella enteritidis pada anak ayam enteritidis contamination of ice cream
pedaging dari peternakan pembibit : Suatu associated with a 1994 multistate outbreak. J.
laporan kasus. JITV, Vol. 2, No.3 hal 194-197. of Food Protection. 61(1): 5-10.
POERNOMO, S., 2000. Training Microbiological WANG, H. dan M.F. SLAVIK, 1998. Bacterial
Diagnostic. Balitvet Newsletter15(1) : 5-7. penetration into eggs washed with various
POERNOMO, S., 2004. Variasi Tipe Antigen chemicals and stored at different temperatures
Salmonella pullorum yang ditemukan di and times. J. of Food Protection 61(3):276-
Indonesia dan penyebaran serotipe Salmonella 279.
pada ternak (PO). Wartazoa Vol. 14., No. 4. WARD, M.P., J.C. RAMER, J. PRUDFOOT, M.M.
Hal.143-159. GARNER, C. JUAN-SALLES dan C.C. WU, 2003.
PORTILLO, F. G., 2000. Molecular and cellular Outbreak of Salmonellosis in a zoologic
biology of Salmonella pathogenesis in collection of Lorikeets and Lories

134
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan

(Trichoglossus, Lorius and Eos spp.). Avian YEH, K., C. TSAI, S. CHEN dan C. LIAO, 2002.
Dis. 47:493-498. Comparison between VIDAS Automatic
Enzyme-linked Fluorescent Immunoassay and
WORLD HEALTH ORGANIZATION, 2002. Risk culture method for Salmonella recovery from
assessments of Salmonella in eggs and broiler pork carcass spongo samples. J. of Food
chickens. In Microbiological risk assessment Protect. 65(10):1656.
series 1. Food and agriculture organization of
the United Nation. pp. 1-41.

135

You might also like