Skabies Fix Banget Banget

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 25

LAPORAN KASUS

SKABIES

HALAMAN JUDUL

Oleh :

Melin Eka Khotimah

1302006219

Pembimbing :

dr. Ni Made Sastiningsih, Sp. KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


SMF/LAB ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

i
ii

DENPASAR
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Skabies” ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang dilaksanakan tanggal 13-18
November 2017 bertempat di RSUD Tabanan.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Melalu kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV selaku Ketua
SMF/Bagian Dermatologi dan Venereologi FK Universitas Udayana, RSUP
Sanglah, Denpasar,
2. dr. Nyoman Suryawati, M.Kes, SpKK selaku Koordinator Pendidikan
Dokter SMF Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar,
3. dr. Ni Made Sastiningsih, Sp.KK, selaku Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
SMF/Bagian Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Daerah Tabanan yang
senantiasa membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan
laporan kasus ini,
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan
dan bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah
dalam masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, 15 November 2017
iii

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................1
BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................12
3.1 Identitas Pasien........................................................................................12
3.2 Anamnesis...............................................................................................12
3.3 Pemeriksaan Fisik....................................................................................13
3.4 Diagnosis Banding..................................................................................15
3.5 Pemeriksaan Penunjang: -.......................................................................15
3.6 Diagnosis Kerja.......................................................................................15
3.7 Penatalaksanaan.......................................................................................15
3.8 Prognosis................................................................................................................... 16

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Foto Kaki Pasien ................................................................................................ 15

1
2

PENDAHULUAN

Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai
di Negara berkembang. Skabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes Scabiei.
Tungau skabies menimbulkan suatu manifestasi bukanlah infeksi, namun infeksi
dapat terjadi akibat dari aktivitas menggaruk. Skabies sangatlah menular, terutama
pada orang yang hidup di lingkungan yang padat dan juga pada lingkungan
dengan higenitas yang rendah. 6

Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak langsung seperti hubungan


seksual ataupun tidak langsung seperti penggunaan handuk bersamaan, ataupun
tidur bersama. Sarcoptes Scabiei merupakan kelas Arachnida, subclass Acari, ordo
Astigmata, Famili Sarcoptidae. Dengan ukuran tungau betina mencapai 0,3-0,4
mm dan ukuran tungau jantan adalah setengah dari ukuran betina. Tungau Skabies
dewasa memiliki 4 kaki, berbentuk oval dengan punggung cembung dan perut
rata, dan tidak berwarna.2,6

Penyakit ini memiliki insidensi yang cukup tinggi pada Negara


Berkembang. Skabies dapat terjadi baik pada anak-anak hingga orang tua
terutama pada orang yang hidup di tempat dengan tingkat hygiene yang rendah.
Berdasarkan penelitian oleh Ratnasari di Jakarta Timur tahun 2014 menunjukkan
bahwa skabies lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.5 terdapat dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual bersifat
promiskuitas, dan perkembangan dermografik serta ekologik

Skabies biasanya ditandai dengan ciri khasnya yaitu gatal pada malam
hari, dan adanya terowongan yang ujung dari terowongan tersebut dapat berupa
papul maupun vesikel. Skabies dapat terjadi di seluruh bagian tubuh jarang pada
wajah dan leher, predileksi terbesar penyakit ini pada tangan, kaki, sela-sela jari,
lipatan ketiak, lipatan siku, lipatan dada, perut bagian bawah, pantat maupun
lipatan paha.2 Diagnosis skabies dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis

2
3

yang dikonfirmasi dengan Scrap Test atau menggerus ujung dari terowongan dan
melihat dibawah mikroskop untuk mengkonfirmasi adanya tungau.3

Penanganan skabies dapat berupa pemberian agen topikal ataupun oral dan
juga dengan menjaga kebersihan.3 Selain itu penting untuk dilakukan pengobatan
kepada seluruh anggota keluarga dan pembersihan lingkungan tempat tinggal.
Seperti perendaman pakaian dan juga boneka dengan air panas, menjemur kasur
di bawah sinar matahari, dan juga mengatur pencahayaan yang cukup ke setiap
ruangan.

3
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Skabies adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes Scabiei var, hominis, dan produknya. Bermanifestasi sebagai
lesi popular, pustule, vesikel, bahkan erosi serta krusta dan terowongan berwarna
abu-abu yang disertai dengan keluhan subyektif sangat gatal pada malam hari
serta mengenai sekelompok orang dengan tempat predileksi pada daerah lipatan
kulit yang tipis, hangat, dan lembab yang penularannya terjadi secara kontak
langsung maupun tidak langsung. Gejala klinis dapat terlihat polimorfi tersebar di
seluruh badan.6

2.2 Epidemiologi

Penyakit ini memiliki insidensi yang cukup tinggi pada Negara


Berkembang. Skabies dapat terjadi baik pada anak-anak hingga orang tua
terutama pada orang yang hidup di tempat dengan tingkat hygiene yang rendah.
Berdasarkan penelitian oleh Ratnasari di Jakarta Timur tahun 2014 menunjukkan
bahwa skabies lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.5 terdapat dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual bersifat
promiskuitas, dan perkembangan dermografik serta ekologik.6

Pada beberapa penelitian menemukan bahwa di suatu pesantren yang


padat penghuninya, prevalensi skabies mencapai 78,7% dimana prevalensi yang
lebih tinggi terdapat pada kelompok yang higienenya kurang baik (72,7%) dan
pada kelompok yang higienenya baik prevalensi skabies hanya 3,8% dan 2,2%. 3
Penelitian lain yang dilakukan di Pondok Pesantren di kabupaten lamongan
menunjukkan bahwa dari 338 santri, 64,20 % menderita skabies yang dimana
angka ini lebih tinggi dari prevalensi pada Negara sedang berkembang yang hanya
6-27% atau bahkan prevalensi di Indonesia yang hanya 4,60-12,75% saja. Dari

4
5

penelitian tersebut didapati bahwa penyebab paling sering adalah karena higiene
yang buruk, sanitasi lingkungan yang kurang baik, serta perilaku para santri yang
tidak menjaga kesehatan.5
Di kelompok usia dewasa muda, cara penularan yang paling sering terjadi
adalah melalui kontak seksual. Meskipun demikian rute infeksi agak sulit
ditentukan karena periode “inkubasi” yang lama dan asimptomatis. Apabila dalam
satu keluarga terdapat beberapa anggota mengeluh adanya gatal-gatal, maka
penegakan diagnosis menjadi lebih mudah. Dan tidak seperti penyakit menular
seksual lainnya, skabies dapat menular melalui kontak non seksual di dalam satu
keluarga. Kontak kulit dengan orang yang tidak serumah dan transmisi tidak
langsung seperti lewat handuk dan pakaian sepertinya tidak menular, kecuali
pada skabies yang berkrusta/skabies Norwegia. Sebagai contoh, meskipun skabies
sering dijumpai pada anak-anak usia sekolah, penularan yang terjadi di sekolah
jarang didapatkan. Penularan di pegawai rumah sakit juga jarang, tetapi beberapa
kasus pernah dilaporkan terutama yang bentuk krusta/skabies Norwegia.5,7

2.3 Etiopatogenesis

Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei dan Sarcoptes
scabiei varian hominis.2 Sarcoptes scabiei termasuk kedalam filum Arthropoda,
kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var. hominis. Kutu ini khusus menyerang dan menjalani siklus
hidupnya dalam lapisan tanduk kulit manusia. Selain itu terdapat S. scabiei yang
lain, yakni varian animalis. Sarcoptes scabiei varian animalis menyerang hewan
seperti anjing, kucing, lembu, kelinci, ayam, itik, kambing, macan, beruang dan
monyet. Sarcoptes scabiei varian hewan ini dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut diatas, misalnya peternak,
gembala, dll. Gejalanya ringan, sementara, gatal kurang, tidak timbul terowongan-
terowongan, tidak ada infestasi besar dan lama serta biasanya akan sembuh sendiri
bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.6
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor

5
6

dan tidak bermata. Ukurannya pada betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-
350 mikron, sedangkan Sarcoptes scabiei jantan lebih kecil, yakni 200-240
mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang
kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat . 6

Gambar 1. Tungau Scabies Betina

Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara cepat
saat kontak kulit dengan penderita. Tungau ini dapat merayap dengan kecepatan
2,5 cm – 1 inch per menit pada permukaan kulit. Belum ada studi mengenai waktu
kontak minimal untuk dapat terjangkit penyakit skabies namun dikatakan jika ada
riwayat kontak dengan penderita, maka terjadi peningkatan resiko tertular
penyakit skabies. 6,1
Yang menjadi penyebab utama gejala – gejala pada skabies ini ialah
Sarcoptes scabiei betina. Bila tungau betina telah mengandung (hamil), ia
membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit dimana ia meletakkan telurnya.
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati,
kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali
oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam
stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina
yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya

6
7

dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva
ini dapat tinggal dalam terowongan tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva
akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari tetapi ada juga yang menyebutkan selama 8-
17 hari.1 Studi lain menunjukkan bahwa lamanya siklus hidup dari telur sampai
dewasa untuk tungau jantan biasanya sekitar 10 hari dan untuk tungau betina bisa
sampai 30 hari. Setelah 1 minggu, anakan dari Sarcoptes Scabiei akan tumbuh
menjadi dewasa, Sarcoptes Scabiei dewasa ini kemudian keluar dari terowongan
dan mencari pasangannya. Kegiatan ini dilakukan pada malam hari, hal tersebut
yang menyebabkan penderita skabies merasakan gatal pada malam hari. Berikut
dipaparkan gambar siklus hidup skabies.6

Gambar 2. Siklus Hidup Tungau Skabies

Tungau betina dapat hidup lebih lama dari tungau jantan yaitu hingga lebih
dari 30 hari.4 Tungau skabies ini umumnya hidup pada suhu yang lembab dan
pada suhu kamar (210C dengan kelembapan relatif 40-80%) tungau masih dapat
hidup di luar tubuh hospes selama 24-36 jam.6
Sarcoptes scabiei varian hominis betina, melakukan seleksi bagian-bagian
tubuh mana yang akan diserang, yaitu bagian-bagian yang kulitnya tipis dan
lembab, seperti di lipatan-lipatan kulit pada orang dewasa, sekitar payudara, area

7
8

sekitar pusar dan penis. Pada bayi-bayi karena seluruh kulitnya tipis, telapak
tangan, kaki. Wajah dan kulit kepala juga dapat diserang. Tungau biasanya
memakan jaringan dan kelenjar limfe yang disekresi dibawah kulit. Selama
makan, mereka menggali terowongan pada stratum korneum dengan arah
horizontal.6 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan beberapa ahli
memperlihatkan bahwa tungau skabies khususnya yang betina dewasa secara
selektif menarik beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia. lipid tersebut
diantaranya adalah asam lemak jenuh odd-chain-length (misalnya pentanoic dan
lauric) dan tak jenuh(misalnya oleic dan linoleic) serta kolesterol dan tipalmitin.
Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia
dan beberapa mamalia dapat mempengaruhi baik insiden infeksi maupun
distribusi terowongan tungau di tubuh. Bila telah terbentuk terowongan maka
tungau dapat meletakkan telur setiap hari.1,2,6

Kelainan kulit dapat disebabkan juga oleh penderita sendiri akibat


garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan
eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada
saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,
urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan
infeksi sekunder.6

2.4 Bentuk Skabies


Terkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit bisa bermacam-
macam. Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus
skabies antara lain6 :
a. Skabies Norwegia
Bentuk skabies ini ditandai dengan dermatosis berkusta pada tangan
dan kaki, kuku yang distrofik, serta skuama yang generalisata. Bentuk ini
sangat menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Ditemukan tungau
dengan jumlah yang sangat banyak. Penyakit ini terdapat pada pasien
denganretardasi mental, kelemahan fisik, gangguan imunologik dan
psikosis.

8
9

b. Skabies Nodular
Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering
terjadi pada bayi dan anak atau pada pasien dengan imunokompemise.

2.5 Gejala Klinis

Terdapat 4 tanda kardinal1,2,6:

1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan oleh
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab.

2. Penyakit ini menyerang manusia yang hidup berkelompok, misalnya


dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
Begitu pula dalam sebuah perumahan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya
terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan
gejala maka penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang


berwarna putih atau keabu-abuan. Berbentuk garis lurus atau berkelok
dengan rata-rata panjangnya 1 cm pada ujung terowongan ditemukan
papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder maka ruam kulitnya akan
menjadi polimorf (pustul, eksokoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak,
bokong, area genitalia eksterna (pria), dan juga perut bagian bawah. Pada
bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat


menemukan satu atau lebih tungau. Selain tungan dapat ditemukan telur
dan kotoran.

2.6 Diagnosis

9
10

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan


pemeriksaan penunjang. Diagnosis juga dapat ditegakkan apabila menemukan 2
dari 4 tanda kardinal.6
a. Anamnesis
Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus
nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di tempat predileksi,
distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada predileksi, adanya
penyakit yang sama pada orang-orang sekitar.
b. Pemeriksaan Fisik
Terlihat terowongan berwarna putih atau keabu-abuan berbentuk garis
lurus atau berkelok dengan panjang rata-rata 1 cm dan pada ujungnya terdapat
papul ataupun vesikel. Kadang pula terdapat pustule apabila terjadi infeksi
sekunder.
c. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
penunjang yaitu scrap test. Scrap test adalah penggerusan pada ujung terowongan
lalu meletakkan hasil gerusan pada kaca preparat dan melihat di bawah
mikroskop.7
d. Penunjang Diagnosis
Cara menemukan tungau:
1. Carilah mula-mula terowongan kemudian pada ujung yang terlihat papul
atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah objek,
lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop
cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewrnaan hematoksilin
eosin (H.E)

10
11

Gambar 2.3 Tungau Sarcoptes Scabiei

2.7 Diagnosis Banding

a. Prurigo

Merupakan erupsi papular kronik dan rekurens yang ditandai dengan


papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah dengan keluhan sangat gatal
tidak hanya pada malam hari dan apabila digaruk akan menimbulkan krusta.
Tempat predileksinya di ekstremitas bagian ekstensor kadang disertai dengan
pembesaran kelenjar getah bening regional.4,6

b. Dermatitis Atopi

Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal


berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dan riwayat atopi pada keluarga.5

c. Pedikulosis Korporis

Merupakan infeksi kulir yang disebabkan oleh Pediculus humanus var


corporis yang menyerang orang dengan tingkat hygiene yang rendah. Dengan
gejala dominan yaitu gatal dan akibat dari garukan akan menyebabkan
terbentuknya infeksi sekunder berupa krusta.6

2.8 Penatalaksanaan

11
12

Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis.


Penundaan terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan
kemungkinan peningkatan keparahan gejala. Terapi skabies ini juga harus tuntas
bagi penderita dan juga bagi keluarga penderita yang memiliki gejala yang sama.
Bersamaan dengan terapi anjurkan pakaian, sprei, dan handuk dicuci
menggunakan air panas. Tungau akan mati pada suhu 130oC. Pasien dapat
diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan lingkungan dan perorangan.5
Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah
diobati secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan. Seluruh
anggota keluarga yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan seksual.
Para ahli merekomendasikan terapi untuk anggota keluarga bersifat simultan,
karena angka kesembuhan setelah 10 minggu lebih tinggi.5

Syarat obat yang idel bagi penderita scabies yaitu harus efektif terhadap
semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksis, tidak berbau
atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian, dan mudah diperoleh dan
harganya murah.6

1. Belerang endap (Sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep
atau krim. Tidak efektif untuk memberantas telur tungau, dan penggunaan tidak
boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang dapat menimbulkan iritasi Dapat dipakai pada bayi berusia kurang dari 2
tahun.

2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif untuk semua fase hidup tungau.


Diberikan setiap malam selama tiga hari. Namun obat ini sulit diperoleh, kadang
terasa semakin gatal set dan panas setelah dipakai dan sering menimbulkan iritasi.

3. Gama Benzena Heksa Klorida (Gameksan) kadar 1% dalam bentuk krim atau
losio. Termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua fase hidup tungau,
mudah digunakan dan jarang menimbulkan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan untuk
anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena bersifat toksik terhadap susunan
saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala maka
diulangi seminggu kemudian.

12
13

4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata,
dan juga mulut.

5. Permethrin dengan kadar 5% dalam bentuk krim, bersifat less toxic


dibandingkan dengan gameksan namun memiliki efektivitas yang sama.
Aplikasinya hanya sekali dan dibilas setelah 10 jam. Pengobatan diulang setelah
seminggu. Tidak dianjurka untuk bayi di bawah umur 2 bulan.6

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : GP
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 5 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Tabanan, 15 Februari 2012
Alamat : Kediri, Tabanan
Pendidikan : TK
Pekerjaan : Pelajar
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Agama : Hindu
Status Pernikahan : Belum menikah
Tanggal Pemeriksaan : 13 November 2017

3.2 Anamnesis
1) Keluhan Utama
Gatal pada telapak tangan dan kaki.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh kedua orangtuanya ke poli kulit dan kelamin RSUD
Tabanan pada tanggal 13 Agustus 2017 dengan keluhan terasa gatal pada
kedua telapak tangan, dan kaki sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Pasien
mengatakan awalnya hanya ada satu benjolan merah berisi cairan bening di
kaki saja namun beberapa hari kemudian benjolan bertambah banyak dan
benjolan bertambah di daerah telapak tangan, lengan, dan kelamin. Benjolan
dirasakan sangat gatal pada malam hari, sehingga pasien menggaruk benjolan
tersebut dan menjadi luka. Benjolan ini kemudia menyebar mengenai ayah

13
14

pasien dan ibu pasien. ayah pasien mengalami gejala serupa seperti pasien,
hanya saja ayah pasien mengalami gatal hanya pada daerah tangan dan kaki.
Pasien dikatakan pernah mengalami gejala seperti ini 4 bulan yang lalu. Pasien
kemudia berobat ke poli Kulit dan Kelamin RSUD Tabanan kemudian
sembuh.
3) Riwayat Pengobatan
ibu pasien mengatakan pasien sempat mengalami kejadian serupa 4 bulan
yang lalu. Pasien kemudian berobat ke RSUD Tabanan dan mendapatkan obat
oles berupa salep. Namun ayah dan ibu pasien lupa nama obat tersebut.
4) Riwayat Alergi
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap
obat dan makanan.
5) Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu Pasien menyatakan pasien pernah mengalami keluhan seperti ini 4 bulan
yang lalu. Awalnya pasien merasakan sering merasa gatal pada daerah leher
sampai ke belakang telinga. Gatal dirasakan terutama pada malam hari. Ibu
pasien mengatakan menemukan benjolan yang berdarah pada daerah leher
pasien. Pasien tidak pernah menderita asma, hipertensi, penyakit ginjal,
diabetes melitus, liver dan jantung.
6) Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Ayah dan ibu pasien menderita gejala yang sama dengan pasien setelah pasien
mengalami gejala saat ini. Riwayat keluarga menderita asma, hipertensi,
diabetes mellitus, ataupun penyakit sistemik lainnya disangkal oleh ibu pasien.
7) Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pelajar tingkat kanak-kanak. Pasien setiap hari
menggunakan seragam sekolah. Seragam sekolah pasien dicuci setiap hari
oleh ibu pasien. Pasien mandi 2 kali sehari dengan sabun batang. Tiap anggota
keluarga sering menggunakan handuk secara bergantian. Pasien sekarang tidur
bersama kedua orang tuanya. Sehari-hari pasien sering bermain dengan teman
di sekolah maupun tetangga pasien. Orang tua pasien tidak mengetahui
apakah terdapat teman pasien yang memiliki gejala serupa dengan pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis GCS E4V5M6
Tekanan darah : 90/70 mmHg

14
15

Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Temperatur aksila : 36,5oC

Status General
Kepala : normocephali, rambut warna hitam tidak beruban
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+, isokor
THT : tonsil T1/T1, faring hiperemi (-)
Thorak : Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pul : ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : edema (-/-), hangat (+/+), kemerahan (-/-)

Status Dermatologi
1. Lokasi : Digiti Manus Dextra et Sinistra
Efloresensi : Papul dengan dasar eritema, multiple, berbatas
tegas berbentuk bulat, berukuran diameter 0,5-1 cm, pada beberapa tempat
ditutupi krusta, tersusun diskret, simetris.

2. Lokasi : kruris et pedis dextra


Efloresensi : Papul eritema, multiple, berbatas tegas berbentuk
bulat, berukuran diameter 0,5-1 cm, pada beberapa tempat berkonfluen
membentuk plak, tersusun diskret, simetris, pada beberapa tempat tertutup
krusta

Gambar 3.1 Lesi pada kruris et pedis dextra


3. Lokasi : Genitalia

15
16

Efloresensi : Papul dengan dasar eritema, soliter, berbatas tegas


berbentuk bulat, berukuran diameter 0,5-1 cm, tersusun sirsiner, unilateral.

Mukosa : hiperemis (-)


Rambut : rambut rontok (-), warna hitam
Kuku : pitting nail (-), rapuh (-)
Fungsi kelenjar keringat : Tidak dikerjakan
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran
Saraf : penebalan saraf (-), parastesi (-)

3.4 Diagnosis Banding


1. Skabies
2. Prurigo
3. Dermatitis Atopik

3.5 Pemeriksaan Penunjang: -

3.6 Diagnosis Kerja


Skabies

3.7 Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
Topikal:
- Permethrin 5% aplikasikan 1 kali biarkan selama 10jam lalu bilas.

- Steroid topikal berupa hidrokortison cream 1%

Sistemik:

- Antihistamine (cetirizine)

2) Non- Medikamentosa
KIE :
- Mencuci segala pakaian, sprei, boneka, atau bahan yang terbuat dari kain.
Kemudian di rebus agar tungau scabies mati.
- Menjemur kasur di bawah sinar matahari.
- Memberi pengertian bahwa penyakit yang diderita pasien merupakan
penyakit menular sehingga pasien harus bisa mencegah penularan dengan

16
17

cara tidak saling bertukar pakaian dan handuk. Cuci sprai dan baju pasien
secara terpisah.
- Senantiasa menjaga kebersihan tubuh dengan mandi 2 kali sehari
menggunakan sabun antiseptik, dan mengganti jilbab 2 kali sehari.
- Setelah mandi, pasien disarankan untuk mengelap bagian lipatan tubuh
dengan tujuan menghindari kelembapan berlebih.
- Menjaga kebersihan lingkungan. Hindari menggaruk dan memencet lesi,
memakai obat teratur dan kontrol setelah 1 minggu.

3.8 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubius ad Bonam
Ad Kosmetikam : Dubius ad Bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis skabies ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang dari gejala klinis yang dikeluhkan oleh pasien. Pasien
anak laki-laki berumur 5 tahun mengeluh gatal dan muncul benjolan merah berisi
cairan bening sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Benjolan muncul pertama
kali pada kaki pasien dan kemudia muncul pada telapak tangan, dan kemaluan
pasien. pada wajah pasien tidak terdapat benjolan seperti pada kaki pasien. Gatal
dirasakan terutama pada malam hari. Dari keluhan utama, diagnosis bisa
diarahkan kepada skabies, prurigo, dermatitis kontak, dan dermatitis atopi.
Anamnesis lebih lanjut didapatkan bahwa pasien mengatakan awalnya hanya ada
satu benjolan merah di kaki saja namun beberapa hari kemudian bertambah
banyak dan benjolan menyebar pada tangan, badan dan kemaluan pasien.

17
18

Benjolan dirasakan semakin hari semakin gatal pada malam hari. Orang tua pasien
juga mengeluhkan gejala serupa dengan pasien. Ayah pasien juga mengalami
benjolan pada kaki dan tangan sedangkan ibu pasien mengatakan terdapat
benjolan pada tangan kanannya. Ayah dan ibu pasien juga mengeluhkan gatal pada
daerah yang terdapa benjolan. Gatal dirasakan terutama pada malam hari.
Berdasarkan teori, tanda kardinal dari skabies adalah rasa gatal pada malam hari
dan menyerang sekolompok orang. Predileksi dari skabies yaitu pada daerah
lipatan atau daerah yang memiliki stratum korneum yang tipis.6
Pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general dalam batas
normal. Pemeriksaan dermatologi didapatkan lesi pada daerah digiti manus dextra
dan pedis sinistra berupa papul dengan dasar eritema, multiple, berbentuk bulat
batas tegas, berukuran diameter 0,5-1 cm, pada beberapa tempat ditutupi krusta.
Selain itu pada daerah digiti manus sinistra juga ditemukan lesi berupa pustule
dengan dasar eritema, multiple, batas tegas berbentuk bulat, berdinding tegang
berisi cairan purulen, berukuran diameter 0,5 cm. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan juga terowongan (kunikulus) yang berwarna putih keabu-abuan,
berbentuk garis lurus ataupun berkelok dengan rata-rata panjangnya 1 cm yang
diujungnya berupa vesikel. Menurut teori, penderita datang dengan keluhan
terdapat papul ataupun vesikel yang sangat gatal pada malam hari, dan terdapat
terowongan pada daerah predileksi. 6
Diagnosis banding pada kasus ini disingkirkan hanya melalui anamnesis,
dan pemeriksaan fisik saja tanpa dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan teori, pemeriksaan penunjang untuk skabies yaitu scraping test. Pada
hasil scraping test, skabies biasanya menunjukkan tungau Sarcoptes Scabiei.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan juga dapat ditegakkan dengan
menemukan 2 dari 4 tanda kardinal.6
Diagnosis banding pada kasus ini yaitu prurigo, dan dermatitis atopik.
Berdasarkan teori, skabies merupakan infeksi yang disebabkan oleh tungau
Sarcoptes Scabiei yang ditandai dengan adanya terowongan berujung papul atau
vesikel dengan panjang rerata 1 cm. 7 Sedangkan, prurigo belum diketahui
penyebab pastinya dan ditandai oleh papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk
kubah terutama terdapat di ekstremitas bagian ekstensor. Selain itu, daerah

18
19

predileksinya berbeda dengan skabies yaitu pada lipatan ketiak, lipat paha, pantat,
sela-sela jari atau dibawah payudara.2 Tidak adanya riwayat atopik pada pasien
dan keluarga juga membedakannya dengan dermatitis atopik.6

Pengobatan topikal, diberikan permethrin kadar 5% karena memiliki


efektivitas yang sama dengan gameksan tetapi kurang toksik. Antihistamin
sistemik untuk mengatasi gatal-gatal. Steroid topikal sebagai antiinflamasi. Selain
itu pengobatan permethrin harus dilakukan pada satu keluarga karena penyakit ini
merupakan penyakit menular dan saat ini keluarga sudah tertular. Selain itu, perlu
dilakukan pembersihan lingkungan seperti menjemur kasur di bawah sinar
matahari, mencuci pakaian dan barang berbahan kain dengan sabun kemudian
merebus agar tungau mati, dan hindari menggunakan handuk bergantian.1

19
20

BAB V
KESIMPULAN

Kasus ini terjadi sesuai dengan teori. Kasus skabies terjadi pada anak laki-
laki usia 5 tahun yang sehari-hari bersekolah dan biasa bermain dengan teman dan
tidur dengan kedua orang tua. Diagnosa ditegakan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan penunjang. Pasien diberi terapi
medikamentosa topikal Permethrin kadar 5% krim, steroid topikal berupa
hidrokortison krim 1% dan sistemik berupa antihistamine citirizin sirup . Pasien
dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakitnya, resiko penularan, dan cara
mencegah rekurensi. Pasien diharapkan kontrol kembali setelah 7 hari untuk
melihat respon pengobatan.

20
21

DAFTAR PUSTAKA
1. D, Gould. Prevention, Control and Treatment of Scabies. Nursing Standard.
November 2009 42-46.
2. Gunning, Karen et all. Pediculosis and Scabies: Treatment Update. Indian
Journal of Clinical Practice vol 24 No 3. August 2013.
3. Hay, J.R et all. Scabies In The Developing World: Its Prevalence,
Complications and Management. Clinical Microbiology and Infection. April 2012.
4. Azizah, Ifa Nur et all. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Pemulung Tentang
Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies pada Balita di Tempat Pembuangan
Akhir Kota Semarang. Dinamika Kebidanan. Januari 2011.
5. Ratnasari, Amajida Fadia et all. Prevalensi Skabies dan Faktor-faktor yang
Berhubungan di Pesantren X Lamongan. eJKI vol 2 No 1. April 2014.
6. Handoko Ronny P. Skabies In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. Hal 122.
7. Golant, Alexandra et all. A Review of Diagnosis and Management Based on
Mite Biology. Skin Disorders vol 33 No 1. January 2012.

21

You might also like